Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Profesi farmasi merupakan profesi yang berhubungan dengan seni dan
ilmu penyediaan dan pengolahan bahan sumber alam serta bahan sintesis
yang cocok dan menyenangkan untuk didistribusikan serta digunakan dalam
pengobatan dan pencegahan suatu penyakit. Farmasi adalah ilmu yang
mempelajari

cara

membuat,

mencampur,

meracik,

memformulasi,

mengidentifikasi, mengkombinasi, manganalisis serta menstandarkan obat


dan

pengobatan

juga

sifat-sifat

obat

beserta

pendistribusian

dan

penggunaannya secara aman (Syamsuni, 2006).


Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
peningkatan kesejahteraan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) maupun pemulihan penyakit (rehabilitatif)
yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Mutu
pelayanan kesehatan akan menjadi lebih baik jika masing-masing profesi
kesehatan memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan pada standar
profesi, etika dan norma masing-masing. Tenaga teknis kefarmasian adalah
tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian
yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan
Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan kegiatan aplikasi


pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama proses belajar mengajar
sebagai penerapan teori yang sudah didapat. Melalui PKL ini di harapkan
mahasiswa dapat melakukan latihan kerja dan mendapatkan pengalaman dari
latihan kerja tersebut, serta mengenal secara langsung lingkup pekerjaannya
sebagai seorang Farmasis di tempat-tempat pengabdian masyarakat serta
mengenal permasalahan-permasalahan yang ada di dalamnya. Praktek Kerja
Lapangan sebagai bentuk kegiatan di lingkungan kerja dan pendidikan, guna
mempersiapkan mahasiswa menjadi tenaga kesehatan yang mandiri serta
bertanggung jawab.
Institusi Pendidikan Program Studi (Prodi) DIII Farmasi Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Muhammadiyah Klaten bertanggung jawab
untuk menghasilkan tenaga farmasi yang profesional, etis dan berwawasan
nasional

dalam

jumlah

yang

mencukupi

serta

mampu

mengikuti

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tetap berpegang teguh


pada iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Untuk dapat menghasilkan tenaga farmasi jenjang Diploma III yang
sesuai dengan kebutuhan konsumen (pelayanan pemerintah, swasta, industri,
masyarakat dan sektor lain) serta perkembangan ilmu dan teknologi maka
perlu

dilaksanakan

kegiatan

Praktek

Kerja

Lapangan

(PKL).

Pola

penyelenggaraan kegiatan PKL tidak hanya diarahkan kepada pelayanan


kesehatan pemerintah saja, tetapi juga sektor swasta.
Kegiatan ini disamping dimaksudkan untuk mendalami masing-masing
bidang farmasi, juga untuk mengenalkan profesi farmasi pada calon konsumen
jasa tenaga farmasi.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Memperhatikan tujuan program pendidikan sebagaimana dijelaskan


dalam kurikulum pendidikan Prodi DIII Farmasi pada hakekatnya tujuan
PKL adalah sebagai berikut:
a. Memberikan pengalaman belajar praktek di lapangan berkaitan dengan
bidang Farmasi.
b. Memberikan pengalaman langsung dan nyata kepada mahasiswa
tentang bidang tugas dan peran lulusan Diploma III Farmasi pada sektor
pelayanan kesehatan pemerintah, swasta dan lain-lain.
c. Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam pemecahan masalah
berkaitan dengan bidang farmasi.
d. Memberikan kemanfaatan bagi masyarakat maupun lembaga tempat
PKL khususnya dalam pemecahan masalah Farmasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa
1) Melatih mahasiswa untuk mengerti dan menghayati tentang:
a) Cara berpikir dan bekerja secara interdisipliner dan sektoral.
b) Kegunaan hasil pendidikannnya bagi pembangunan di bidang
Farmasi.
c) Kesulitan yang dihadapi oleh instansi tempat PKL.
2) Meningkatkan pola pikir mahasiswa dalam menelaah dan
memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat secara pragmatis
ilmiah.
3) Memberikan ketrampilan pada mahasiswa untuk melaksanakan
program-program pengembangan dan pembangunan di bidang
Farmasi.
4) Membina mahasiswa untuk menjadi seorang innovator dan
problem solver serta sifat mandiri.
b. Lembaga Pendidikan (Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah
Klaten)
1) Memberikan umpan balik untuk bahan penyempurnaan sistem
pendidikan Prodi DIII Farmasi yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
2) Mempererat dan meningkatkan kerjasama secara intensif dan
berkesinambungan antar pihak lembaga pendidikan dan institusi
terkait.
3) Staf pengajar akan memperoleh berbagai kasus atau masalah yang
dapat digunakan sebagai bahan studi lanjut.

c. Instansi PKL
1) Memperoleh bantuan tenaga dan pikiran untuk merencanakan serta
melaksanakan kegiatan atau program Farmasi.
2) Meningkatkan cara berpikir, bersikap dan bertindak yang bersifat
partisipatif sejalan dengan pembangunan bidang farmasi.
3) Membantu memecahkan permasalahan terutama masalah teknis
yang dihadapi oleh unit-unit kerja tempat PKL.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2009 Pasal 1 ayat 13 tentang pekerjaan kefarmasian, Apotek adalah
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
Apoteker. Apotek merupakan salah satu tempat penyaluran sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (pasien).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
: 1332/ MENKES / SK / X / 2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 992 / MENKES / PER / X / 1993 yang
dimaksud dengan Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran Sediaan farmasi, Perbekalan
Kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Menurut
Peraturan
Menteri

Kesehatan

Nomor

992/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian


Izin Apotik, yang dimaksud dengan Apotek adalah suatu tempat, tertentu
tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan
farmasi kepada masyarakat.
Izin apotek diberikan oleh Menteri yang melimpahkan wewenang
pemberian izin apotek kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota,
dan akan melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,
pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri
dan tembusan disampaikan kepada Dinas Kesehatan Provinsi.
Ketentuan ketentuan umum yang berlaku tentang perapotekan
sesuai keputusan menteri kesehatan no. 1332/menkes/sk/x/2002 adalah
sebagai berikut :
a. Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.
b. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan

Peraturan Perundang undangan yang berlaku dan berhak


melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
c. Surat Ijin Apotek ( SIA ) Adalah surat ijin yang diberikan oleh
menteri kepada apoteker atau apoteker bekerja sama dengan Pemilik
Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan apotek disuatu
tempat tertentu.
d. Apoteker Pengelola Apotek ( APA ) adalah apoteker yang telah
diberi durat ijin apotek (SIA)
e. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di
samping apoteker pengelola apotek dan atau menggantikannya pada
jam jam tertentu pada hari buka apotek.
f. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan apoteker
pengelola apotek salama APA tersebut tidak berada ditempat lebih
dari 3 bulan secara terus menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja
dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek lain.
g. Asisten Apoteker adalah mereka adalah yang berdasarkan peraturan
perundang undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian sebagai asisten apoteker.
h. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dan dokter
hewan kepada apoteker pengelola apotek ( APA ) untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan
perundang undangan yang berlaku.
i. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli indonesia, alat
kesehatan dan kosmetika.
j. Alat kesehatan adalah instrumen aparatus, mesin, implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit
serta pemulihan kesehatan manusia, dan atau membentuk struktur
dan memperbaiki fungsi tubuh.
k. Perbekalan Kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang
dipergunakan untuk menyelenggarakan semua peralatan yang
dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan apotek.
l. Perbekalan farmasi adalah obat, bahan obat, asli indonesia ( obat
tradisiona ), alat kesehatan, dan kosmetika.

m. Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan


untuk melaksanakan pengelolaan apotek.
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek, Apoteker
Pengelola Apotek dibantu oleh Asisten yang telah memiliki Surat Ijin
Kerja. Keputusan menteri Kesehatan No. 679/Menkes/SK/V/2003,
tentang peraturan regestrasi dan Izin Kerja Asisten Apoteker ( AA ) :
a. Asisten apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah
Asisten Apoteker atau Srkolah menengah Farmasi, Akademi farmasi,
dan jurusan analisis farmasi serta makanan politeknik kesehatan
sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.
b. Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atau kewenangan
yang diberikan kepada pemegang Ijazah Sekolah Asisten Apoteker
atau Sekolah Menengah Farmasi, akademi farmasi dan jurusan
farmasi politeknik, akademi farmasi dan makanan, jurusan analisis
farmasi dan makanan politeknik kesehatan untuk menjalankan
pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker.
c. Surat ijin asisten apoteker adalah bukti tertulis yang diberikan
kepada pemegang surat izin asisten apoteker untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian diasaran kefarmasian
d. Sarana kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk melakukan
pekerjaan kefarnasian antara lain industri farmasi termasuk obat
tradisional, kosmetika, instalasi farmasi, apotek, dan toko obat.

