Anda di halaman 1dari 7

PENGERTIAN TEKS, NASKAH, DAN WACANA

I.

Pengertian Wacana
Wacana adalah kajian yang meneliti dan mengkaji bahasa yang digunakan secara
alamiah, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Berikut ini merupakan penjelasan
mengenai wacana, yaitu:
1. Edmondson dalam Tarigan (1981:4) menjelaskan bahwa wacana adalah suatu
peristiwa berstruktur yang dimanifestasikan dalam perilaku linguistik (yang lainnya),
sedangkan teks adalah suatu urutan ekspresi-ekspresi linguistik terstruktur yang
membentuk suatu keseluruhan yang padu uniter.
2. Stubbs dalam Tarigan (1983:10) menjelaskan bahwa wacana adalah organisasi bahasa
di atas kalimat atau di atas klausa, dengan kata lain unit-unit linguistik yang lebih
besar dari kalimat atau klausa, seperti percakapan atau teks-teks tertulis. Secara
singkat apa yang disebut teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran atau utterance.
3. Deese dalam Tarigan (1984:72) menjelaskan bahwa wacana adalah seperangkat
proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa
kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi atau kepaduan itu sendiri harus muncul
dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh penyimak
atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan atau pengutaraan wacana itu.
4. Kridalaksana dalam Tarigan (1984:208) menjelaskan bahwa wacana (discourse)
adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk wacana
yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb.) paragraf, kalimat atau kata yang
membawa amanat yang lengkap.
5. Brown dalam Tarigan (1980:189-190) menjelaskan bahwa analisis wacana adalah
telah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Kita menggunakan bahasa dalam
kesinambungan atau untaian wacana. tanpa konteks, tanpa hubungan wacana yang
bersifat antarkalimat dan suprakalimat maka kita sulit berkomunikasi dengan tepat
satu sama lain.
(http://sucilestari040912.blogspot.com/2012/11/analisis-wacana-indonesia.html)
Jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi,
cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Menurut realitasnya, wacana merupakan verbal dan

nonverbal sebagai media komunikasi berwujud tuturan lisan dan tulis, sedangkan dari segi
pemaparan, kita dapat memperoleh jenis wacana yang disebut naratif, deskriptif, prosedural,
ekspositori dan hortatori.
A. Wacana Berdasarkan Realitas
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994: 6-7) realitas wacana dalam hal ini adalah
eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau
language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktural bahasa, mengacu pada
struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian
nonbahasa yakni rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna (bahasa isyarat). Wacana
nonbahasa yang berupa isyarat, antara lain berupa:
1. Isyarat dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka, meliputi:
a. Gerakan mata, antara lain melotot, berkedip, menatap tajam (dapatkah kita
menentukan maknanya. Misalnya, melotot = marah; melotot = menyuruh pergi, dan
sebagainya).
b. Gerak bibir, antara lain senyum, tertawa, meringis.
c. Gerak kepala, antara lain mengangguk, menggeleng.
d. Perubahan raut muka (wajah), antara lain mengerutkan kening, bermuka manis,
bermuka masam.
2. Isyarat yang ditunjukkan melalui gerak anggota tubuh selain kepala, meliputi:
a.Gerak tangan, antara lain melambai, mengepal, mengacungkan ibu jari, menempelkan
telunjuk pada bibir, menunjuk dahi.
Gerak kaki, antara lain mengayun-ayun, menghentak-hentakkan, menendang-

b.

nendang.
c.Gerak seluruh tubuh, antara lain seperti terlihat pada pantomim, memiliki makna
wacana sebagai teks.
Tanda-tanda nonbahasa yang bermakna berupa: (1) tanda rambu-rambu lalu lintas,
dan (2) di luar rambu-rambu lalu lintas. Tanda lalu lintas, misalnya dengan warna lampu
pada rambu-rambu lalu lintas: merah berarti berhenti, kuning berarti siap untuk maju,
dan hijau berarti boleh maju; tanda diluar lalu lintas adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan
dari kentongan, misalnya, berarti ada bahaya. Realitas makna kentongan diwujudkan oleh
masyarakat pendukung wacana tersebut.
B. Wacana Berdasarkan Media Komunikasi
Berdasarkan media komunikasinya, wacana dapat diklasifikasikan atas wacana lisan
dan tulisan.
1. Wacana tulis

Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:52) wacana tulis atau written discourse adalah
wacana yang disampaikan secara tertulis, melalui media tulis. Wacana dapat
direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraf atau karangan yang utuh (buku, novel,
ensiklopedia, dan lain-lain) yang membawa amanat yang lengkap dan cukup jelas
berorientasi pada jenis wacana tulis.
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994: 7-8) wacana dengan media komunikasi
tulis dapat berwujud antara lain:
a.Sebuah teks/ bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alinea yang
mengungkapkan sesuatu secara beruntun dan utuh, misalnya sepucuk surat, sekelumit
cerita, sepenggal uraian ilmiah.
b.
Sebuah alinea, merupakan wacana, apabila teks hanya terdiri atas sebuah alinea,
dapat dianggap sebagai satu kesatuan misi korelasi dan situasi yang utuh.
c.Sebuah wacana (khusus bahasa Indonesia) mungkin dapat dibentuk oleh sebuah
kalimat majemuk dengan subordinasi dan koordinasi atau sistem elipsis.
2. Wacana lisan
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:55) wacana lisan atau spoken discourse adalah
wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media lisan.
Menurut Mulyana (2005:52) wacana lisan (spoken discourse) adalah jenis wacana
yang disampaikan secara lisan atau langsung dalam bahasa verbal. Jenis wacana ini
sering disebut sebagai tuturan (speech) atau ujaran (utterance). Wacana lisan memiliki
kelebihan dibanding wacana tulis. Beberapa kelebihan wacana lisan di antaranya ialah:
a. Bersifat alami (natural) dan langsung.
b. Mengandung unsur-unsur prosodi bahasa (lagu, intonasi).
c. Memiliki sifat suprasentensial (di atas struktur kalimat).
d. Berlatar belakang konteks situasional.
C. Wacana Berdasarkan Cara Pengungkapan
1. Wacana langsung atau direct discourse adalah kutipan wacana yang sebenarnya dibatasi
oleh intonasi atau pungtuasi (Kridalaksana dalam Henry Guntur Tarigan, 1987:55).
2. Wacana Tidak Langsung atau indirect discourse adalah pengungkapan kembali wacana
tanpa mengutip harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan
konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata
bahwa, dan sebagainya. (Kridalaksana, 1964: 208-9).
D. Wacana Berdasarkan Cara Pembeberan (Pemaparan)
Wacana pembeberan atau expository discourse adalah wacana yang tidak
mementingkan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagianbagiannya diikat secara logis (Kridalaksana dalam Henry Guntur Tarigan, 1987:56).

1. Wacana naratif (narasi); menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:8) wacana naratif adalah
rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan hal atau kejadian (peristiwa)
melalui penonjolan pelaku.
2. Wacana deskriptif (deskripsi); Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:11) wacana
deskriptif berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu,
baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya. Wacana itu biasanya
bertujuan mencapai penghayatan dan imjinatif terhadap sesuatu sehingga pendengar atau
pembaca seolah-olah merasakan atau mengalami sendiri secara langsung.
3. Wacana Prosedural (Eksposisi); Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:9) wacana
prosedural dipaparkan dengan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara
berurutan dan secara kronologis. Wacana prosedural disusun untuk menjawab pertanyaan
bagaimana cara mengerjakan atau menghasilkan sesuatu.
4. Wacana Hortatori (Argumentasi); Menurut Abdul Rani, Bustamul Arifin, dan Martutik
(2006:39-40) wacana argumentasi merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha
mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan,
baik yang didasarkan pertimbangan logis maupun emosional (Rottenberg, 1988:9).
5. Wacana Ekspositori; Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:10-11) wacana ekpositori
bersifat menjelaskan sesuatu. Biasanya berisi pendapat atau simpulan dari sebuah
pandangan. Pada umumnya, ceramah, pidato, atau artikel pada majalah dan surat kabar
termasuk wacana ekspositori. Wacana ini dapat berupa rangkaian tuturan yang
menjelaskan atau memaparkan sesuatu.
6. Wacana Dramatik; Wacan dramatik menyangkut beberapa orang penutur (persona) dan
sedikit bagian naratif. Pentas drama merupakan wacana dramatik. Drama dahulu dikenal
dengan sebutan sandiwara, tetapi sekarang lebih dikenal dengan nama drama.
7. Wacana Epistolari; Wacana epistolari digunakan di dalam hal surat-surat, dengan sistem
dan bentuk tertentu. Wacana ini dimulai dengan alinea pembuka, isi, dan alinea penutup.
8. Wacana Seremonial; Wacan seremonial berhubungan dengan upacara adat yang berlaku di
masyarakat bahasa. Wacan seremonial dapat berupa nasihat (pidato) pada upacara
perkawinan, upacara kematian, upacara syukuran, dsb.
E. Wacana Berdasarkan Bentuk
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:57-59), wacana berdasarkan bentuknya dapat
dibagi atas:

1. Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa. Wacana ini didapat
dan tertulis atau lisan, dapat berupa wacana langsung, dapat pula dengan pembeberan
atau penuturan. Contoh: novel, cerpen, tesis, skripsi, dan lain-lain.
2. Wacana puisi adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi baik secara tertulis
maupun lisan.
3. Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk
katalog baik secara tertulis maupun secara lisan.
F. Wacana Berdasarkan Isi
Menurut Mulyana (2005:57-63) klasifikasi wacana berdasarkan isi, relatif mudah
dikenali. Hal ini disebabkan antara lain, oleh tersedianya ruang dalam berbagai media yang
secara khusus langsung mengelompokkan jenis-jenis wacana atas dasar isinya. Isi wacana
sebenarnya lebih bermakna sebagai nuansa atau muatan tentang hal yang ditulis,
disebutkan, diberitakan, atau diperbincangkan oleh pemakai bahasa (wacana).
Berdasarkan isinya, wacana dapat dipilah menjadi: wacana politik, wacana sosial,
wacana ekonomi, wacana budaya, wacana militer, wacana hukum, dan wacana kriminalitas.
Wacana yang berkembang dan digunakan secara khusus dan terbatas pada dunia-nya itu,
dapat juga disebut sebagai register, yaitu pemakaian bahasa dalam suatu lingkungan dan
kelompok tertentu dengan nuansa makna tertentu pula.
Dalam analisis suatu wacana, ada keterkaitan dengan cabang ilmu lain, meskipun wacana
merupakan cabang ilmu di luar struktur bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis maupun
semantik namun, struktur murni bahasa tersebut merupakan dasar pembentukan sebuah wacana.
1. Hubungan antara fonologi dan wacana adalah sebagai berikut:
a. Fonologi maupun wacana sama-sama menggunakan bahasa sebagai objek kajiannya,
hanya saja perbedaannya adalah fonologi mengkaji struktur bahasa (khususnya bunyi
bahasa) sedangkan analisis wacana mengkaji bahasa di luar struktur/kaidah-kaidah.
Secara Hierarki, Fonologi

merupakan tataran terkecil dalam Wacana. Dalam

mengkaji wacana, teori tentang bunyi-bunyi bahasa sangat diperlukan sebab Fonologi
merupakan dasar dari ilmu bahasa lainnya.
b. Fonologi dan Wacana sama-sama mengkaji bahasa dalam bentuk lisan, hanya saja
yang membedakan adalah fonologi tidak mengkaji bahasa dalam bentuk tulisan sebab
yang menjadi objeknya hanyalah bunyi-bunyi bahasa yang dikeluarkan oleh alat ucap
manusia, sedangkan wacana mengkaji naskah-naskah yang berbentuk tulisan.
2. Hubungan Morfologi dengan Wacana

a.

Morfologi dan Wacana sama-sama menggunakan bahasa sebagai objek kajiannya.


