Laporan Kasus Nicu Nana
Laporan Kasus Nicu Nana
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Identitas Pasien:
Nama Lengkap
: By. Ny. R
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 2 hari
Agama
: Islam
Alamat
MRS
Tanggal pemeriksaan
Diagnosis MRS
Identitas Keluarga
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Ibu
Ny. R
20 tahun
SMA
IRT
Ayah
Tn. SS
21 tahun
SMA
Swasta (Gili Trawangan)
masing berlangsung 2 menit, interval antar kejang 10 menit, setelah kejang pasien
tidak sadar. Pasien juga belum mendapat ASI setelah sejak dilahirkan, ibu pasien
menyangkal adanya demam, muntah, ataupun batuk. Sekitar 2-4 jam setelah pasien
dilahirkan, pasien diakui sudah bisa BAB, BAB pertama berwarna hijau kehitaman. BAK
(+) frekuensi 2-3 kali sehari, berwarna kekuningan. Ibu pasien biasanya mengganti popok
3-4 kali per hari.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya tidak pernah mengalami keluhan sebelumnya
setelah lahir.
Riwayat demam tinggi sebelumnya tidak ada
Riwayat sesak sebelumnya tidak ada
Riwayat kulit atau bibir anak bewarna kebiruan sebelumnya tidak ada
Riwayat kejang sebelumnya tidak ada
Batu
Ginjal
Gambar 1. Ikhtisar
Susp.
KeturunanISK
pasie
n
Keterangan :
= Keluarga yang tinggal dalam satu rumah
6. Riwayat Pengobatan:
Pasien mendapat terapi di RSUD KLU sebagai berikut :
- O2 nasal kanul 0,5 lpm
- IVFD D10% 148 cc + Ca Glukonas 10% 8 cc 7 tpm mikro
- Trophic feeding 8 x 6cc/sonde
- Inj. Ampicillin 2 x 130 mg (iv)
- Inj. Gentamisin 1 x 10 mg (iv)
- Xybital loading dose 50 mg (iv) @09.00
- Xybital additional dose 13 mg (I) @10.15
13 mg (II) @10.20
13 mg (III) @10.45
- Phenytoin 50 mg + NaCl 0,9% (1:1) bolus ~ 30 menit @13.10
7. Riwayat Pribadi
a) Riwayat Kehamilan
Riwayat Antenatal
Riwayat Intranatal
Keluhan saat hamil pada ibu yaitu sering keputihan dan nyeri saat BAK namun
tidak diperiksakan ke dokter. Riwayat saat hamil seperti perdarahan (-), ketuban
pecah (-), demam. Saat hamil ibu mendapat 2 kali suntik TT, dan rutin
mengkonsumsi vitamin penambah darah dan vitamin B complex yang didapatkan
dari Posyandu dan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan lain. Ibu pasien tidak
terlalu memperhatikan porsi dan jenis makanannya selama kehamilan, nafsu
pasien apakah tampak jernih, tidak kehijauan dan tidak berbau busuk.
Faktor risiko infeksi mayor yaitu demam (-), KPD > 24 jam (-), korioamnionitis
(-), fetal distress (-), DJJ > 160x/menit (-), ketuban hijau (-). Faktor risiko infeksi
minor yaitu asfiksia (AS 1-3), keputihan (+), dan suspek ISK (+). Selain itu KPD
> 12 jam (-), BBLSR (-), UK , 37 minggu (-), gemelli (-), ibu demam > 37,5C.
8. Riwayat Nutrisi:
Pasien diakui belum pernah mendapatkan ASI langsung sejak dilahirkan.
9. Riwayat Imunisasi:
Ibu pasien mengakui pasien belum diimunisasi saat lahir, karena kepentingan
perujukan yang cepat menurut keterangan bidan yang membantu persalinan.
10. Riwayat Sosioekonomi:
Keluarga pasien tergolong sosioekonomi menengah, pekerjaan ayah pasien sebagai
tukang kebun dan kadang pedagang tidak tetap di Gili Trawangan dengan penghasilan
sekitar Rp.750.000,00-Rp.1.500.000 per bulan. Penghasilan diakui cukup untuk
kebutuhan sandang, pangan dan papan. Pasien direncanakan tinggal dalam satu rumah
bersama kedua orangtuanya. Pasien tinggal di daerah perkampungan yang jarak antar
rumah berdekatan dan atar rumah dibatasi oleh tembok. Rumah beratap genteng,
memiliki sapu lantai, ventilasi ruangan cukup (banyak terdapat jendela dan lubang angin),
pertukaran udara dalam rumah baik, dan sinar matahari masuk menyinari seluruh
ruangan. Keluarga memiliki kamar mandi pribadi, dengan jamban jongkok, sumber listrik
rumah dari PLN dan sumber air bersih berasal dari air PAM. Pembuangan air dan kotoran
langsung dibuang ke septic tank. Ibu pasien memasak menggunakan kompor minyak
tanah. Bapak pasien seorang perokok aktif, jenis filter, jumlah 12-20 batang/hari, dan
3
kadang mengkonsmsi alkohol. Ibu pasien mengkonsumsi makanan bergizi setiap hari
(sayuran, tempe tahu, ikan laut, dan ayam) dan porsi nasi putih umumnya lebih banyak
dan memakan masakan sendiri.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
KU
: berat
Kesadaran
: letargis
ATR
: hipotonik
Tangis
: lemah
GCS
: E2V2M4
RR
: 60 x/menit
Suhu
: 35,8 C
SpO2
CRT
: < 3 detik
Berat Badan
BBL
Panjang Badan
Lingkar Kepala
: 2.500 gram
: 2.600 gram
: 52 cm
: 33 cm
Gambar 2. Berdasarkan kurva Lubcencho, bayi termasuk SMK (sesuai masa kehamilan)
Status Lokalis
Kepala-Leher :
1. Kepala
Bentuk : normochepali (-2 SD menggunakan kurva nellhaus), UUB terbuka datar,
sefal hematom (-), caput succedaneum (-).
2. Rambut : hitam, lurus, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut
3. Mata
a. Palpebra kanan dan kiri tampak normal
b. Konjungtiva kanan dan kiri tidak tampak anemis
c. Sklera kanan dan kiri tidak tampak ikterik
d. Pupil kanan dan kiri isokor
e. Refleks pupil kanan dan kiri normal : Refleks cahaya langsung +|+ dan
Refleks cahaya tidak langsung +|+
f. Kornea tampak jernih
g. Eksoftalmus (-), enoftalmus (-), strabismus (-)
4. Telinga
a. Bentuk: telinga kanan dan kiri tampak simetris, tidak ditemukan deformitas,
konsistensi lunak, recoil sedang.
b. Sekret: tidak ditemukan adanya sekret pada telinga kanan dan kiri
5. Hidung
a. Bentuk : hidung tampak simetris
b. Pernafasan cuping hidung: ada
c. Merintih : ada
d. Tidak tampak sekret pada lubang hidung kanan dan kiri
6. Tenggorokan
a. Faring : sulit dievaluasi
b. Tonsil : sulit dievaluasi
7. Mulut
a. Bibir: mukosa bibir berwarna kemerahan dan basah, sianosis (-), stomatitis
angularis (-)
b. Lidah : atrofi papil lidah (-)
8. Leher
Massa (-), Pembesaran KGB superficial leher bagian servikal, mastoideal dan
parotideal (-), pembesaran KGB Supraklavikula (-)
Thoraks
A. Pulmo
1. Inspeksi: pergerakan dinding dada tampak simetris antara kanan dan kiri, tampak
retraksi subcostal (+), retraksi intercosta (-), retraksi suprasternal (-)
2. Palpasi: pergerakan dinding dada simetris, tidak ada ketertinggalan gerak, areola
agak menonjol 2-3 mm
3. Perkusi: sonor di kedua lapang paru
4. Auskultasi :Pulmo: suara bronkovesikuler dikedua lapang paru, terdapat rhonki
basah halus di kedua lapang paru, tidak terdapat wheezing di kedua lapang paru.
