Anda di halaman 1dari 13

A.

Latar Belakang Masalah


Tujuan dibentuknya Negara Republik Indonesia ditetapkan
dalam Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia (UUD Negara RI) Tahun 1945, yaitu:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia;
2. Memajukan kesejahteraan umum;
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia

yang

berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.


Salah satu tujuan dibentuknya Negara Republik Indonesia
ialah

memajukan

kesejahteraan

umum.

Untuk

memajukan

kesejahteraan umum dilaksanakan pembangunan nasional, yang


hakikatnya yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia yang menekankan
pada keseimbangan pembangunan kemakmuran lahiriah dan
kepuasan batiniah.1
Pasal

28H

ayat

(1)

UUD

Negara

RI

Tahun

1945

menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir


dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan.
C.

Djemabut Blaang2 menyatakan bahwa perumahan

merupakan kebutuhan dasar disamping pangan dan sandang.


1 Urip Santoso, Hukum Perumahan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2014), hlm.
1.
2 C. Djemabut Blaang, Perumahan dan Permukiman sebagai Kebutuhan Pokok,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986), hlm. 4

Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan


yang meningkat bersamaan dengan pertambahan penduduk
diperlukan penanganan dengan perencanaan yang saksama
disertai

keikutsertaan

dana

dan

daya

yang

ada

dalam

masyarakat.
Komarudin3 menyatakan bahwa perumahan merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia dan faktor penting dalam
peningkatan harkat dan martabat manusia. Dalam rangka
memenuhinya,

perlu

diperhatikan

kebijaksanaan

umum

pembangunan perumahan, kelembagaan, masalah pertanahan,


pembiayaan,

dan

unsur-unsur

penunjang

pembangunan

perumahan. Masalah pertanahan menjadi salah satu faktor yang


harus diperhatikan dalam pembangunan perumahan disebabkan
pada dasarnya perumahan dibangun di atas tanah dengan status
tanah tertentu.
Pembangunan perumahan ditujukan agar setiap keluarga
menempati rumah yang layak dan dalam lingkungan yang sehat,
aman, serasi, dan teratur. Rumah yang layak adalah bangunan
rumah

yang

sekurang-kurangnya

memenuhi

persyaratan

keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan


serta kesehatan penghuninya. Lingkungan yang sehat, aman,
serasi dan teratur merupakan lingkungan yang memenuhi
persyaratan penataan ruang, persyaratan penggunaan tanah,
penguasaan hak atas tanah, dan kelayakan prasarana dan
sarana lingkungannya.

3 Komarudin, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman, (Jakarta:


Yayasan REI-Rakasindo, 1997), hlm. 46.

Kebutuhan

akan

perumahan

bagi

masyarakat

secara

khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011


tentang

Perumahan

dan

Kawasan

Permukiman.

Hal

ini

dimaksudkan agar setiap warga Negara memiliki kesempatan


hidup yang nyaman dan damai sejahtera, dengan menempati
rumah yang layak huni di lingkungan yang sehat, aman, serasi,
dan teratur.
Ketentuan umum mengenai pembangunan perumahan
diatur dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 37 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2011. Pembangunan perumahan meliputi:
1. Pembangunan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas
umum.
2. Peningkatan kualitas perumahan.
Menurut Pasal 1 huruf c Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 1987 tentang

Penyerahan Prasarana, Sarana,

dan Utilitas Umum dan Fasilitas Sosial Perumahan kepada


Pemerintah Daerah adalah bangunan-bangunan yang dibutuhkan
dalam sistem pelayanan lingkungan yang diselenggarakan oleh
instansi pemerintah dan antara lain: 1. Jaringan air bersih; 2.
Jaringan listrik; 3. Jaringan gas; 4. Jaringan telepon; 5. Terminal
angkutan

umum/bus

shelter;

6.

Kebersihan/pembuangan

sampah; 7. Pemadam kebakaran. Selain utilitas umum dikenal


pula fasilitas sosial, yaitu fasilitas yang dibutuhkan masyarakat
dalam lingkungan pemukiman yang meliputi antara lain: 1.
Pendidikan; 2. Kesehatan; 3. Perbelanjaan dan niaga; 4.
Pemerintahan dan pelayanan umum; 5. Peribadatan; 6. Rekreasi
dan

kebudayaan;

7.

