Anda di halaman 1dari 5

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No.

1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

PRODUKSI BIOGAS DARI LIMBAH CAIR


INDUSTRI TEPUNG TAPIOKA DENGAN
REAKTOR ANAEROBIK 3.000 LITER
BERDISTRIBUTOR
Robby Rahmatul H., Avief Nurrokhim, Nonot Soewarno, Siti Nurkhamidah
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: ltd_tkits_sby@yahoo.com
Abstrak Limbah cair industri tepung tapioka
berpotensi menimbulkan pencemaran karena mengandung
COD sekitar 7.000 - 30.000 mg/L. Besarnya kandungan COD
limbah ini dapat dimanfaatkan untuk memproduksi biogas
melalui proses pengolahan secara anaerobik.
Reaktor yang digunakan adalah reaktor anaerobik
3.000 liter dengan penambahan distributor 60% dari diameter
reaktor. Dimasukkan load sebesar 0,4 kgCOD/m3.hari, 0,7
kgCOD/m3.hari, 1 kgCOD/m3.hari dan 1,4 kgCOD/m3.hari
dengan waktu tinggal 7 hari. Setiap hari dilakukan pengukuran
kenaikan penampung gas. Selanjutnya diukur kandungan COD
keluar reaktor pada hari ke-6.
Dapat diketahui bahwa produksi biogas semakin meningkat
seiring lamanya waktu fermentasi. Semakin besar
OLR(Organic Loading Rate) yang dimasukkan ke dalam
reaktor, maka produksi biogas
akan semakin besar.
Didapatkan produksi biogas terbesar adalah 0,44 m3/hari
dengan load 1,4 kgCOD/m3.hari. COD reduksi akan
meningkat seiring dengan meningkatnya OLR yang
dimasukkan, dan didapatkan %COD removal terbesar adalah
51,8% dengan OLR 1 kgCOD/m3.hari
Kata kunci: limbah cair tepung tapioka, anaerobik, biogas
1.

PENDAHULUAN
Krisis energi di Indonesia sebagai akibat semakin
menipisnya cadangan bahan bakar minyak khususnya dari
bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbarui telah menuntut
Indonesia untuk mencari sumber bahan bakar alternatif yang
bersifat dapat diperbarui. Ketergantungan Indonesia terhadap
minyak bumi dapat dikurangi dengan mengembangkan
sumber energi alternatif. Salah satu pengembangan energi
alternatif adalah pemanfaatan limbah tepung tapioka menjadi
biogas sebagai energi yang terbarukan.
Industri tapioka selain dapat meningkatkan
perekonomian daerah, juga dapat menimbulkan dampak
pencemaran lingkungan bila tidak dikelola secara baik. Pada
umumnya industri tapioka hanya menghasilkan tapioka
berkisar 20-30% dari berat ubi kayu yang diolah, selebihnya
industri ini menghasilkan air limbah, limbah padat (onggok),

dan cair. Limbah industri tapioka yang sangat berpotensi


menimbulkan pencemaran lingkungan adalah Limbah cair.
Kandungan organik dalam limbah cair tepung tapioka ini
berkisar 7000-30000 ppm.
Air limbah yang dihasilkan industri tapioka ini
merupakan limbah yang masih banyak mengandung bahanbahan organik dan dapat didekomposisi secara biologis
(biodegradable) agar tidak menimbulkan pencemaran. Saat ini
sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang banyak
diterapkan di industri tapioka adalah pengolahan limbah
secara biologis anaerobik diikuti dengan sistem biologis
fakultatif dan aerobik. Sistem biologis anaerobik sebagai
sistem utama dalam pengolahan air limbah industri tapioka
menghasilkan gas CH4 (metana), CO2 dan gas lain. Kedua gas
tersebut merupakan gas rumah kaca yang dapat menimbulkan
pemanasan global. Gas metana yang dihasilkan air limbah
industri tapioka tersebut sesungguhnya merupakan gas yang
dapat dibakar (flameable gas), sehingga sebenarnya
merupakan sumber energi alternatif yang bersifat terbarukan
(renewable).
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari limbah rumah
tangga, kotoran hewan, kotoran manusia, sampah organik dan
sebagainya, yang mengalami proses penguraian atau
fermentasi oleh mikroorganisme.Di samping itu, adanya
kenaikan tarif listrik, kenaikan harga LPG (Liquefied
Petroleum Gas), premium, minyak tanah dan bahan bakar
lainnya, menjadikan biogas sebagai sumber energi yang ramah
lingkungan dan murah. Biogas merupakan salah satu sumber
energi alternatif yang banyak dikembangkan di beberapa
negara. India dan China adalah negara-negara yang
mengembangkan teknologi pembuatan biogas sejak lama serta
memiliki aplikasi teknologi yang sudah maju. Negara lain
yang telah mengembangkan antara lain Italia, Korea, Filipina,
Thailand, Jepang, Amerika Serikat, Jerman dan Papua Nugini.

