Anda di halaman 1dari 6

Menurut Kompilasi Hukum Islam buku ke II dalam pasal 171, hukum kewarisan adalah

hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,
menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan
harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan kata lain, mengatur peralihan harta
kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat akibatnya bagi ahli waris
Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni Hukum Waris Adat, Hukum Waris
Islam dan Hukum Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai
dengan sistem kekerababatan yang mereka anut.
A. Hukum Kewarisan Adat
Hukum waris adat adalah hukum kewarisan yang berlaku dikalangan masyarakat
Indonesia yang tidak bersumber kepada peraturan yang berlaku secara Nasional.
Kewarisan menurut hukum adat adalah suatu proses mengenai pengoperan dan
penerusan harta kekayaan, baik yang bersifat kebendaan atau bukan kebendaan.
Pengoperan dan pewarisan itu dilaksanakan oleh suatu generasi kepada generasi
berikutnya.
System hukum kewarisan Adat :
a. System individual
Harta peninggalan dapat dibagi-bagikan dan dimiliki secara individual
diantara para ahli waris.
b. System kolektif
Harta peninggalan oleh sekelompok orang yang diwariskan yang merupakan
persekutuan hak, harta tersebut merupakan pusaka yang tidak dapat dibagikan
kepada para ahli waris untuk dimiliki secara individu.

c. System mayoret
System kewarisan dimana pada saat wafat pewaris anak tertua laki-laki atau
perempuan berhak tunggal untuk mawaris seluruh atau sejumlah harta pokok
dari harta peninggalan.
Harta peninggalan

Harta peninggalan seseorang adalah harta yang ada pada saat pewaris
meninggal dibagi menjadi barang asal istri, barang asal suami dan barang
gono gini.
Hal-hal yang harus diperhatikan
Membayar hutang orang yang meninggal dari harta peningglan.
Mengatur dan mengurusi biaya penyuburan jenazah dari harta
peninggalan.
Ahli Waris
Kelompok utama adalah anak dan keturunannya,
Kelompok kedua adalah orang tua pewaris, ibu bapaknya,
Kelompok ketiga adalah saudara kandung pewaris beserta

keturunannya,
Kelompok keempat adalah orang tua dari orang tua pewaris, kakek

dan nenek,
Kelompok terakhir adalah anak dari kakek nenek pewaris, paman

bibi pewaris dan keturunannya.


B. Hukum Kewarisan Perdata (BW)
Hukum Waris Perdata adlah himpunan aturan-aturan hukum yang mengatur
tentang siapa ahli waris yang berhak mewarisi harta peninggalan dari si pewaris,
bagaimana kedudukan ahli waris, berapa perolehan masing-masing secara adil dan
sempurna.
Dasar hukum
Pasal 830 Kitab Undang-Undang Perdata yaitu pewarisan hanya
berlangsung karena kematian, 2 cara mendapatkan warisan :
Sebagai ahli waris menurut Undang-Undang (abintestato).
Ditunjuk menurut syarat wasiat (testamentair).
Ahli Waris
Golongan pertama
: kitab UU Perdata pasal 852.
Golongan kedua
: tidak boleh kurang dari harta peninggalan.
Golongan ketiga
: kitab UU Hukum Perdata pasal 853, 854, 859.
Golongan keempat : sampai anak keturunan ke 6.
Hukum Perdata Barat yang terdapat dalam KUHPerdata adalah bersifat mengatur
atau yang disebut anvullenrecht, hal ini bermaksud bahwa sebenarnya tidak unsur
paksaan harus diterapkannya ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata untuk
diterapkan dalam permasalahan Kewarisan di Indonesia namun apabila mereka
menginginkan untuk menggunakan KUHPerdata dalam penyelesaian Kewarisan mereka

maka hal itu diperbolehkan karena dalam KUHPerdata Hukum Waris yang ditentukan
sesuai dengan isi Fatwa Waris MA, adapun upaya ini sering disebut dengan
Penundukan secara Sukarela dan diperbolehkan berdasarkan Pasal 131 ayat (2) huruf b.
C. Hukum Kewarisan Islam
Hukum kewarisan islam adalah hukum kewarisan yang diatur dalam Al-Quran,
Sunnah Rasul dan Fiqih sebagai Ijtihad para fukaha dalam memahami ketentuan AlQuran dan Sunnah-Sunnah Rasul.
Prinsip Hukum Kewarisan Islam
Islam memiliki jalan tengah dengan jalan wasiat, batas maximal

1/3 harta peningglan.


