Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertusis adalah suatu penyakit akut saluran pernapasan yang banyak


menyerang anak balita dengan kematian yang tertinggi pada anak usia di
bawah satu tahun yang disebabkan infeksi Bordetella pertusis. Seperti halnya
penyakit infeksi saluran pernapasan akut lainnya, pertusis sangat mudah dan
cepat penularannya. Tindakan penanggulangan penyakit ini antara lain
dilakukan dengan pemberian imunisasi. WHO menyarankan sebaiknya anak
pada usia satu tahun telah mendapatkan imunisasi dasar DPT sebanyak 3 dosis
dengan interval sekurang-kurangnya 4 minggu dan booster diberikan pada
usia 15 - 18 bulan dan 4 - 6 tahun untuk mempertahankan nilai proteksinya. Di
Nederland, pemberian imunisasi dasar pada umur 3 - 6 bulan dan booster pada
umur satu tahun dengan cakupan imunisasi sebesar 90%, praktis penyakit ini
tak tampak lagi. Walaupun demikian banyak terjadi hambatan, antara lain
anak tidak dapat menerima vaksinasi sebanyak tiga kali dan juga jarak waktu
vaksinasinya tidak tepat. Hal ini terutama banyak. didapat di negara-negara
yang sedang berkembang. Menurut perkiraan WHO (1983) hanya 30% anakanak negara sedang berkembang yang menerima vaksinasi DPT sebanyak 3
dosis.
Di Indonesia, penyakit ini menempati urutan ke tiga penyebab kematian
pada anak balita. Secara konvensional pencegahan penyakit ini dilakukan
dengan pemberian imunisasi dasar pada bayi usia 3 bulan dengan selang
waktu di antara dosis satu bulan sebanyak 3 dosis. Booster diberikan pada
anak usia 3 dan 5 tahun. Sejak tahun 1975, Indonesia telah mengikuti PPI
dengan pemberian imunisasi dasar DPT 3 dosis pada anak usia 3 - 14 bulan

dengan interval 1 - 3 bulan. Pada pelaksanaannya masih banyak hambatan,


mengingat secara geografis Indonesia beriklim tropis dan terdiri dari beriburibu pulau dan fasilitas kesehatan yang kurang memadai, sedang syarat mutlak
keberhasilan program adalah tingginya persentase populasi target yang harus
dicakup yaitu sebesar 80% atau lebih, sehingga sirkulasi kuman patogen dapat
diputuskan.
Pertusis masih merupakan penyebab terbesar kesakitan dan kematian
pada anak, terutama di negara berkembang. WHO memperkirakan lebih
kurang 600.000 kematian disebabkan pertussis setiap tahunnya terutama pada
bayi yang tidak diimunisasi. Dengan kemajuan perkembangan antibiotik dan
program imunisasi maka mortalitas dan morbiditas penyakit ini mulai
menurun.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar dan asuhan keperawatan teoritis pertusis ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan teoritis pertusis.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Pertusis adalah penyakit saluran napas yang disebabkan oleh Bordetella
pertusis. Nama lain penyakit ini adalah tussis quinta, whooping cough, batuk
rejan, batuk 100 hari. (Arif Mansjoer, 2000)
Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas
yang menimbulkan serangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan
inspirasi berbising. (Ramali, 2003)
Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin
berat. Batuk adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn batuk
terjadi tiba-tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam
paru-paru terbuang keluar. Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis
telah kekurangan udara shingga bernapas dengan cepat, suara pernapasan
berbunyi separti pada bayi yang baru lahir berumur kurang dari 6 bulan dan
pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar. Batuk pada pertusis
biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat kelelahan
setelah serangan batuk.
B. Etiologi
Pertusis biasanya disebabkan diantaranya Bordetella pertussis (Hemophilis
pertusis). Suatu penyakit sejenis telah dihubungkan dengan infeksi oleh
bordetella para pertusis, B. Bronchiseptiea dan virus.

