Anda di halaman 1dari 20

BORANG PORTOFOLIO KASUS GAWAT DARURAT

No. ID dan Nama Peserta

dr. Muhammad Ichsan

No. ID dan Nama Wahana

RSUD Muara Labuh Solok Selatan

Topik

Kejang Demam Kompleks

Tanggal (kasus)

O7/08/2016

Nama Pasien

An. MA

No. RM
Konsulen

07.26.36
dr. Nelvirina, Sp.A, M.

Tanggal Presentasi

Biomed
Pendamping

Tempat Presentasi

dr. Yenny Dwi Kalisna

RSUD Muara Labuh Solok Selatan

Objektif Presentasi
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi

Pasien Wanita, usia 3,5 tahun, datang dengan keluhan kejang 1 hari SMRS

Tujuan
Bahan

Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan, pencegahan Kejang Demam Kompleks

Bahasan
Cara
Membahas

Tinjauan Pustaka

Riset

Diskusi

Presentasi dan Diskusi

Data Pasien

Audit

E-mail

Pos

No. Registrasi :

Nama : An. MA

Nama RS : RSUD Muara Labuh

Kasus

07.26.36
Telp :

Terdaftar sejak :
07/08/2016

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Kejang Demam Kompleks
2. Riwayat Pengobatan : Paracetamol bila demam
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : riwayat kejang demam sebelumnya (+) pada usia 2 tahun.
4. Riwayat Keluarga : tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini.
5. Riwayat Pekerjaan : 6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tinggal bersama orang tua.
1

7. Lain-lain : Daftar Pustaka :


1. Pusponegoro HD, dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta. Unit Kerja

Koordinasi Neurologi IDAI. 2006.


2. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak SMF Anak SMF RS. DR. Wahidin Sudirohusodo
Makasar, tahun 2009.
3. Soetomenggolo. Buku Ajar Neurologi Anak. Hal 245-251.1999.
4. Behrman, et al. Kejang pada Masa Anak. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta : EEG.

2000.
5. Suwarba N. Manajemen terkini kejang dan status epileptikus pada anak. 2012
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.

Hal: 847-855. Jakarta: FKUI. 2002.


7. Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion. HK J Paediatry

2002;7:143-151
Hasil Pembelajaran :
1. Mampu mengidentifikasi pasien dengan Kejang Demam
2. Mampu mendiagnosis Kejang Demam Kompleks
3. Tatalaksana Kejang Demam Komples
4. Mampu melakukan Edukasi mengenai faktor resiko Kejang Demam Kompleks
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif :

Kejang di rumah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 2 kali, durasi
3-5 menit, interval 3 jam, , kejang kaku seluruh tubuh mulai dari tangan kanan kemudian
diikuti dengan tangan kiri serta kedua kaki lurus mata melihat ke atas dan mulut kaku
seperti mengigit. Setelah kejang pasien menangis.

Demam tinggi sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, terus menerus, berkeringat
(-), menggigil (-)

Batuk (-), Pilek (-), sesak nafas (-)

Riwayat nyeri telinga (-), keluar cairan dari telinga (-)

Nafsu makan berkurang tanpa mual dan muntah

BAK dalam batas normal

BAB dalam batas normal


2

Riwayat kejang demam sebelumnya (+) pada usia 2 tahun

Riwayat trauma kepala (-)

Riwayat kejang demam pada anggota keluarga lain (-).


2. Objektif :
a. Vital sign

KU

: sakit sedang

Kesadaran

: GCS 15 (E4M6V5)

Frekuensi nadi

: 98 x/menit

Frekuensi nafas : 26 x/menit

Suhu

: 38,50 C

BB

: 10 kg

b. Pemeriksaan sistemik

Kulit

Kepala

: Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.


: Bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut, Ubun-Ubun besar sudah

menutup (+)

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, 2/2mm, refleks
cahaya +/+

THT

: napas cuping hidung (-)

Mulut

: sianosis sirkum oris (-)

Leher

: KGB tidak teraba, kaku kuduk (-)

Paru :

Inspeksi

: normochest, simetris saat statis dan dinamis

Palpasi

: Fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi

: Sonor kiri dan kanan

Auskultasi

: vesikuler, wheezing tidak ada, rhonki tidak ada

Jantung

:
3

Inspeksi

: Iktus tidak terlihat

Palpasi

: Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: dbn

Auskultasi

: Reguler, bising jantung (-)

Abdomen
Inspeksi

: Distensi (-)