B. Cor
a. Inspeksi: Pulsasi iktus kordis tampak
b. Palpasi: Tidak di evaluasi
c. Perkusi: Tidak di evaluasi
d. Auskultasi Cor : S1 dan S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
1. Inspeksi: perut tidak tampak distensi, tidak tampak adanya massa, dinding
abdomen tidak cekung, hernia umbilikalis (-), omfalochele (-), hiperemis (-).
2. Auskultasi: Bising usus normal
3. Perkusi: Timpani di semua kuadran
4. Palpasi: tidak teraba massa, turgor normal, hepar lien dan ren tidak teraba
Ekstremitas
Akral hangat
Edema
Pucat
Sianosis
Ikterus
Pembesaran KGB
Aksiler
Tungkai Atas
Kanan
Kiri
+
+
-
Tungkai Bawah
Kanan
Kiri
+
+
-
Axilla
Inguinal
Permukaan
Garis kaki
Garis kaki
tiga bagian
tiga bagian
anterior
anterior
Plantar
Hasil
19.6
5.62
15.95
55.0
97.9
34.9
35.6
109
68
E. RESUME
Neonatus, jenis kelamin laki-laki, usia 2 hari, lahir di PKM Pemenang secara spontan
pervaginam, UK 39-40 minggu, rujukan dari RSUD KLU dengan diagnosis Respiratory
Distress ec dd/ Pneumonia, TTN + TI (40 minggu) AGA + Neonatal seizure ec susp. HIE +
Asfiksia berat, datang ke IGD RSUP NTB pada pukul 14.56 WITA (31 Juli 2015) karena
dikeluhkan sesak (+), saat lahir tidak langsung menangis (+), AS 1-3, konvulsi (+) tipe tonik
klonik. RPK : BSK (+) kakek. Sebelum dirujuk pasien mendapat terapi O2 nasal kanul 0,5
lpm, IVFD D10% 148 cc + Ca Glukonas 10% 8 cc 7 tpm mikro, trophic feeding 8 x
6cc/sonde, Inj. Ampicillin 2 x 130 mg (iv), Inj. Gentamisin 1 x 10 mg (iv), Xybital loading
dose 50 mg (iv), Xybital additional dose 3 x 13 mg, Phenytoin 50 mg + NaCl 0,9% (1:1)
bolus ~ 30 menit. FR infeksi mayor (-), minor (+) yaitu keputihan dan susp. ISK. Pasien
9
hanya mendapat susu formula dan belum diimunisasi apapun. Pada pemeriksaan fisik
diddapatkan letargi, takipnea, takikardia, hipotermia, CRT <3 detik, Finstorm Score 39+3,
Down Score 7, BB sekarang 2.500 gr, normochepali (+), menurut kurva Lubchenco SMK,
nafas cuping hidung (+), merintih (+), retraksi subcostal (+), rhonki basah halus (+/+), dan
sianosis perifer (+). Pada pemeriksaan laboratorium masih dalam batas normal
F. DIAGNOSIS BANDING
Tabel 1. diagnosis banding pada neonatus dengan gangguan nafas
No.
1.
Diagnosis Banding
Transient
Tachypnea
Newborn (TTN)
2.
Hialin
Membran
of
Analisa
the distres pernafasan ringan yang terjadi pada bayi
segera setelah lahir dan menghilang / perbaikan
dalam waktu 3-5 hari, FR : persalinan SC elektif,
Disease
(HMD)
3.
Meconium
Syndrome (MAS)
4.
Pneumonia neonatal
Aspiration
5.
Sepsis neonatorum
1. Kongenital pnemonia
2. Post amnionitis pnemonia
3. Transnatal pnemonia:
4. Nosokomial pnemonia
1% pada bayi cukup bulan, 10% pada bayi kurang
bulan. Kejadian meningkat pada neonatal.
Sepsis Neonatorum adalah sindrom klinis yang
timbul akibat invasi mikroorganisme ke dalam aliran
darah yang timbul pada 1 bulan pertama kehidupan.
Bakteri penyebab SNAD umumnya berasal dari
traktus genitalia maternal. Bakteri penyebab SNAL
umumnya merupakan bakteri yang berasal dari rumah
sakit (nosokomial) seperti Staphylococcus coagulasenegatif, Enterococcus dan Staphylococcus aureus.
G. DIAGNOSIS
Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan (NCB-KMK)\
Respiratory distress ec suspect SNAD dd/ Pneumonia neonatal
Asfiksia berat
Kejang neonatal ec suspect HIE
Hipotermia
11
H. PLANNING
Diagnostik : X-ray jika stabil, kultur darah, septic marker (IT ratio, CRP ), AGD
Puasa, pasang OGT
Jaga kehangatan
Indikasi CPAP sebelum dipasang beri O2 nasal kanul 2 lpm
Kebutuhan cairan total :
= 90cc/kgBB/24jam = 234cc/24 jam
= IVFD D10% 9,7 tpm mikro (GIR 9)
12
FOLLOW UP
Tanggal
01/08/15
Subjective
Sesak (+) bayi bergerak
aktif (-), menangis kuat (-)
Objective
HR: 120 x/menit
RR: 52 x/menit
t: 36,2 0C
BB: 2,500 gr
Letargi, ]DS 7, nafas
cuping hidung (+), grunting
(+), retraksi subcostal (+),
ronki basah halus (+/+),
sianosis perifer.
GDS: 156 mg/dL
Assessment
- Gangguan nafas
berat
-Asfiksia berat
- HIE
Planning
CPAP (+)
FiO2 60%.
SpO2 77% PRP
8 lpm
Aff CPAP
Inj.
