Anda di halaman 1dari 2

Gasifikasi memberikan banyak kesempatan untuk pengendalian pencemaran, terutama

berkenaan dengan emisi sulfur, oksida nitrat, dan merkuri. UCG dapat meningkatkan sumber
daya batubara yang tersedia untuk pemanfaatan yang lebih efisien dan sebagai bentuk
pemanfaatan batubara yang tak mungkin ditambang karena kondisi geologi dan keekonomisan
(Burton, dkk., 2004).
Pada prosesnya, batubara yang berada di bawah tanah ini bereaksi dengan udara atau
oksigen dan uap air yang diinjeksikan untuk membentuk gas, cairan, dan abu sebagai residunya
(Sinha, 2007). Komponen yang diinjeksikan akan bereaksi dengan batubara untuk membentuk
gas bakar yang dibawa menuju ke permukaan melalui sumur produksi gas. Kemudian gas
tersebut dibersihkan melalui proses filterisasi dan digunakan sebagai bahan bakar atau bahan
baku kimia (Creedy et.al, 2001). Produser gas merupakan campuran dari gas bakar (karbon
monoksida, hidrogen, dan metana) dan gas yang tak terbakar (karbondioksida, nitrogen, dan uap
air) yang tak bereaksi, Sinha, (2007). Proses UCG hampir serupa dengan proses gasifikasi pada
reaktor di permukaan. Meskipun reaktor gasifikasinya berada di bawah tanah, namun rangkaian
prosesnya lebih singkat dibandingkan dengan gasifikasi permukaanSekarang UCG dimanfaatkan
bagi sumber daya batubara yang tidak layak secara ekonomi untuk ditambang (Hattingh, 2008)
atau tidak dapat ditambang dengan metode yang ramah lingkungan (Sinha, 2007). Secara prinsip,
metode ini akan mengurangi resiko dari penambangan dan meminimalkan aktivitas perusakan
lingkungan (Schrider & Whieldon, 1977).
Menurut Hattingh (2008), implementasi teknologi UCG dilakukan dengan enam tahapan,
yaitu : mencari potensi batubara yang akan diolah dengan teknologi UCG; pengeboran; membuat
jalur penghubung antar dua lubang bor; pembakaran batubara;. injeksi oksigen atau udara dan
uap air; dan melakukan ekstraksi gas sintesis. Selanjutnya gas bertekanan akan mengalir keluar
melalui lobang bor menuju ke permukaan.
Teknologi UCG tidak memberikan dampak pada lingkungan seburuk metode umumnya.
Pada saat proses UCG di bawah tanah, interaksi fisika dan kimia antara reactor UCG dan
lingkungan di sekitar lokasi proses tersebut sangat mungkin terjadi, karena proses pembakaran
batubara akan menghasilkan perubahan-perubahan baik fisik maupun kimia, sehingga
kemungkinan terjadi kontaminasi terhadap formasi di sekitar reactor UCG bisa terjadi dan akan
mungkin terjadi polutan di air tanah, air permukaan dan kualitas atmosfir termasuk potensi
subsidence akibat adanya rongga-rongga hasil proses pembakaran UCG. Navaro, Atkins dan
Singh (2014).
Pengeboran dan proses gasifikasi bawah tanah adalah tindakan yang akan menyebabkan
terjadinya perubahan penting dalam massa batuan dan dalam air tanah. Perubahan ini akan
mempengaruhi secara negatif efek subsidence. Rongga gasifikasi dari lapisan batubara
merupakan sumber polutan gas dan cair dan hal ini menjadi sumber dari beberapa risiko
lingkungan untuk air tanah dalam strata yang berdekatan, tergantung pada apakah kontaminan
tersebut dapat bermigrasi ke luar zona reaktor UCG secara langsung. Keterampilan dan

pengetahuan hidrogeologist dibutuhkan dalam hal ini, untuk menjamin aplikasi UCG tidak
menimbulkan permasalahan kontaminasi air tanah (Younger & Gonzales, 2010)
Salah satu aspek yang penting perlu dipertimbangkan dalam mendesain konstruksi UCG
adalah karakteristik lokasi yang sesuai. Karakteristik batuan pengapit penting untuk diperhatikan,
terutama ketebalan dan jarak akuifer dengan lapisan batubara. Masuknya air ke dalam rongga
gasifikasi secara substansial dapat mengurangi efisiensi gasifikasi. Penelitian yang dilakukan di
Soviet menjelaskan tentang pengaruh intensitas gasifikasi dengan menghubungkan antara jumlah
tonase batubara yang di gasifikasi per jam versus tingkat masuknya air dan kandungan panas dari
gas yang dihasilkan. Pada intensitas rendah dan gasifikasi batubara untuk satu ton per jam, nilai
kalor dari syngas akan turunPada lapisan permukaan di sekitar UCG, potensi penurunan akan
sangat kecil dibandingkan dengan aktifitas tambang bawah tanah.
Menurut Friedman (2005) kasus penurunan tanah untuk kedalaman tertentu belum pernah
ditemukan dan hal ini dapat diabaikan. Meskipun demikian risiko penurunan tanah mungkin saja
terjadi, seperti dalam pemodelan numerik yang diteliti oleh Ren, dkk., (2003). Pada saat proses
UCG, ronggarongga bawah tanah akan terbuka akibat pembakaran lapisan batubara yang
menyebabkan terjadinya tekanan massa batuan di sekitarnya dan tekanan ini akan membentuk
rongga baru yang akan didistribusikan kembali. Sebelum rongga tersebut terbuka, tegangan
insitu terdistribusi secara merata disekitar area batuan. Setelah hilangnya lapisan batubara dan
membentuk rongga, tekanan yang berada disekitar rongga seketika berubah dan tekanan baru
terjadi dan terdistribusi mengikuti pola rongga yang muncul (Van der Riet, 2008). Nilai-nilai
tegangan ini bervariasi tergantung pada kedalaman, kondisi struktur dan sifat-sifat geoteknik dari
massa batuan sekitar rongga UCG. Tekanan yang muncul adalah kuat tarik dan tekan dari massa
batuan yang menjadi penyebab keruntuhan dan berpotensi menyebabkan perluasan ke arah
horizontal dan vertical dari rongga dan akhirnya akan dapat menyebabkan subsidence di atas
rongga (Hoek 2000 , Navarro , dkk., 2011)

Anda mungkin juga menyukai