C. Manifestasi Klinis

Pada pertusis, masa inkubasi 7 - 14 hari. Penyakit ini dapat berlangsung


selama 6-8 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium :
1. Stadium kataralis
Stadium ini berlangsung 1 - 2 minggu ditandai dengan adanya batuk-batuk
ringan, terutama pada malam hari, pilek, serak, anoreksia, dan demam
ringan. Stadium ini menyerupai influenza.
2. Stadium spasmodik
Berlangsung selama 2 - 4 minggu, batuk semakin berat sehingga pasien
gelisah dengan muka merah dan sianotik. Batuk terjadi paroksismal berupa
batuk-batuk khas. Serangan batuk panjang dan tidak ada inspirasi di
antaranya dan diakhiri dengan whoop (tarikan nafas panjang dan dalam
berbunyi melengking). Sering diakhiri muntah disertai sputum kental.
Anak-anak dapat sempat terberak-berak dan terkencing-kencing. Akibat
tekanan saat batuk dapat terjadi perdarahan subkonjungtiva

dan

epistaksis. Tampak keringat, pembuluh darah leher dan muka lebar.


3. Stadium konvalesensi
Berlangsung selama 2 minggu sampai sembuh. Jumlah dan beratnya
serangan batuk berkurang, muntah berkurang, dan nafsu makan timbul
kembali.
D. Patofisologi
Penularan terutama melalui saluran pernafasan, di mana Bordetella
pertusis akan terikat pada silia epitel saluran pernafasan. Bordetella pertusis
tidak memasuki jaringan sehingga tidak dijumpai dalam darah. Setelah
mikroorganisme terikat pada sillia, maka fungsi sillia akan terganggu sehingga
aliran mukus/lendir terhambat dan terjadi pengumpulan lendir. Adanya
organisme ini pada permukaan saluran pernafasan dapat terlihat dari
bertambahnya sekret mukus. Dan lendir yang terbentuk dapat menyumbat
bronkus kecil hingga dapat menimbulkan empisema dan atelektasis.

(pathway_ http://documents.tips/download/link/askep-pertusis-55f9c54e7a8e4)

E. Komplikasi
1. Pada saluran pernafasan

a. Bronkopnemonia
Infeksi saluran nafas atas yang menyebar ke bawah dan
menyebabkan timbulnya pus dan bronki, kental sulit dikeluarkan,
berbentuk gumpalan yang menyumbat satu atau lebih bronki besar,
udara tidak dapat masuk kemudian terinfeksi dengan bakteri. Paling
sering terjadi dan menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 3
tahun terutama bayi yang lebih muda dari 1 tahun. Gejala ditandai
dengan batuk, sesak nafas, panas, pada foto thoraks terlihat bercakbercak infiltrate tersebar.
b. Otitis media / radang rongga gendang telinga
Karena batuk hebat kuman masuk melalui tuba eustaki yang
menghubungkan dengan nasofaring, kemudian masuk telinga tengah
sehingga menyebabkan otitis media. Jika saluran terbuka maka
saluran eustaki menjadi tertutup dan jika penyumbat tidak
dihilangkan pus dapat terbentuk yang dapat dipecah melalui gendang
telinga yang akan meninggalkan lubang dan menyebabkan infeksi
tulang mastoid yang terletak di belakang telinga.
c. Bronkhitis
Batuk mula-mula kering, setelah beberapa hari timbul lender jernih
yang kemudian berubah menjadi purulen.
d. Atelaktasis
Timbul akibat lender kental yang dapat menyumbat bronkioli.
e. Emphisema Pulmonum
Terjadi karena batuk yang hebat sehingga alveoli pecah dan
menyebabkan adanya pus pada rongga pleura.
f.

