PENDAHULUAN
Pleura adalah membran tipis terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura
parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat,
pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening.1 Diantara pleura viseral dan parietal
terdapat rongga pleura yang dalam keadaan normal berisi sekitar 10 20 ml cairan yang
berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas. Akumulasi
cairan melebihi volume normal akan menimbulkan gangguan jika cairan yang diproduksi
oleh pleura parietal dan viseral tidak mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh
darah mikropleura viseral atau sebaliknya yaitu apabila produksi cairan melebihi kemampuan
penyerapan.2,3
Efusi pleura adalah adanya cairan yang abnormal dalam rongga pleura akibat
produksi cairan yang berlebihan atau penyerapan yang berkurang. Efusi pleura dapat
menunjukkan terdapat penyakit paru, pleura, maupun ekstra paru. 4 Efusi pleura dibedakan
menjadi transudat dan eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi akibat peningkatan tekanan
hidrostatik atau penurunan tekanan onkotik dalam rongga pleura. Efusi pleura eksudatif
terjadi akibat abnormalitas permeabilitas kapiler, obstruksi aliran limfatik, infeksi, atau
pendarahan.5
Karena efusi pleura merupakan manifestasi suatu penyakit, insidensinya sulit
ditentukan. Meskipun demikian, di United State ditemukan sekitar 1,5 juta kasus pertahunnya
dengan penyebab tersering congestive heart failure, bacterial pneumonia, malignansi, dan
emboli paru. Secara internasional, estimasi prevalensi dari efusi pleura 30 kasus/100.000
penduduk.6 Hasil penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011
ditemukan bahwa proporsi pasien berdasarkan jenis kelamin pada perempuan sebanyak 47
orang (34,6%) dan pada laki-laki 89 orang (65,4%), berdasarkan etiologi dengan tuberkulosis
paru 60 orang (44,1%) dan tumor paru 40 orang (29,4%). 7 Penelitian lain yang dilakukan di
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta tahun 2012 menyebutkan bahwa keganasan adalah
etiologi yang paling umum dari efusi pleura dan xantokrom adalah penampilan makroskopik
yang paling umum.8
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1
IDENTITAS
2.2
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
Status
Alamat
Suku Bangsa/Agama
Tanggal Masuk
No. Rekam Medis
: Tn. AR
: 55 tahun
: Laki-laki
: SMA
: Wiraswasta
: Menikah
: Sukamaju 002/002, Kec. Jatisari, Karawang
: Sunda/Islam
: 11 September 2015
: 00.59.93.83
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada hari Kamis, 14
September 2015 pukul 12.30 di bangsal Cikampek RSUD Karawang.
2.2.1
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit
2.2.2
Keluhan Tambahan
Nyeri dada sebelah kiri, benjolan pada leher, batuk, lambung terasa perih,
penurunan berat badan
2.2.3
tidur dengan menggunakan 1-2 bantal dan lebih senang tidur dengan posisi
menghadap kesebelah kiri. OS juga mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri
tetapi tidak ada penjalaran, nyeri diperberat saat menarik napas. OS
mengeluhkan batuk tetapi tidak sering. Kadang OS mengeluhkan batuk kering,
kadang berdahak warna putih, tidak pernah batuk darah. Selain itu suara
pasien terdengar serak, diakui pasien hal ini terjadi sejak tahun 2012 kemudian
terdapat benjolan pada leher sejak 2 tahun yang lalu yang semakin membesar
sekitar 4 bulan, nyeri menelan disangkal. OS mengaku sering keringat malam,
kadang-kadang timbul demam, nafsu makan baik, tidak ada mual ataupun
muntah, tetapi ada penurunan berat badan sekitar 15 kg dalam waktu 5 bulan.
BAB mencret 1x berisi air dan ampas tanpa lendir ataupun darah. BAK lancar
hanya kadang terasa sedikit nyeri.
2.2.4
2.2.5
2.2.6
Riwayat Pengobatan
Riwayat pengobatan tb paru disangkal. OS mengaku telah berobat ke
puskesmas, RS Saraswati, RS Siloam dengan keluhan yang sama tetapi
keluhan masih saja menetap.