Dexamethasone
amp (iv)
Inj. Cefotaxime
2x120 mg (iv)
Inj. Gentamisin
1 x 80 mg (iv)
SpO2 : 90%
dgn O2 5 lpm
Tanggal
02/08/15
Subjective
Objective
HR: 132 x/menit
RR: 55 x/menit
t: 36.80C
BB: 2,500 gr
Assessment
Planning
- Gangguan nafas
berat
-Asfiksia berat
- HIE
Tanggal
03/08/15
Subjective
Objective
HR: 130 x/menit
RR: 51 x/menit
t: 37,30C
BB: 2,5200 gr
Somnonelen, DS 4, nafas
cuping hidung (+), grunting
(+), retraksi subcostal (+),
ronki basah halus (+/+)
Inj. Cefotaxime
2x120 mg (iv)
Inj. Gentamisin
1 x 80 mg (iv)
IVFD D10%
9,3 tpm
Benutrion 2,08
tpm
FiO2 turun
70%--> 60%
SpO2 99-100%
CPAP PEP 8
Flow *
Assessment
Planning
- Gangguan nafas
berat
-Asfiksia berat
- HIE
Inj. cefotaxime
2x120 mg (iv)
Inj. Gentamisin
1 x 80 mg (iv)
IVFD D10%
6,4 tpm
Benutrion
4,1tpm
OGT (+) sonde
ASI TF 8x2cc
SpO2 98%
13
Tanggal
04/08/15
Subjective
Objective
HR: 140 x/menit
RR: 44 x/menit
t: 36.70C
BB: 2,510 gr
Somnolen, DS 4, nafas
cuping hidung (+), grunting
(+), retraksi subcostal (+),
ronki basah halus (+/+)
Assessment
- Gangguan nafas
berat
-Asfiksia berat
- HIE
Planning
Tanggal
05/08/15
Subjective
Objective
HR: 140 x/menit
RR: 43 x/menit
t: 36.50C
BB: 2,510 gr
Somnolen, DS 4, nafas
cuping hidung (+), grunting
(+), retraksi subcostal (+),
ronki basah halus (+/+)
Assessment
- Gangguan nafas
berat
-Asfiksia berat
- HIE
Planning
Tanggal
06/08/15
Subjective
Objective
HR: 140 x/menit
RR: 44 x/menit
t: 36.70C
BB: 2,510 gr
Somnolen, DS 4, nafas
cuping hidung (+), grunting
(-), retraksi subcostal (+),
ronki basah halus (+/+)
Assessment
- Gangguan nafas
berat
-Asfiksia berat
- HIE
Subjective
Objective
HR: 140 x/menit
RR: 43 x/menit
t: 36.70C
BB: 2,510 gr
Assessment
- Gangguan nafas
berat
-Asfiksia berat
- HIE
Subjective
Objective
HR: 140 x/menit
RR: 42 x/menit
t: 36.70C
BB: 2,510 gr
Subjective
Objective
Assessment
- Gangguan nafas
berat
-Asfiksia berat
- HIE
Inj. cefotaxime
2x120 mg (iv)
Inj. Gentamisin
1 x 80 mg (iv)
IVFD D10%
7,3 tpm
Benutrion 5
tpm
TF 8x3cc
Planning
Assessment
Inj. cefotaxime
2x120 mg (iv)
Inj. Gentamisin
1 x 80 mg (iv)
IVFD D10%
8,3 tpm
Benutrion 6,1
tpm
TF 8x3cc
Planning
Tanggal
08/08/15
Inj. cefotaxime
2x120 mg (iv)
Inj. Gentamisin
1 x 80 mg (iv)
IVFD D10%
9,3 tpm
Benutrion 6,1
tpm
TF 8x3cc
Planning
Tanggal
07/08/15
Inj. cefotaxime
2x120 mg (iv)
Inj. Gentamisin
1 x 80 mg (iv)
IVFD D10%
6,4 tpm
Benutrion 5,2
tpm
TF 8x3cc
Inj. cefotaxime
2x120 mg (iv)
Inj. Gentamisin
1 x 80 mg (iv)
ASI 12x20cc
Planning
14
09/08/15
- Gangguan nafas
BPL
berat
-Asfiksia berat
- HIE
tidak terobati
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : letargi, takikardia, takipnea, hipotermia ringan,
DS 7, nafas cuping hidung (+), grunting (+), retraksi subcostal (+), ronki basah halus
(+/+), sianosis perifer.
ANALISA KASUS
Berdasarkan penghitungan usia kehamilan ibu didapatkan 39-40 minggu dan dikonfirmasi
dengan Skor Finstorm didapatkan total 20 (39 wk + 3 d) yang berarti bayi cukup bulan
dengan BBL yaitu 2.600 gr. Kemudian hasil tersebut dimasukkan dalam kurva Lubchenco,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien merupakan neonatus cukup bulan sesuai masa
kehamilan (persentil 10).
15
Pasien lahir tidak langsung menangis dengan skor APGAR 1 dan 3 yang termasuk
dalam salah satu kriteria oleh AAP dan ACOG yaitu Menurut AAG dan ACOG (2004),
asfiksia perinatal pada seorang bayi menunjukkan karakteristik sebagai berikut :
a. Asidemia metabolik atau campuran ( metabolik dan respiratorik) pH < 7 pada
sampel darah yang diambil dari vena umbilikus
b. Nilai apgar score 0-3 pada menit ke 5
c. Manifestsi neurologi pada BBL segera termasuk kejang, hipotonia, koma atau
ensefalopati hipoksik iskemik
d. Terjadi disfungsi sistem multiorgan segera pada periode BBL
Nilai APGAR berguna untuk menilai status keadaan bayi baru lahir, tetapi nilai
APGAR saja tidak merupakan parameter untuk menentukan adanya asfiksia. Asfiksia dapat
terjadi pada masa transisi bayi dari intrauterine ke ekstrauterin dimana terjadi kegagalan
penurunan resistensi vaskuler paru yang menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada
bayi baru lahir, dengan aliran darah paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Asfiksia
dapat terjadi pada waktu pre, peri, dan postnatal. Asfiksia perinatal dapat disebabkan oleh 1)
gangguan oksigenasi pada ibu 2) penurunan aliran darah dari ibu ke plasenta atau dari
plasenta ke fetus 3) gangguan pertukaran gas melalui plasenta atau fetus 4) peningkatan
kebutuhan fetal oksigen. Faktor rsisiko yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal pada
kasus ini yaitu faktor maternal yaitu didapatkan infeksi pada ibu. Penyakit pada ibu lainnya
16
belum dapat dibuktikan karena tidak ada data dan pemeriksaan rutin pada ibu. Sedangkan
kelainan plasenta dan tali pusat dan fetus atau neonatus tidak ada. Apgar score 0-3
menunjukkan bayi memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian O2 terkendali.
Langkah awal resusitasi yang telah dilakukan pada pasien ini yaitu memberikan kehangatan
(normotermia 36,5-37,5C), memposisikan bayi dan membuka/membersihkan jalan napas,
mengeringkan, dan stimulasi. Kemudian dilakukan penilaian dan didapatkan adanya kesulitan
nafas dan sianosis sehingga pasien dipertimbangkan untuk dilakukan monitoring saturasi
oksigen dan pemasangan CPAP. Pasien juga sempat dikeluhkan mengalami kejang 4 kali tipe
tonik klonik di RSUD KLU. Kejang pada neonatus paling banyak disebabkan oleh Hipoksik
Iskemia Ensefalopati (HIE) (50-60%).
Hipoksik Iskemia Ensefalopati (HIE) adalah suatu sindroma yang ditandai dengan
adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena adanya cedera pada otak yang
akut yang disebabkan oleh asfiksia. Diagnosisnya dibuat berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis. Semua tes dikerjakan untuk mengetahui beratnya cedera jaringan otak
dan monitor fungsi organ lainnya. Ensefalopati pada HIE adalah istilah klinis tanpa
menyebutkan etiologi di mana bayi mengalami gangguan tingkat kesadaran pada waktu
dilakukan pemeriksaan.
