Anda di halaman 1dari 82

Evaluasi Aksi Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi Tahun 2014:


Implementasi, Capaian, dan Dampaknya
Indonesia Legal Roundtable, 2016
Penulis:
Andri Gunawan, et all.
Layout & Cover
Dwi Pengkik
Cetakan Pertama, Januari 2016
x + 70 hlm.: 14 x 21 cm
ISBN: 978-602-14057-7-2
Diterbitkan oleh:

Indonesia Legal Roundtable


Jl. Perdatam VI No. 6, Pancoran, Jakarta Selatan
Telp. 021-7995069, Faks. 021-7995069
Email:office@ilr.or.id

Andri Gunawan, et all.

iv

Daftar Isi

DAFTAR ISI . ................................................................................. v


DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ................................................. vii
BAB I
PENDAHULUAN..........................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................
C. Tujuan..................................................................................
D. Lingkup Penelitian & Baseline............................................
E. Metodologi & Kerangka Logis............................................
F. Keluaran........................................................................

1
1
3
3
4
4
6

BAB II

TINJAUAN AKSI PENCEGAHAN &


PEMBERANTASAN KORUPSI TAHUN 2014............................. 8
A. Aksi Terkait Transparansi Pada Sektor Hukum................ 8
1. Kepolisian...................................................................... 9
2. Kejaksaan....................................................................... 10
3. Kementerian Hukum dan HAM
Ditjen Pemasyarakatan................................................. 10
4. Sekretariat Mahkamah Agung...................................... 10
B. Keterkaitan Aksi PPK 2014
Dengan Strategi Nasional PPK........................................... 11
BAB III

TEMUAN DAN HASIL EVALUASI............................................... 15


A. Capaian Aksi Stranas Pada Sektor Penegak Hukum........ 15
v

1. Kepolisian...................................................................... 15
2. Kejaksaan RI................................................................... 42
3. Kementerian Hukum dan HAM
Ditjen Pemasyarakatan................................................. 49
4. Sekretariat Mahkamah Agung...................................... 54
B. Dampak Aksi Terkait Transparansi pada
Sektor Hukum..................................................................... 62
1. Kepolisian...................................................................... 63
2. Kejaksaan....................................................................... 63
3. Kementerian Hukum dan HAM
Ditjen Pemasyarakatan................................................. 63
4. Sekretariat Mahkamah Agung...................................... 64
C. Kelembagaan Pelaksanaan Aksi......................................... 65
BAB IV

PENUTUP...................................................................................... 67
A. Kesimpulan.......................................................................... 67
B. Rekomendasi........................................................................ 68
PENELITI....................................................................................... 69

vi

Daftar GAMBAR DAN Tabel

Daftar Gambar
Gambar 2.1 : Analogi Piramida Turunan Visi Ke Aksi .......... 12
Gambar 3.1 : Situs Polresta Palembang
(Terakhir diakses 5 November 2015) . ............. 17
Gambar 3.2 : Situs Polrestabes Bandung
(terakhir diakses pada 5 November 2015) ...... 17
Gambar 3.3 : Situs Polrestabes Makassar
(terakhir diakses pada 5 November 2015) ...... 18
Gambar 3.4 : Situs Surat Tanda Terima Laporan dan
Pemberitahuan Perkembangan Hasil
Penyidikan (SP2HP) Polda Metrojaya
(terakhir diakses 5 November 2015) ............... 18
Gambar 3.5 : Situs Dirjen Pajak
(Diakses 5 November 2015) . ........................... 22
Gambar 3.6 : Dokumen Nota Keuangan APBN 2014
di Situs Kementerian Keuangan ....................... 23
Gambar 3.7 : Situs Resmi Polri
(diakses 5 November 2015) ............................. 23
Gambar 3.8 : Hasil Pencarian Situs Resmi Polri .................... 26
Gambar 3.9 : Situs Resmi Kepolisian Tidak Dapat Diakses .... 26
Gambar 3.10 : Laporan Hasil Pelaksanaan Aksi Pencegahan
dan Pemberantasan Korupsi (PPK) Seksi
Keuangan Polres Lampung Selatan,
Triwulan I Tahun Anggaran 2014 . ................... 27
vii

Gambar 3.11 : Laporan Hasil Pelaksanaan Aksi Pencegahan


dan Pemberantasan Korupsi (PPK)
Seksi Keuangan Polres Lampung Selatan,
Triwulan IV Tahun Anggaran 2014 .................. 28
Gambar 3.12 : Data Bahan Narasumber dalam Acara
Diskusi Publik Mengenai Praktik
Penyiksaan Dalam Rangka Hari Dukungan
Internasional untuk Korban Penyiksaan ......... 31
Gambar 3.13 : Data Pelanggaran Kode Etik dan Profesi
Polri (KEPP) Bulan Januari s/d Maret 2014 ...... 31
Gambar 3.14 : Data Pelanggaran Kode Etik dan Profesi
Polri (KEPP) Bulan April s/d Juni 2014 ........... 32
Gambar 3.15 : Data Penindakan/Penyelesaian Pelanggaran
Anggota/PNS Polri Tahun 2014 ....................... 32
Gambar 3.16 : Data Pelanggaran KEPP Tahun 2012-2014
dari Polres Palangkaraya ................................... 33
Gambar 3.17 : Data Penanganan Dugaan Pelanggaran
oleh Oknum Polri yang Menjadi Sorotan
Media Massa Bulan Juli s/d September 2014 ... 35
Gambar 3.18 : Data Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK
Yang Diterima Bareskrim Polri Bulan
Januari s/d Maret 2014 ...................................... 37
Gambar 3.19 : Substansi/Komponen Informasi Data
laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK
yang Diterima Bareskrim Polri Bulan
Januari s/d Maret 2014 ...................................... 38
Gambar 3.20 : Tampilan pada laman situs Pengelola
Informasi dan Dokumentasi Lembaga
Kepolisian di tautan
http://humas.polri.go.id/ terkait
Penelusuran Atas data Barang Sitaan ......... 42
Gambar 3.21 : Direktori Dakwaan Kejaksaan .......................... 47
Gambar 3.22 : Kanal Info Perkara Kejaksaan ........................... 49
viii

Gambar 3.23 : Situs Dirjen Pas . ................................................ 50


Gambar 3.24 : Situs Permasyakaratan
(www.pemasyarakatan.com) ............................ 51
Gambar 3.25 : Situs Database Pemasyarakatan (1) ................. 51
Gambar 3.26 : Situs Database Pemasyarakatan (2) ................. 52
Gambar 3.27 : Situs Database Pemasyarakatan (3) ................. 52
Gambar 3.28 : Rekapitulasi Pengaduan
di Mahkamah Agung (1) .................................. 58
Gambar 3.29 : Rekapitulasi Pengaduan
di Mahkamah Agung (2) .................................. 58
Gambar 3.30 : Rekapitulasi Pengaduan
di Mahkamah Agung (3) .................................. 58
Gambar 3.31 : Rekapitulasi Pengaduan
di Mahkamah Agung (4) .................................. 59
Daftar Tabel
Tabel 1.1 : Kerangka Penelitian.................................................. 5
Tabel 2.1 : Aksi Stranas Kepolisian ........................................... 9
Tabel 2.2 : Aksi Stranas Kejaksaan . ........................................... 10
Tabel 2.3 : Aksi Stranas Ditjen Pemasyarakatan . ..................... 10
Tabel 2.4 : Aksi Stranas Mahkamah Agung .............................. 10
Tabel 3.1 : Kondisi Situs Kepolisian Terkait Status
Penanganan Perkara yang Menarik
Perhatian Publik ...................................................... 19
Tabel 3.2 : Daftar PNBP yang Diterima Kepolisian ................. 21
Tabel 3.3 : Perbandingan Ukuran Kebersihan
Kanal Info Perkara Kejaksaan . ................................ 48
Tabel 3.4 : Jumlah Pengaduan yang Masuk Ke MA
pada Tahun 2014 ..................................................... 59
Tabel 3.5 : Penjatuhan Hukuman Disiplin yang
Dijatuhkan MA Berdasarkan Jenis
Hukuman Tahun 2014 ............................................ 61