Bronkhiektasis
Terjadi pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lender yang kental

dan disertai infeksi sekunder.


g. Aktifitas Tuberkulosa
h. Kolaps alveoli paru akibat batuk proksimal yang lama pada anakanak sehingga dapat menebabklan hipoksia berat dan pada bayi
dapat menyebabkan kematian mendadak.
2. Pada saluran pencernaan
a. Emasiasi dikarenakan oleh muntah-muntah berat.

b. Prolapsus rectum / hernia dikarenakan tingginya tekanan intra


abdomen.
c. Ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada
saat batuk.
d. Stomatitis.
3. Pada system syaraf pusat Terjadi karena kejang :
a. Hipoksia dan anoksia akibat apneu yang lama
b. Perdarahan sub arcknoid yang massif
c. Ensefalopat, akibat atrof, kortika yang difus
d. Gangguan elektrolit karena muntah
F. Cara Penularan
1. Droplet infection
2. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui
percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula
melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari kumankuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang
menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai
3 minggu setelah batuk dimulai.

G. Penatalaksanaan
1. Antimikroba
Berbagai antimikroba telah dipakai dalam pengobatan pertusis namun
tidak ada antimikroba yang dapat mengubah perjalanan penyakit ini
terutama diberikan pada stadium paroksimal. Oleh karena itu obat
obat ini lebih dianjurkan pemakaiannya pada stadium kataralis yang
dini.
Eritromisin merupakan antimikroba yang lebih efektif dibanding
kloramfenikol maupun tetrasiklin. Kebanyakan peneliti menganjurkan
dosis 50mg/kg.bb/hari, dalam 2 - 4 dosis, selama 5 - 7 hari
2. Kortikosteroid
Beberapa peneliti menggunakan :
- Betametason oral dengan dosis 0,05mg/kg.bb/24jam

Hidrokortison suksinat (Solukortef) intramuskuler dengan dosis


30mg/kgbb/24jam, kemudian diturunkan secara perlahan - lahan da

diberhentikan pada hari ke 8.


Prednisolon oral 2,5 - 5 mg/hari.
Dari beberapa peneliti ternyata bahawa kortikosteroid berfaedah
dalam pengobatan pertusis terutama pada bayi dengan serangan

paroksimal.
3. Salbutamol
Beberapa peneliti menganjurkan bahwa salbutamol efektif terhadap
pengobatan pertusis dengan cara kerja sebagai berikut :
- Beta 2 adrenergik stimulant
- Mengurangi parokosismal
- Mengurangi frekuensi dan lamanya whoop
- Mengurangi frekunensi apnue
- Dosis yang dianjurkan 0,3 - 0,5mg/kgbb/hari, dibagi dalam 3 dosis.
4. Terapi suportif
- Lingkungan perawatan yang tenang
- Pemberian makanan, hindari makanan yang sulit ditelan, sebaiknya
-

diberikan makanan yang berbentuk cair.


Bila penderita muntah - muntah sebaiknya diberikan cairan dan

elektrolit secara parenteral.


Pembersihan jalan napas.
Oksigen, terutama pada serangan batuk yang hebat yang disertai
sianosis.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium : LED dan leukosit meningkat.
Pada stadium kataralis dan permulaan stadium plasmodik jumlah
leukosit meningkat antara 15.000 - 45.000 per mm3 dengan
limfositosis. Diagnosis dapat diperkuat dengan mengisolasi kuman
dari sekresi jalan nafas yang dikeluarkan pada waktu batuk.
b. Foto thorax, CT Scan.
c. Periksa sputum.
I. Pengkajian

Data Dasar Pengkajian Pasien

Aktivitas/istirahat

Gejala: batuk panjang, kelelahan, demam ringan


Tanda: sesak, kelelahan otot dan nyeri

Makanan/cairan

Gejala: nafsu makan hilang, mual/muntah, penurunan BB.


Tanda: turgor kulit buruk, penurunan massa otot.

Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Integritas ego

Tanda: gelisah

Pernafasan

Gejala : batuk, tarikan nafas panjang.


Tanda : muka merah, sianotik
b)

Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan sputum

Pengelompokan Data

a)

Data Subyektif

Pasien mengeluh batuk

Pasien mengeluh nyeri pada dadanya

Pasien mengeluh sesak

b)

Data Obyektif

Suhu badan meningkat

Penurunan berat badan

Turgor kulit buruk

Mual-muntah

Nafsu makan hilang

Pasien tampak gelisah

Anda mungkin juga menyukai