2.2.7
Riwayat Kebiasaan
OS mengaku seorang perokok berat sejak muda dan telah berhenti pada tahun
2013. OS menghabiskan 4 bungkus rokok/hari. Selain itu juga sering
mengonsumsi kopi, jamu anti pegal linu serta Bodrex dan Promag. Sering
konsumsi minuman yang beralkohol disangkal.
2.2.8
Riwayat Lingkungan
OS tinggal dirumah dengan 4 orang lainnya. Diakui rumah cukup luas,
ventilasi baik dan tidak pengap, pencahayaan cukup dan tidak berdempetan
dengan rumah lainnya.
Kesadaran
Kesan Sakit
Status Gizi
Tanda Vital
- tekanan darah
: 170/110 mmHg
- nadi
- laju pernapasan
: 26 x/menit
- suhu
: 36,6C
langsung +/+, ptosis -/Telinga : normotia, hiperemis -/-, massa -/-, abses -/-, nyeri tarik -/-, nyeri
tekan -/Hidung : deformitas -/-, cavum nasi lapang, edema -/-, sekret -/-, deviasi
Abdomen
Inspeksi : datar, ikterik -, smiling umbilicus -, caput medusae -, venektasi-,
sikatris -.
Auskultasi : bising usus +, normal
Perkusi : timpani pada empat kuadran, shifting dullness -.
Palpasi : supel, massa -, nyeri tekan epigastrium +, hepar tidak teraba, lien
tidak teraba.
Eksterimtas
Atas : akral hangat +/+, oedema -/-, sianosis -/-, CRT <2 detik,
Bawah : akral hangat +/+, oedema -/+, sianosis -/-, CRT <2 detik.
Hasil
Satuan
Nilai rujukan
LED
85
mm/jam
Foto0-10
: thorax AP
Hemoglobin
11,6
g/dl
Leukosit
8,71
x 10^3/uL
Trombosit
495
x 10^3/uL
Hematokrit
35,4
Glukosa darah
sewaktu
151
mg/dL
Deskripsi
: CTR sulit dinilai,
13,0-18,0
tampak perselubungan
3,80-10,60
homogen pada seluruh
150-440
lapangan
paru kiri, tampak
infiltrat
yang
40,0-52,0 tersebar pada
lapangan paru kanan, trakea
terdorong ke arah
kontralateral,
jantung
<140
terdesak ke arah kontra
lateral
Ureum
29,6
mg/dL
Creatinin
0,53
mg/dL
Hematologi
Kimia
15,0-50,0
Subyektif
Objektif
Subyektif
Objektif
Subyektif
Objektif
2.9 PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad malam
Ad fungsionam
: dubia ad malam
Ad sanationam
: dubia ad malam
11
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus Pasien :
Pasien Tn. R (65 tahun) datang ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan utama sesak
napas yang semakin memberat sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan
terus-menerus dan semakin memberat. Selain itu pasien mengeluhkan adanya nyeri dada
sebelah kiri terutama saat menarik napas dan terasa seperti ditusuk, kadang-kadang timbul
batuk dan saat ini tidak berdahak. Pasien juga mengeluhkan demam yang tidak tinggi, sering
berkeringat malam, serta berat badan menurun, riwayat pengobatan TB paru disangkal.
Keluhan lain yang cukup mengganggu pasien adalah suara serak sejak 2 tahun yang lalu,
adanya benjolan di leher kiri yang semakin membesar pada 4 bulan terakhir. Pasien sudah
12
mendapat terapi oksigen nasal canul 3 l/menit dan infus KAEN 3B. Cairan di paru kiri pasien
sudah dikeluarkan, dan saat ini pasien merasa sesaknya sudah berkurang. Dari pemeriksaan
fisik, didapatkan pasien compos mentis, tampak sakit sedang, TD 170/110 mmHg, HR
94x/menit, RR 26x/menit, suhu 36,6C. Dari pemeriksaan fisik paru, didapatkan pergerakan
dada kiri tertinggal saat dinamis, vocal fremitus kiri melemah, perkusi redup pada paru
seluruh lapang paru kiri, dan suara napas vesikuler melemah pada paru kiri. Pada
pemeriksaan penunjang hematologi, hasil yang paling signifikan adalah adanya peningkatan
nilai LED yaitu 85 mm/jam, serta hasil pemeriksaan foto thorax menunjukkan kesan efusi
pleura kiri dengan TB paru.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, maka diagnosis kerja untuk pasien adalah efusi pleura sinistra e.c TB paru dengan
diagnosis banding efusi pleura sinistra e.c Ca paru. Diagnosis tambahan adalah laringitis TB
dan diagnosis bandingnya yaitu tumor colli sinistra.