2. BAHAN DAN METODOLOGI


2.1 Limbah Cair Industri Tepung Tapioka
Proses produksi pembuatan tepung tapioka
membutuhkan air yang sangat banyak untuk memisahkan pati
dari serat, sehingga buangan (limbah cair) yang dihasilkan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
oleh pabrik tapioka cukup besar yaitu 40-60 m3 per ton
tapioka yang diproduksi [2]. Hasil limbah cair yang berlebih ini
memerlukan suatu penanganan, terlebih lagi karena
kandungan COD nya yang tinggi.
Pada penelitian ini digunakan limbah cair industri
tepung tapioka yang dibuat secara mandiri dengan metode
konvensional, seperti pada gambar berikut:

Tabel 2. Kandungan Bahan Organik per 100 gr Limbah


Cair Tapioka [9]
Nutrisi

Kandungan (gr)

Karbohidrat
Lemak
Serat
Protein

25,37
0,19
1,2
0,91

2.2 Reaktor Start up dan Operasi


Reaktor yang digunakan pada penelitian ini
berukuran 3.000 liter dengan penambahan distributor, seperti
pada gambar berikut:

Gambar 1. Proses Pembuatan Limbah Cair Tepung


Tapioka
Setalah melalui proses tersebut, maka akan didapatkan limbah
cair dan tepung tapioka. Limbah cair ini memiliki karakter
sebagai berikut:
Tabel 1. Karakter Limbah Cair Tapioka dan
Peraturan Pemerintah
Parameter

Jumlah [9]

Batas Peraturan

COD, (mg/l)
pH
densitas, (mg/l)

36000
6
1.063

400
69
-

Selain kandungan COD yang besar, limbah cair tepung


tapioka juga masih memiliki kandungan bahan organik yang
cukup banyak. Hal ini dikarenakan pada saat proses produksi,
masih banyak bahan organik yang terbawa pada air
buangannya. Berikut kandungan bahan organik limbah cair
tepung tapioka:

Gambar 2. Rangkaian Alat Percobaan


Reaktor Desain: Reaktor ini terdiri dari beberapa elemen
seperti rangka reactor, reactor, gas holder, dan distributor.
Distributor ini berfungsi untuk mendapatkan waktu tinggal
actual yang lebih besar dari pada waktu tinggal secara teoritis,
sehingga dapat diperoleh hasil biogas yang lebih maksimal.
Starter Reaktor: Starter awal yang dimasukkan berasal dari
effluent reactor yang sudah stabil menghasilkan biogas.
Reaktor siap dimasukkan feed awal ketika starter sudah tidak
menghasilkan biogas kembali.
Persiapan Bahan: Limbah cair tepung tapioca yang sudah
dibuat, selanjutnya diencerkan dengan air hingga mencapai
COD 3.000-10.000 mg/L. Limbah yang telah diencerkan tadi
kemudian dinetralkan dengan NaOH hingga mencapai pH 7.
Nutrien urea ditambahkan pula ke dalam limbah tersebut
dengan rasio COD : N sebesar 300:5. Bahan limbah cair ini
dipersiapkan setiap harinya.
Organic Loading Rate: Selama proses operasi, dimasukkan
OLR sebesar 0,4, 0,7, 1, dan 1,4 kgCOD/m3.hari. Pada hari
ke-1 hingga ke-7 dimasukkan OLR yang tetap sesuai dengan
variable yang ditentukan.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

Pengukuran biogas: Biogas yang terbentuk di dalam reaktor


akan tertahan pada gas holder. Semakin banyak gas yang
dihasilkan, maka gas holder akan semakin tinggi. Kenaikan
ketinggian dari gas holder diukur setiap harinya untuk
mengetahui laju produksi biogas. Volume biogas yang
dihasilkan pada keadaan STP adalah sebagai berikut:
=

(1.1)