Palpasi

: soepel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+ ) normal

Genitalia

: tidak diperiksa

Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik


1. Refleks Fisiologis : (+/+)
2. Refleks Patologis : (-/-)

3. Assesment (penalaran klinis) :


Telah dilaporkan seorang pasien wanita berumur 3.5 tahun masuk IGD RSUD Muara Labuh
pada tanggal 07 Agustus 2016 dengan diagnosis kerja : Kejang Demam Kompleks. Dasar diagnosis
kejang demam kompleks pada pasien adalah dari anamnesis didapatkan riwayat kejang frekwensi 2,
kali, durasi 3-5 menit, interval 3 jam, mulai dari tangan kanan kemudian diikuti tangan kiri.
Sebelumnya pasien demam tinggi sejak 1 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh
pasien tinggi (38,5C).
Terapi utama pada pasien ini adalah pemberian Ibuprofen suppositoria I dan diazepam
suppositoria 10 mg. Kemudian setelah konsultasi dengan dokter spesialis via telepon dilanjutkan
dengan pemberian Phenobarbital 1 x 75 mg (im), 4 jam kemudian dilanjutkan Luminal 2 x 50 mg
(po), dan Paracetamol infus 6 x 1 (15 cc). Pasien dianjurkan untuk kompres hangat intensif.
Pada pasien dan keluarga diberikan edukasi mengenai penatalaksanaan kejang di rumah yaitu
segera minum obat penurun panas dan obat anti kejang bila pasien demam, agar terhindar dari
serangan kejang berikutnya.
4

4. Plan :
- Diagnosis klinis : Kejang Demam kompleks

- Pengobatan :
Ibuprofen Supp I
Diazepam supp 10 mg

Phenobarbital 1 x 75 mg (im)
Luminal 2 x 50 mg (po)
Paracetamol inf 6 x 1 (15 cc)

Pendidikan :
Kepada pasien dan keluarga dijelaskan mengenai penyakit ini dan komplikasi yang bisa terjadi pada
penyakit ini serta cara mencegahnya. Pada keluarga juga disarankan untuk menyediakan obat anti
kejang serta obat demam di rumah. Segera minum obat penurun panas dan obat anti kejang bila
pasien demam.
Follow UP, 08/08/2016 :

Follow UP, 09/08/2016 :

S : demam (-), kejang (-), nafsu makan baik

S : demam (-), kejang (-), nafsu makan baik

O : Vital sign : kesadaran : somnolen,

O : Vital sign : kesadaran : somnolen,

TD : tidak diperiksa, Nadi : 90 x/I, RR : 20 x/i

TD : tidak diperiksa, Nadi : 90 x/I, RR : 20 x/i

T : 38C

T : 37,5C

A : Kejang Demam Kompleks

A : Kejang Demam Kompleks

P:

P:
-

IVFD 2A 8 gtt/i (makro)

IVFD 2A 8 gtt/i (makro)

Luminal 2 x 50 mg (p.o)

Luminal 2 x 50 mg (p.o)

PCT Infus 4 x 10 cc

PCT Infus 4 x 10 cc

TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rektal lebih dari 38C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakanium. Menurut Cosensus
Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak,
biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak
terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam. Bila anak berusia kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, perlu dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam.
2. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika selatan, dan
Eropa Barat. Insiden tertinggi telah dilaporkan dibeberapa negara, yaitu 7% di Jepang dan
14% di Mariana Island. Di Asia dilaporkan lebih tinggi, kira-kira 20% kasus merupakan
kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (1723 bulan). Kejang demam sedikit lebih sering pada anak laki-laki. Kira-kira 2% -5 % anak
mengalami sekurang - kurangnya satu kejang demam sebelum usia 5 tahun. Di negara negara berkembang beberapa infeksi pada masa anak lebih sering terjadi lebih awal
dibandingkan negara maju. Berdasarkan data dari RSUP M.Djamil Padang pada tahun 19951996 insiden kejang demam 68,48 % dari kasus rawat neurologis lainnya.
3. Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana ( Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, <15 menit dan umumnya akan berhenti
sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Dan kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh
kejang.
b. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure )
Memenuhi salah satu ciri berikut ini :
1) Kejang lama >15 menit
2) Kejang fokal atau parsial atau satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial.
6

4. Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab kejang demam yang pasti tidak diketahui dengan jelas. Faktor risiko yang
utama untuk kejang demam adalah umur, demam dan genetik. Pada penelitian dari Wallace
(1972, 1976), Nelson dan Elenberg telah mendapatkan bahwa gangguan tumbuh kembang
sebelumnya ada hubungan dengan kejang demam kompleks.
a. Faktor Demam
Demam yang memicu terjadinya kejang demam sering di sebabkan oleh ISPA, otitis
media, pneumonia, influenza, gastroenteritis dan infeksi traktus urinarius. Infeksi seperti itu
sering terjadi pada anak. Biasanya kejang demam terjadi pada awal infeksi akut, kebanyakan
pada 24 jam pertama demam. Tingkat suhu pada kejang demam bervariasi, dalam suatu
penelitian 75% anak kejang demam mempunyai suhu 39C, dan 25% mempunyai suhu
>40C atau lebih. Anak yang kejang pada demam yang suhunya rendah mempunyai risiko
tinggi untuk mendapatkan kejang berulang.
b. Faktor Umur
Usia mempengaruhi kejadian kejang demam. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak
berumur 6 bulan 5 tahun. Delapan puluh persen anak mengalami kejang demam pertama
pada usia 4 tahun dan 90% pada usia 5 tahun. Kejang pada usia kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun yang didahului demam bisa diakibatkan oleh suatu proses intrakanium, misalnya
infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
c. Faktor Genetik
Penyebab kejang demam multifaktorial, tetapi kejadian kejang demam lebih sering di
kalangan anggota keluarga yang terdapat riwayat kejang demam. Annergers mendapatkan
bahwa tingkat risiko kejadian kejang demam di kalangan adik - beradik adalah 2-3 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan populasi lokal. Aicardi dan Chevrie mendapatkan bahwa terdapat
insiden tinggi, 31% di kalangan anak yang bersaudara kandung.
Beberapa lokus yang berbeda pada kromosom 8q (FEBI); 2q23-24 (FEB2); dan 5q1415(FEB4) telah dikenal pasti di banyak keluarga yang mempunyai sifat dominan dalam
pewarisan. Kejang demam juga lebih sering terjadi pada laki-laki menunjukkan adanya faktor
genetik.
7

5.

Patogenesis
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan melalui fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Melalui proses oksidasi
glukosa dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terjadi sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut sebagai potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh
adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular, rangsangan yang datangnya
mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, dan perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Neurotransmitter juga memegang peran penting terhadap terjadinya kejang, salah
satunya zat yang dikenal sebagai gama-aminobutyric acid (GABA). GABA adalah jenis
neurotransmitter inhibisi utama di susunan saraf pusat. Ketidakseimbangan antara eksitasi
dan inhibisi di otak serta penurunan fungsi GABA dapat menimbulkan terjadinya kejang.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu

1 celsius akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak usia 3
tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan pada orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
K+ maupun ion Na+ melalui membran tersebut, dengan akibat akan terjadi lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke sel-sel tetangganya melalui bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap
anak memiliki ambang kejang yang berbeda. Tergantung dari ambang kejang yang
dimilikinya, seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak yang
8

memiliki ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 C dan pada anak yang
memiliki batas ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering tejadi
pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada suhu berapa penderita kejang.
Skema 1. Patogenesis Kejang Demam

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama ( > 15 menit ) biasanya
disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh semakin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor
penyebab hingga terjadi kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permiabilitas kapiler dan timbul edema otakyang mengakibatkan neuron otak.

Skema 2. Patofisiologi Kejang Demam

6. Manifestasi klinis
Umumnya kejang demam sederhana berlangsung singkat, berupa serangan kejang
klonik atau tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit
anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologi. Kejang dapat diikuti oleh
hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa
hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan
kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.
Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam
sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi
triggered off by fever). Prichard dan Mc Greal membagi kejang demam sederhana dan kejang
demam atipik.