Pembahasan :
Efusi pleura tuberkulosis sering ditemukan di negara berkembang termasuk di
indonesia. Efusi pleura timbul sebagai akibat dari suatu penyakit, sebab itu hendaknya dicari
penyebabnya. Tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura yang bukan karena tuberkulosis
dan sebaliknya non tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura karena tuberkulosis.
Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara efusi pleura
tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak bisa dibedakan, sebab itu pemeriksaan
laboratorium menjadi sangat penting. Setelah adanya efusi pleura dapat dibuktikan melalui
pungsi percobaan, kemudian diteruskan dengan membedakan eksudat dan transudat dan
akhirnya dicari etiologinya. Apabila diagnosis efusi pleura tuberkulosis sudah ditegakkan
maka pengelolaannya menjadi tidak masalah, efusi ditangani seperti efusi pada umumnya,
sedangkan tuberkulosisnya diterapi seperti tuberkulosis pada umumnya.
Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan sebagai
akibat transudasi (perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik) dan eksudasi (perubahan
permeabilita membran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada proses infeksi dan
neoplasma. Pada keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar
melicinkan permukaan kedua pleura yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan disaring
keluar pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura viseralis
yang bertekanan rendah. Disamping sirkulasi dalam pembuluh darah, pembuluh limfe pada
13
lapisn subepitelial pleura parietalis dan viseralis mempunyai peranan dalam proses
penyerapan cairan pleura tersebut. Jadi mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya
efusi pleura pada umunya ialah kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik
pada sirkulasi kapiler, penurunan tekanan kavum pleura, kenaikan permeabilitas kapiler dan
penurunan aliran limfe dari rongga pleura. Sedangkan pada efusi pleura tuberkulosis
terjadinya disertai pecahnya granuloma di subpleura yang diteruskan ke rongga pleura.
Pada kebanyakan penderita umumnya asimtomatis atau memberikan gejala demam,
berat badan yang menurun, nyeri dada terutama pada waktu bernapas dalam, sehingga
pernapasan penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan pernapasan pada hemitoraks
yang sakit menjadi tertinggal. Sesak napas terjadi pada waktu permulaan pleuritis,
disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan meningkat, terutama kalau
cairannya penuh. Batuk pada umumnya nonproduktif dan ringan, terutama apabila disertai
dengan proses tuberkulosis di parunya.
Pada tanggal 11 September 2015 dilakukan pungsi pleura/aspirasi cairan pleura
dengan jumlah cairan pleura yang keluar adalah sekitar 850 cc dan cairan terlihat berwarna
serous-hemorrhagic. Setelah itu dilakukan analisis cairan pleura, tetapi sampai pada saat
makalah ini dibuat penulis belum mendapatkan jawaban hasil pemeriksaan tersebut.
Diagnosis banding yang paling mendekati adalah efusi pleura sinistra e.c Ca Paru. Hal
ini didasarkan pada gejala klinis pasien berupa batuk, bunyi ngik/wheezing yang kadangkadang ada, nyeri dada, dispnea, suara serak, penurunan berat badan, demam, serta didukung
oleh usia tua dan riwayat pasien sebagai perokok berat. Selain itu pada saat dilakukan pungsi
pleura didapatkan cairan yang berwarna serous-hemorrhagic, warna cairan seperti ini bisa
timbul akibat trauma, keganasan, infark paru dan kebocoran aneurisma aorta. Tetapi pada
pleuritis tuberkulosa cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemoragik.