Kewarisan merupakan ketetapan hukum.
Kewarisan terbatas dalam lingkungan keluarga.
Hukum kewarisan islam lebih condong untuk membagi harta

warisan kepada sebanyak mungkin ahli waris yang sederajat.


Hukum kewarisan islam tidak membedakan hak atas anak terhadap

harta peninggalan.
Hukum kewarisan islam membedakan besar kecil bagian tertentu
wahli waris diselarasikan dengan kebutuhannya. Bagian tertentu
bekisar antara 2/3 , , 1/3 , , 1/6 , dan 1/8.

Harta Peninggalan
Harta peningglan adalah benda berwujud atau hak kebendaan yang
ditinggalkan pewaris, namun sebelum membagi harta peninggalan terlebih
dahulu

menyelesaikan

hak

si

pewaris

itu

sendiri

yaitu

biaya

penyelenggaraan jenazahnya, sejak dimandikan sampai dimakamkan, hak


para kreditur dan orang atau badan yang menerima wasiatnya.
Ahli Waris
Dzawil Furudl ialah ahli waris yang bagiannya sudah ditentukan

oleh Al-Quran dan Sunah Rasul.


Ashabah ialah ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya, tetapi
akan menerima seluruh harta warisan jika tidak ada ahli waris

dzawil furudl sama sekali.


Dzawil Arham ialah ahli waris yang mempunyai hubungan family
dengan mayit (pewaris), tetapi tidak termasuk golongan ahli waris
dzawil furudl dan ashabah.

KESIMPULAN :
Dari ketiga Hukum Kewarisan yang berlaku di Indonesia dapat ditarik kesimpulan bahwa
Indonesia lebih condong kepada Hukum Kewarisan Islam dan Hukum Kewarisan Perdata karena
pada akhir-akhir ini masyarakat lebih pintar dalam memilih Hukum Kewarisan. Menurut
pandangan penulis, hukum kewarisan yang paling cocok adalah Hukum Kewarisan Islam. Hal ini
didasarkan pada prinsip-prinsip hukum islam yang sangat adil bagi ahli waris, hukum islam
condong digunakan untuk orang-orang muslim, tetapi jika Indonesia menetapkan hukum waris
islam menjadi dasar hukum pembagian waris di Indonesia akan menjadi lebih baik.
Untuk masyarakat yang beragama non islam juga dapat menggunakan hukum islam
karena adanya KUHPerdata dalam penyelesaian Kewarisan mereka maka hal itu diperbolehkan
karena dalam KUHPerdata Hukum Waris yang ditentukan sesuai dengan isi Fatwa Waris MA,
adapun upaya ini sering disebut dengan Penundukan secara Sukarela dan diperbolehkan
berdasarkan Pasal 131 ayat (2) huruf b. Negara dalam menyantumkan peraturan tentang hukum
kewarisan ini sebaiknya tidak menggunakan kata islam karena dapat menumbulkan
kecemburuan antar agama, tetapi isi dari peraturan kewarisan mengnganut hukum islam menurut
Al-Quran dan Sunah Rasul.
Hukum Waris Islam menjadi hukum pokok yang diatur dalam konstitusi yang sah di
Indonesia tetapi aturan tambahannya dapat dicantumkan menganai Hukum Waris Adat dan
Hukum Waris Perdata dimana peraturan tambahan ini di atur untuk menghormati masyarakat
yang beragama non muslim dan mengantisipasi agar tidk ada kecemburuan diantara agama.

PERBANDINGAN HUKUM KEWARISAN ADAT, HUKUM KEWARISAN


ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN PERDATA (BW)
DR. AUNUR ROHIM FAQIH, SH., M.Hum.

YULIA RIZKI RAHMAWATI

15410471

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016

Anda mungkin juga menyukai