HIE memiliki manifestasi klinis mulai dari ringan sampai berat. Sarnat dan Sarnat
membagi ensefalopati hipoksik iskemik pada neonatus yang umur kehamilannya > 36
minggu.
17
18
Takikardia
Letargi
flora vagina ibu yang pada kasus ini ditemukan faktor risiko yaitu keputihan dan susp.ISK.
namun insidensi pneumonia neonatal pada bayi aterm ialah 1% sehingga diagnosis ini bisa
dipertimbangkan setelah SNAD. Untuk terapi pneumonia neonatal mirip dengan SNAD yaitu
pemberian antibiotika yaitu Ampisilin dan Gentamisin.
20
A. ASFIKSIA NEONATORUM1,2
1. Definisi :
Menurut AAG dan ACOG (2004), asfiksia perinatal pada seorang bayi menunjukkan
karakteristik sebagai berikut :
e. Asidemia metabolik atau campuran ( metabolik dan respiratorik) pH < 7 pada
sampel darah yang diambil dari vena umbilikus
f. Nilai apgar score 0-3 pada menit ke 5
g. Manifestsi neurologi pada BBL segera termasuk kejang, hipotonia, koma atau
ensefalopati hipoksik iskemik
h. Terjadi disfungsi sistem multiorgan segera pada periode BBL
2. Epidemiologi
Asfiksia pada BBL menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta kematian BBL
setiap tahun. Di Indonesia, angka kejadian asfiksia di rumah sakit provinsi jawa barat
ialah 25.2 %, dan angka kematian karena asfiksia di rumah sakit pusat rujukan
propinsi di Indonesia sebesar 41,94%. Data mengungkapkan bahwa kira-kira 10%
BBL membutuhkan bantuan untuk mulai bernapas, dari bantuan ringan (langkah awal
dan stimulasi untuk bernapas). Antara 1% hingga 10% BBL di rumah sakit
membutuhkan bantuan ventilasi dan sedikit saja yang membutuhkan intubasi dan
kompresi dada. Sebagian besar bayi yaitu 90%, tidak membutuhkan atau hanya
sedikit memerlukan bantuan untuk memantapkan pernapasannya setelah lahir dan
akan melalui masa transisi dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin tanpa masalah.
3. Etiologi dan Faktor Risiko
1. Faktor risiko antepartum
- Diabetes pada ibu
- Hipertensi dalam kehamilan
- Hipertensi kronik
- Anemia janin atau isoimunisasi
- Riwayat kematian janin atau neonatus
- Perdarahan pada trimester dua dan tiga
- Infeksi ibu
- Ibu dengan penyakit jantung, ginjal, paru, tiroid atau kelainan neurologi
- Polihodramnion
- Oligohidramnion
- Ketuban pecah dini
- Hidrops fetalis
- Kehamilan lewat waktu
- Kehamilan ganda
21
2.
-
4. Patofisiologi asfiksia
Bayi baru lahir mempunyai karakteristik yang unik. Transisi dari kehidupan
janin intrauterin ke kehidupan bayi ekstrauterin menunjukkan perubahan sebagai
berikut : alveoli janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi
mengambil napas pertama, udara memasuki alveoli paru dan cairan paru diabsorbsi
oleh jaringan paru. Pada napas kedua dan berikutnya, udara yang masuk ke alveoli
bertambah banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga kemudian seluruh alveoli
berisi udara yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat secara dramatis.
Hal ini disebabkan ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan
tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan peningkatan tekanan
oksigen alveoli, keduanya menyebabkan penurunan resistensi vaskuler paru dan
peningkatan aliran darah paru setelah lahir. Aliran intrakardial dan ekstrakardial mulai
beralih arah yang kemudian diikuti penutupan duktus arteriosus. Kegagalan
penurunan resistensi vaskuler paru menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada
22
bayi baru lahir, dengan aliran darah paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif.
Ekpansi paru yang inadekuat mengakibatkan gagal napas.
5. Klasifikasi
Asfiksia berat
Apgar score 0-3, bayi memerlukan resusitasi segera secara aktif dan
pemberian O2 terkendali.
Asfiksia sedang
Apgar score 4-6 memerlukan resusitasi dan pemberian O2 sampai bayi dapat
bernafas normal kembali.
Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai apgar 7-10). Dalam hal ini bayi
dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa (Mochtar R, 1998).
Apperance
Score
0
Biru pucat
1
Tubuh
(warna kulit)
Pulse
Tidak ada
ekstremitas biru
100 x/m
kemerahan
100 x/m
(Denyut nadi)
Grimace
Tidak ada
Gerakan sedikit
Gerakan
Tanda
2
kemerahan, Tubuh
dan
ekstremitas
kuat
(refleks)
Activity
Lumpuh
Gerakan lemah
menangis
Gerakan aktif
(tonus otot)
Respiratory
Tidak ada
Lambat
dan
(usaha bernafas)
6. Diagnosis
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tandatanda gawat janin antara lain :
a. Denyut jantung janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 x/m, selama his frekuensi ini
biasa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan
kecepatan denyut jantung umumnya tidak besar artinya, akan tetapi apabila
frekuensi sampai di bawah 100 x/m diluar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal
itu merupakan tanda bahaya.
23
Bila salah satu atau lebih dari 3 penilaian awal dijawab tidak, bayi memerlukan
tindakan resusitasi
Bayi yang lahir kurang bulan mempunyai kecenderungan untuk lebih memerlukan
resusitasi karena beberapa hal berikut. Bayi kurang bulan mudah mengalami
24
hipotermia karena rasio luas permukaan dan masa tubuhnya relatif besar, lemak
-
Memposisikan kembali
Menilai bayi
Setelah langkah awal selesai dilakukan dan bayi sudah diposisikan
kembali, dilakukan penilaian pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit.
Bila bayi apneu dan megap megap atau frekuensi jantung dibawah
100x/menit, lakukan ventilasi tekanan positif. Bial pernapasan dan frekuensi
jantung bayi memadai tetapi bayi masih sianosis sentral, berikan oksigen
aliran bebas. Oksigen aliran bebas dapat diberikan dengan cara meletakkan
sungkup oksigen melekat pada wajah bayi dengan pipa oksigen diletakkan
didekat wajah bayi, atau dengan sungkup balon tidak mengembang sendiri
diletakkan di dekat wajah.
26
27
Merupakan penyebab terbanyak keruskan pada pada Susunan Saraf Pusat (SSP), yang
berdampak pada kematian atau kecacatan berupa palsi cerebral atau defisiensi mental. Angka
kejadian HIE berkisar 0,3-1,8%. Australia (1995), angka kematian antepartum berkisar
3,5/1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian intrapartum berkisar 1/1000 kelahiran
hidup, dan angka kejadian kematian masa neonatal berkisar 3,2/1000 kelahiran hidup. Apgar
Score 1-3 pada menit pertama terjadi pada 2,8% bayi lahir hidup dan AS 5 pada menit ke 5
pada 0,3% bayi lahir hidup. Lima belas hingga 20% bayi dengan HIE meninggal pada masa
neonatal, 25-30% yang bertahan hidup mempunyai kelainan neurodevelopmental permanent.
Asfiksia perinatal adalah akibat berbagai kejadian selama periode perinatal yang
menyebabkan penurunan bermakna aliran oksigen, menyebabkan asidosis dan kegagalan
fungsi minimal 2 organ (paru, jantung, hati, otak, ginjal dan hematologi) yang konsisten.
Faktor-faktor resiko :
1. Hipertensi selama kehamilan atau pre-eklampsia
2. Restriksi pertumbuhan intra-uterin
3. Terlepasnya plasenta
4. Anemia fetus
5. Postmaturitas
6. Persalinan non fisiologis
7. Malpresentasi termasuk vasa previa
Etiologi:
Hipoksia pada fetus disebabkan
1. Oksigenase yang tidak adekuat dari darah maternal yang disebabkan hipoventilasi
selama proses pembiusan, CHD, gagal nafas, keracunan CO2
2. Tekanan darah ibu yang rendah karena hipotensi akibat dari anestesi spinal atau
tekanan uterus pada vena cava dan aorta.
28
B. PNEUMONIA NEONATAL3,4,5
1. Batasan
Suatu infeksi paru yang terjadi perinatal / pasca natal, dikelompokkan menjadi:
5. Kongenital pnemonia
- Disebut juga early onset pnemonia ( pada umur 3 hari pertama)
- Penularan transplasenta
6. Post amnionitis pnemonia
- Penularan dari flora vagina secara ascending
- Predisposisi : persalinan prematur, ketuban pecah sebelum persalinan, persalinan
memanjang dengan dilatasi servik, pemeriksaan obstetri yang sering
7. Transnatal pnemonia:
- Tidak ada bukti korioamnionitis atau infeksi pada ibu
- Onset lambat
- Proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru
- Penyebab terbanyak Group B Streptokokus
8. Nosokomial pnemonia
- Didapat selama perawatan di rumah sakit, dengan faktor predisposisi : BBL <
1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat, prosedur unvasif banyak,
overcrowding, ratio perawat/pasien rendah, peralatan ventilator terkontaminasi,
kebersihan petugas kurang
29
2. Insiden
1% pada bayi cukup bulan, 10% pada bayi kurang bulan. Kejadian meningkat pada neonatus
yang dirawat di NICU
3. Etiologi
1.Bakteri : Group B Streptokokus, Stap.aureus,Stapilokokus epidermidis, E coli,
Pseudomonas, Serratia marcescens, Klebsiella
2. Virus : RSV, adenovirus, enterovirus, CMV
3. Jamur : Candida
4. Patofisiologi
1. Transplasenta
Kuman/agent melalui plasenta hematogen paru-paru janin pnemonia
(kongenital pnemonia) / early onset pnemonia
2. Ascending infeksi
Kuman/agent dari flora vagina ascending menyebar ke chorionic plate
amnionitis aspirasi paru pnemonia
3. Transnatal
5. Gambaran klinis
-
Takikardia
Letargi
Distensi abdomen
30
Asidosis metabolik
DIC
6. Laboratorium
- Analisa cairan lambung setelah lahir,
bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi amnion risiko pnemonia tinggi
Pengecatan gram, bila bakteri (+) berarti janin menelan flora vagina resiko infeksi
- kultur darah bila (+) kuman penyebab
- LP
- Photo thorax infiltrat (+)
7. Tata laksana
1. Antibiotika
Sebelum hasil kultur ada : Ampisilin + Gentamisin
-
Ampisilin:
Umur 0-7 hari: 100 mg/kgBB/hari, IV, IM dibagi 2 dosis
Umur > 7 hari: 100 mg/kg BB/hari, IV, IM dibagi 3-4 dosis
Gentamisin
Dosis 2,5 mg/kgBB/dosis, IV, IM, diberikan:
< 7 hari:
umur kehamilan < 28 minggu diberikan setiap 36 jam
umur kehamilan 28 32 minggu, diberikan setiap 24 jam
umur > 32 minggu diberikan setiap 18 jam
umur > 7 hari
umur kehamilan < 28 minggu, diberikan setiap 24 jam
31
C. SEPSIS NEONATORUM6,7,8
1. Batasan
Sepsis Neonatorum adalah sindrom klinis yang timbul akibat invasi mikroorganisme ke
dalam aliran darah yang timbul pada 1 bulan pertama kehidupan.Sepsis pada neonatus dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, maupun protozoa1,2.
2. Epidemiologi
Angka kejadian di Asia Tenggara berkisar 2,4 -16 per 1000 kelahiran hidup, di Amerika
Serikat 1-8 per 1000 kelahiran hidup dan meningkat menjadi 13 27 per 1000 kelahiran
hidup pada bayi dengan berat <1500 gram. Angka kematian 13-50%, terutama pada bayi
prematur (5-10 kali kejadian pada neonatus cukup bulan) dan neonatus dengan penyakit berat
dini1,2.
3. Klasifikasi
Sepsis neonatorum umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD)
Terjadi pada usia 72 jam berupa gangguan multisystem dengan gejala pernapasan
yang menonjol. Gejala ditandai dengan awitan yang tiba-tiba dan cepat berkembang
menjadi syok septik. SNAD biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal
dari ibu, baik dalam masa kehamilan maupun selama proses persalinan1,3.
2. Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL)
32
Terjadi pada usia > 72 jam, lebih sering diatas 1 minggu. Pada sepsis tipe awitan
lambat biasanya ditemukan fokus infeksi dan disertai dengan meningitis. SNAL Dapat
disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat selama proses persalinan tetapi
manisfestasinya lambat (setelah 3 hari) atau biasanya terjadi pada bayi-bayi yang
dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial). Perjalanan penyakit SNAD biasanya
lebih berat, dan cenderung menjadi fulminan yang dapat berakhir dengan kematian1,3.
Etiologi
Bakteri penyebab SNAD umumnya berasal dari traktus genitalia maternal. Berbagai jenis
bakteri dapat ditemukan di dalam traktus genitalia maternal, namun hanya beberapa yang
sering menyebabkan infeksi pada neonatus, sedangkan pada ibu tidak menyebabkan penyakit.
Bakteri penyebab SNAL umumnya merupakan bakteri yang berasal dari rumah sakit
(nosokomial) seperti Staphylococcus coagulase-negatif, Enterococcus dan Staphylococcus
aureus. Namun demikian Streptococcus grup B, E.coli dan Listeria monocytogenes juga
dapat menyebabkan SNAL1,2,3.