Esok harinya, tanggal 12 September 2015 dilakukan biopsi pada benjolan di leher kiri
pasien tetapi sampai pada saat makalah ini dibuat penulis juga belum mendapatkan jawaban
hasil pemeriksaan tersebut. Hal ini dilakukan sebagai diagnosis pasti penyebab dari benjolan
tersebut apakah laringitis TB, tumor colli, ataukah keganasan yang terjadi pada paru atau
pada saluran napas.
14
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
15
16
Efusi Transudatif
Karakeristik transudat adalah rendahnya konsentrasi protein dan molekul besar
lainnya. Terjadi akibat kerusakan atau perubahan faktor-faktor sistemik yang
4.4 ETIOLOGI11,12
a) Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang permeabelnya
abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Terjadinya
perubahan permeabilitas membrane adalah karena adanya peradangan pada pleura. Protein
yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan
aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan
peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat. Efusi pleura
eksudat dapat disebabkan oleh :
1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia. Cairan
efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit dapat
dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala
perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus
dalam cairan efusi.
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang
berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab
dapat
merupakan
bakteri
aerob
maupun
anaerob
(Streptococcus
paeumonie,
18
Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran
kapiler.
Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik
sirkulasi.
Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra
pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa
eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika
beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui
pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan
jarum (needle biopsy).
6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru
atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan
19
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang
mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.
7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
b). Transudat
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid
osmotic menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi
reabsorpsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada: (1). Meningkatnya tekanan
kapiler sistemik, (2). Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, (3) Menurunnya tekanan
koloid osmotic dalam pleura, (4) Menurunnya tekanan intra pleura. Efusi plura transudat
dapat terjadi pada :
1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah
perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat
terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga
terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan
kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan
aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga
pleura dan paru-paru meningkat. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh
rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit
menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan. Terapi
ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat,
20
digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang torakosentesis
diperlukan juga bila penderita amat sesak.
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan
dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat
transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam.
Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang
ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya
cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak
dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan
yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous
shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi
pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4. Meigs Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor
ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor
ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat
rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh
tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura
melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun
bilateral. Perpindahan cairan dialisa dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi
melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura
dengan cairan dialisa.
21
c). Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru
diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah
terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera
membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.
22
4.5 PATOFISIOLOGI11
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura berfungsi
untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling bergerak karena
pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura parietalis
dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan pembentukannya.
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan proses
pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan secara patologik di dalam
rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu;
1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan onkotik pada sirkulasi kapiler
2). Penurunan tekanan kavum pleura
3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga pleura.
23
24
neoplasma, ascites pada sirosis hepatis. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit
dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan
b. Pemeriksaan Fisik.
Inspeksi. Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih cembung
Palpasi. Gerakan dada yang tertinggal dan penurunan fremitus vocal atau taktil
pada sisi yang sakit
Perkusi. Redup pada perkusi
Auskultasi. Penurunan bunyi napas
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi atelektasis
kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas bronkus. Nyeri dada
pada pleuritis : Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan
diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri
dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari
nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi
bisa menjalar ke daerah lain :
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis
intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus
menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan
duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat dalam rongga
pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus menumpul. Pada
25
pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi
gravitasi.
26
3. Sitologi
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis
atau dominasi sel-sel tertentu.
Sel neutrofil: pada infeksi akut
Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma maligna).
Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel giant: pada arthritis rheumatoid
Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase.
4. Bakteriologi
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengandung mikroorganisme
berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering Pneumokokus, E.coli, klebsiela,
pseudomonas, enterobacter.
5. Biopsi pleura
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura.
Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor
pada dinding dada.
4.7 DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisik yang teliti,
diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura.1
27
Gagal jantung
Pada pasien ini terapi yang terbaik adalah dengan penggunaan diuretik. Jika setelah
pemberian efusi menetap, diagnostik torakosentesis perlu dilakukan. Jika nilai NTproBNP cairan pleura >1500 pg/cc mengartikan bahwa efusi terjadi karena gagal
jantung
Empiema/efusi parapneumonia
Terapi pasien ini dengan torakosentesis, pemberian antibiotik dan drainase.