Lokasi dan Tempat


Jarak antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, namun
sebaiknya tetap mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan
pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dan kemampuan daya beli
penduduk di sekitar lokasi apotek, kesehatan lingkungan, keamanan
dan mudah dijangkau masyarakat dengan kendaraan.
B. Prosedur Pendirian Apotek

Peraturan menteri kesehatan RI No. 992/Menkes/Per/X/1993,


memuat beberapa hal yang harus diperhatiakan dalam pendirian apotek,
antara lain :
1. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker yang bekerjasama dengan
pemilik sarana apotek yeng telah memiliki persyaratan harus siap
dengan tempat ,perlengkapan termasuk sediaan farmasi, dan
perbekalan farmasi lainnya yang menrupakan milik sendiri atau pihak
lain.
2. Sarana apotek dapat diberikan pada lokasi yang sama dengan
kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi lainnya.
3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar
sediaan farmasi. ( Anonim, 1993 )
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332 tahun 2002,
persyaratan apotek adalah :
1. Ada Apoteker pengelola apotek yang mempunyai izin kerja/ Surat
Penugasan.
2. Siap tempat dan perlengkapan, termasuk perbekalan farmasi dan
perbekalan farmasi lainnya.
3. Dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya. Dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi
laiinya diluar sediaan farmasi.

Ketentuan sarana dan prasarana apotek menurut Kepmenkes


No.1027/Menkes/SK/IX/2004 mensyaratkan apotek :
1. Bangunan Apotek
a. Bangunan apotek sekurang kurangnya memiliki ruangan untuk:
1) Harus memiliki Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
2) Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk
penempatan brosur atau materi informasi.
3) Penerimaan resep dan penyerahan obat
4) Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang
5)
6)
7)
8)

dilengkapi dengan meja dan kursi.


Serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
Ruang administrasi dan ruang kerja apoteker.
Ruang racikan.
Keranjang sampah yang tersedua untuk staf maupun pasien.

9) Ruang tempat pencucian alat/wastafel.


10) WC
b. Kelengkapan Bangunan apotek terdiri atas :
1) Sumber Air
: bisa berasal dari sumur/ PAM/sumur
pompa
2) Penerangan : cukup menerangin ruangan apotek
3) Ventilasi
: harus memenuhi persyaratan hygiene
c. Papan Nama
Apotek harus punya papan nama apotek yang berukuran
panjang minimal 60 cm dan lebar minimal 40 cm dengan tulisan
hitam diatas dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm dan lebar
minimal 5 cm.

2. Perlengkapan Apotek
1. Alat pembuatan, pengelolaan dan peracikan
Terdiri dari mortir, timbangan, termometer, gelas ukur,
erlenmayer, corong, cawan, dll.
2. Perlengkapan dan alat pembekalan farmasi
Terdiri dari lemari pendingin, rak obat, botol, pot salep,dll.
3. Wadah pengemas dan pembungkus
Terdiri dari etiket, wadah pengemas dan pembungkus untuk
penyerahan obat.
4. Perlengkapan administrasi
Blanko pesanan obat, blanko kartu stock, blanko salinan resep,
blanko faktur, blanko nota penjualan, buku pembelian, buku
penerimaan, buku pengiriman, buku khas, buku penerimaan dan
pengeluaran narkotika dan psikotropika, form laporan - laporan
obat serta alat tulis kantor lainnya.
5. Buku standar yang diwajibkan
Misalnya : farmakope indonesia, ISO, FN, Ilmu Meracik Obat
( IMO ), IONI dan kumpulan perundangan lainnya.
6. Tempat penyimpanan narkotika
3. Tenaga Apotek
Tenaga

apotek

terdiri

atas

Apoteker,bagian administrasi dan keuangan,

Apotreker,

Asisten

pembantu umum /

keamanan, juru racik dan tenaga lain yang di perlukan.