Hanya saja, sama dengan Fonologi, morfologi juga mengkaji struktur bahasa
(khususnya pembentukan kata) sedangkan analisis wacana mengkaji bahasa di luar
struktur/kaidah-kaidah. Secara Hierarki, Morfologi

merupakan tataran terkecil

kedua dalam Wacana. Dalam mengkaji wacana, teori tentang pembentukan kata
sangat dibutuhkan sebab Wacana yang berbentuk naskah itu terbentuk dari susunan
b.

kata demi kata yang memiliki makna.


Morfologi yang mempelajari seluk beluk pembentukan kata sangat berhubungan
dengan Wacana karena dalam Wacana harus tepat dalam memilih kata-kata sesuai
dengan maksud yang ingin disampaikan oleh Wacana tersebut.

3. Hubungan antara Sintaksis dengan Wacana


a.

Sintaksis dan Wacana sama-sama menggunakan bahasa sebagai objek kajiannya.


Hanya saja, sama dengan Fonologi dan morfologi, Sintaksis juga mengkaji struktur
bahasa (khususnya pembentukan kalimat) sedangkan analisis wacana mengkaji
bahasa di luar struktur/kaidah-kaidah. Secara Hierarki, Sintaksis merupakan tataran

b.

terkecil ketiga dalam Wacana.


Sintaksis yang mempelajari seluk beluk pembentukan kalimat sangat berhubungan
dengan Wacana karena Dalam mengkaji wacana, teori tentang pembentukan kalimat
sangat dibutuhkan. Sebuah Wacana dapat dikatakan baik apabila hubungan antara

kalimat-kalimatnya kohesi dan koheren


.
4. Hubungan antara semantik dengan wacana
Hubungannya dengan Wacana adalah baik Semantik maupun Wacana sama-sama
mengkaji makna bahasa sebagai objek kajiannya. Hanya saja perbedaannya adalah
Semantik mengkaji makna leksikal bahasa (makna lingistik), sedangkan Wacana
mengkaji makna kontekstual atau implikatur dari ujaran-ujaran atau teks-teks.
5. Hubungan antara pragmatik dengan wacana
Hubungan antara pragmatik dan wacana adalah sama-sama mengkaji makna
bahasa yang ditimbulkan oleh konteks.
6. Hubungan antara filologi dengan wacana

Hubungan wacana dengan filologi adalah keduanya sama-sama mengkaji bahasa


dalam bentuk teks atau naskah. Perbedaan keduanya terletak pada tema atau topik teks
atau naskah tersebut. Filologi mengangkat topik yang khusus membahas tentang sejarah
sedangkan Wacana mengangkat topik yang lebih umum dari segala aspek sosial
kehidupan bermasyarakat.
7. Hubungan antara semiotika dengan wacana
Hubungan wacana dengan semiotika adalah baik wacana maupun semiotika
sama-sama mengkaji tentang makna bahasa. Hanya saja, semiotika mengkaji makna
bahasa berdasarkan ikon, simbol ataupun indeks sedangkan wacana mengkaji makna
tuturan maupun ujaran-ujaran yang dihasilkan oleh masyarakat tutur.

8. Hubungan antara stalistika dengan wacana


Stilistika adalah studi atau telaah tentang penggunaan gaya berbahasa. Sehingga
hubungannya dengan wacana terletak pada penggunaan gaya berbahasa seseorang baik
itu dari penggunaan pilihan kata, kalimat dan ciri khas gaya berbahasa pada umumnya
untuk menunjang penyampaian maksud dari wacana tersebut.
9. Hubungan antara psikolinguistik dengan wacana
Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai bagaimana penggunaan bahasa dan
perolehan bahasa oleh manusia (levelt, 1975). Jadi hubungannya dengan Wacana adalah
dalam penyususnan wacana, topik atau tema yang diangkat ataupun ujaran-ujaran yang
dihasilkan berdasarkan kondisi Psikis manusia.
10. Hubungan antara sosiolinguistik dengan wacana
Hubungannya dengan wacana adalah baik wacana maupun sosiolinguistik samasama menitiberatkan bahasa dalam sebuah konteks. Perbedaannya adalah wacana
mengkaji ujaran (bahasa) yang dihasilkan oleh masyarakat sedangkan sosiolinguistik
menitiberatkan pada masyarakat pengguna bahasa.

Anda mungkin juga menyukai