ix

BAB I

Pendahuluan

A. LATAR BELAKANG

erpilihnya Jokowi dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebagai


Presiden dan Wakil Presiden baru Indonesia di akhir tahun
2014 diharapkan oleh publik secara luas dapat memberikan
sentuhan yang kuat terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Sebagaimana yang tecermin dalam salah satu (Cita Keempat)
dari Sembilan Cita (Nawa Cita) agenda perubahan yang dikam
panyekannya, yang berbunyi: memperkuat kehadiran Negara
dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas
korupsi, bermartabat dan terpercaya.
Setidaknya, tiga dari sepuluh butir Cita Keempat tersebut,
yang memiliki aksentuasi kuat pemberantasan tindak pidana
korupsi adalah: 1) membangun politik legislasi yang kuat
(yang mencakup pemberantasan korupsi, penegakan HAM,
perlindungan lingkungan hidup dan reformasi lembaga penegak
hukum); 2) memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK);
dan 3) memberantas mafia peradilan.
Sebagai bagian dari visi-misi pemerintahan yang baru, Nawa
Cita sejatinya terejawantahkan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJMN), yang secara otomatis diturunkan
ke dalam arahan kebijakan dan strategi yang lebih konkrit di
mana dampaknya dapat dirasakan oleh publik secara luas. Salah
satu bentuk arah kebijakan dan strategi konkrit tersebut adalah
1

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

melalui Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan


Korupsi (Stranas PPK).
Ide tentang Stranas PPK bukanlah sebuah strategi pembe
rantasan korupsi yang baru. Pemerintahan sebelumnya (SBYBoediono) sebenarnya telah menyusun dan menetapkan Stranas
PPK melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun
2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi Jangka Panjang 2012-2025. Setiap tahun, Stranas PPK
diimplementasikan dalam bentuk Instruksi Presiden (Inpres).
Meski Stranas sudah dicanangkan sebagai salah satu ujung
tombak kebijakan pemberantasan korupsi pemerintah, hasil
kajian Koalisi Stranas PPK pada tahun 2013 menunjukkan,
bahwa implementasi oleh Kementerian dan Lembaga dalam
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
baru sebatas pemenuhan di tingkat regulasi dan kebijakan
(checklist keluaran program dan strategi). Bahkan jika dilihat
dari sudut Indeks Persepsi Korupsi pun, posisi Indonesia tidak
bergerak dengan signifikan: hanya beranjak dua poin dari tahun
2012-21014.
Indonesian Legal Roundtable (ILR) sebagai anggota Koalisi
Stranas PPK menaruh perhatian khusus terhadap keberlanjutan
dari Stranas PPK oleh pemerintahan JokowiJK. Kenaikan skor
Indeks Persepsi Korupsi dan Indeks Negara Hukum Indonesia
yang tidak terlalu signifikan dalam dua tahun terakhir menjadi
tolak ukur bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi masih
sangat jauh dari harapan. Dengan penekanan pada pemenuhan
prinsip-prinsip Negara Hukum, khususnya prinsip pemerintahan
berdasar hukum dan akses terhadap keadilan, ILR bermaksud
untuk mengevaluasi dan menilai capaian dan keberhasilan dari
pemenuhan Stranas PPK tahun 2014 melalui sebuah rangkaian
kegiatan penelitian.
Aksi PPK tahun 2014 sendiri terbagi ke dalam lima strategi
dengan 245 aksi dengan melibatkan Kementerian/Lembaga
2

Pendahuluan

lintas sektor. Berkaitan dengan luasnya aksi PPK, tentu saja


penelitian yang akan dilakukan ini tidak akan mampu untuk
mencakup seluruh aksi tersebut. Oleh karena itu, penelitian
yang akan dilakukan ini dibatasi pada Kementerian/Lembaga
yang terkait langsung dengan sektor hukum, lebih spesifiknya
yang terkait dengan Sistem Peradilan Pidana.
Meskipun ruang lingkup penelitian ini sudah dibatasi
pada sektor hukum, ternyata cakupan aksi yang akan diteliti
dirasakan masih cukup luas. Oleh karena itu, penelitian ini lebih
memfokuskan lagi ruang lingkup penelitian pada isu transparansi
(keterbukaan informasi publik). Pembatasan ini sebangun
dengan permasalahan mendasar dari proses penegakan hukum
di Indonesia yang terjadi saat ini, yaitu transparansi sebagai
faktor pendorong akuntabilitas.
B. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang hendak dijawab melalui penelitian ini


adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan, capaian, dan dampak dari
Inpres No. 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Tahun 2014 oleh Kementerian
dan Lembaga terkait dengan isu transparansi pada
sektor hukum?
2. Apa saja rekomendasi yang dapat diberikan kepada
Pemerintahan Jokowi-JK untuk memperkuat strategi
pemberantasan tindak pidana korupsi ke depannya?
C. TUJUAN

Tujuan dari rangkaian kegiatan ini adalah:


1. Mendapatkan gambaran mengenai upaya, capaian,
dan dampak pelaksanaan Stranas PPK sepanjang tahun
2014, khususnya oleh Kementerian dan Lembaga ter
kait transparansi pada sektor hukum;
3

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

2. Mendorong komitmen pemerintahan Jokowi-JK untuk


memenuhi agenda perubahan terkait dengan upaya
percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi,
khususnya dalam rangka memperkuat Stranas PPK
2015 2019.
D. LINGKUP PENELITIAN DAN BASELINE

Batasan dari penelitian ini adalah pelaksanaan, capaian,


dan dampak dari aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi
yang dilakukan oleh pemerintah sepanjang tahun 2014 dengan
memfokuskan pada aksi yang berkaitan dengan pemenuhan
hak atas informasi publik sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP) dan peraturan-peraturan turunannya.
Baseline yang digunakan dalam penelitian ini, di antaranya:
1. Indeks Negara Hukum Indonesia, khususnya prinsip
Pemerintahan Berdasarkan Hukum dan Akses Terhadap
Keadilan;
2. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang
Strategi Nasional Pencegahan Dan Pemberantasan
Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 Dan Jangka
Menengah Tahun 2012-2014;
3. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2013 tentang
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014; dan
4. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014.
E. METODOLOGI & KERANGKA LOGIS

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan


memanfaatkan data sebagai berikut:
1. Data primer yang diperoleh melalui: FGD, diskusi
dengan ahli, dan wawancara dengan pejabat peme
rintah.
4

Pendahuluan

2. Data sekunder yang diperoleh melalui penelusuran


dokumen, di antaranya: laporan tahunan kementerian/
lembaga pemerintah; laporan monitoring organisasi
masyarakat sipil; hasil survei; pemberitaan media
massa; dan sebagainya.
Kerangka logis penelitian secara singkat tergambar dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel 1.1 Kerangka Penelitian
Tujuan

Evaluasi
implementasi
Stranas PPK
2014

Outcomes

Strategi
pemberantasan
korupsi yang
lebih kuat

Kegiatan

Output

FGD
penentuan
fokus area
dan parameter
evauasi

Hasil
identifikasi
fokus area
dan parameter
evauasi

N.A.

Penelitian
pustaka

Data dan
informasi
terkait
pelaksanaan
Stranas PPK
2014

Terbatasnya
ketersediaan
data dan
akses
informasi
dari Badan
Publik

Wawancara
dengan
pejabat
pemerintah
terkait

Data dan
informasi
terkait
pelaksanaan
Stranas PPK
2014

Resiko

Jadwal yang
berubah,
keengganan
dan
kompetensi
pejabat yang
diinterview

Pertemuan
ahli

Penilaian
ahli terhadap
pelaksanaan
Stranas PPK
2014

Penelitian
laporan
(melalui
workshop &
FGD)

Hasil penilaian
& rekomendasi
terhadap
Keterbatasan
pelaksanaan
waktu
Stranas PPK
2014

Pandangan
bias dari
ahli

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

F. KELUARAN

Keluaran dari rangkaian kegiatan ini adalah Laporan Pene


litian tentang Evaluasi Pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan
dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Indonesia tahun
2014 terkait transparansi di sektor Hukum, yang memuat:
1. Hasil evaluasi pelaksanaan Stranas PPK tahun 2014;
dan
2. Rekomendasi penguatan Stranas PPK untuk peme
rintahan Jokowi-JK.

BAB II

Tinjauan Aksi Pencegahan &


Pemberantasan Korupsi Tahun 2014

engaturan mengenai Aksi Pencegahan dan Pemberantasan


Korupsi Tahun 2014 (Aksi PPK 2014) termuat dalam
Inpres No. 2/2014 sebagai implementasi dari Strategi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Jangka
Panjang Tahun 20122025 dan Jangka Menengah Tahun 2012
2014 (Stranas PPK). Aksi PPK tahun 2014 terdiri 245 aksi, yang
terbagi ke dalam lima strategi, yang terdiri dari:
1. Strategi Pencegahan, terdiri dari 161 aksi;
2. Strategi Penegakan Hukum, terdiri dari 28 aksi;
3. Strategi Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan,
terdiri dari sembilan (9) aksi;
4. Strategi Kerjasama Internasional dan Penyelamatan
Aset Hasil Tipikor, terdiri dari 24 aksi; dan
5. Strategi Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi, terdiri
dari 23 aksi.
Sebagaimana telah diutarakan pada bab sebelumnya, bahwa
evaluasi terhadap Stranas PPK 2014 akan dilakukan terhadap
aksi-aksi terkait dengan transparansi pada sektor hukum. Hal ini
dekat relevansinya dengan dua dari lima prinsip Negara Hukum
yang dirumuskan oleh ILR, yaitu Pemerintahan Berdasarkan
Hukum dan Akses Terhadap Keadilan.
Dalam prinsip Pemerintahan Berdasarkan Hukum, terdapat
indikator Pengawasan yang Efektif, dengan subindikatornya
7

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Pengawasan Internal oleh Pemerintah. Kepolisian, Kejaksaan,


dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebagai bagian dari
pemerintah memiliki mekanisme pengawasan internal, dan
dalam Aksi PPK 2014 penekanan hal tersebut ada pada Kepolisian
(Aksi Nomor 163 dan 166).
Sedangkan untuk prinsip Akses Terhadap Keadilan, salah
satu indikatornya adalah Keterbukaan Informasi Publik. Akses
Terhadap Keadilan dalam artian formal tersebut mengukur:
apakah sistem peradilan bisa diakses oleh publik? Apakah sistem
peradilan yang ada sudah mencerminkan proses yang cepat dan
terjangkau?
Dalam indikator pertama, yang diukur adalah keterbukaan
informasi, yaitu kemudahan masyarakat untuk mendapatkan
informasi yang dibutuhkan dalam tahapan sistem peradilan:
tahap penyidikan; tahap penuntutan; dan tahap beracara di
pengadilan. Selain mengukur kemudahan masyarakat untuk
informasi di setiap tahapan, indikator ini juga akan melihat
sejauh mana respon dari setiap institusi yang berwenang jika ada
keluhan yang disampaikan oleh publik dalam setiap tahapan.
Kementerian/Lembaga pada sektor hukum dimandatkan untuk
melaksanakan beberapa aksi terkait dengan transparansi.
A. AKSI TERKAIT TRANSPARANSI PADA SEKTOR HUKUM

Evaluasi terhadap Aksi PPK 2014 memfokuskan pada


isu transparansi Kementerian/Lembaga pada sektor hukum,
dalam hal ini adalah: Kepolisian; Kejaksaan Agung; Sekretariat
Mahkamah Agung; dan Kementerian Hukum dan HAM. Secara
rinci, aksi-aksi PPK 2014 terhadap Kementerian/Lembaga pada
sektor hukum terkait transparansi sebagai berikut:

Tinjauan Aksi Pencegahan & Pemberantasan Korupsi Tahun 2014

1.

Kepolisian
Tabel 2.1: Aksi Stranas Kepolisian

No
I.

AKSI
Strategi Pencegahan
Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Informasi (TI)

6.

Pelaksanaan transparansi, dan akuntabilitas dalam penanganan perkara


berbasis Teknologi Informasi (TI)

49.

Optimalisasi Keterbukaan informasi dalam pengelolaan Penerimaan


Negara Bukan Pajak (PNBP) Kepolisian Negara Republik Indonesia

90.

Penyampaian data dan informasi terkait perpajakan dari kementerian,


lembaga dan instansi pemerintah.

129.

Optimalisasi Penghapusan dana offbudget , dan sumbangan dari pihak


yang diberi bantuan keamanan serta publikasikan penerimaan hibah/
bantuan dari pihak lain

II.

Strategi Penegakan Hukum


Penguatan Serta Peningkatan Konsistensi Sanksi Hukum dan
Administrasi Bagi Pelaku Maupun Aparat Penegak Hukum yang
Melakukan Penyimpangan dan Penyalahgunaan Wewenang atau
Tipikor

163.

Optimalisasi pelaksanaan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011


tentang Kode Etik Profesi Polri dan Kep Kapolri Nomor 43 Tahun 2004
tentang Tata cara Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia

166.

Optimalisasi Penanganan dugaan pelanggaran oleh oknum Kepolisian


Negara Republik Indonesia yang menjadi sorotan media massa

167.

Optimalisasi dan akuntabilitas penanganan Laporan Hasil Analisis


(LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Memperkuat Koordinasi Penanganan Kasus Korupsi di Antara
Lembaga Penegak Hukum dengan Dukungan Teknologi Informasi
yang Komprehensif (E-Law Enforcement)

208.

Penyelesaian barang sitaan/rampasan yang sudah lama tersimpan di


Rupbasan

214.

Peningkatan transparansi pengelolaan aset

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

2. Kejaksaan
Tabel 2.2: Aksi Stranas Kejaksaan
NO
I.

AKSI
Strategi Pencegahan
Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Informasi (TI)

51.

Publikasi secara reguler jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak


(PNBP) dari penanganan perkara oleh Kejaksaan Republik Indonesia
(pengembalian kekayaan negara, denda dan barang rampasan)

52.

Peningkatan transparansi dan akuntabilitas penanganan perkara


berbasis Teknologi Informasi (TI)

3. Kementerian Hukum dan HAM Ditjen Pemasyarakatan


Tabel 2.3: Aksi Stranas Ditjen Pemasyarakatan
NO
IV.

AKSI
Strategi Kerja Sama Internasional Dan Penyelamatan Aset Hasil
Tipikor
Memastikan Terbentuknya Unit Pengelolaan Aset (Asset Management
Unit) Hasil Tipikor Guna Mendukung Proses Penegakan Hukum
dan Transparansi Pengelolaan Aset Terkait Lainnya Sebagai Bentuk
Pemanfaatan Pengelolaan Aset Tipikor

203.

Peningkatan akuntabilitas pengelolaan barang sitaan dan rampasan

207.

Penyelesaian barang sitaan/rampasan yang sudah lama tersimpan di


Rupbasan

4. Sekretariat Mahkamah Agung


Tabel 2.4: Aksi Stranas Mahkamah Agung
NO
I

AKSI
Strategi Pencegahan

26.

Tindak lanjut penanganan pengaduan masyarakat

113.

Evaluasi pelaksanaan seleksi calon hakim berdasarkan kompetensi

10

Tinjauan Aksi Pencegahan & Pemberantasan Korupsi Tahun 2014

B. KETERKAITAN AKSI PPK 2014 DENGAN STRATEGI NASIONAL PPK

Meskipun tidak menjadi bagian dari evaluasi, penting pula


untuk mencermati keterkaitan antara Aksi PPK 2014 dengan
Stranas PPK, khususnya yang terkait strategi jangka menengah
(20122014). Sebagai analogi adalah Rencana Kerja Tahunan
sebagai penjabaran program dan upaya untuk mencapai tujuan
dan sasaran dari Rencana Strategis. Seyogianya Aksi PPK 2014
pun disusun dan dilaksanakan dalam rangka pemenuhan
Strategi PPK Jangka Menengah Tahun 2012 2014.
Jika Aksi PPK 2014 disandingkan dengan Stranas PPK Jangka
Menengah maka dengan mudah akan terlihat konsistensi antara
keduanya. Bahkan, untuk beberapa aksi, kalimatnya hampir
sama dengan yang digunakan oleh Stranas PPK. Misalnya,
pada aksi nomor 129: Optimalisasi Penghapusan dana offbudget,
dan sumbangan dari pihak yang diberi bantuan keamanan serta
publikasikan penerimaan hibah/bantuan dari pihak lain, sementara
pada Stranas PPK: Pemantapan administrasi keuangan negara,
termasuk penghapusan dana off-budget, dan mempublikasikan
penerimaan hibah/bantuan/donor di badan publik dan partai politik.
Apabila dicermati lebih dalam, rumusan Stranas PPK -baik
jangka panjang dan jangka menengah- dirasakan terlalu teknis
dan terjebak pada rumusan program ketimbang rumusan yang
lebih strategis. Agenda pemberantasan korupsi membutuhkan
grand design yang tidak hanya komprehensif, tetapi juga dirumus
kan secara sistematis sebagaimana perencanaan strategis model
piramida.

11

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Gambar 2.1: Analogi Piramida Turunan Visi ke Aksi

Dalam Stranas PPK jangka panjang, sudah dimulai rumusan


kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh K/L untuk setiap
strateginya. Hal ini pun terulang kembali ketika merumuskan
strategi jangka menengah. Pada akhirnya, tidak ada fleksibilitas
dari K/L dalam merumuskan aksi PPK. Fleksibilitas dimaksudkan
untuk membuka ruang inovasi dan terobosan bagi K/L dalam
merumuskan aksi PPK yang sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik internal mereka.
Sebagai perbandingan adalah grand design Reformasi
Birokrasi (RB) 2010-2025 yang tertuang dalam Peraturan
Presiden Nomor 81 Tahun 2010. Grand Design Reformasi Birokrasi
memiliki visi pemerintahan kelas dunia, yang kemudian
diturunkan ke dalam roadmap RB melalui Peraturan Menteri
Penyadagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Durasi roadmap yang dilakukan selama lima tahun ini terbagi
ke dalam tiga tingkat: makro, miso dan mikro. Roadmap inilah
yang kemudian memberikan arahan kepada setiap K/L untuk
melaksanakan RB. Apabila pada Stranas PPK area tindakan
terbagi ke dalam enam strategi (pencegahan, penegakan hukum,
12

Tinjauan Aksi Pencegahan & Pemberantasan Korupsi Tahun 2014

dan sebagainya), maka pada Roadmap RB diistilahkan sebagai


delapan area perubahan.
Stranas PPK dapat diperkuat dengan mengadopsi model
atau pendekatan perumusan grand design RB -meskipun baik
dari sisi konten dan pendekatan implementasinya harus lebih
baik dari pelaksanaan RB itu sendiri. Dengan demikian, upaya
pencegahan dan pemberantasan korupsi pada setiap K/L
memiliki pola dan arah pergerakan yang kurang lebih sama,
akan tetapi pada level teknis pelaksanaannya sangat tergantung
dari kebutuhan dan karakteristik dari K/L tersebut.

13

14

BAB III

Temuan dan Hasil Evaluasi

A. CAPAIAN AKSI STRANAS PADA SEKTOR PENEGAK HUKUM

ab ini akan mempresentasikan implementasi dan capaian


serta dampak aksi Stranas pada sektor penegak hukum.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab II, setiap lembaga
penegak hukum mempunyai penekanan strategi yang berbedabeda. Misalnya Kepolisian, yang ditekankan pada dua strategi
besar: pencegahan dan penindakan. Sedangkan untuk Kejaksaan
hanya pada isu pencegahan.
Temuan faktual terkait kondisi dan pencapaian masingmasing Aksi Stranas di setiap lembaga pada tahun 2014, dapat
dilihat dalam narasi di bawah ini.
1. Kepolisian
Strategi Pencegahan

a. Aksi Nomor 6: Pelaksanaan Transparansi dan Akuntabilitas


dalam Penanganan Perkara Berbasis Teknologi Informasi (TI)
Terdapat tiga ukuran kriteria yang digunakan dalam men
capai keberhasilan aksi ini:
1) Tersedianya sistem penanganan perkara berbasis
teknologi informasi di seluruh Polres sesuai Peraturan
Kepala Kepolisian RI No. 14/2012;
2) Surat tanda terima laporan dan surat pemberitahuan
perkembangan hasil penyelidikan/penyidikan (SP2HP)
15

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

dan penyidikan yang dapat diakses secara online oleh


pelapor;
3) Dipublikasikannya dalam website status penanganan
perkara yang menarik perhatian publik (perkara yang
dimuat di media cetak nasional) termasuk, antara
lain: inisial tersangka serta waktu dan tindakan terkait
penanganan perkara (misal masih pemeriksaan saksi,
kapan ditahan, kapan P19, kapan P21, dll)
Ukuran situs/website resmi Kepolisian yang diambil sebagai
sampel adalah 10 kota besar di Indonesia (penduduk di atas 100
ribu jiwa) dengan penyebaran wilayah kepulauan secara merata,
yaitu: Polda Metrojaya, Polrestabes Surabaya, Polrestabes
Bandung, Poltabes Medan, Poltabes Palembang, Polrestabes
Makassar, Polresta Samarinda, Polresta Banjarmasin, Polresta
Manado dan Polres Jayapura.
Dari hasil pemantauan dengan cara mengunjungi situs resmi
institusi Kepolisian di beberapa daerah tersebut diketahui bahwa
sebagian besar (90%) institusi tersebut belum menyediakan
sistem yang menjamin Surat Tanda Terima Laporan (STTL) dan
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP)
yang dapat diakses secara online oleh pelapor. Hanya Polda Metro
Jaya yang memiliki situs online SP2HP yang dapat diakses oleh
pelapor. Sedangkan sisanya, tidak memiliki situs SP2HP online.
Bahkan untuk Polresta Manado dan Polrestabes Surabaya,
tidak punya website resmi. Jika pun ada institusi Kepolisian
yang memiliki informasi, hanya berbentuk blog, seperti:
Polrestabes Bandung, Polrestabes Makkasar, Polresta Palembang
(Pengecekan Terakhir 5 November 2015).

16

Temuan dan Hasil Evaluasi

Gambar 3.1: Situs Polresta Palembang


(Terakhir diakses 5 November 2015)

Gambar 3.2: Situs Polrestabes Bandung


(terakhir diakses pada 5 November 2015)

17

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Gambar 3.3: Situs Polrestabes Makassar


(terakhir diakses pada 5 November 2015)

Ketika sistem yang diharapkan tidak tersedia, maka kriteria


keberhasilan yang kedua: terkait dengan Surat Tanda Terima
Laporan (STTL) dan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil
Penyidikan (SP2HP) yang dapat diakses oleh pelapor, tentu saja
tidak tersedia. Dari sepuluh sampel Polda/Polrestabes/Polresta
yang diambil, hanya Polda Metrojaya yang memiliki sistem yang
dapat diakses secara online oleh pelapor.

Gambar 3. 4: Situs Surat Tanda Terima Laporan dan Pemberitahuan


Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Polda Metrojaya
(terakhir diakses 5 November 2015)

18

Temuan dan Hasil Evaluasi

Pada sisi lain, terkait dengan dipublikasikannya status


penanganan perkara yang menarik perhatian publik di sepuluh
sampel yang diambil -sebagaimana yang dimaksud oleh kriteria
ketiga, diketahui bahwa hanya Polda Metrojaya yang telah melak
sanakannya. Itu pun dengan catatan, hanya memuat inisial
tersangka dan waktu penanganan. Sedangkan tindakan lain yang
terkait penanganan perkara seperti pemeriksaan saksi, kapan
ditahan, kapan P19 dan P21, tidak ditemukan. Artinya, Polda Metro
Jaya hanya meng-upload berita-berita pidana yang ditangani tanpa
ada penjelasan lebih detil sejauh mana status hukum tersangka.
Kondisi lebih lengkap terkait dengan kondisi website seluruh
sampel yang diambil terkait status penanganan perkara yang
menarik perhatian publik di sepuluh sampel yang diambil dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3.1: Kondisi Situs Kepolisian Terkait Status Penanganan
Perkara yang Menarik Perhatian Publik
Institusi Kepolisian
di Daerah

Kondisi Website

Polda Metrojaya

Ada, namun hanya memuat inisial tersangka dan


waktu penanganan. Sedangkan tindakan lain terkait
penanganan perkara seperti pemeriksaan saksi, kapan
ditahan, kapan P19 dan P21 tidak ditemukan.

Polrestabes Surabaya

Tidak memiliki website

Polrestabes Bandung

Secara umum bisa dikatakan tidak ada. Terakhir


kasus yang dirilis pada 8 Februari 2013 terkait dengan
prostitusi online.

Poltabes Medan

Ada, tapi tidak update. Terakhir berita hanya pada bulan


Maret. Kategori ada pun hanya dalam bentuk berita,
tidak secara detil menginformasikan sejauh mana status
tersangka.

Polrestabes Makassar

Tidak ditemukan meski wujudnya hanya berbentuk


blog.

Polresta Palembang

Tidak ditemukan meski wujudnya hanya berbentuk


blog.

19

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Polresta Samarinda

Ada, tapi tidak memadai. Sepanjang tahun 2015 hanya


dua kasus yang dipublikasikan ke publik

Polresta Banjarmasin

Ada, tapi sebatas pengumpulan informasi di media


massa. Informasi yang terakhir diupdate pada 2
September. Sebelum dikunjungi terakhir kali (5
November), situs tersebut pernah diretas sehingga tidak
berfungsi selama berbulan-bulan.

Polresta Manado

Tidak memiliki website

Polres Jayapura

Ada, namun hanya memuat inisial tersangka dan


waktu penanganan. Sedangkan tindakan lain terkait
penanganan perkara seperti pemeriksaan saksi, kapan
ditahan, kapan P19 dan P21 tidak ditemukan.

b. Aksi Nomor 49: Optimalisasi Keterbukaan informasi dalam


Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Kepolisian Negara Republik Indonesia
Ukuran keberhasilan yang digunakan dalam aksi ini adalah
terpublikasikannya informasi perolehan PNBP Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam situs resmi, yang terdiri
dari:
1) Jumlah seluruh PNBP yang diperoleh untuk setiap jenis
layanan/denda;
2) Jumlah PNBP yang sudah disetorkan ke kas Negara.
Dari hasil pemantauan yang dilakukan terhadap situs resmi
seperti: http://www.kemenkeu.go.id; http://www.pajak.go.id;
http://www.humaspolri.go.id;
http://www.perbendaharaan.
go.id; tidak ditemukan satu pun informasi yang memuat
PNBP yang diperoleh untuk setiap layanan/denda serta jumlah
PNBP yang sudah disetorkan ke kas negara sebagaimana yang
dimaksud oleh PP No 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia (PP Jenis dan Tarif PNPB
Kepolisian)
20

Temuan dan Hasil Evaluasi

Menurut PP Jenis dan Tarif PNPB Kepolisian, terdapat 12


item PBNP yang dapat dipungut oleh Kepolisian yaitu:
Tabel 3.2: Daftar PNBP yang Diterima Kepolisian

No

Item PNBP Kepolisian

1.

Penerbitan Surat Izin Mengemudi

2.

Pelayanan Ujian Keterampilan Mengemudi Melalui Simulator

3.

Penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan

4.

Penerbitan Surat Tanda Coba Kendaraan

5.

Penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor

6.

Penerbitan Buku Pemilik Kendaran Bermotor

7.

Penerbitan Surat Mutasi Kendaraan Ke Luar Daerah

8.

Penerbitan Surat Izin Senjata Api dan Bahan Peledak

9.

Penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian

10.

Penerbitan Surat Keterangan Lapor Diri

11.

Penerbitan Kartu Sidik Jari (Inafis Card)

12. Denda Pelanggaran Lalu Lintas

Dari keempat situs yang dicek tersebut, apabila publik


ingin memperoleh informasi terkait PNBP yang diterima
dan dikelola oleh Kepolisian, hanya bisa ditemukan di situs
Kementerian Keuangan. Informasi itu pun hanya sebatas
informasi makro penerimaan PNBP lainnya, sebagaimana
yang termuat dalam Laporan Keuangan Kementerian Anggaran
Tahun Anggaran 2014. Situs Kementerian Keuangan tersebut
menyebutkan bahwa realisasi PNBP lainnya yang diterima oleh
Negara sebesar Rp. 429.505.961.063. Apabila dibandingan
dengan tahun sebelumnya (tahun 2013), terdapat penurunan
penerimaan negara dari tahun sebelumnya (2013) sebesar Rp
520.913.047.356.
Sedangkan di situs Polri, Dirjen Pajak dan Perbendaharaan
Negara, tidak ditemukan satu pun informasi mengenai PNBP
21

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

yang diterima Kepolisian. Bahkan dari pelacakan yang dilakukan,


situs Dirjen Pajak pun sedang mengalami kerusakan (lihat
gambar 5).

Gambar 3.5: Situs Dirjen Pajak (Diakses 5 November 2015)

Dari penelusuran terhadap situs lain yang dilakukan,


jika pun publik ingin mendapatkan informasi sejauh mana
pengelolaan PNBP Polri, hal itu hanya dapat ditemukan dalam
dokumen Nota Keuangan APBN 2014 -yang menyebutkan
bahwa target penerimaan PNBP Polri tahun 2014 adalah 4,8
triliun. Itu pun dengan cara melihat satu persatu informasi yang
terdapat di dalam website Kementerian Keuangan. Artinya, publik
harus berusaha cukup keras dan teliti dalam mencari informasi
di mana tidak semuanya mempunyai pemahaman yang cukup
komprehensif terhadap siklus anggaran publik.

22

Temuan dan Hasil Evaluasi

Gambar 3. 6: Dokumen Nota Keuangan APBN 2014


di Situs Kementerian Keuangan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keterbukaan


informasi dalam pengelolaan PNBP Kepolisian yang dapat
diakses publik sebenarnya tidak tersedia. Publik tidak pernah
tahu sejauh mana penerimaan dan pengelolaan PNBP di
Kepolisian secara memadai.

Gambar 3.7: Situs Resmi Polri (diakses 5 November 2015)

23

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

c. Aksi Nomor 90: Penyampaian Data dan Informasi terkait


Perpajakan dari Kementerian, Lembaga dan Instansi Pemerintah
Aksi Stranas PPK Nomor 90 ini mengamantkan Kepolisian
untuk melakukan penyampaian data terkait perpajakan, di
antaranya: data kepemilikan kendaraan bermotor, peralihan
kepemilikan kendaraan bermotor, serta data lain yang berguna
untuk peningkatan penerimaan pajak dalam bentuk data
elektronik berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun
2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi
yang Berkaitan dengan Perpajakan kepada Kementerian
Keuangan sebagai instansi terkait yang ditunjuk.
Ukuran keberhasilan aksi ini berupa kepatuhan dalam
penyampaian data dan informasi perpajakan, di antaranya
data kepemilikan kendaraan bermotor, peralihan kepemilikan
kendaraan bermotor serta data lain yang berguna untuk
peningkatan penerimaan pajak dalam bentuk data elektronik
berdasarkan PP Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan
Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan
Perpajakan.
Setelah melakukan penelusuran terhadap data terkait
perpajakan seperti data kepemilikan kendaraan bermotor,
peralihan kepemilikan kendaraan bermotor, serta data lain yang
berguna untuk peningkatan penerimaan pajak dalam bentuk
data elektronik dalam situs: http://www.kemenkeu.go.id/;
http://www.pajak.go.id/; http://polri.go.id/; dan http://www.
perbendaharaan.go.id/new/?pilih=login, tidaklah ditemukan
informasi pada situs resmi lembaga negara tersebut.
Keempat situs tersebut hanya berisi informasi tentang:
Layanan situs Kementerian Keuangan untuk individu/
profesional/masyarakat umum serta informasi dan
publikasi Kementerian Keuangan Negara;
Publikasi kegiatan Ditjen Perpajakan, penerimaan
pajak, siaran pers, lelang barang sitaan perpajakan;
24

Temuan dan Hasil Evaluasi

Informasi publik, Pengaduan Masyarakat, Pelayanan


SIM, Pelayanan SKCK, Pelayanan STNK dan publikasi
kegiatan.

Penelusuran juga dilakukan pada situs resmi pengelola


informasi dan dokumentasi lembaga Kepolisian di tautan http://
humas.polri.go.id/, namun tidak ditemukan juga data yang
dimaksud atau data yang terkaitan dengan data dan informasi
perpajakan tersebut.
Berdasarkan penelusuran di lapangan terkait aksi ini dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Penyampaian Data terkait Perpajakan di Kepolisian
kepada Kementerian Keuangan yang berisi: data
kepemilikan kendaraan bermotor, peralihan kepemil
ikan kendaraan bermotor, serta data lain yang berguna
untuk peningkatan penerimaan pajak dalam bentuk
data elektronik berdasarkan PP Nomor 31 Tahun 2012
tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan
Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan, tidak
dilaksanakan dan tidak dipublikasikan.
2) Kepolisian tidak menjalankan kepatuhan dalam pe
nyampaian data dan informasi perpajakan sebagai
kriteria keberhasilan atau outcome sebagaimana target
oleh Inpres 2/2014.
d. Aksi Nomor 129: Optimalisasi Penghapusan Dana Off-budget,
dan Sumbangan dari Pihak yang Diberi Bantuan Keamanan
serta Publikasi Penerimaan Hibah/Bantuan dari Pihak Lain
Aksi ini memberikan mandat kepada Kepolisian untuk
mempublikasikan penerimaan hibah atau bantuan dari pihak
lain dalam website Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
secara mandiri. Ukuran keberhasilan aksi ini adalah publikasi
penerimaan hibah atau bantuan dari pihak lain dalam website
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) secara mandiri,
25

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

dengan kriteria keberhasilan berupa Kepolisian Negara Republik


Indonesia yang lebih mandiri dan akuntabel.
Setelah melakukan penelusuran terhadap data terkait
penerimaan hibah atau bantuan dari pihak lain kepada
Kepolisian Negara Republik Indonesia, tidaklah ditemukan
informasinya pada situs resmi Kepolisian. Situs resmi Kepolisian
tidak dapat diakses dan tampilan laman kosong.

Gambar 3.8: Hasil Pencarian Situs Resmi Polri

Gambar 3.9: Situs Resmi Kepolisian Tidak Dapat Diakses

26

Temuan dan Hasil Evaluasi

Selain melakukan penelusuran terhadap situs resmi


Kepolisian, penelusuran juga dilakukan terhadap situs resmi
Pengelola Informasi dan Dokumentasi Lembaga Kepolisian pada
tautan http://humas.polri.go.id/. Dalam situs tersebut, hanya
ditemukan 2 (dua) dokumen laporan yang dipublikasikan,
yakni:
Laporan hasil pelaksanaan aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi (PPK) Seksi Keuangan Polres
Lampung Selatan, Triwulan I Tahun Anggaran 2014;
dan
Laporan hasil pelaksanaan aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi (PPK) Seksi Keuangan Polres
Lampung Selatan, Triwulan IV Tahun Anggaran 2014

Gambar 3. 10: Laporan Hasil Pelaksanaan Aksi Pencegahan dan


Pemberantasan Korupsi (PPK) Seksi Keuangan Polres Lampung Selatan,
Triwulan I Tahun Anggaran 2014

27

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Gambar 3.11: Laporan Hasil Pelaksanaan Aksi Pencegahan dan


Pemberantasan Korupsi (PPK) Seksi Keuangan Polres Lampung Selatan,
Triwulan IV Tahun Anggaran 2014

Berdasarkan temuan dari penelusuran di lapangan terkait


aksi ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Aksi ini tidak dilaksanakan secara maksimal dan
menyeluruh di Kepolisian baik di tingkat pusat
(Markas Besar) maupun di bawahnya (Kepolisian
Daerah, Kepolisian Resor, Kepolisian Sektor). Dari
penelusuran yang dilakukan, hanya terdapat 2 (dua)
dokumen laporan yang dapat ditemukan, yaitu dari
Kepolisian Resor Lampung Selatan, dan itu pun bukan
di situs resmi Kepolisian pada tautan http://polri.
go.id/ melainkan pada situs Pengelola Informasi dan
Dokumentasi Lembaga Kepolisian pada tautan http://
humas.polri.go.id/.
2) Kriteria keberhasilan atau outcome yang ditargetkan
oleh Inpres 2/2014 berupa Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang lebih mandiri dan akuntabel tidak
tercapai.

28

Temuan dan Hasil Evaluasi

Strategi Penegakan Hukum

a. Aksi Nomor 163: Optimalisasi Pelaksanaan Peraturan Kapolri


Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan
Keputusan Kapolri Nomor 43 Tahun 2004 tentang Tata cara
Penyelesaian Pelanggaran Disiplin Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia
Aksi ini mengamanahkan kepada Kepolisian untuk
menerapkan sanksi bagi pejabat dan aparat yang melakukan
pelanggaran kode etik dan disiplin di Kepolisian dan
mempublikasikan informasi tersebut, yang setidaknya memuat
jenis pelanggaran dan pasal yang dilanggar serta sanksi yang
dijatuhkan melalui situs resmi Kepolisian.
Ukuran keberhasilan aksi ini adalah penerapan sanksi bagi
pejabat dan aparat yang melakukan pelanggaran kode etik dan
disiplin di Kepolisian dan mempublikasikan informasi tersebut
yang setidaknya memuat jenis pelanggaran dan pasal yang
dilanggar serta sanksi yang dijatuhkan melalui situs resmi secara
mandiri, dengan kriteria keberhasilan sebagai outcome adalah
meningkatnya akuntabilitas dan transparansi proses penegakan
kode etik dan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia serta penjatuhan hukuman.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, tidak ditemukan
informasi pada situs resmi http://polri.go.id/. Sehingga
penelusuran dilakukan pada situs resmi Komisi Kepolisian
Nasional Republik Indonesia (Kompolnas), yakni http://www.
kompolnas.go.id/. Dari situs Kompolnas tersebut, informasi yang
tersedia hanya berisi informasi tentang pengaduan masyarakat,
layanan informasi, dan publikasi kegiatan.
Penelusuran kemudian juga dilakukan pada situs resmi
Pengelola Informasi dan Dokumentasi Lembaga Kepolisian
pada tautan http://humas.polri.go.id/, dan ditemukan dokumen
laporan yang dipublikasikan, yakni:

29

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

1) Bahan narasumber dalam acara diskusi publik menge

nai praktik penyiksaan dalam rangka hari dukungan


internasional untuk korban penyiksaan, yang berisi
tentang:
Rekapitulasi data laporan dugaan arogansi penyi
dikan (upaya paksa tanpa sprindik dengan penyik
saan) selama tahun 2012 2015 dari setiap kantor
Kepolisian Daerah;
Rekapitulasi data laporan dugaan pelanggaran
KDRT (pelaku anggota Polri) selama tahun 2012
2015 dari setiap kantor Kepolisian Daerah;
Putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri berkaitan
dengan kasus arogansi penyidikan/penganiayaan
dan KDRT selama tahun 2012 2015;
2) Data Pelanggaran Kode Etik dan Profesi Polri (KEPP)
bulan Januari s/d Maret 2014;
3) Data Pelanggaran Kode Etik dan Profesi Polri (KEPP)
Bulan April s/d Juni 2014;
4) Data Penindakan/Penyelesaian Pelanggaran Anggota/
PNS Polri tahun 2014
Keseluruhan data di atas berupa angka kumulatif dan tidak
mendetil terkait siapa anggota Kepolisian yang melakukan
pelanggaran dan jenis pelanggarannya apa, lalu prosesnya
bagaimana, serta dikenakan sanksi apa. Meski demikian, yang
menarik adalah, ditemukannya 1 (satu) dokumen laporan
terkait Data Pelanggaran KEPP Tahun 2012-2014 dari Polres
Palangkaraya yang sudah mencantumkan nama-nama Anggota
Lembaga Kepolisian yang melakukan dugaan pelanggaran kode
etik dan disiplin, berdasarkan laporan nomor dan putusan
sidang KEPP serta status prosesnya selesai atau belum. Namun,
jika diperhatikan lebih detil, substansi utama dari data tersebut
adalah pada komponen informasi Dukungan Anggaran:
Pemberkasan dan Sidang.
30

Temuan dan Hasil Evaluasi

Gambar 3.12: Data Bahan Narasumber dalam Acara Diskusi Publik


Mengenai Praktik Penyiksaan Dalam Rangka Hari Dukungan
Internasional untuk Korban Penyiksaan

Gambar 3.13: Data Pelanggaran Kode Etik dan Profesi Polri (KEPP)
Bulan Januari s/d Maret 2014

31

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Gambar 3.14: Data Pelanggaran Kode Etik dan Profesi Polri (KEPP)
Bulan April s/d Juni 2014

Gambar 3.15: Data Penindakan/Penyelesaian Pelanggaran Anggota/PNS


Polri Tahun 2014

32

Temuan dan Hasil Evaluasi

Gambar 3.16: Data Pelanggaran KEPP Tahun 2012-2014 dari Polres


Palangkaraya

Berdasarkan penelusuran di lapangan terkait aksi ini,


dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Aksi ini tidak dilaksanakan. Dari kelima data yang
ditemukan, seluruhnya masih berupa angka kumulatif
dan tidak mendetil dari setiap kantor Kepolisian
Daerah serta bukan dipublikasikan situs resmi
Kepolisian pada tautan http://polri.go.id/ melainkan
pada situs resmi Pengelola Informasi dan Dokumentasi
Lembaga Kepolisian pada tautan http://humas.polri.
go.id/. Masih belum terdapat informasi mengenai siapa
anggota/aparat yang diduga melakukan pelanggaran,
jenis pelanggarannya, laporan siapa, bagaimana
prosesnya, dan penjatuhan sanksinya.
2) Kriteria keberhasilan sebagai outcome yang ditentukan
berupa meningkatnya akuntabilitas dan transparansi
proses penegakan kode etik dan disiplin anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia serta penjatuhan
hukuman, belum tercapai secara maksimal.

33

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

b. Aksi Nomor 166: Optimalisasi Penanganan Dugaan


Pelanggaran oleh Oknum Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang Menjadi Sorotan Media Massa
Aksi ini memberikan mandat kepada Kepolisian dan Komisi
Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk memproses seluruh
dugaan pelanggaran yang menjadi sorotan oleh media massa
sesuai ketentuan yang berlaku dan mempublikasikannya di situs
resmi masing-masing lembaga. Sedangkan ukuran keberhasilan
sebagai output terhadap aksi ini yang ditetapkan adalah adanya
proses terhadap seluruh dugaan pelanggaran yang menjadi
sorotan oleh media massa sesuai ketentuan yang berlaku dan
mempublikasikan di situs resmi Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dengan
kriteria keberhasilan sebagai outcome yang ditargetkan adalah
meningkatnya kepercayaan publik terhadap Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Hasil penelusuran terhadap situs http://polri.go.id/ dan
http://www.kompolnas.go.id/, tidaklah ditemukan informasi
sebagaimana yang dimaksudkan oleh aksi. Kedua situs
tersebut hanya berisi tentang: (1) Informasi publik, pengaduan
masyarakat, pelayanan SIM, pelayanan SKCK, pelayanan STNK
dan publikasi kegiatan; dan (2) Pengaduan masyarakat, layanan
Informasi, dan publikasi kegiatan. Bahkan, dalam penelusuran
yang dilakukan terhadap situs http://polri.go.id/, situs tersebut
tidak dapat diakses dan tampilan laman kosong (Lihat Gambar
3.8 dan 3.9).
Karena ketiadaan informasi dan data yang dimaksud dalam
dua situs resmi di atas, penelusuran juga dilakukan terhadap
pada situs resmi Pengelola Informasi dan Dokumentasi
Lembaga Kepolisian di tautan http://humas.polri.go.id/. Dari
situs tersebut, hanya ditemukan 1 (satu) dokumen laporan yang
dipublikasikan, yakni: data penanganan dugaan Pelanggaran
oleh oknum Polri yang menjadi sorotan media massa pada
34

Temuan dan Hasil Evaluasi

bulan Juli s/d September 2014. Dokumen laporan tersebut berisi


tentang informasi sebagai berikut:
Kesatuan kepolisian (tingkat Kepolisian Daerah) yang
diduga
melakukan pelanggaran yang menjadi
sorotan media massa;
Kasus yang terjadi;
Kronologis singkat (uraian kejadian);
Media massa (cetak) yang mempublikasikan; dan
Tindak lanjut terhadap dugaan pelanggaran.