Hidrotoraks hepatik
Terjadi pada 5% pasien sirosis dan asites karena perpindahan cairan dari rongga
peritonium ke rongga pleura melalui lubang kecil di diafragma.
Pleuritis TB
28
Disertai gejala demam, penurunan BB, dispneu, dan nyeri dada pleuritis.
Penatalaksaan dengan pemberian OAT selama 9 bulan dan kortikosteroid dosis 0,75-1
mg/KgBB/hari selam 2-3 minggu kemudian dosis diturunkan bertahap, torakosentesis
jika sesak atau efusi telah lebih tinggi dari iga III.
Kilotoraks
Penyebabnya trauma. Hasil dari torakosentesis akan terlihat cairan seperti putih susu
dan trigliserida 110 mg/dL. Penatalaksaan dengan chest tube dan pemberian
Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) dilakukan sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Torakosentesis dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan diatas
bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam
posisi tidur terlentang.
b. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah
sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara
sonor dan redup.
c. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum
berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena
penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam
sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh
karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.
29
30
31
Pembedahan
Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh karena efusi pleura
keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu keganasan dan
pembedahan menimbulkan resiko yang besar. Bentuk operasi yang lain adalah ligasi
duktus toraksikus dan pintas pleuroperitonium, kedua pembedahan ini terutama dilakukan
pada efusi pleura keganasan akibat limfoma atau keganasan lain pada kelenjar limfe hilus
dan mediastinum, dimana cairan pleura tetap terbentuk setelah dilakukan pleurodesis.14
4.9 PENYAKIT-PENYAKIT DENGAN EFUSI PLEURA1
4.9.1 Pleuritis tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang seroxantokrom dan bersifat eksudat.
Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleura
yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan
kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna vertebralis. Dapat
juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi yang biasanya
serous, kadang-kadang bisa juga hemoragik. Jumlah lekosit antara 500-2000 per cc. Mulamula yang dominan adala sel PMN, tapi kemudian sel limfosit. Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tuberkulosis.
Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberkulosis dalam cairan efusi (biakan) atau
dengan biopsi jaringan pleura. Sebagian besar efusi pleura adalah karena pleuritis tuberkulosa
walaupun tidak ditemukan adanya granuloma pada biopsi jaringan pleura.
Pengobatan dengan obat-obat anti tuberkulosis (rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol,
streptomisin) selama 6-12 bulan. Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan
tuberkulosis paru. Untuk menghilangkan cairan eksudatdengan cepat dapat dilakukan
torakosentesis. Umunya cairan diresolusi dengan sempurna, tetapi kadang dapat diberikan
tambahan kortikosteroid.
4.9.2 Efusi pleura keganasan
Neoplasma primer atau sekunder dapat menyerang pleura dan umumnya menyebabkan
efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak napas dan nyeri dada.
Efusi bersifat eksudat tapi sebagian kecil bisa berupa transudat. Warna efusi bisa
serosantokrom ataupun hemoragik (terdapat lebih dari 100.000 eritrosit per cc). Dalam cairan
32
banyak ditemukan sel limfosit dan sel mesotelial. Pemeriksaan sitologi terhadap cairan efusi
atau biopsi pleura parietalis sangat menentukan diagnosis terhadap jenis-jenis neoplasma.
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada keganasan yaitu:
Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura terhadap air
dan protein
Adanya massa tumor menyebabkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena dan
getah bening, sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan air dan protein
Adanya tumor membuat infeksi menjadi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul
hipoproteinemia.
Efusi pleura karena neoplasma biasanya unilateral, tapi bisa juga bilateral jika terjadi
obstruksi saluran getah bening ataupun metastasis.
Mesotelioma. Mesotelioma adalah tumor primer yang berasal dari pleura. Tumor ini
jarang ditemukan, bila tumor masih terlokalisasi biasanya tidak menimbulkan efusi pleura
sehingga dapat digolongkan sebagai tumor jinak. Sebaliknya bila ia tersebar maka
digolongkan sebagai tumor ganas karena dapat menyebabkan efusi pleura yang maligna.