Olahraga

dan

lapangan

terbuka;

8.

Pemakaman umum. Kebutuhan akan fasilitas sosial ini satu

sama lainnya akan berbeda dan sangat tergantung pada minimal


jumlah penduduk pendukung yang dibutuhkan untuk pengadaan
fasilitas sosial.
Menurut Pasal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Perusahaan Umum (Perum)
Pembangunan Perumahan Nasional, menyatakan bahwa untuk
mencapai

maksud

dan

tujuan

Perusahaan

sebagaimana

dimaksud di atas, Perusahaan menyelenggarakan usaha-usaha


sebagai berikut:
1. penataan perumahan dan permukiman;
2. penyelenggaraan pembangunan perumahan dalam rangka
pemenuhan

kebutuhan

perumahan

bagi

masyarakat

berpenghasilan menengah ke bawah;


3. pelayanan jasa konsultasi dan advokasi di bidang perumahan
dan permukiman;
4. pengelolaan tanah
perencanaan

yang

peruntukkan

dikuasai
dan

dengan

penggunaan

kewenangan
tanah

yang

bersangkutan; penggunaan tanah tersebut untuk keperluan


usahanya; penyerahan bagian-bagian tanah tersebut berikut
rumah/bangunan

dan/atau

pemindahtanganan

(menjual)

tanah yang sudah dimatangkan berikut prasarana yang


diperlukan untuk membangun bangunan;
5. kegiatan usaha lain yang menunjang tercapainya maksud
dan tujuan Perusahaan.
Wilayah Kebon Arum seluas 10.000 m 2 terbagi atas tiga
wilayah yaitu Kebon Arum, Kebon Arum Utara dan Kebon Arum
Selatan. Di dalam penelitian ini, lahan yang berlokasi di

Jalan

Kebon Arum Indah RT 02 RW 25 Kelurahan Kebonbatur,


Kecamatan Mranggen, Demak sedianya oleh Perum Perumnas

disediakan untuk ruang terbuka hijau (RTH)/Taman, kemudian


dengan berbagai pertimbangan oleh warga setempat dibangun
masjid. Hal ini artinya telah terjadi perubahan penggunaan lahan
Ruang

Terbuka

Hijau

(RTH)/Taman

menjadi

masjid

yang

pembangunannya tidak sesuai dengan siteplan di awal, sehingga


terjadi ketidaksesuaian antara fakta yuridis dengan fakta empiris
di lapangan.
Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan di
atas, maka penulis tertarik menyusun penelitian dengan judul
Akibat Hukum Perubahan Penggunaan Lahan Ruang
Terbuka Hijau (RTH)/Taman Menjadi Masjid di atas Tanah
Milik Perum Perumnas di Jalan Kebon Arum Indah RT 02
RW 25 Kelurahan Kebonbatur, Kecamatan Mranggen,
Demak.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, masalah yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengapa

masyarakat

melakukan

perubahan

penggunaan

lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH)/Taman menjadi masjid di


atas tanah milik Perum Perumnas di Jalan Kebon Arum Indah
RT 02 RW 25 Kelurahan Kebonbatur, Kecamatan Mranggen,
Demak?
2. Bagaimana akibat hukum

perubahan penggunaan lahan

Ruang Terbuka Hijau (RTH)/Taman menjadi masjid di atas


tanah milik Perum Perumnas tersebut?
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan

pada

perumusan

masalah

yang

telah

disebutkan di atas, maka tujuan utama yang ingin dicapai dalam


penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dan menganalisis alasan masyarakat melakukan
perubahan

penggunaan

lahan

Ruang

Terbuka

Hijau

(RTH)/Taman menjadi masjid di atas tanah milik Perum


Perumnas di Jalan Kebon Arum Indah RT 02 RW 25 Kelurahan
Kebonbatur, Kecamatan Mranggen, Demak.
2. Mengetahui dan menganalisis akibat hukum
penggunaan

lahan

Ruang

Terbuka

Hijau

perubahan

(RTH)/Taman

menjadi masjid di atas tanah milik Perum Perumnas tersebut.


D. Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Konsep

Fasilitas Sosial dan


Fasilitas Umum
Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2011
&
Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 9 Tahun
Perubahan Penggunaan
2009
Ruang Terbuka Hijau
(RTH)/Taman menjadi
Masjid
Alasan masyarakat
melakukan perubahan
penggunaan lahan
Ruang Terbuka Hijau
(RTH)/Taman menjadi
masjid

Akibat hukum
perubahan
penggunaan lahan
Ruang Terbuka Hijau
(RTH)/Taman menjadi
masjid di atas tanah
milik Perum
Perumnas tersebut.

Perumnas

sebagai

pengembang

perumahan

wajib

menyediakan prasarana, sarana, dan utilitas umum atau


biasa disebut fasilitas

sosial dan fasilitas umum (fasos-

fasum). Hal ini didasarkan pada Pasal 7 Peraturan Menteri


Dalam

Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman

Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan


Permukiman di Daerah, yang menyatakan bahwa perumahan
dan permukiman dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan
utilitas. Menurut Pasal 9 huruf e Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 9 Tahun 2009, disebutkan bahwa tempat
peribadatan termasuk di dalam sarana perumahan dan
permukiman, atau biasa disebut fasilitas sosial (fasos).
Selanjutnya, menurut Pasal 22 ayat (2) menyatakan bahwa
pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan pengembang,
badan usaha swasta, dan atau masyarakat dalam pengelolaan
prasarana, sarana, dan utilitas sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Di dalam penelitian ini, yang menjadi permasalahan
adalah kebutuhan akan dibangunnya masjid yang merupakan
fasilitas sosial oleh warga di Jalan Kebon Arum Indah RT 02
RW 25 Kelurahan Kebonbatur, Kecamatan Mranggen, Demak.
Namun masalahnya, lahan yang akan digunakan untuk
membangun masjid adalah lahan yang asal peruntukannya
sebagai Ruang Terbuka Hijau/Taman.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 pada Pasal 134
mengatakan bahwa setiap orang dilarang menyelenggarakan
pembangunan

perumahan,

yang

tidak

membangun

perumahan sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan,


prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan.
Pasal

144 juga menyatakan bahwa Badan hukum yang

menyelenggarakan pembangunan perumahan dan kawasan


permukiman dilarang mengalihfungsikan prasarana, sarana,
dan utilitas umum diluar fungsinya.
Hal

yang

kemudian

muncul

menjadi

pokok

permasalahan adalah apakah sebenarnya alasan masyarakat


melakukan perubahan penggunaan lahan Ruang Terbuka
Hijau (RTH)/Taman menjadi masjid di atas tanah milik Perum
Perumnas di Jalan Kebon Arum Indah RT 02 RW 25 Kelurahan
Kebonbatur, Kecamatan

Mranggen,

Demak?

Selanjutnya,

apakah akibat hukum perubahan penggunaan lahan Ruang


Terbuka Hijau (RTH)/Taman menjadi masjid di atas tanah
milik Perum Perumnas tersebut? Permasalahan-permasalahan
inilah yang kemudian akan dibahas dan diuraikan lebih lanjut
di dalam penelitian ini.
E. Metode Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
socio legal, karena metode ini menekankan pada data-data
primer

yaitu

persoalan-persoalan

yang

dianalisis

dalam

hubungannya dengan realita empiris yang berupa hubungan


timbal balik antara hukum dengan realita yang ada. Dimana
metode pendekatan yuridis empiris adalah suatu pendekatan
yang meneliti data sekunder terlebih dahulu dan kemudian

dilanjutkan dengan mengadakan penelitian data primer di


lapangan.4
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat
deskriptif analitis, yaitu menggambarkan keadaan dari obyek yang
diteliti dan sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi data yang
diperoleh itu dikumpulkan, disusun, dijelaskan kemudian dianalisis.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan melukiskan
tentang suatu hal di daerah tertentu dan pada saat tertentu 5. Analitis
berasal dari kata analisis yang berarti menguraikan, jadi metode
analisis menguraikan benda atau hal yang akan diteliti ke dalam
unsur-unsur yang kebih kecil dan sederhana. 6
2. Penggambaran yang dimaksudkan di dalam penelitian ini adalah
mengenai gambaran terhadap perubahan penggunaan lahan Ruang
Terbuka Hijau (RTH)/Taman menjadi masjid di atas tanah milik Perum
Perumnas di Jalan Kebon Arum Indah RT 02 RW 25 Kelurahan
Kebonbatur, Kecamatan Mranggen, Demak, serta alasan-alasan yang
mendasari dilakukan perubahan penggunaan lahan tersebut.
F. Stand Poin

4 Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta:UI Press,2005, hlm.7


5 Ibid., hlm. 35.
6 Sunaryati Hartono, Op.Cit., hlm. 106.

Dalam penelitian ini hukum dikonsepsikan tidak hanya


dalam undang-undang atau hukum positif saja, akan tetapi
hukum dilihat dalam perilaku masyarakat, karena sebenarnya
hukum itu hidup, tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Hukum dalam keberadaanya merupakan gejala sosial yang
kemudian mengaitkannya dengan masalah2 sosial dalam hal
ini, pemilik tanah, hak- hak atas tanah dan bangunan yang
berdiri di atas tanah serta perumahan.
Gejala-gejala sosial seperti ini kemudian dihubungkan
dengan suatu nilai juga norma yang ada di masyarakat
maupun yang ada di dalam hukum itu sendiri. Begitu pula
dengan konsep keadilan yang mana Keadilan secara filosofis
bisa dikelompokkan menjadi dua macam, yakni keadilan
hukum (legal justice) dan keadilan sosial (social justice).
Keadilan hukum bisa dimaknai sebagai keadilan menurut
aturan hukum yang ada, sedangkan keadilan sosial bisa
dimaknai sebagai kesetaraan antara manusia dengan manusia
yang lain berkait dengan struktur sosial yang ada. Merujuk
pada praktek pengembanan hukum yang ada, pencapaian
keadilan tidak cukup jika hanya didasarkan pada keadilan
hukum semata melainkan juga harus memperhatikan aspek
keadilan sosial.
Berkaitan dengan hal demikian maka masalah ini dapat
dihubungkan

dengan

paradigm

dalam

masyarakat.

Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang


orang

terhadap

diri

dan

lingkungannya

yang

akan

mempengaruhinya dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah


laku. Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi,

konsep,

nilai,

dan

praktik

yang

di

terapkan

dalam

memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama,


khususnya, dalam disiplin intelektual.
Didalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma
kontruktivisme,
didasarkan

dimana

pada

penyelesaian

peraturan

masalah

perundang-undangan

selain
yang

berlaku juga didasarkan pada penelitian di lapangan tentang


masalah pembangunan masjid di tanah milik perumnas. Lebih
mengutamakan

perdamaian

menggunakan

sistem

musyawarah mufakat. Dengan cara mediasifasilitasi dan juga


negosiasi kepada kedua belah pihak oleh lembaga yang
berwenang dapat dilakukan sebagai upaya-upaya yang akan
dilakukan

untuk

menyelesaikan

penggunaan lahan ruang terbuka.

masalah

sengketa

DAFTAR PUSTAKA
Urip Santoso, Hukum Perumahan, (Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2014)
C. Djemabut Blaang, Perumahan dan Permukiman sebagai
Kebutuhan Pokok, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986)
Komarudin, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman,
(Jakarta: Yayasan REI-Rakasindo, 1997)
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta:UI
Press,2005
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan
Undang-Undang Pokok Agraria, Djambatan, Jakarta, 2003
Maria S.W.Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya, Ctk. Kedua, Kompas Media Nusantara, Jakarta,
2008
http://artikel2.com/kumpulan-bermacam2-artikel/05/site-plan,
diakses pada 30 Juni 2015
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad
ke-20, (Bandung: Penerbit Alumni, 1994)

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan


Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982)

Anda mungkin juga menyukai