Penelitian mengenai kuman penyebab sepsis di beberapa rumah sakit di Indonesia dapat
dilihat pada tabel 2.1
Tabel 3. Kuman penyebab sepsis pada BBL di beberpa rumah sakit di Indonesia
Peneliti
Tempat
Mikroorganisme
Suarca
RS
(2004)
Denpasar
Siswanto
(2004)
Kita, Jakarta
Rohsiwatmo
RSCM, Jakarta
Acinetobacter
(2005)
Klebsiella sp
sp,
(2006)
Bandung
(2006)
pneumoniae,
calciatecius,
Enterobacter
Enterobacter
sp,
Staphylococcuc sp
Yuliana
Sofiah
Klebsiella
Burkholderia
cepacia,
Klebsiella pneumoniae
epidermidis,
calcoacetius,
Klebsiella
pneumoniae,
Rahmah
RS
(2006)
Surabaya
Sutomo, Staphylococcus
coagulated-negative,Acitenobacter,
Patogenesis
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara yaitu:
34
Bila bakteremia tidak mampu diatasi oleh kekebalan tubuh maka akan terjadi respons
sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome/SIRS). SIRS dapat disebabkan oleh
infeksi maupun noninfeksi, dan bila disebabkan oleh infeksi maka SIRS dianggap identik
dengan sepsis. Endotoksin bakteri maupun komponen-komponen dinding sel bakteri yang
dilepaskan ke sirkulasi akan mengaktivasi berbagai sitokin yang berperan sebagai mediator
proinflamasi, sehingga timbul respon fisiologis tubuh yaitu : (1) aktivasi sistem komplemen,
(2) aktivasi sistem koagulasi, (3)sekresi ACTH
polimorfonuklear dan (5) stimulasi sistem kinin-kalikrein. Akibat aktivasi berbagai sistem
tersebut permeabilitas vaskular akan meningkat, tonus vaskular menurun dan terjadi
ketidakseimbangan perfusi dengan kebutuhan jaringan yang meningkat1,3,4.
35
reaksi
inflamasi atau antiinflamasi, homeostasis tidak dapat tercapai. Bila reaksi inflamasi lebih
dominan akan terjadi renjatan dan disfungsi organ. Sebaliknya bila reaksi antiinflamasi
berlebihan akan terjadi supresi terhadap sistem imun. Bila keadaan makin berat akan terjadi
renjatan akibat menurunnya perfusi dan transport oksigen ke jaringan dan berakhir dengan
kematian1,3,4.
SIRS
CRP >10mg/dl
SEPSIS BERAT
Sepsis berat disertai hipotensi dan kebutuhan resusitasi cairan dan obat- SYOK SEPSIS
obat inotropik
Terdapat disfungsi
multi
organ
meskipun
telah
mendapatkan SINDROM
pengobatan optimal
DISFUNGSI
MULTIORGAN
KEMATIAN
36
Sepsis neonatorum ditegakkan bila terdapat SIRS yang dipicu oleh infeksi2.
Usia
Suhu
neonatus
Usia
0-7
hari
Jumlah
menit
103/mm
>38,5C
>180
atau
<100
napas/menit
atau >50
>34
atau >40
leukosit
<36C
Usia
7-30 >38,5C
hari
atau
>180
<100
<36C
Gambaran klinis
Tanda klinis sepsis neonatorum tidak spesifik dan berhubungan dengan karakteristik kuman
penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman, seperti2,3,4 :
a. Pemeriksaan umum:
Iregularitas tempratur dapat berupa hipertermi atau hipotermi, namun lebih
sering hipotermi.
Perubahan prilaku seperti letargi, iritabel. Malas minum setelah sebelumnya
minum dengan baik
b. Gastrointestinal:
Perfusi perifir buruk, sianosis, mottling, pucat, petikie, rash, ikterus, sklerema.
d. Masalah kardiopulmoner
e. Masalah metabolik
f. Masalah neurologis :
37
Diagnosis
Dalam menentukan diagnosis, diperlukan berbagai informasi mengenai:
a. Faktor resiko
b. Gambaran klinik
c. Pemeriksaan penunjang
Pendekatan diagnosis dapat dilihat pada algoritme tatalaksana sepsis neonatorum3,4
Bayi
berat lahir sangat rendah ( BBLSR ) <
160x/menit
Ketuban berbau
1500 gram
Gambaran klinis
Kardiovaskular
darah normal
Frekuensi napas > 90 x.menit
PaCO2 > 65 mmHg
PaO2 < 40 mmHg
Memerlukan ventilasi mekanik
Hb < 5 g/dL
WBC < 3000 sel/mm3
Saluran pernapasan
Sistem hematologi
38
SSP
Gangguan ginjal
Gastroenterologi
g%,
Hepar
hipotensi,
perlu
transfusi
darah
atau
operasi
gastrointestinal
Bilirubin total > 3 mg%
Usia
1 hari
3 hari
7 hari
14 hari 1 bulan
IT Ratio
0,16
0,12
0,12
0,12
0,12
39
CRP (N 1,0 mg/dL atau 10 mg/L). CRP timbul pada fase akut kerusakan jaringan,
menigkat pada 50-90% pasien sepsis neonatal.peningkatan kadar CRP terjadi pada 24
jam setelah terjadi sepsis, meningkat pada hari ke 2-3 sakit dan menetap tinggi sampai
infeksi teratasi4.
b. Pemeriksaan Urin
Urine dikumpulkan secara pungsi buli-buli. Dicurigai adanya infeksi bila4 :
-
c. Cairan serebrospinal
Diduga adanya meningitis bila terdapat4 :
-
sel darah putih > 20/mm3 (usia <7 hari) atau > 10/mm3 (usia >7 hari)
d. Foto thorax
Dikerjakan jika terdapat tanda distres pernapasan. Pada foto thoraks mungkin
didapatkan4,5:
Pneumonia kongenital berupa konsolidasi bilateral atau efusi pleura
Pneumonia karena infeksi intrapartum berupa infiltrasi dan destruksi jaringan
bronkopulmoner, atelektasis, segmental atau lobaris, gambaran retikuloglanural difus,
setempat.
e. Kultur
Darah, cairan serebrospinal, urine dan feses
f. Pemeriksaan penunjang lain
Pemeriksaan IL-6
Interleukin-6 adalah sitokin yang diproduksi oleh berbagai sel dalam tubuh dan
berperan dalam respons imunologik terhadap infeksi. Satu penelitian menunjukkan
pada SNAD kadar interleukin-6 meningkat > 100 pg/mL bila diperiksa pada usia 0-12
jam pertama, dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas 89%. Namun demikian teknik
pemeriksaan sulit dan perlu biaya tinggi sehingga masih memerlukan penelitian lebih
lanjut4,5,6.
40
Tatalaksana
Pemilihan antibiotika untuk terapi inisial mengacu pada jenis kuman penyebab tersering dan
pola resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan. Antibiotik awal yang sering
digunakan adalah ampicilin dan gentamisin. Bila mikroorganisme tidak dapat ditemukan dan
bayi tidak menunjukkan perbaikan dalam waktu 48 jam maka ampicilin diganti dengan
cefotaxime dan gentamisin tetap dilanjutkan4,7. Dosis antibiotik yang digunakan dalam
pengobatan sepsis dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 8. Dosis antibiotik untuk sepsis dan meningitis
Antibiotik
Cara
Dosis
pemberian
Ampisilin
IV, IM
50 mg/kgBB/12 jam
Ampisilin (menigitis)
IV
Sefotaksim
IV
dosis
50 mg/kgBB/6 jam
Sefotaksim (meningitis) IV
Gentamisin
IV, IM
< 2 kg 3 mg/kgBB/hari
> 2 kg 5 mg/kgBB/hari
segera setelah didapatkan hasil kultur darah maka jenis antibiotika disesuaikan dengan kuman
penyebab dan pola resistensinya4.
Lama pemberian antibiotika :
-
Amphotericin B ( Liposomal )
Dosis = 1 mg/kg/hari, dapat ditingkatkan 1 mg/kg perharinya sampai dengan
maksimal 3mg/kg/hari
Bila no. 1 sulit didapat, dapat diganti amphotericin B dosis 0,25mg/kg/hari sampai
dengan maksimal 1mg/kg/hari.