Dimana,
Vstd = Volume biogas yang dihasilkan pada STP, m3
Vgas = Volume biogas di dalam gas holder, m3
Pstd = Tekanan pada STP, 1013 cmH2O
P
= Tekanan di dalam gas holder, cmH2O
Tstd = Temperatur pada STP, 273 K
T
= Temperatur di dalam gas holder, K
Analisa: Pada penelitian ini dilakukan analisa COD yang
keluar dari reactor untuk mengetahui seberapa banyak COD
yang terdestruksi.

pada tahapan tersebut dihasilkan gas CO2 dan H2 sehingga


hasil gas semakin meningkat. Pada hari ke 4-7 produksi gas
semakin meningkat drastis, karena senyawa organik mencapai
tahapan metanasi.
Dari Gambar 3 semakin besar organic loading rate
(ORL) yang dimasukkan, maka produksi gas semakin
meningkat. Hal ini dikarenakan semakin banyak senyawa
organik yang masuk ke dalam reaktor, maka semakin banyak
pula yang dapat terkonversi menjadi biogas.
3.2 ORL terhadap % COD removal dan Produksi
Gas/kgCOD removal
Pada penelitian ini dilakukan percobaan dengan ORL
yang berbeda-beda. Kemudian dilakukan analisa COD masuk
dan COD keluar untuk setiap OLR, sehingga dapat diketahui
persen COD removal pada masing-masing variable OLR.
Hasil analisa COD dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Load, % COD Removal, dan Produksi
Gas/kgCOD Removal
Load
kgCOD/m3.hari

COD
masuk
mg/L

COD
keluar
mg/L

%
removal
%

Biogas
m3/kgCOD
removal

0,4

3000

1832

38,9

0.0977

0,7

5000

2902

42

0.0834

7000

3371

51,8

0.19

1,4

10000

5173

48,3

0.217

3. HASIL DAN DISKUSI

Load 1
kgCOD/m3.hari
Load 0,7
kgCOD/m3.hari
Load 0,4
kgCOD/m3.hari
Load 1,4
kgCOD/m3.hari

Waktu, hari
Gambar 3. Waktu Fermentasi Terhadap Produksi Biogas
Pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa semakin lama
waktu fermentasi limbah cair tepung tapioka, maka akan
menghasilkan produksi gas yang semakin banyak. Pada hari
ke 1-2 merupakan tahapan hidrolisa, dimana senyawasenyawa organik seperti karbohidrat berubah menjadi
monomer-monomer seperti glukosa. Pada tahapan ini muncul
gas metan dan CO2 dalam jumlah yang masih sedikit, karena
berasal dari starter awal. Selanjutnya pada hari ke 2-4 mulai
dihasilkan gas yang lebih banyak. Hal ini disebabkan karena
senyawa organik berada pada tahapan acidogenesis, dimana

% COD removal

Produksi gas
m3/hari

3.1 Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Produksi Biogas

0.50000
0.45000
0.40000
0.35000
0.30000
0.25000
0.20000
0.15000
0.10000
0.05000
0.00000

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
0

3000

6000

9000

12000

COD masuk, mg/L


Gambar 4. % COD Removal Terhadap Perubahan COD
Masuk

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa
biodegradasi limbah cair tepung tapioka pada reaktor
anaerobik 3.000 liter berdistributor ini mempunyai efisiensi
COD removal terbesar, yaitu 51,8% dengan COD masuk
7.000 mg/L dan OLR 1 kgCOD/m3.hari. Semakin besar OLR
yang dimasukkan ke dalam reaktor, maka didapatkan produksi
biogas yang semakin meningkat. Selain itu % COD removal
juga semakin meningkat jika dilakukan penambahan OLR
yang masuk ke dalam reaktor. Pada penelitian ini terjadi
peningkatan jumlah produksi gas/kgCOD removal seiring
meningkatkannya OLR yang masuk.