7. Diagnosis
a. Anamnesis

10

Anamnesis yang dilakukan umumnya aloanamnesis, terutama kepada Ibu atau orang
yang menyaksikan waktu anak kejang.
1) Pastikan adanya bangkitan kejang
Pada waktu temperatur anak meningkat terlihat adanya gerakan-gerakan yang
dilakukan anak sebagai bangkitan kejang, bila perlu minta Ibu untuk menirukannya
dan nilai apakah kejang itu fokal atau umum.
2) Pastikan pada waktu itu anak demam
Dengan menanyakan dan menyelidiki apakah ada faktor infeksi yang memegang
peranan dalam terjadinya bangkitan kejang yang menyertai demam.
3) Lamanya serangan
Ibu yang melihat anaknya kejang merasakan waktu berjalan lama, sehingga jawaban
Ibu yang tidak tepat dapat mempengaruhi diagnosis.
4) Pola serangan
Pola serangan perlu diketahui untuk mengklasifikasikan apakah termasuk kejang
demam simplek atau komplek dengan berusaha mendapatkan gambaran.
5) Frekuensi serangan
Yang berhubungan dengan frekuensi serangan adalah :
a) Riwayat kejang sebelumnya
b) Umur anak pertama kali mengalami kejang
Makin kecil usia anak waktu terjadinya kejang yang pertama, prognosis akan
makin jelek.
c) Frekuensi kejang pertahun.

6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan :

11

a) Tanyakan adakah aura tertentu yang menimbulkan kejang, misalnya lapar,


muntah, melihat cahaya dan lain-lain.
b) Tanyakan asal dan penjalaran kejang pada anggota badan.
c) Sesudah kejang berhenti tanyakan tentang kesadaran anak dan kelainan yang
mungkin timbul akibat terjadinya kejang.
7) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga perlu diketahui untuk mencari faktor herediter, dengan menanyakan
anggota keluarga yang menderita kejang demam, kejang tanpa demam, dan penyakit
syaraf lainnya.
8) Riwayat Ibu dan anak sebelumnya
a) Riwayat kehamilan, berupa penyakit yang diderita ibu selama hamil
b) Riwayat persalinan, yaitu tentang proses persalinan ibu, apakah anak lahir normal
atau dengan tindakan (forcep, vakum, operasi)
c) Penyakit dahulu, adanya trauma, radang selaput otak, reaksi terhadap imunisasi,
penyakit yang berat, dll.
d) Perkembangan mental dan motorik anak.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan apakah kejang
disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial. Jika kita mendapatkan pasien dalam keadaan
kejang, perlu diamati teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal. Amati pula
kesadaran pasien pada saat dan setelah kejang. Perlu diperiksa keadaan pupil; adanya tandatanda lateralisasi; rangsangan meningeal (kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski I, II); adanya
paresis, paralisis, adanya spastis, pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis. Bila anak masih
kejang , langsung nilai tipe bangkitan kejang, kesadaran, dan kelainan fisik yang tampak. Jika
pasien tidak dalam keadaan kejang, pemeriksaan kita arahkan untuk mencari sumber demam
itu sendiri, seperti tanda dari ISPA, otitis, dan lain-lain.
c. Pemeriksaan Penunjang
12

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan tergantung dari beratnya penyakit dan bila
dicurigai ada infeksi yang mendasarinya. Pada kejang demam sederhana tidak diperlukan
pemeriksaan tersebut.
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain, misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
2) Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk me- 4 Konsensus Kejang Demam
negakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu
pungsi lumbal dianjurkan pada: 1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan 2.
Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan 3. Bayi > 18 bulan tidak rutin Bila yakin bukan
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
3) EEG
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang,
atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.
Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam
fokal.
4) Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas
indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
13

2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
8. Diagnosis Banding
Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan
serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis
sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat
diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan demam
tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang
demam.
9. Penatalaksanaan
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu,pengobatan pada
fase akut,mencari dan mengobati penyebab, pengobatan profilaksis terhadap berulangnya
kejang demam.
a. Pengobatan Fase Akut
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang
mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut.

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan
terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris,
karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.

Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan


khusus.

Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas
kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang
menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa
menyatakan batasan menit.
14

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk
meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang
berat, atau anak terus tampak lemas.

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poinpoin di atas adalah sebagai berikut :

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

Pemberian oksigen melalui face mask

Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal atau jika telah terpasang selang
infus 0,2 mg/kg per infus

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :

Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus,
0,5 mg/kg per rektal

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :

Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin 15-20
mg/kg per infus dalam 30 menit.

Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam jantung) .


Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan
intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.

Bagan Penghentian Kejang Demam


15

KEJANG

1.Diazepam rectal 0,5 mg/kgBB atau

BB <10 kg : 5 mg

KEJANG

BB >10 kg : 10 mg

Diazepam rektal

2. Diazepam iv 0,3 0,5 mg/BB pelan

(1)

Di Rumah Sakit

(2)

KEJANG
Diazepam i.v
Kecepatan 0,5 mg/menit (3 5 menit)
Depresi pernafasan dapat terjadi

KEJANG
Fenitoin bolus i.v 10 20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5 1 mg/kgBB/menit
(pastikan ventilasi adekuat)

KEJANG
Transfer ke ICU

Antipiretik pada saat kejang dianjurkan walaupun tidak ditemukan bukti bahwa
penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Dosis asetaminofen
yang digunakan berkisar 10-15 mg/kgbb/kali diberikan 4 kali seharidan tidak boleh diberikan
lebih dari 5x per hari. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali diberikan 3-4x per hari.
Asetaminofen dapat menyebabkan sindroma Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,
meskipun jarang. Parasetamol 10 mg/kgbb sama efektifnya dengan ibuprofen 5 mg/kgbb
dalam menurunkan suhu tubuh. Kompres anak dengan suhu > 39 0C dengan air hangat, suhu
> 38 0C dengan air biasa.
b. Profilaksis Intermitten
Anti konvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan
orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pasien. Diazepam
intermitten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya lebih cepat, dapat digunakan
diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari
10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien
menunjukkan suhu 38,5 C atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan
16

dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek samping
diazepam ialah ataksia, mengantuk, dan hipotonia.
c.

Mengidentifikasi dan Mengobati Penyebab


Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan yntuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian dokter
melakukan lumbal pungsi hanya pada kasus yang dicurigai mengalami menuingitis atai bila
kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas,
sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan, dan
dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu
dilakukan utuk mencari penyebab.
d. Pengobatan Rumatan
Pengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan salah satu ciri
berikut:
-

Kejang > 15 menit

Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang


hemiparesis,

misalnya

cerebral palsy, retardasi mental, dan hidrosephalus.

Kejang fokal

Pengobatan rumat dipertimbangkan apabila


-

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam

Kejang demam terjadi pada bayi kurang 12 bulan

Kejang demam 4 kali per tahun

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang > 15 menit merupakan indikasi pengobatan
rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan
merupakan indikasi. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.

e.

Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari


Pemberian fenobarbital 4-5mg/kgBB/hari dengan kadar darah sebesar 16ug/ml dalam

darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek
samping fenobarbital berupa kelainan watak yaitu iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif
17

ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat dikurangi dengan menurunkan dosis
fenobarbital.
Obat lain yang dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat
yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan fenobarbital tetapi kadang-kadang
menunjukkan efek samping hepatotoksik. Dosis valproat adalah 15-40mg/kgBB. Valproat
tidak menyebabkan kelainan watak. Profilaksis terus - menerus berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat
mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari.
f. Edukasi pada Orang Tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara :
1) Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya benign
2) Memberikan cara penanganan kejang
3) Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
4) Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi memiliki efek samping
5) Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi kejadian epilepsi.
Beberapa hal yang harus dikerjakan orang tua di rumah bila anak kembali kejang :
1) Tetap tenang dan tidak panik
2) Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher
3) Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut
4) Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
5) Tetap bersama pasien selama kejang
6) Berikan diazepam rektal selama kejang. Dan jangan diberikan jika kejang telah
berhenti.
7) Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
10. Prognosis
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi :
a. Kejang demam berulang

18

Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko terjadinya kejang
demam berulang adalah:
-

Riwayat kejang demam dalam keluarga

Usia kurang dari 15 bulan

Temperatur yang rendah saat kejang

Cepatnya kejang saat demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80% sedangkan bila tidak terdapat
faktor tersebut hanya 10% - 15% kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang adalah
pada tahun pertama.
b. Epilepsi
Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi
epilepsi adalah:
-

Kelainan

neurologis

atau

perkembangan

yang

jelas

sebelum

kejang

demam pertama
-

Kejang demam kompleks

Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%.


Kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi 10-49%.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada
kejang demam.

DAFTAR PUSTAKA
1. Pusponegoro HD, dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta. Unit
Kerja Koordinasi Neurologi IDAI. 2006.

19

2. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak SMF Anak SMF RS. DR. Wahidin
Sudirohusodo Makasar, tahun 2009.
3. Soetomenggolo. Buku Ajar Neurologi Anak. Hal 245-251.1999.
4. Behrman, et al. Kejang pada Masa Anak. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15.
Jakarta : EEG. 2000.
5. Suwarba N. Manajemen terkini kejang dan status epileptikus pada anak. 2012
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Hal: 847-855. Jakarta: FKUI. 2002.
7. Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion. HK J
Paediatri 2002;7:143-151

20

Anda mungkin juga menyukai