Limbah Cair Tepung Tapioka
Limbah Cair Tepung Tapioka
PENDAHULUAN
Krisis energi di Indonesia sebagai akibat semakin
menipisnya cadangan bahan bakar minyak khususnya dari
bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbarui telah menuntut
Indonesia untuk mencari sumber bahan bakar alternatif yang
bersifat dapat diperbarui. Ketergantungan Indonesia terhadap
minyak bumi dapat dikurangi dengan mengembangkan
sumber energi alternatif. Salah satu pengembangan energi
alternatif adalah pemanfaatan limbah tepung tapioka menjadi
biogas sebagai energi yang terbarukan.
Industri tapioka selain dapat meningkatkan
perekonomian daerah, juga dapat menimbulkan dampak
pencemaran lingkungan bila tidak dikelola secara baik. Pada
umumnya industri tapioka hanya menghasilkan tapioka
berkisar 20-30% dari berat ubi kayu yang diolah, selebihnya
industri ini menghasilkan air limbah, limbah padat (onggok),
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
oleh pabrik tapioka cukup besar yaitu 40-60 m3 per ton
tapioka yang diproduksi [2]. Hasil limbah cair yang berlebih ini
memerlukan suatu penanganan, terlebih lagi karena
kandungan COD nya yang tinggi.
Pada penelitian ini digunakan limbah cair industri
tepung tapioka yang dibuat secara mandiri dengan metode
konvensional, seperti pada gambar berikut:
Kandungan (gr)
Karbohidrat
Lemak
Serat
Protein
25,37
0,19
1,2
0,91
Jumlah [9]
Batas Peraturan
COD, (mg/l)
pH
densitas, (mg/l)
36000
6
1.063
400
69
-
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
(1.1)
Dimana,
Vstd = Volume biogas yang dihasilkan pada STP, m3
Vgas = Volume biogas di dalam gas holder, m3
Pstd = Tekanan pada STP, 1013 cmH2O
P
= Tekanan di dalam gas holder, cmH2O
Tstd = Temperatur pada STP, 273 K
T
= Temperatur di dalam gas holder, K
Analisa: Pada penelitian ini dilakukan analisa COD yang
keluar dari reactor untuk mengetahui seberapa banyak COD
yang terdestruksi.
COD
masuk
mg/L
COD
keluar
mg/L
%
removal
%
Biogas
m3/kgCOD
removal
0,4
3000
1832
38,9
0.0977
0,7
5000
2902
42
0.0834
7000
3371
51,8
0.19
1,4
10000
5173
48,3
0.217
Load 1
kgCOD/m3.hari
Load 0,7
kgCOD/m3.hari
Load 0,4
kgCOD/m3.hari
Load 1,4
kgCOD/m3.hari
Waktu, hari
Gambar 3. Waktu Fermentasi Terhadap Produksi Biogas
Pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa semakin lama
waktu fermentasi limbah cair tepung tapioka, maka akan
menghasilkan produksi gas yang semakin banyak. Pada hari
ke 1-2 merupakan tahapan hidrolisa, dimana senyawasenyawa organik seperti karbohidrat berubah menjadi
monomer-monomer seperti glukosa. Pada tahapan ini muncul
gas metan dan CO2 dalam jumlah yang masih sedikit, karena
berasal dari starter awal. Selanjutnya pada hari ke 2-4 mulai
dihasilkan gas yang lebih banyak. Hal ini disebabkan karena
senyawa organik berada pada tahapan acidogenesis, dimana
% COD removal
Produksi gas
m3/hari
0.50000
0.45000
0.40000
0.35000
0.30000
0.25000
0.20000
0.15000
0.10000
0.05000
0.00000
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0
3000
6000
9000
12000
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa
biodegradasi limbah cair tepung tapioka pada reaktor
anaerobik 3.000 liter berdistributor ini mempunyai efisiensi
COD removal terbesar, yaitu 51,8% dengan COD masuk
7.000 mg/L dan OLR 1 kgCOD/m3.hari. Semakin besar OLR
yang dimasukkan ke dalam reaktor, maka didapatkan produksi
biogas yang semakin meningkat. Selain itu % COD removal
juga semakin meningkat jika dilakukan penambahan OLR
yang masuk ke dalam reaktor. Pada penelitian ini terjadi
peningkatan jumlah produksi gas/kgCOD removal seiring
meningkatkannya OLR yang masuk.
0.25
Biogas/COD removal
m3/kgCOD removal
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
[2]
[3]
[4]
Alex (2012)
0,356 (Molases)
Fikriyan (2013)
0,538 (Molases)
Amatya (1996)
0,25
0.217
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Fransiska. 2011. Evaluasi Parameter
Biogas dari Limbah Cair Industri Tapioka Dalam
Bioreaktor Anaerobik 2 tahap. UNDIP Semarang.
Semarang.
Akhirruliawati, M., S., dan Amal, S. 2009.
Pengolahan Limbah Cair Pati Secara Aerob
Menggunakan Mikroba Degra Simba. Undip
Semarang. Semarang.
Amatya, P., L. 1996. Anaerobic Treatment of
Tapioca Starch Industry Wastewater by Bench Scale
Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB). Asian
Institute of Technology. Thailand.
Amirillah, F., dan Permatasari, R. 2013. Efek
Distributor Terhadap Produksi Gas Bio Pada Reaktor
Anaerobik 3000 L dengan Bahan Baku Tetes
(Molases). ITS Surabaya. Surabaya.
Karellas, S., Boukis, I., dan Kontopoulus, G.
Development of an Investment Decision Tool for
Biogas Production from Agricultural Waste. National
Technical University of Athens. Yunani.
Rahman, A.,R. 2007. Pembuatan Biogas dari Sampah
Buah-buahan Melalui Fermentasi Aerobik dan
Anaerobik. IPB Bogor. Bogor.
Rahmayanti, Dian. 2010. Pemodelan dan Optimasi
Hidrolisa Pati Menjadi Glukosa dengan Metode
Artificial Neural Network-Genetic Algorithm.
UNDIP Semarang. Semarang.
Sangyoka, S., Reungsang, A., Moonamart, S. 2007.
Repeated-batch Fermentative for Bio-hydrogen
Production from Cassava Starch Manufacturing
Wastewater. Asian Network for Scientific
Information. Thailand.
Setyawati, R., Hirayama, K.K., Kaneko, H., dan
Hirayama, K. 2011. Current Tapioca Starch
Wastewater (TSW) Management in Indonesia. IDOSI
Publications. Jepang.
Soemarno. 2007. Rancangan Teknologi Proses
Pengolahan Tapioka dan Produk-produknya.
Universitas Brawijaya Malang. Malang.
Soewarno, N., R.I. Ramadhanu, I. Ismail. 2009.
Peningkatan Waktu Tinggal Cairan dalam Reaktor
Horizontal Sebagai Studi Awal Meningkatkan
Produksi Gas. ITS Surabaya. Surabaya.
Sutarno dan Firdaus, F. 2007. Analisis Prestasi
Produksi Biogas (CH4) dari Polyethilene Biodigester
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
[13]