Karsinoma bronkus Jenis karsinoma ini adalah yang terbanyak menimbulkan efusi
pleura. Tumor dapat ditemukan dalam permukaan pleura karena penjalaran langsung dari
paru-paru melalui pembuluh getah bening. Untuk mengurangi keluhan seask napasnya dapat
dilakukan torakosentesis secara berulang. Tindakan lain yang dapat dilakukan yaitu
pleurodesis.
Neoplasma metastatik. Jenis neoplasma yang sering bermetastasis ke pleura dan
menimbulkan efusi adalah karsinoma payudara, ovarium, lambung, lambung, ginjal, pankreas
dan organ abdomen lainnya. Efusi yang terjsi berupa efusi bilateral. Pengobatannya yakni
berupa kemoterapi dan penanggulangan terhadap efusi pleuranya.
Limfoma maligna Kasus limfoma maligna (Hodgkin dan non-Hodgkin) 30%
bermetastasis ke pleura dan menimbulkan efusi pleura. Biasanya didalam cairan efusi tidak
ditemukan sel-sel ganas yang sering adalah terdapat sel-sel limfosit karena sel ini ikut aliran
darah dan aliran getah bening melintasi rongga pleura. Terdapat beberapa efusi berdasarkan
penyebabnya yakni:
33
Bila efusi terjadi dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura, cairannya
adalah eksudat, berisi sel yang banyak dan hemoragik
Bila efusi terjadi karena obstruksi saluran getah bening, cirannya bisa transudat atau
eksudat dan ada limfosit.
Bila efusi terjadi karena obstruksi duktus torasikus, cairannya akan terbentuk kilus
Seperti pada neoplasma lainnya, efusi pleura maligna kebanyakan tidak responsif
terhadap tindakan torakostomi dan instilasi dengan beberapa zat kimia. Keadaan dengan efusi
maligna ini mempunyai prognosis yang buruk.
BAB V
KESIMPULAN
Pleura terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseralis yang menutupi paru-paru dan pleura
parietalis yang melapisi dinding bagian dalam rongga dada. Diantara pleura viseral dan
parietal terdapat rongga pleura yang dalam keadaan normal berisi sekitar 10 20 ml cairan
yang berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas.
Efusi pleura adalah adanya cairan yang abnormal dalam rongga pleura akibat produksi
cairan yang berlebihan atau penyerapan yang berkurang. Efusi pleura dibedakan menjadi
transudat dan eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik
atau penurunan tekanan onkotik dalam rongga pleura, sering disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hepatis dan nefrotik sindrom. Sedangkan efusi pleura eksudatif terjadi
akibat abnormalitas permeabilitas kapiler, obstruksi aliran limfatik, infeksi, atau pendarahan.
Dua penyebab tersering efusi pleura eksudatif ini adalah tuberculosis paru dan keganasan.
Manifestasi klinis efusi pleura adalah sesak, rasa penuh dalam dada atau dispneu, nyeri
dada pleuritik atau nyeri tumpul. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam,
menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
34
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak, berat badan menurun pada neoplasma,
ascites pada sirosis hepatis. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
Pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis adalah
pemeriksaa rontgen thorax, torakosentesis kemudian dilakukan pemeriksaan analisa cairan
sendi untuk diagnosis pasti penyebab efusi pleura, selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan
sitologi dan bakteriologi serta biopsi pleura.
Penatalaksaan efusi pleura harus sesuai dengan etiologinya, misalnya efusi karena gagal
jantung dapat dilakukan pemberian diuretik, jika penyebabnya empiema/efusi parapneumonia
dapat diberikan antibiotik serta melakukan torakosentesis dan drainase, pemberian OAT
selama 9 bulan serta kortikosteroid dan torakosentesis pada pleuritis TB, pada efusi pleura
keganasan dapat dilakukan pleurodesis serta penatalaksaan efusi pleura maligna yang sesuai
dengan keganasan penyebabnya misalnya kanker paru, kanker payudara dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
36