C. Pengelolaan Apotek
Pengelolaan apotek adalah segala upaya dan kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam rangka
tugas dan fungsi apotek yang meliputi perencaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian.
Sesuai

PERMENKES

RI

No.

26/Per.

Menkes/Per/I/1981,

pengelolaan apotek meliputi :


1.
2.
3.
4.
5.

Bidang pelayanan kefarmasian;


Bidang material;
Bidang administrasi dan keuangan;
Bidang ketenagakerjaan;
Bidang lain yang berkaitan dengan tugas dan fungsi apotek Sarana
penyaluran perbekalan farmasi dalam menyebarkan obat-obatan
yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata (Drs. H.
Syamsuni, Apt. 2005: 7).

Pengelolaan apotek di bidang pelayanan kefarmasian meliputi :


1. Pembuatan,
pengelolaan,
peracikan,
pengubahan
bentuk,
pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.
2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan
kesehatan di bidang farmasi lainnya. Perbekalan farmasi yang
disalurkan oleh apotek meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia,
bahan obat asli Indonesia, alat kesehatan, kosmetik, dan sebagainya.
3. Informasi mengenai pernekalan kesehatan di bidang farmasi
meliputi:
a. Pengelolaan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi
lainnya yang diberikan kepada dokter dan tenaga kesehatan lain
maupun kepada masyarakat.

b. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat,


keamanan, bahaya, dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi
lainnya.

Pengelolaan apotek di bidang material meliputi :


1. Penyediaan, penyimpanan, dan penyerahan perbekalan farmasi yang
bermutu baik dan keabsahannya terjamin.
2. Penyediaan, penyimpanan, pemakaian barang nonperbekalan farmasi
misalnyabrak-rak obat, lemari, meja kursi pengunjung apotek, mesin
register, dan sebagainya.
Pengelolaan apotek di bidang administrasi dan keuangan meliputi
pengelolaan serta pencatatan uang dan barang secara tertib, teratur, dan
berorientasi bisnis. Tertib dalam arti displin, menaati peraturan pemerintah
termasuk undang-undang farmasi. Teratur dalam arti arus masuk dan
keluarnya uang maupun barang dicatat dalam pembukuan sesuai
menajemen akutasi maupun manajemen keuangan. Berorientasi bisnis
artinya tidak lepas dari usaha dagang yang mau tak mau kita harus
mendapatkan untung dalam batas-batas aturan yang berlaku dan ingin
supaya apotek berkembang.
Pengelolaan apotek di bidang ketenagakerjaan meliputi pembinaan,
pengawasan, pemberian insentif maupun pemberian sanksi terhadap
karyawan apotek agar tidak timbul kegairahan, ketenangan kerja, dan
kepastian masa depannya (Drs. H. Syamsuni, Apt. 2005: 8).
Pengelolaan apotek di bidang lainnya berkaitan dengan tugas dan
fungsi apotek meliputi pengelolaan dan pentaan bangunan ruang tunggu,
ruang peracikan, ruang penyimpanan, ruang penyerahan obat, ruang
administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat, toilet, dan
sebagainya (Drs. H. Syamsuni, Apt. 2005: 9).

D. Pelayanan Apotek
1. Apotek wajib melayani resep dr., drg., dan drh.
2. Pelayan resep sepenuhnya tanggung jawab APA serta seseuai dengan
tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi kepentingan
masyarakat.
3. Apoteker tidak boleh mengganti obat generik yang tertulis dalam
resep dengan obat paten.
4. Bila pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep,
apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk memilihkan obat
yang lebih tepat dan terjangkau. Apoteker wajib memberikan
informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara aman, tepat,
rasional, atau atas permintaan masyarakat. Jika dalam resep itu tertulis
Resep p.p = pro paupere maksudnya resep untuk orang miskin.
5. Apotek dilarang menyalurkan barang dan atau menjual jasa yang tidak
ada hubungannya dengan fungsi pelayanan kesehatan.
6. Yang berhak meracik resep adalah apoteker dan asisten apoteker di
bawah pengawasan apotekernya.
7. Apotek dibuka setiap hari dari pukul 08.00-22.00.
8. Apotek dapat ditutup pada hari-hari libur resmi atau hari libur
keagamaan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah
(Kakanwil)

Depkes

setempat, atau

Kepala

Dinas

Kesehatan

(Kadinkes) setempat, atau pejabat lain yang berwenang (Drs. H.


Syamsuni, Apt. 2005: 9).

E. Pengadaan dan Penyimpanan Obat


Pengadaan dan penyimpanan obat di apotek harus memenuhi
ketentuan-ketentuan berikut :
1. Obat-obat dan perbekalan farmasi yang diperoleh apotek harus
bersumber dari pabrik farmasi, pedagang besar farmasi (PBF),
apotek lain, atau alat distribusi lain yang sah. Obat tersbut harus

memenuhi ketentuan daftar obat wajib apotek (DOWA). Surat


pesanan obat dan perbekalan farmasi lainnya yang harus
ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama dan nomor
SIK (Surat Izin Kerja). Bila berhalangan, APA dapat diwakili oleh
apoteker pendamping atau apoteker pengganti.
2. Obat dan bahan obat harus disimpan dalam wadah yang cocok serta
memenuhi ketentuan pembungkusan dan penandaan yang sesuai
dengan Farmakope edisi terbaru yang diterapkan oleh Badan POM.
3. Penerimaan, penyimpanan serta pembayaran obat dan perbekalan
kesehatan dibidang farmasi harus diatur dengan admnistrasi(Drs. H.
Syamsuni, Apt. 2005: 10).
G. Resep
Merupakan permintaan tertulis dari seorang Dokter kepada Apoteker untuk
membuat atau menyerahkan obat kepada pasien. Yang berhak menulis resep
23
ialah
1.
2.
3.

Dokter .
Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut.
Dokter hewan, terbatas pengobatan untuk hewan.
Resep harus ditulis jelas dan lengkap, apabila resep tidak dapat dibaca
dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter
penulis resep. Dalam resep harus memuat:
1. Nama, alamat dan nomer izin praktek Dokter, Dokter gigi dan Dokter
hewan.
2. Tanggal penulisan resep
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Nama setiap obat atau
komposisi obat.
4. Aturan pemakaian obat yang tertulis.
5. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundangundangan yang berlaku.
Copy resep merupakan salinan tertulis dari suatu resep (istilah lainnya
apograph, exemplum atau afschrift). Selain itu salinan resep harus memuat
1. Nama dan alamat apotek.
2. Nama dan nomor S.I.K. apoteker pengelola apotek.
3. Tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotek.

4. Tanda det = detur untuk obat yang sudah diserahkan, atau tanda ne det = ne
detur untuk obat yang belum diserahkan.
5. Nomer resep dan tanggal pembuatan.
Pengelolaan resep yang telah dikerjakan :
1. Resep yang telah dibuat disimpan menurut urutan tanggal dan nomer
penerimaan/ pembuatan resep.
2. Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dari resep lainnya,
tandai garis merah di bawah nama obatnya.
3. Resep yang telah disimpan melebihi 3 tahun dapat dimusnahkan dan cara
pemusnahannya adalah dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang
memadai.
24
4. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker pengelola bersama dengan
petugas apotek. Pemusnahan resep harus dibuat berita acara pemusnahan
sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat dan
ditandatangani oleh apoteker pengelola apotek. Berita acara pemusnahan ini
harus disebutkan ( Syamsuni, 2006).
a. Hari dan tanggal pemusnahan.
b. Tanggal yang terawal dan terakhir dari resep.
c. Berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram.

25

H. Manajemen
Suatu proses yang dilakukan oleh mendapatkan pelayanan optimal, meliputi
(Anonim, 1990).
1 Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan
menentukan jumlah obat dalam rangka pengadaan. Seleksi dan perencanaan
meliputi kegiatan pemilihan jenis dan penetapan atau perhitungan jumlah
obat dalam rangka pengadaan dengan metode perhitungan yang telah
ditetapkan.
Tujuan dari perencanaan adalah untuk mendapatkan :
a. Mendapatkan jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai kebutuhan.
b. Menghindari terjadinya kekosongan obat.
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Kegiatan seleksi dan perencanaan meliputi :
a. Menentukan atau merencanakan jenis obat yang diperlukan untuk
periode pengadaan yang akan datang.
b. Menentukan obat yang harus dibeli.

Cara untuk mengevaluasi perencanaan yaitu :


a. Analisis ABC (Prinsip pareto)
Mengukur permintaan tahunan setiap item persediaan yang digunakan
dengan setiap unit biaya.
1) Klasifikasi A
15% item dari total persediaan menunjukkan 70-80% dari total biaya
persediaan (menunjukkan volume besaran tahunan yang tinggi).
2) Klasifikasi B
30% item dari total persediaan menunjukkan 15-25% dari total biaya
persediaan (menunjukkan volume besaran tahunan yang medium).
3) Klasifikasi C
26
55% dari total persediaan menunjukkan 5% dari total biaya persediaan
(menunjukkan volume besaran tahunan yang rendah).
b. Analisa VEN (Vital, Esensial, dan non Esensial)
Menunjukkan prioritas kebutuhan suatu jenis obat dan apakah suatu jenis
obat vital (harus tersedia), esensial (perlu tersedia), atau non esensial
(tidak ada juga tidak apa-apa).
1) Obat vital
Untuk menyelamatkan kehidupan (life saving drugs), bila tidak
tersedia akan meningkatkan resiko kematian.
Contoh : adrenalin, antitoksin, insulin, obat jantung.
2) Obat esensial
Obat terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit atau mengurangi
penderitaan.
Contoh : antibiotik, obat gastrointestinal, NSAID
3) Obat non esensial
Obat yang digunakan untuk penyakit yang sembuh sendiri (self
limiting diseases), obat diragukan manfaatnya, obat yang mahal
namun tidak mempunyai kelebihan manfaat dibandingkan obat
jenisnya.
Contoh : vitamin, suplemen.
c. TOR (Turn Over Ratio)
TOR

Cost of good sold (harga pokok penjualan)


Inventory value (nilai persediaan)

Bila TOR rendah maka berarti masih banyak stok yang belum
terjual yang akan

menghambat aliran kas yang akan berpengaruh

terhadap keuntungan.Bila TOR semakin tinggi maka pengelolaan


2

persediaan barang semakin efisien.


Pengadaan
27
Pengadaan barang dilakukan untuk menyediakan obat dengan jenis
dan jumlah yang tepat, dengan mutu yang tinggi serta waktu yang tepat.
Yang perlu diperhatikan dalam pengadaan barang yaitu:
a. Pemilihan PBF.
b. Penulisan surat pesanan barang atau kontrak hingga surat tersebut
diterima oleh PBF sampai item dan jumlah item berdasarkan perencanaan
yang telah dibuat.
c. Harga barang.
d. Penyimpanan barang.
e. Stock obat.
Metode-metode yang digunakan dalam tahap pengadaan adalah :
a. Metode morbiditas, dasar perhitungan adalah jumlah kebutuhan obat
yang digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load) yang harus
dilayani.
b. Metode konsumsi adalah perhitungan kebutuhan didasarkan pada data riil
konsumsi obat periode yang lalu.
Ada beberapa macam konsumsi yaitu :
1 One bin system, dimana pengadaan perbekalan farmasi dilakukan jika
2

persediaan benar-benar sudah habis.


Two bin system, dimana pengadaan perbekalan farmasi dilakukan jika
persediaan cadangan telah dikeluarkan untuk mengganti barang yang

telah keluar pada bagian distribusi.


Fixed Order Quantity System, yaitu setiap kali pengadaan dilakukan

dengan jumlah yang sama.


Fixed Order Periode System, pengadaan dilakukan pada interval yang

tetap.
Economic Order Quantity, pengadaan dilakukan dengan jumlah
pemesanan, harga barang per unit dan jumlah yang dibutuhkan serta

biaya penyimpanan.
Economic Order Interval, dimana pengadaan barang dilakukan pada
interval - interval waktu tertentu yang dianggap paling ekonomis.

28

c. Metode gabungan (kombinasi)


Direncanakan berdasarkan barang yang banyak dikeluarkan dan
epidemiologi penyakit pada periode saat itu. Metode ini untuk menutupi
kelemahan kedua metode diatas. Metode kombinasi berupa perhitungan
kebutuhan obat atau alkes yang mana telah mempunyai data konsumsi
yang mantap namun kasus penyakit cenderung berubah (naik atau turun).
Metode kombinasi digunakan untuk mengikuti perkembangan perubahan
pola penyakit dan perubahan- perubahan terkait dan secara terus menerus
melakukan analisis data. Gabungan perhitungan metode konsumsi
dengan koreksi epidemiologi yang sudah dihitung dengan suatu prediksi
(boleh prosentase kenaikan kasus atau analisa trend). Koreksi tersebut
dapat berupa penambahan bila kasus epidemiologi naik, berupa
3

pengurangan bila kasus epidemiologi turun.


Penerimaan
Selang satu atau dua hari barang yang dipesan akan datang dan
disertai dengan faktur pembelian. Ketika barang datang, Apoteker maupun
Tenaga Teknis Kefarmasian harus segera mengecek faktur dan surat pesanan
serta memeriksa kesesuaian barang yang dipesan. Pengecekan barang
datang dilakukan dengan cara :
a. Mencocokan nama barang, nomor batch, jumlah barang, harga barang,
tanggal expired date dengan keterangan yang tertera pada surat pesanan
dan faktur.
b. Setelah semua barang sesuai dengan pesanan maka faktur diparaf dan
distempel. Namun apabila terjadi ketidaksesuaian barang, maka pihak
apotek meretur barang tersebut disertai dengan bukti returnya.
c. Faktur asli diberikan kepada ke PBF, sedangkan copyannya disimpan
sebagai arsip apotek.
d. Apabila pembayaran obat sudah lunas faktur asli yang berada di PBF
29
diserahkan ke Apotek.

Distribusi

Proses distribusi dimulai sejak menerima barang, pengontrolan,


persediaan, penyimpanan sisa barang dan pengeluaran barang dari gudang.
Tujuan dari proses distribusi yaitu lain :
a. Mempertahankan kualitas obat.
b. Mengoptimalkan manajemen persediaan.
c. Memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang.
d. Mengurangi kerusakan dan kehilangan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :
a. Pemakaian yang boros.
b. Tidak ada pedoman pengobatan.
c. Pemberian etiket yang kurang jelas.
d. Pemberian Obat yang kurang rasional.
e. Ketidaktahuan pasien tentang cara penggunaan obat.
f. Informasi penggunaan tidak diberikan kepada pasien.
g. Kemasan tidak memenuhi syarat.
5 Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan dengan cara menempatkan obatobatan yang diterima pada tempat dinilai aman. Obat atau bahan obat harus
disimpan dalam wadah asli dari pabrik, dalam hal pengecualian atau darurat
dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah tejadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru
sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa (Anonim,
2004).
Penyimpanan obat digolongkan menurut :
a.
Bahan baku disusun secara abjad dan dipisahkan antara
serbuk, cairan, padat dan setengah padat.
b.
Obat jadi disusun menurut abjad atau menurut nama pabrik
30
atau menurut bentuk sediaannya.
c.
Obat yang mudah rusak atau meleleh pada suhu kamar
disimpan dalam almari pendingin.
d.
Obat dipisahkan berdasarkaan penggolongannya.
e.
Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam almari
khusus sesuai peraturan MenKes No : 28/MenKes/PER/1/1978 untuk
menghindari penyalahgunaan obat narkotika.
Untuk menghindari terjadi obat yang sudah Expire Date (ED) maka
obat disusun sesuai metode FIFO (First In First Out) yaitu barang yang
pertama diterima harus pertama digunakan atau metode FEFO (First

Expired First Out) yaitu barang yang berkadaluwarsa cepat harus keluar
terlebih dahulu.
Tujuan penyimpanan obat antara lain (Anonim, 1990) :
a. Memelihara mutu obat.
b. Menghindari penggunaan obat yang tidak bertanggung jawab.
c. Menjaga kelangsungan persediaan.
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.
Tata cara penyimpanan obat-obatan secara umum:
a. Obat disimpan di dalam rak yang telah disediakan.
b. Obat disimpan sesuai dengan urutan abjad, terpisah untuk obat generik
dan paten.
c. Obat disimpan sesuai dengan bentuk sediaan.
d. Obat disimpan sesuai dengan tanggal kadaluarsa
e. Obat narkotika dan obat keras tertentu, disimpan di lemari khusus sesuai
peraturan

MenKes

No:28/MenKes/per/1/1978

untuk

menghindari

penyalahgunaan narkotika
f. Obat yang memerlukan perlakuan khusus, suppositoria, injeksi, vaksin,
disimpan di lemari pendingin untuk memepertahankan kualitas obat.

Anda mungkin juga menyukai