= 24 jam
Tatalaksana non-konvensional
a. Imunoglobulin intravena
Pemberian Imunoglobulin intravena untuk profilaksis maupun terapi SNAD
diharapkan dapat meningkatkan antiodi tubuh serta memperbaiki fagositosis dan
kemotaksis sel darah putih. Namun saat ini belum dianjurkan untuk diberikan secara
rutin. Beberapa efek samping dan komplikasi telah dilaporkan seperti
infeksi,
mengandung antibodi protektif, namun dalam dosis 10 mL/kg, jumlah antibodi tidak
adekuat untuk mencapai kadar proteksi pada tubuh bayi.
c. Transfusi sel darah putih4,7.
Transfusi sel darah putih sebagai terapi ajuvan pada SNAD dan infeksi neonatal
umumnya masih dalam tahap uji coba dan belum dianjurkan penggunaannya. Hanya
beberapa pusat kesehatan di Amerika Serikat yang mampu mengisolasi granulosit
untuk sediaan transfusi. Transfusi granulosit juga potensial mempunyai komplikasi
42
seperti infeksi dan reaksi transfusi, di samping biaya tinggi dan teknik pembuatan
yang sulit4,7.
d. Transfusi tukar
Secara teoritis, transfusi tukar dengan menggunakan whole blood segar pada sepsis
neonatorum bertujuan untuk4,7:
mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta mediator-mediator
penyebab sepsis
memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas
oksigen dalam darah
memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai
43
gangguan tumbuh kembang berupa gejala sisa neurologis seperti retardasi mental, gangguan
penglihatan, dan kelainan tigkah laku7.
44
45
Keterangan :
Gejala klinis sepsis
* Septic Markers :
Jumlah leukosit
Jumlah trombosit
CRP
IT Ratio
Antibiotik
(+) Workup : Septic
Faktor
resiko
(+) darah
** Septic
Markers
+ kultur
1 mayor atau 2 minor
Pungsi lumbal : hanya dikerjakan pada SNAL atau pada SNAD dengan hasil kultur
darah ( + )
Observasi
Foto Rntgen dada : pada neonatatus dengan gejala sindrom gawat napas
Periksa septic marker
Prognosis
Dengan diagnosis dan pengobatan dini, bayi dapat terhindar dari sepsis yang
berkepanjangan;
namun bila tanda klinis dan/atau
yang berpotensial
normal adanya faktor risiko
Abnormal
normal
(minimal 2 septic marker +)
menimbulkan infeksi tidak terdeteksi, maka angka kesakitan dan kematian dapat meningkat.
Gejala sisa neurologis timbul pada 15-30% neonatus dengan meningitis.
Ulang septic marker*
12-24 jam
12-24 jam
D. KEJANG normal
PADA NEONATUS9,10
normal
abnormal
kultur
AB
1. Batasan
observasi
Serangan kejang yang terjadi pada masa neonatus (sampai dengan umur 1 bulan)
2. Insiden
1,5 14 / 1000 kelahiran hidup
3. Etiologi
-
Idiopatik
4. Patofisiologi
1. Kegagalan pompa Na-K akibat dari penurunan ATP
2. Kelebihan neurotransmiter eksitasi
3. Kekurangan neurotransmiter inhibisi
4. Perubahan permeabilitas membran sel neuron
5. Gambaran Klinis
Manifestasi klinis terbanyak adalah kejang fokal. Manifestasi klinis kejang pada neonatus
yaitu:
1. Klonik fokal
-
2. Tonik fokal
-
3. Mioklonik
-
kontraksi mendadak (cepat) secara acak, berulang atau tidak berulang pada otot
tungkai, muka dan badan
4. spasme
-
berkelompok
5. Tonik umum
-
6. Diagnosis
1. Anamnesis
-
riwayat keluarga
Riwayat persalinan
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum dan khusus neurologi
3. Laboratorium : disesuaikan dengan kecurigaan penyebabnya
-
Cairan serebrospinal
EEG
7. Tata laksana
1. Oksigenasi yang baik
2. Atasi kejang (lihat bagan). Lama pemberian anti kejang tergantung: Hasil
pemeriksaan neurologi, penyebab kejang, dan pemeriksaan EEG.
3. Cari etiologi segera mungkin.
48
Kejang (-)
Kejang (+)
Kejang (-)
Kejang (+)
Kejang
(-)
A4 dan B4
Kombinasi fenobarbital, Fenitoin
rumatan dan diazepam drip
Kejang
(+)
dosis
NICU
Knock down
49
E. HIPOTERMIA11
1. Definisi
Hipotermi pada BBL adalah suhu dibawah 35,50C yang terbagi atas :
hipotermia ringan (cold stress) yaitu suhu antara 36-36,5 0C hipotermia sedang yaitu
suhu antara 32-36 0C dan hipotermia berat yaitu suhu tubuh < 32 0C 2.
2. Etiologi
Bayi baru lahir dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang
berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi
panas dan kehilangan panas. 2
a.
b.
Radiasi
Yaitu perpindahan suhu dari suatu obyek panas ke obyek yang dingin,
misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkunagan
50
yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan
yang dingin atau suhu incubator yang dingin.
Evaporasi
Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus
respiratorius. Sumber kehilangan panas dapat berupa bayi baru lahir yang
basah setelah lahir. Atau pada waktu dimandikan.
3.
Kegagalan Termoregulasi
Kegagalan
termoregulasi
secara
umum
disebabkan
kegagalan
Patofisiologi
Suhu tubuh diatur dengan menimbangi produksi panas terhadap kehilangan
panas. Bila kehilangan panas dalam tubuh lebih besar dari pada laju pembentukan
panas maka akan terjadi penurunan suhu tubuh. Gangguan salah satu atau lebih
unsure-unsur termoregulasi akan mengakibatkan suhu tubuh berubah, menjadi tidak
normal. Apabila terjadi paparan dingin secara fisiologis tubuh akan memberikan
respon untuk menghasilkan panas berupa :2
a. Shivering Thermoregulation/ST
Merupakan mekanisme tubuh berupa menggigil atau gemetar secara involunter
akibat dari kontraksi otot untuk menghasilkan panas
b. Non-shivering Thermoregulation/NST
Merupakan mekanisme yang dipengaruhi oleh stimulasi system saraf simpatis
untuk menstimulasi proses metabolic dengan melakukan oksidasi terhadap
jaringan lemak coklat. Peningkatan metabolisme jaringan lemak coklat akan
meningkatkan produksi panas dari dalam tubuh.
c. Vasokonstriksi Perifer
Mekanisme ini juga distimulasi oleh system saraf simpatis, kemudian system saraf
perifer akan memicu otot sekitas arteriol kulit untuk berkontraksi sehingga terjadi
51
Diagnosis
Tanda dan gejala2
Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif,
kutis marmorata, pucat, takipnue atau takikardia. Sedangkan hipotermia yang
berkepanjangan akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, distress
respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek koagulasi, sirkulasi
fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis nekrotikan dan pada keadaan yang berat
akan menyebabkan kematian.
Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau
kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting
untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukurannya dapat dilakukan
melalui aksila, rectal atau kulit. Melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu
bayi yang dianjurkan oleh kaena mudah, sederhana dan aman.
5.
terpapar
suhu lingkungan
Waktu
timbulnya
kurang dari 2
hari
Bayi
terpapar
suhu lingkungan
yang rendah
Waktu
Pemeriksaan
Klasifikasi
Suhu tubuh 32-36,4 0C
Hipotermia
Gangguan napas
sedang
Denyut jantung kurang dari
100 kali/menit
Malas minum
Letargi
Hipotermia berat
timbulnya
kurang dari 2
hari
Hipotermia berat2,4
52
Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya,
tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi), lakukan manajemen gangguan napas
Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infuse tetap
setiap 2 jam.
Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap
Ganti pakaian yang dingin dengan pakaina ynag hangat, memakai topi dan selimuti
kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (PMK : perawatan Metode Kangguru
Bila ibu tidak ada :
53
diubah
Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan
intrapulmoner.
7. Menstimulasi pertumbuhan paru.
2. Penggunaan CPAP dalam praktek perawatan BBL
Gangguan pernapasan
2. Sebuah alat untuk menghubungkan sirkuit ke saluran napas BBL, nasal prong
merupakan metode yang lebih disukai.
3. Sebuah alat untuk menghasilakn tekanan positif pada sirkuit. Tekanan positif dalam
sirkuit dapat dicapai dengan memasukkan pipa ekspirasi bagian distal kedalam larutan
asam asetat 0,25% sampai kedalaman yang diharapkan (5 cm).
6. Teknik
Persiapan
1. Persiapan petugas untuk pencegahan infeksi
2. Persiapan bayi. Bayi diletakkan di tempat tidur dengan penghangat serta pulse.
Oksimeter harus ditempelkan, sebaiknya di tangan kanan.
3. Persiapan alat CPAP
a. Hubungkan selang oksigen dan udara bertekanan ke pencampur, untuk
mengatur FiO2 sesuai yang dikehendaki
b. Hubungkan sirkuit dengan flow meter lalu hubungkan ke alat pengatur
kelambaban. Pasan flow meter antara 5-10 liter/menit
56
Ada sedikit ruang antara ujung septum dan bridge di antara prong
Prong tidak bersandar pada filtrum
4. Pasang pipa orogastrik dan lakukan aspirasi isi perut dan fiksasi agar tetap terpasang
untuk menghindari distensi lambung
5. Gunakan ukuran topi yang sesuai dan lipat ujungnya 2-3 cm. pasang topi di kepala
bayi sehingga ujungnya tepat di atas telinga. Atur corrugate tubing di sebelah kepala.
Pasang peniti di tiap sisi selang. Gunakan gelang karet di sekitar peniti dan diatas
selang kerut untuk mencegah pergeseran atau berpindahya peralatan ini
6. Setelah bayi distabilisasi menggunakan CPAP, anda bisa memasang moustache
Velcro agar prong tidak bergeser pada posisinya. Bersihkan pipi dan bibir atas bayi
dengan air dan biarkan kering. Oleskan area ini dengan tetes pewarna benzoin. Potong
Tegaderm dan pasang tepat diatas area yang sudah disiapkan. Potong Velcro dan
psang tepat di atas Tegader,. Potong dua strip Velcro lunak (lebar 8 mm) dan pasang
melingkar area prong yang menutupi pipi. Tekan kanula prong dengan lembut hingga
Velcro strip yang lunak menempel ke antara bibir dan hidung
7. Jaga jangan sampai kanula CPAP menyentuh septum nasal
8. Ubah posisi bayi setiap 4-6 jam untuk drainase sekresi paru
9. Penghisapan lendir 2-4 jam atau sesuai kebutuhan dan catat jumlah, konsistensi dan
warna sekresi.
10. Pemberian minum dengan CPAP jika bayi stabil secara klinis melalui sonde atau
menetek atau minum
8. Pemantauan
Sistem CPAP melalui hidung bayi harus diperiksa setiap 2-4 jam, beberapa pemantauan yang
harus dilakukan :
1. Bayi :
Respirasi : frekuensi napas, merintih, retraksi, napas cuping hidung,
58
Setelah bayi bernapas dengan mudah dan terlihat penurunan frekuensi napas dan
retraksi. FiO2 diturunkan secara bertahap 2-5% sampai menjadi 25% atau udara
ruangan dengan dipandu pulse oxymetry atau hasil analisa gas darah
Jika bayi sudah nyaman bernapas dengan CPAP dan FiO2 21%, dicoba melepas
CPAP. Prong nasal harus dilepas dari corrugate tubing saat selang masih di
tempatnya. Bayi dinilai selama percobaan ini apakah mengalami takipnea, retraksi,
desaturasi oksigen, atau apnea. Jika tanda tersebut timbul, percobaan dianggap gagal.
CPAP harus segera dipasang lagi pada bayi paling sedikit satu hari sebelum dicoba
10. Komplikasi
59
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukadi A. 2012. Asfiksia dan Resusitasi BBL. Dalam : Kosim S, et al, editor. Buku
Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta.
2. Sukadi A. 2012. Gangguan nafas pada BBL. Dalam : Kosim S, et al, editor. Buku Ajar
Neonatologi. Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta.
3. Hagedorn MIE, Gardner SL, Abman SH. Respiratory diseases. Dalam: Merenstein
GB, Gardner SL, Ed. Handbook of neonatal intensive care, edisi ke-5. St Louis:
Mosby, 2002.h.485-575.
4.
Hansen T, Corbet A. Neonatal pnemonias. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, ed.
Averys diseases of the newborn. Edisi ke-7. Philadelphia: WB Saunders Company,
1998.h.648-660.
5. Barnett ED, Klein JO. Bacterial ionfections of the respiratory tract. Dalam:
Remington JS, Klein JO, ed. Infectious diseases of the fetus and newborn infant, edisi
ke-5. Philadelphia: WB Saunders Company, 2001.h.999-1018.
6. Bone RC. The sepsis syndrome : definition and general approach to management.
Clin Chest Med 1996; 17:175-80
7. Smith JB. Bacterial and fungal infection of the neonate. Dalam : Pomerance JJ,
Richardson CJ, penyunting. Neonatology for the clinician. Connecticut : Appleton &
Lange, 1993.h.185-200
8. Infectious Diseases. Dalam: Gomella TL, Cunnigham MD, Eyal FG, Zenk KE,
penyunting. Neonatology : Management, procedures, on call problems, diseases,
drugs. Lange Medical Book/McGraw-Hill, edisi ke-4;1999: 408-440.
9. Volve JJ. Neonatal seizures. Dalam: Neurology of the newborn. Edisi ke-4.
Philadelphia: WB Saunders, 2001.h.427-55.
10. Kuban KCK, Filoano J. Neonatal seizures. Dalam: Cloherty JP, Stark AR, penyunting.
Manual of neonatal care. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins
11. Volve JJ. Hypoxic-Ischemic Encephalopathy: Biochemical and Physiological aspects.
Dalam: Neurology of the newborn. Edisi ke-4. Philadelphia: W.B. Saunders company,
2001. h. 217-276.
12. Sukadi A. 2012. Continuous Positive Airway Pressure. Dalam : Kosim S, et al, editor.
Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta.
60