0.25

Biogas/COD removal
m3/kgCOD removal

0.2

0.15
0.1

0.05
0
0

2000 4000 6000 8000 10000 12000

COD masuk, mg/L


[1]

Gambar 5. COD Masuk Terhadap Biogas/COD Removal


Pada Gambar 4. dengan COD masuk 3000-7000 mg/L
terlihat semakin besar %COD yang terdegradasi seiring
meningkatnya COD masuk. Sedangkan pada gambar 5. dapat
diketahui bahwa semakin besar COD masuk, maka produksi
biogas/kgCOD removal semakin besar pula. Pada load COD
masuk sebesar 3000-5000 mg/L didapatkan produksi
biogas/kgCOD yang sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya akumulasi VFA di dalam reactor sehingga pH
mejadi 5-6. Ini menyebabkan tidak maksimalnya kerja dari
mikroorganisme untuk membentuk gas metana

[2]

[3]

[4]

Tabel 4. Perbandingan Produksi Gas Dalam m3/kg COD


Reduks
[5]

Peneliti [3] [4]

m3/kg COD reduksi

Alex (2012)

0,356 (Molases)

Fikriyan (2013)

0,538 (Molases)

Amatya (1996)

0,25

Penelitian ini (2013)

0.217

Dapat diketahui bahwa biogas/kgCOD reduksi relatif


kecil jika dibandingkan dengan penelitian Amatya. Hal ini
karena pada penelitian ini menggunakan OLR yang kecil yaitu
0,4 1,4 kgCOD/m3.hari, sedangkan pada penelitian Amatya
digunakan OLR yang cukup besar, yaitu 10-16
kgCOD/m3.hari. Jika dibandingkan dengan penelitian yang
menggunakan molasses, produksi biogas pada penelitian ini
juga cukup rendah. Hal ini disebabkan karena limbah cair
tepung tapioka mengandung karbohidrat yang cukup banyak,
sehingga perlu melewati tahapan hidrolisis yang lebih lama.
Sedangkan molasses sudah terdiri dari monomer-monomer
seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa, sehingga molasses
lebih cepat melewati tahapan hidrolisis, dan lebih optimal
dalam perubahannya menjadi gas metan.

[6]

[7]

[8]

[9]

[10]

[11]

[12]

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Fransiska. 2011. Evaluasi Parameter
Biogas dari Limbah Cair Industri Tapioka Dalam
Bioreaktor Anaerobik 2 tahap. UNDIP Semarang.
Semarang.
Akhirruliawati, M., S., dan Amal, S. 2009.
Pengolahan Limbah Cair Pati Secara Aerob
Menggunakan Mikroba Degra Simba. Undip
Semarang. Semarang.
Amatya, P., L. 1996. Anaerobic Treatment of
Tapioca Starch Industry Wastewater by Bench Scale
Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB). Asian
Institute of Technology. Thailand.
Amirillah, F., dan Permatasari, R. 2013. Efek
Distributor Terhadap Produksi Gas Bio Pada Reaktor
Anaerobik 3000 L dengan Bahan Baku Tetes
(Molases). ITS Surabaya. Surabaya.
Karellas, S., Boukis, I., dan Kontopoulus, G.
Development of an Investment Decision Tool for
Biogas Production from Agricultural Waste. National
Technical University of Athens. Yunani.
Rahman, A.,R. 2007. Pembuatan Biogas dari Sampah
Buah-buahan Melalui Fermentasi Aerobik dan
Anaerobik. IPB Bogor. Bogor.
Rahmayanti, Dian. 2010. Pemodelan dan Optimasi
Hidrolisa Pati Menjadi Glukosa dengan Metode
Artificial Neural Network-Genetic Algorithm.
UNDIP Semarang. Semarang.
Sangyoka, S., Reungsang, A., Moonamart, S. 2007.
Repeated-batch Fermentative for Bio-hydrogen
Production from Cassava Starch Manufacturing
Wastewater. Asian Network for Scientific
Information. Thailand.
Setyawati, R., Hirayama, K.K., Kaneko, H., dan
Hirayama, K. 2011. Current Tapioca Starch
Wastewater (TSW) Management in Indonesia. IDOSI
Publications. Jepang.
Soemarno. 2007. Rancangan Teknologi Proses
Pengolahan Tapioka dan Produk-produknya.
Universitas Brawijaya Malang. Malang.
Soewarno, N., R.I. Ramadhanu, I. Ismail. 2009.
Peningkatan Waktu Tinggal Cairan dalam Reaktor
Horizontal Sebagai Studi Awal Meningkatkan
Produksi Gas. ITS Surabaya. Surabaya.
Sutarno dan Firdaus, F. 2007. Analisis Prestasi
Produksi Biogas (CH4) dari Polyethilene Biodigester

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

[13]

Berbahan Baku Limbah Ternak Sapi. UII


Yogyakarta. Yogyakarta.
Tambunan, A.,H., Salundik, Solahudin, M. 2009.
Aplikasi Flexible Tank Dari Karet Sebagai
Penampung Biogas Portable. IPB Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai