Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HEMORAGIK
A. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi
penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare, 2002).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
(Djoenaidi Widjaja et. al, 1994). Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam
otak.
Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian.
B. Etiologi
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :
1 Perdarahan intraserebrum hipertensif.
2 Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture
malformasi arteriovena (MAV), trauma.
3 Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4 Perdarahan akibat tumor otak
5 Infark hemoragik
6 Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
1. Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang
terkena.
4. Daerah arteri serebri posterior
a. Nyeri spontan pada kepala
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia

c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi


labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi
1. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan

pada

perdarahan

intraserebral.

Perburukan

edema

serebri

sering

mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan
dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab
paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam
keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama.
Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas,
stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen (Denise, 2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada

tingkap

keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow
yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih
tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk
dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan
resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang
buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi (Denise, 2010).
2. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua
cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit
maka akan terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua
oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri

tersebut. Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat
juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan
trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya
perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya syok atau hiperviskositas darah,
gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur
vaskular dalam jaringan otak. (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006)
Hipertensi/ terjadi perdarahan
aneurisma
Rupture arteri serebri
Ekstravasasi darah di otak
Vasospasme arteri
Menyebar ke hemisfer otak
Perdarahan serebri

TIK

Hipertensi/ terjadi perdarahan


Tekanan /perfusi serebral
Iskemia
anoksia

Aktifitas elektrolit terhenti

Metabolisme anaerob

Pompa Na+ dan Ka+ gagal

Metabolit asam

Na+ dan H2O masuk ke sel

Acidosis lokal

Edema intrasel

Pompa Na+ gagal

Edema Ekstrasel

Nekrosis jaringan dan edema

Perfusi jaringan serebral

Nyeri

Kematian progresif sel otak (defisit fungsi otak)

Lesi Korteks

Lesi di Kapsul

Lesi batang otak

Lesi di Med. Spinalis

Kerusakan Nerves I-XII


Lesi upper & lower motor neuron

Gangguan bicara/penglihatan,

Nekrosis jaringan dan edema

Gangguan eliminasi urin


Kesulitan mengunyah & menelan, refleks batuk
Defisit perawatan diri

Gangguan persepsi sensori


Gangguan komunikasi verbal

Resiko gangguan nutrisi

Gangguan mobilisasi

3. Penatalaksanaan Medis
Resiko ketidakefektifan jalan nafas
a. Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan
Tirah baring lama
pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
a) Konsensus amerika : 6 jam
b) Konsensus eropa: 1,5 jamResiko gangguan integritas kulit
c) Konsensus asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
a) Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi
iskhemik.
b) Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.
b. Terapi umum
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor faktor kritis sebagai berikut :
a) Menstabilkan tanda tanda vital
(1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam ,
O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)

(2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing masing individu ;
termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
b) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
c) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara
ini telah diganti dengan kateterisasi keluar masuk setiap 4 sampai 6 jam.
d) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
(1) penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam
(2) dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh
sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada
daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan
mata kaki)
c. Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan
neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin,
tPA.
a) Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi menghancurkan thrombus
Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
b) Neuroprotektan
(1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: notropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
(2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel,
ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki
perfusi jaringan otak
(3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal
bebas dan biosintesa lesitin
Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
d. Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi
belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di
tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada
pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat,
tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan
berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.
e. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit
seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini

dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi
yang baik dapat dipertahankan.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol,
dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur
otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan
yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial.
Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya
proses imflamasi.
6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya
daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis
serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system
arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).

(Dewanto, 2009)
5. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
a) Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan,
status pekawinan, diangnosa medis dll.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas.
(2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak sadarkan
diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
(3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit
seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
(4) Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi dan
pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga sering
merasakan sterss dan cemas.
c) Pemeriksaan Fisik
(1) Rambut dan hygiene kepala
(2) Mata:buta,kehilangan daya lihat
(3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
(4) Leher,
(5) Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
(6) Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
(7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria
(8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.
d) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
(1) Tingkat Kesadaran
i.
Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
CMC dasar akan diri dan punya orientasi penuh
APATIS tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
LATARGIE tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk

DELIRIUM penurunan kesadaran disertai pe abnormal aktifitas


psikomotor gaduh gelisah
SAMNOLEN keadaan pasien yang selalu mw tidur diransang
bangun lalu tidur kembali
KOMA kesadaran yang hilang sama sekali
ii.
Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
Respon membuka mata ( E = Eye )
o Spontan (4)
o Dengan perintah (3)
o Dengan nyeri (2)
o Tidak berespon (1)
Respon Verbal ( V= Verbal )
o Berorientasi (5)
o Bicara membingungkan (4)
o Kata-kata tidak tepat (3)
o Suara tidak dapat dimengerti (2)
o Tidak ada respons (1)
Respon Motorik (M= Motorik )
o Dengan perintah (6)
o Melokalisasi nyeri (5)
o Menarik area yang nyeri (4)
o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1)
(2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis
i.
Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien
mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau,
ii.

kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup
satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk
satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan,
klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung

iii.

memberitahu klien melihat benda tersebut.


Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah

belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya),
perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang
lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan.
Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan
iv.

kanan tanpa menengok.


Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak
mata atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula
dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan
adanya sentuhan
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa

v.

melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.


Test nervus VII (Facialis)
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap
asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa
dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya
karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
Otonom, lakrimasi dan salvias
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien
untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara

vi.

pemeriksa berusaha membukanya.


Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan

vii.

lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.


Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi
bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian
parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X,
mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum
lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.

viii.

Test nervus XI (Accessorius)


Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi
kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha

ix.

menahan test otot trapezius.


Nervus XII (Hypoglosus)
Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat

dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.


(3) Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan
i.

tangan, tubuh kaki


Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal

(4) Pemeriksaan reflek


Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam
posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi
respon klien dengan menggunakan skala 0 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
i.

Reflek Fisiologis
Reflek Tendon
o Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang
lebih dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan

Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek hamer. respon berupa


kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
o Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa
ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian
dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps,
sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif
maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
o Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan
dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep,
sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila
ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot
otot bahu.
o Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek ini kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
o Reflek Superfisial
Reflek kulit perut
Reflek kremeaster
Reflek kornea
Reflek bulbokavernosus
Reflek plantar
Reflek Patologis
o Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah
kuat-kuat bagian lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki
dari tumit ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian
jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,klau normalnya adalah
fleksi plantar pada semua jari kaki.
Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:
Cara chaddock

Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral


maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari
dan gerakan abduksi dari jarijari lainnya.
Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah
mengurut kebawah (distal)
Cara Gonda
Memencet (menekan) satu

jari

kaki

dan

kemudian

melepaskannya sekonyong koyong.


e) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di
dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien di
fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi
lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang Mischiadicus.
f) Data Penunjang
(1) Laboratorium
Hematologi
Kimia klinik
(2) Radiologi
CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya
infark
MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

b. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol
2. perfusi jaringanm tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak. Oedem otak
3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
6. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer
c. Rencana keperawatan
No
1.

Diagnosa
Kerusakan
mobilitas
fisik
b.d
penurunan
kekuatan
otot

Tujuan/KH
Intervensi
NOC
: NIC :
Ambulasi/ROM
1.Terapi latihan
normal
Mobilitas sendi
dipertahankan.
o Jelaskan
pada
klien&kelg tujuan
Setelah dilakukan
latihan pergerakan
tindakan
sendi.
keperawatan 5x24
o Monitor lokasi dan
jam
ketidaknyamanan
KH:
selama latihan
o Sendi tidak
o Gunakan
pakaian
kaku
yang longgar
o Tidak terjadi
o Kaji
kemampuan
atropi otot
klien
terhadap
pergerakan
o Encourage
ROM
aktif
o Ajarkan
ROM
aktif/pasif
pada
klien/keluarga.
o Ubah posisi klien
tiap 2 jam.
o Kaji
perkembangan/kema
juan latihan
2. Self care Assistance
o Monitor
kemandirian klien
o bantu perawatan diri
klien dalam hal:
makan,mandi,
toileting.
o Ajarkan
keluarga
dalam pemenuhan

Rasional
Pergerakan aktif/pasif
bertujuan
untuk
mempertahankan
fleksibilitas sendi

Ketidakmampuan fisik
dan psikologis klien
dapat
menurunkan
perawatan diri seharihari dan dapat terpenuhi
dengan bantuan agar
kebersihan diri klien
dapat terjaga

perawatan diri klien.


2.

Perfusi
o NOC: perfusi NIC : Perawatan sirkulasi 1. mengetahui
kecenderungan
tk
jaringan
jaringan
Peningkatan
perfusi
kesadaran
dan
cerebral.
cerebral
jaringan otak
potensial peningkatan
Setelah
tidak efektif
TIK dan mengetahui
dilakukan
b.d
Aktifitas :
lokasi. Luas dan
tindakan
perdarahan
1. Monitor
status
kemajuan kerusakan
keperawatan
neurologik
otak, oedem
SSP
selama 5 x 24
status 2. Ketidakteraturan
jam
perfusi 2. monitor
respitasi
pernapasan
dapat
jaringan
3.
monitor bunyi jantung
memberikan
adekuat
4. letakkan
kepala
gambaran
lokasi
dengan
dengan
posisi
agak
kerusakan/peningkata
indikator :
ditinggikan
dan
dalam
n TIK
o Perfusi
posisi
netral
3. Bradikardi
dapat
jaringan yang
5.
kelola
obat
sesuai
terjadi
sebagai
akibat
adekuat
order
adanya
kerusakan
didasarkan
6.
berikan
Oksigen
otak.
pada tekanan
sesuai indikasi
4. Menurunkan tekanan
nadi
perifer,
arteri
dengan
kehangatan
meningkatkan
kulit,
urine
drainase
&
output
yang
meningkatkan
adekuat
dan
sirkulasi
tidak
ada
5.
Pencegahan/pengobat
gangguan pada
an penurunan TIK
respirasi
6. Menurunkan hipoksia

3.

Resiko
infeksi b.d
penurunan
pertahan
primer

NOC : Risk
Control Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3 x 24 jam
klien
tidak
mengalami
infeksi
KH:
o Klien
bebas
dari
tandatanda infeksi
o Klien mampu
menjelaskan
tanda&gejala
infeksi

NIC : Cegah infeksi


1. Mengobservasi
&
melaporkan tanda &
gejala infeksi, seperti
kemerahan,
hangat,
rabas dan peningkatan
suhu badan
2. mengkaji suhu klien
netropeni setiap 4 jam,
melaporkan
jika
temperature lebih dari
380C
3. Menggunakan
thermometer
elektronik atau merkuri
untuk mengkaji suhu
4. Catat dan laporkan
nilai laboratorium
5. Kaji
warna
kulit,
kelembaban
kulit,

1. Onset infeksi dengan


system
imun
diaktivasi & tanda
infeksi muncul
2. Klien
dengan
netropeni
tidak
memproduksi cukup
respon
inflamasi
karena itu panas
biasanya tanda &
sering
merupakan
satu-satunya tanda
3. Nilai suhu memiliki
konsekuensi
yang
penting
terhadap
pengobatan
yang
tepat
4. Nilai lab berkorelasi
dgn riwayat klien &

4.

Defisit
perawatan
diri
b.d
kelemahan
fisik

NOC : Self Care


Assistance( mand
i,
berpakaian,
makan, toileting.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 5 x 24 jam
Klien
dapat
memenuhi
kebutuhan
perawatan diri
KH:
-Klien terbebas
dari bau, dapat
makan
sendiri,
dan
berpakaian
sendiri

5.

Resiko
kerusakan
intagritas
kulit
b.d
faktor
mekanik

NOC:
mempertahankan
integritas kulit
Setelah dilakukan
perawatan 5 x 24
jam
integritas
kulit
tetap
adekuat dengan
indikator :
Tidak
terjadi
kerusakan kulit
ditandai dengan
tidak
adanya
kemerahan, luka

tekstur dan turgor


pemeriksaan fisik utk
lakukan dokumentasi
memberikan
yang tepat pada setiap
pandangan
perubahan
menyeluruh
6. Dukung
untuk 5. Dapat
mencegah
konsumsi
diet
kerusakan kulit, kulit
seimbang, penekanan
yang utuh merupakan
pada protein untuk
pertahanan pertama
pembentukan system
terhadap
imun
mikroorganisme
6. Fungsi
imun
dipengaruhi
oleh
intake protein
NIC : Self Care
1. Observasi kemampuan 1. Dengan
klien untuk mandi,
menggunakan
berpakaian dan makan.
intervensi langsung
2. Bantu klien dalam
dapat menentukan
posisi duduk, yakinkan
intervensi
yang
kepala dan bahu tegak
tepat untuk klien
selama makan dan 1 2. Posisi
duduk
jam setelah makan
membantu proses
3. Hindari
kelelahan
menelan
dan
sebelum makan, mandi
mencegah aspirasi
dan berpakaian
4. Dorong klien untuk 3. Konservasi energi
tetap makan sedikit
meningkatkan
tapi sering
toleransi aktivitas
dan
peningkatan
kemampuan
perawatan diri
4. Untuk
meningkatkan nafsu
makan
NIC: Berikan manajemen
tekanan
1. Meningkatkan
kenyamanan
dan
1. Lakukan penggantian
mengurangi resiko
alat tenun setiap hari
gatal-gatal
dan tempatkan kasur
2. Menandakan gejala
yang sesuai
awal lajutan
2. Monitor kulit adanya
kerusakan integritas
area
kulit
kemerahan/pecah2
3. monitor area yang 3. Area yang tertekan
biasanya
tertekan
sirkulasinya kurang
4. berikan masage pada
optimal shg menjadi
punggung/daerah yang
pencetus lecet
tertekan serta berikan
pelembab pad area 4. Memperlancar

Kurang
pengetahua
n
b.d
kurang
mengakses
informasi
kesehatan

dekubitus

yang pecah2
5. monitor status nutrisi

NOC
:
Pengetahuan
klien meningkat
KH:
-Klien
dan
keluarga
memahami
tentang penyakit
Stroke, perawatan
dan pengobatan

NIC
:
Pendidikan
kesehatan
1. Mengkaji
kesiapan
dan kemampuan klien
untuk belajar
2. Mengkaji pengetahuan
dan ketrampilan klien
sebelumnya
tentang
penyakit
dan
pengaruhnya terhadap
keinginan belajar
3. Berikan materi yang
paling penting pada
klien
4. Mengidentifikasi
sumber
dukungan
utama dan perhatikan
kemampuan
klien
untuk belajar dan
mendukung perubahan
perilaku
yang
diperlukan
5. Mengkaji keinginan
keluarga
untuk
mendukung perubahan
perilaku klien
6. Evaluasi
hasi
pembelajarn klie lewat
demonstrasi
dan
menyebutkan kembali
materi yang diajarkan

DAFTAR PUSTAKA

sirkulasi
5. Status nutrisi baik
dapat
membantu
mencegah keruakan
integritas kulit.
Proses
belajar
tergantung pada situasi
tertentu, interaksi social,
nilai
budaya
dan
lingkungan
Informasi baru diserap
meallui asumsi dan
fakta sebelumnya dan
bias
mempengaruhi
proses transformasi
Informasi akan lebih
mengena
apabila
dijelaskan dari konsep
yang sederhana ke yang
komplek
Dukungan
keluarga
diperlukan
untuk
mendukung perubahan
perilaku

Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E. dkk. (2000). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC; Jakarta
Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
Smeltzer and Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sotirios AT,. 2000. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York. Thieme
Stuttgart.
Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa:
Widyawati dkk. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai