Anda di halaman 1dari 4

Festival Pesona Danau Toba baru-baru ini dilangsungkan di Parapat, Kabupaten

Simalungun dan di Balige, Kabupaten Tobasa.


Acara yang dihadiri Presiden Joko Widodo diselenggarakan untuk mengawali
pencanangan Danau Toba sebagai destinasi utama wisata di Indonesia.
Tak hanya keindahan dan keragaman budaya orang-orang yang tinggal di tepi
perairannya, danau itu juga menyimpan riwayat yang kolosal. Ia sejatinya adalah
kaldera sebuah gunung purba: Toba.
Sejarah geologi mencatat, letusan gunung paling dahsyat di muka Bumi dalam kurun
waktu 2 juta tahun terjadi di Indonesia. Kala itu pada 74.000 tahun Gunung Toba
mengamuk. Dampaknya jauh lebih hebat dari erupsi Tambora atau Krakatau.
Kala meletus, Gunung Toba memuntahkan 2.500 kilometer kubik lava. Setara dua kali
volume Gunung Everest. Erupsinya 5.000 kali lebih mengerikan dari letusan Gunung
St Helens pada 1980 di Amerika Serikat.
Seperti dimuat situs Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), dalam waktu sekitar dua
minggu, ribuan kilometer kubik puing dimuntahkan dari puncaknya. Aliran piroklastik-awan yang merupakan campuran gas panas, serpihan batu, dan abu--mengubur
wilayah sekitar 20.000 kilometer persegi di sekitar kaldera.

Di Pulau Samosir, tebal lapisan abu bahkan mencapai 600 meter. Abu Toba juga
menyebar ke seluruh dunia. Di India misalnya, ketebalan abu sampai 6 meter.
Pasca-letusan, Gunung Toba kolaps, meninggalkan kaldera modern yang dipenuhi air-menjadi Danau Toba. Sementara, Pulau Samosir terangkat oleh magma di bawah tanah
yang tidak meletus. Gunung Pusuk Buhit di dekat danau itu juga terbentuk pascaletusan.
Awalnya ilmuwan menduga, letusan Toba menyebabkan penurunan suhu global hingga
10 derajat Celcius selama hampir satu dekade dan membinasakan makhluk hidup,
termasuk nenek moyang manusia.
Letusan Toba memang terjadi pada saat yang menentukan dalam sejarah manusia,
sekitar masa ketika nenek moyang kita, Homo sapiens melakukan eksodus massal, dari
Afrika ke Asia. Para peneliti yakin betul, orang yang kala itu tinggal sejauh 2.000
kilometer di timur India dipengaruhi letusan tersebut, yang berkecamuk selama
berminggu-minggu.
Sejumlah ilmuwan punya pendapat lain. Menurut mereka, letusan Toba tak berdampak
pada kehidupan cikal bakal manusia modern.
Penelitian terus dilakukan untuk mengungkap misteri tersebut. Pertanyaannya, apakah
bahaya Gunung Toba sudah lewat atau jangan-jangan ia adalah 'raksasa tidur' yang
menunggu untuk bangun?
Para peneliti memprediksi, erupsi dahsyat Danau Toba berpotensi terjadi lagi. Namun,
jangan buru-buru khawatir, peristiwa tersebut diperkirakan tak akan terjadi dalam
waktu dekat.
Sebuah model menunjukkan bagaimana kolam magma tumbuh di bawah kaldera Toba.
Meski terlihat tenang, peneliti mengatakan bahwa 'mesin' yang menghasilkan magma
akan terus aktif.
Dikutip dari International Business Times, Selasa (23/8/2016), bagaimana dan kapan
erupsi tersebut akan terjadi lagi, hingga kini belum diketahui secara pasti.
Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Nature, sebuah tim ilmuwan internasional
membuat model yang menunjukkan bagaimana magma berkumpul di bawah kaldera-kawah di mana Danau Toba berlokasi.

Para peneliti menggunakan data seismik untuk melacak sistem saluran Toba. Hasilnya,
mereka memperoleh saluran rumit dengan magma yang bergerak naik melalui tingkat
tertentu.

Ilustrasi letusan dahsyat (Ivan Koulakov)


Tim tersebut juga melacak magma hingga kedalaman 150 km. Pada tingkat tersebut,
sejumlah besar unsur-unsur kimia atmosfer, dikenal sebagai volatil, dihasilkan di
subduksi--batas antar lempeng yang bersifat konvergen.
Mereka kemudian bergerak ke atas dan mencair, berkumpul di dasar kerak dan
menciptakan waduk magma seluas 50.000 kilometer kubik dengan kedalaman 75
kilometer.
Proses tersebut terus berulang untuk membentuk kerak waduk dangkal yang dianggap
bertanggung jawab atas terjadinya letusan dahsyat.
Sistem tersebut mirip dengan yang ditemukan di supervolcano Yellowstone di Amerika
Serikat. Peneliti mengatakan, hal tersebut menunjukkan bahwa waduk magma yang
luas dan padat di bawah kerak Bumi, merupakan mekanisme kunci penyebab letusan
dahsyat.

Walaupun terdapat kemungkinan letusan dahsyat terjadi lagi, para ilmuwan


mengatakan bahwa kita tak perlu panik dengan hal tersebut.
"Terdapat kemungkinan bahwa, dalam jangka waktu panjang, letusan besar akan terjadi
berulang kali hingga (sistem patahan) Investigator Fracture Zone, di mana menjadi
sumber terbesar letusan dahsyat, menghujam ke bawah Toba," tulis ilmuwan.
"Massa kritis dari magma cair dan volatil di kerak kemungkinan belum dicapai, dan
letusan dahsyat berikutnya tampaknya akan terjadi dalam beberapa puluh ribu atau
ratusan ribu tahun mendatang," jelas mereka.

Anda mungkin juga menyukai