Anda di halaman 1dari 12

RINGKASAN BUKU

PRAGMATIK

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


perkuliahan Pragmatik Bahasa Indonesia
seksi 201610160057
yang diampu oleh dosen Dr. Ngusman, M.Hum.

PUTRI RAMADANI
14016086

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Jurusan bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Padang

2016

RINGKASAN BUKU

PRAGMATIK
KARYA GEORGE YULE

BAB I
BATASAN DAN LATAR BELAKANG
Studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh
pendengar (atau pembaca) disebut pragmatik. Akibat dari hasil studi ini lebih berhubungan
dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturannya daripada dengan makna
terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Maka dapat disimpulkan
bahwa pragmatic adalah studi tentang maksud dari penutur.
Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Maksudnya yaitu perlunya melibatkan
penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang dalam suatu konteks serta bagaimana konteks
itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan yang disesuaikan dengan orang yang mereka ajak
bicara, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa.
Pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada
yang dituturkan. Maksudnya yaitu pendekatan ini juga perlu menyelidiki bagaimana cara
pendengar dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar pesan dapat tersampaikan.
Pragmatik adalah studi tentang ugkapan dari jarak hubungan. Maksudnya yaitu apa yang
menentukan pilihan antara yang dituturkan dengan yang tidak dituturkan. Asumsi mengenai
seberapa dekat atau jauh jarak pendengar, penutur menentukan seberapa banyak kebutuhan yang
dituturkan.
Ulasan singkat mengenai pragmatik dan hubungannya dengan ruang lingkup analisis
linguitik lainnya.
Sintak, semantic, dan pragmatik.
Sintak adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk kebahasaan, bagaimana
menyusun bentuk-bentuk kebahasaan itu dalam suatu tatanan dan tatanan mana yang tersusun
dengan baik. Studi ini terjadi tanpa mempertimbangkan dunia referensi atau pemakai bentukbentuk itu.
Semantik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik entitas dunia
atau bagaimana hubungan kata-kata dengan sesuatu secara harfiah.
Pragmatik adalah studi tentang hubungan antar bentuk linguistik dan pemakai bentukbentuk itu. Adapun manfaat dari belajar bahasa melalui pragmatik ialah bahwa seseorang dapat
bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud dan tujuan

mereka serta tindakan yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara. Pragmatik
menarik karena melibatkan bagaimana orang saling memahami satu sama lain secara linguistik.
Orang cenderung bertingkah laku dengan cara-cara yang teratur ketika harus
menggunakan bahasa. Sebagian dari keteraturan ini berasal dari kenyataan bahwa manusia
adalah anggota kelompok sosial dan mengikuti pola-pola tingkah laku umum yang diharapkan
dalam kelompok itu. Sumber keteraturan lain dalam penggunaan bahasa berasal dari kenyataan
bahwa kebanyakan orang-orang di dalam suatu masyarakat linguistik memiliki pengalamanpengalaman dasar yang sama tentang dunia dan saling memberikan banyak pengetahuan nonlinguistik.

RINGKASAN BUKU

MENGGIRING REKAN SEJATI


PRAGMATIK: PANDANGAN MATA BURUNG
KARYA ASIM GUNARWAN

1. Pengertian Pragmatik
Di dalam linguistik terdapat dua aliran utama, yaitu formalisme dan fungsionalisme.
Formalisme mengacu ke pandangan bahwa kajian linguistik adalah kajian tentang bentuk bahasa
dan bahan bahasa. Fungsionalisme merujuk ke pendapat bahwa kajian linguistik adalah kajian
fungsi ujaran. Tokoh aliran formalisme misalnya adalah bloomfield dan Chomsky; tokoh aliran
fungsionalisme misalnya adalah halliday.
Berdasarkan kajian-kajian pragmatik ini, dapat dikatakan bahwa seorang pragmatis
adalah seorang fungsionalis yang formalis; artinya ia mengkaji fungsi ujaran di samping bentuk
(struktur) bahasa, terutama hubungan di antara keduanya. Jika batasan ini diterima, pragmatik
dapat didefinisikan sebagai bidang linguistik yang mengkaji hubungan (timbal balik) fungsi
ujaran dan bentuk struktur kalimat yang mengungkapkan ujaran itu.
Pragmatik secara lengkapnya disebut pragmatik linguistik, mempunyai dua kaki; satu
kaki berpijak pada formalisme dan satu kakinya berpijak pada fungsionalisme. Dalam kajian
pragmatik tampak ada kecenderungan bahwa fungsi ujaran lebih banyak dibahas daripada
struktur kalimat yang mengungkapkan ujaran itu, singkatnya, bahwa kadar formalismenya lebih
rendah daripada kadar fungsionalismenya.
Fungsionalisme dari aliran Praha memang menelaah fungsi, tetapi yang ditelaah terbatas
pada fungsi bentuk-bentuk bahasa di dalam kalimat, bukan fungsi ujaran.
Istilah pragmatik itu sudah lama dipakai dikalangan linguis, yaitu sejak diterbitkannya
buku John Austin 1962. Perbedaan di antara semantik dan pragmatik yaitu Pertama, mempelajari
makna (makna kata dan makna kalimat), Kedua, mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa
ujaran itu dilakukan). Semantik berkaitan dengan makna tanpa acuan kepada siapa yang
mengujarkan kalimat dan juga tanpa acuan kepada apa fungsi komunikatif kalimat itu,
sedangkan pragmatik justru mengaitkan makna dengan siapa berbicara, kepada siapa, dll. Ada
pakar yang mengatakan bahwa pragmatik itu adalah bagian dari sosiolinguistik.
Di dalam keanekaragaman topic pragmatik itu dapat ditelusuri adanya dua tradisi
pragmatik, yaitu tradisi Anglo-Amerika dan tradisi Kontinental. Tradisi Anglo-Amerika lebih
terbatas bidang kajiannya dan lebih erat kaitannya dengan apa yang secara tradisional menjadi
bidang kajian linguistik seperti struktur kalimat dan bentuk-bentuk bahasa. Sedangkan kajian
Kontinental lebih luas dan meliputi analisis wacana, etnografi komunikasi, beberapa aspek

psikolinguistik dan bahkan kajian kata sapaan. Dengan demikian, salah satu satuan analisis
pragmatik bukanlah kalimat (karena kalimat adalah satuan tata bahasa), melainkan tindak tutur
(tindak ujaran).
2. Pokok-pokok Bahasan Dasar Pragmatik
Ada beberapa pokok-pokok bahasan dasar yang perlu diketahui oleh orang yang akan
mempelajari pragmatik. Diantaranya adalah: tindak tutur, implikatur, kesantunan, dan isu-isu di
dalam pragmatik.
2.1 Tindak Tutur
a. Performatif
Tindak tutur atau tindak ujaran mempunyai kedudukan penting di dalam pragmatik
karena ia adalah salah satu satuan analisisnya. Istilah ujar sering dikaitkan dengan Filosofi
Britania John L. Austin, mengatakan bahwa mengujarkan sebuah kalimat tertentu dapat dilihat
sebagai melakukan tindakan. Ia juga membedakan ujaran yang kalimatnya bermodus deklaratif
menjadi dua, yaitu konstatif dan performatif. Konstatif yaitu ujaran yang menyatakan sesuatu
yang kebenarannya dapat diuji. Sedangkan performatif adalah ujaran yang merupakan tindakan
melakukan sesuatu dengan membuat ujaran itu. Kita tidak bisa mengatakan ujaran itu salah atau
benar, tetapi kita bias mengatakan ujaran itu shahih atau tidak.
b. Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi
Terdapat tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran. Ketiganya adalah tindak
lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusioner. Lokusi semata-mata adalah tindak
berbicara atau tindak bertutur, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan kata dan makna kalimat
sesuai dengan makna kata itu. Ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu. Disini akan dibicarakan
tentang maksud, fungsi, atau daya ujaran yang bersangkutan. Perlokusi mengacu ke efek yang
dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu.
c. Jenis-jenis Tindak Tutur
John Searle mengembangkan buah pikiran Austin dan sampai pada kesimpulan bahwa
semua ujaran, bukan saja yang berisi kata kerja performatif.
Sehubungan dengan pengertian tindak ujaran atau tindak tutur adalah bahwa ujaran dapat
dikategorikan menjadi lima jenis.

1. Representative, yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa
yang dikatakannya. Misalnya: menyatakan, melaporkan, menunjukka, menyebutkan.
2. Direktif, yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar sipendengar
melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu. Misalnya: menyuruh,
memohon, menuntut
3. Ekspresif, yaitu tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan
sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam ujaran itu. Misalnya: memuji,
mengucapkan terima kasih
4. Komisif, yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang
disebutkan di dalam ujarannya. Misalnya: berjanji, bersumpah, mengancam
5. Deklarasi, yaitu tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk
menciptakan hal yang baru. Misalnya: membatalkan, melarang
d. Tindak Tutur Langsung dan Tidak Langsung
Di dalam hal ini kita berbicara tentang tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak
langsung, dan derajat kelangsungan tindak tutur itu diukur berdasarkan jarak tempuh yang
diambil oleh sebuah ujaran, yaitu titik ilokusi (di benak penutur) ke titik tujuan ilokusi (di
benak pendengar). Alih-alih jarak ilokusi, derajat kelangsungan tindak tutur dapat juga diukur
berdasarkan kejelasan pragmatisnya.
Alih-alih tindak tutur langsung atau tidak langsung, penutur dapat memilih tindak tutur
yang harfiah atau yang tidak harfiah di dalam mengutarakan maksudnya. Jika kedua hal ini kita
gabungkan, kita akan mendapat empat macam ujaran.
1. Langsung, harfiah (buka mulut, misalnya diucapkan oleh dokter gigi kepada
pasien)
2. Langsung, tidak harfiah ((tutup mulut! misalnya diucapkan oleh seseorang yang
jengkel kepada lawan bicaranya yang berbicara terus-menerus)
3. Tidak langsung, harfiah (bagaimana kalau mulutnya dibuka? misalnya diucapkan
oleh dokter gigi kepada pasien anak-anak agar si anak tidak takut)
4. Tidak langsung, tidak harfiah (untuk menjaga rahasia, lebih baik kita semua
menutup mulut kita masing-masing, misalnya diucapkan oleh penutur kepada orang
yang diseganinya agar ia tidak membuka rahasia)
2.2. Implikatur

Di dalam sebuah artikel karya Paul Grice menunjukkan bahwa sebuah ujaran dapat
mempunyai implikasi yang berupa proposisi yang sebenarnya bukan bagian dari ujaran tersebut
dan bukan pula merupakan konsekuensi yang harus ada dari ujaran itu.
Grice mengemukakan bahwa pada setiap ujaran selalu ada tambahan makna, tambahan
keterangan yang tidak diujarkan oleh penuturnya yang walaupun tidak diujarkan, tertangkap juga
oleh pendengar.
e. Isu-isu di dalam Pragmatik
Pragmatik mempunyai isu-isu yang belum terjawab. Salah satunya adalah bahwa batasbatas kajian ini belum jelas benar. Sejalan dengan isu ini adalah pertanyaan apakah di antara
pragmatik dan semantik dapat ditarik garis pemisah yang jelas-tegas?
Isu lainnya terkait teori pragmatik, misalnya dapat dipertanyakan apakah prinsip kerja
sama Grice itu juga berlaku di dalam budaya non barat. Paling tidak sudah ada petunjuk bahwa
itu benar.

RINGKASAN BUKU

PRINSIP-PRINSIP PRAGMATIK
KARYA GEOFFREY LEECH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Pengantar Historis
Topik pragmatik dangat dikenal dalamlinguistik. Padahal lima belas tahun yang lalu para

linguis hamper tidak pernah menyebutnya. Namun sekarang, banyak yang sependapat ba hwa

kita tidak dapat mengerti benar-benar sifat bahasa itu sendiri bila kita tidak mengerti pragmatik,
yaitu, bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi. Tercakupnya pragmatik merupakan tahap
terakhir dalam gelombang-gelombang ekspansi linguistik, dari sebuah disiplin sempit yang
mengurusi data fisik bahasa, menjadi suatu disiplin yang luas yang meliputi bentuk, makna dan
konteks.
1.2.

Semantik dan Pragmatik


Lazimnya, semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan dua

segi. Sedangkan pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan tiga
segi. Dengan demikian, dalam pragmatik makna diberi definisi dalam hubungannya dengan
penutur atau pemakai bahasa, sedangkan dalam semantik, makna didefinisikan semata-mata
sebagai cirri-ciri ungkapan-ungkapan dalam suatu bahasa tertentu, terpisah dari situasi, penutur
dan penuturnya. Inilah perbedaan-perbedaan dalam garis besar, untuk tujuan-tujuan praktis
perbedaan ini sudah diperhalus oleh ahli-ahli filsafat seperti Morris dan Carnap.
Pandangan bahwa semantik dan pragmatik berbeda tetapi saling melengkapi dan saling
berhubungan, mudah untuk dipahami secara subjektif, tetapi agak sulit untuk dibenarkan secara
objektif.
Karena sulitnya merumuskan ba tasan yang tepat bagi semantisme dan pragmatism, sulit
juga untuk memperoleh contloh-contlohnya yang tepat dan jelas.
Pandangan penulis tentang komplementerisme, argument yang dipakai untuk menunjang posisi
ini adalah sebagai berikut: setiap penjelasan mengenai makna bahasa (a) harus sesuai dengan
fakta-fakta yang diamati, dan (b) harus sesederhana mungkin dan harus dapat dirampat. Syaratsyarat ini tidak akan terpenuhi bila kita mendekati makna hanya dari sudut pandang pragmatik
saja atau hanya dari sudut pandang semantik; namun apabila kita mendekati makna dari sudut
pandang paduan semantik dan pragmatik, kita akan dapat menyajikan suatu penjelasan yang
memenuhi kedua criteria tersebut.
1.2.1. Sebuah contoh: Prinsip Kerja Sama Grice
Akhir-akhir ini PK sering dikutkip dan dibahas, namun karena prinsip ini merupakan titik
tolak yang penting bagi argument-argumen yang dikemukakan dalam buku ini, maka prinsip ini
dibedakan menjadi empat jenis MAKSIM, yaitu:
Kuantitas: berikan jumlah informasi yang tepat, yaitu:
1. Sumbangkan informasi anda jangan melebihi yang dibutuhkan

2. Sumbangan informasi anda harus seinformatif yang dibutuhkan


Kualitas: usahakan agar sumbangan informasi anda benar, yaitu:
1. Jangan mengatakan sesuatu yang anda yakini bahwa itu tidak benar
2. Jangan mengatakan suatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan
Hubungan: usahakan agar perkataan anda ada relevansinya
Cara: usahakan agar mudah dimengertti, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Hindarilah penyataan-pernyataan yang samar


Hindarilah ketaksaan
Usahakan agar ringkas
Usahakan agar anda bicara dengan teratur.

Menurut Grice maksim hanyalah suatu manifestasi khusu dari prinsip. Adapun kendalanya:
(a) Prinsip maksim berlaku secara berbeda dalam konteks-konteks penggunaan bahasa yang
berbeda
(b) Prinsip maksim berlaku tingkatan yang berbeda
(c) Prinsip maksim dapat berlawaman satu dengan yang lain
(d) Prinsip maksim dapat dilanggar tanpa meniadakan jenis tindakan yang dikendalikannya.
Tersirat dalam penyataan yang terakhir bahwa prinsip dan maksim percakapan lebih banyak
bersifat mengatur dan tidak bersifat sebagai unsure.
1.3.

Pragmatik Umum
Pokok bahasan dari buku ini adalah pragmatik umum, istkilah ini dapat diartikan sebagai

kajian mengenai kondisi-kondisi umum bagi penggunaan bahasa secara komunikatif; dengan
demikian pragmatik umum tidak mencakup kondisi-kondisi lokal yang lebih spesifik.
Deskripsi pragmatik harus dikaitkan dengan kondisi-kondisi social tertentu. Sosio-pragmatik
merupakan titik pertemuan antara sosiologi dan pragmatik. Bagian lain dari pragmatik umum
ialah pragmalinguistik, yaitu, suatu bidang yang lebih banyak mengkaji aspek linguistiknya.
1.4.

Aspek-aspek Situasi Ujar


Berdasarkan uraian diatas, timbullah pertanyaan mengenai bagaimana kita mengetahui

apakah kita menghadapi sebuah fenomena pragmatis atau sebuah fenomena semantis? Untuk
membedakan fenomena ini, acuan pada salah satu aspek ujar berikut ini dapat dipakai sebagai
criteria, mengingat bahwa pragmatik mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi ujar.
(i)

Yang menyapa (penyapa atau yang disapa (pesapa)

Sesuai dengan kebiasaan Searle dan yang lainnya serta untuk mudahnya, dapat
dicontohkan orang yang menyapa dengan n (penutur) dan orang yang disapa dengan t
(petutur). Penggunaan n dan t tidak membatasi pragmatik pada bahasan lisan saja.
Istilah penerima (orang yang menerima dan menafsirkan pesan) dan yang di sapa
(ii)

(orang yang seharusnya memerima dan menjadi sasaran pesan) juga perlu dibedakan.
Konteks sebuah tuturan
Konteks te;ah diberi beberapa arti: amtara lain diartikan sebagai aspek-aspek yang

(iii)

gayut dengan lingkungan fisik dan social sebuah tuturan.


Tujuan sebuah tuturan
Istilah tujuan dan fungsi lebih berguna daripada istilah makna yang dimaksud atau

(v)

Tuturan sebagai produk tindak verbal

1.5.

(iv)

maksud n mengucapkan sesuatu. Istilah tujuan lebih netral daripada maksud.


Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar

Retorik
Berdasarkan uraian sebelumnya telah disebut bahwa ancangan pragmatik disini diberi ciri

retoris. Penggunaan istilah ini sangat tradisional dan mengacu pada kajian mengenai
pemakaian bahasa secara efektif di dalam komunikasi. Dalam tradisi historis tertentu, retorik
diartikan sebagai seni keterampilan menggunakan bahasa untuk tujuan-tujuan persuasi, sastra
atau berpidato.
Selain itu, penulis juga menggunakan istilah retorik sebagai suatu kata benda yang dapat
dihitung, yaitu, seperangkat prinsip percakapan yang saling dihubungkan oleh fungsi-fungsinya.
Jenis retorik dapat dibagi dua, sesuai dengan perbedaan yang dibuat Halliday, yaitu retorik
interpersonal dan retorik tekstual. Masing-masing retorik ini terdiri dari perangkat prinsip,
seperti PK dan PS.

KEPUSTAKAAN

Anda mungkin juga menyukai