Gambar 3.17: Data Penanganan Dugaan Pelanggaran oleh Oknum Polri


yang Menjadi Sorotan Media Massa Bulan Juli s/d September 2014

Dalam komponen tindak lanjut terhadap 48 kasus yang


ada dalam Laporan, terlihat bahwa proses yang dilakukan
sebagian besar masih belum ditindaklanjuti, yakni:
Berstatus Bahan Informasi, yakni sebanyak 27 kasus;
Berstatus Proses Penyelidikan sebanyak 4 kasus;
Berstatus Proses Penyidikan sebanyak 14 kasus;
Berstatus Sidang Disiplin sebanyak 1 kasus;
Berstatus Sidang KKE sebanyak 1 kasus; dan terakhir
Berstatus Proses KKE sebanyak 1 kasus.
35

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Berdasarkan penelusuran di lapangan, dapat disimpulkan


sebagai berikut:
1) Aksi PPK Nomor 166 ini tidak dilaksanakan baik oleh
Kepolisian maupun oleh Kompolnas. Tidak ditemukan
satu pun informasi atau data terkait adanya proses
terhadap seluruh dugaan pelanggaran sebagaimana
yang dimaksud dalam aksi sebagaimana ketentuan
yang berlaku dan mempublikasikannya di situs resmi
Kepolisian dan Kompolnas.
2) Kriteria keberhasilan sebagai outcome yang ditentukan
adalah meningkatnya kepercayaan publik terhadap
Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak tercapai.
c. Aksi Nomor Nomor 167: Optimalisasi dan Akuntabilitas
Penanganan Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan Proses penanganan LHA Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan dilaksanakan secara Akuntabel
dan Optimal
Aksi ini memandatkan kepada Kepolisian untuk mem
publikasikan Laporan Hasil Analisis (LHA) dari Lembaga Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang
diterima dan diselesaikan baik oleh Kepolisian maupun oleh
PPATK. Ukuran keberhasilan dari aksi ini berupa terpublikasinya
jumlah Laporan Hasil Analisis (LHA) dari Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang diterima dan
diselesaikan baik oleh Kepolisian maupun oleh PPATK, dengan
kriteria keberhasilan sebagai outcome yang ditetapkan adalah
dilaksanakannya proses penanganan Laporan Hasil Analisis
(LHA) dari Lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) secara akuntabel dan optimal.
Penelusuran data terkait publikasi terhadap Laporan Hasil
Analisis (LHA) dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK), yang diterima dan diselesaikan, baik
36

Temuan dan Hasil Evaluasi

Kepolisian maupun PPATK, tidak menunjukkan adanya


dokumen atau laporan pada situs resmi http://polri.go.id/ dan
http://www.ppatk.go.id/. Kedua sumber dalam tautan tersebut
hanya berisi: (1) Informasi publik, pengaduan masyarakat,
pelayanan SIM, pelayanan SKCK, pelayanan STNK dan publikasi
Kegiatan; dan (2) Statistik Pelaporan dan Transaksi Keuangan
setiap bulannya. Bahkan, situs http://polri.go.id/ tidak dapat
diakses dan tampilan laman kosong (Lihat Gambar 3.8 dan 3.9).
Penelusuran terkait informasi dan data yang dimaksud
juga dilakukan lewat situs resmi Pengelola Informasi dan
Dokumentasi Lembaga Kepolisian di http://humas.polri.
go.id/. Dari situs tersebut, hanya ditemukan 1 (satu) dokumen
laporan yang dipublikasikan: data Laporan Hasil Analisis (LHA)
PPATK Yang Diterima Bareskrim Polri Bulan Januari s/d Maret
2014. Data Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK yang diterima
Bareskrim Polri bulan Januari s/d Maret 2014 pun hanya berisi
informasi tentang subjek (orang yang diduga melakukan
kejahatan), dugaan tindak pidana dan perkembangan proses
(lidik/sidik) yang berjumlah 5 (lima) kasus. Keseluruhan kasus
tersebut masih dalam tahap penyelidikan.

Gambar 3.18: Data Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK Yang Diterima
Bareskrim Polri Bulan Januari s/d Maret 2014

37

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Gambar 3.19: Substansi/Komponen Informasi Data laporan Hasil


Analisis (LHA) PPATK yang Diterima Bareskrim Polri Bulan Januari s/d
Maret 2014

Dari penelusuran di lapangan yang dilakukan dapat disim


pulkan sebagai berikut:
1) Aksi PPK Nomor 167 tidak dilaksanakan baik oleh
Kepolisian maupun PPATK. Hanya ditemukan 1 (satu)
informasi atau data terkait Laporan Hasil Analisis (LHA)
dari Lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK), yang diterima dan diselesaikan, di
situs Pengelola Informasi dan Dokumentasi Lembaga
Kepolisian. Informasi yang tersedia dalam laporan
tersebut pun sangat minim dan tidak jelas.
2) Kriteria keberhasilan sebagai outcome yang ditentukan
yakni proses penanganan Laporan Hasil Analisis (LHA)
dari Lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) yang dilaksanakan secara akuntabel
dan optimal tidak tercapai.
38

Temuan dan Hasil Evaluasi

d. Aksi Nomor 208: Penyelesaian Barang Sitaan/Rampasan


yang Sudah Lama Tersimpan di Rupbasan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia
Aksi PPK pada Nomor 208 ini memandat kepada Kepolisian
untuk melakukan pengumuman dan pelelangan barang sitaan
berupa kendaraan yang tidak diketahui pemiliknya sesuai
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (UU LLAJ), baik oleh Kepolisian maupun oleh
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sebagai
instansi terkait yang ditunjuk. Ukuran keberhasilan (output)
pada aksi ini berupa adanya pengumuman dan pelelangan
tentang barang sitaan berupa kendaraan yang tidak diketahui
pemiliknya sesuai dengan UU LLAJ; dan outcome atau kriteria
keberhasilan yang ditetapkan berupa peningkatan pendapatan
negara dan berkurangnya biaya pemelihataan barang-barang
sitaan yang seharusnya sudah dapat dieksekusi.
Hasil penelusuran data terkait pengumuman dan pelelangan
tentang barang sitaan berupa kendaraan yang tidak diketahui
pemiliknya sesuai dengan UU LLAJ, baik oleh Kepolisian
maupun Kemenkumham, tidak dapat ditemukan dokumen atau
laporannya pada situs berikut ini: (1) http://polri.go.id/; (2)
http://www.kemenkumham.go.id/; (3) www.kejaksaan.go.id;
(4) http://jakarta.kemenkumham.go.id/.
Informasi dalam situs tersebut hanya berisi: (1) Pengaduan
masyarakat, Informasi publik, berita, layanan publik, produk
hukum, info hukum, serta laporan kinerja; (2) Layanan publik,
Informasi publik, berita Kanwil terkini serta publikasi kegiatan;
(3) Informasi publik, berita Kanwil terkini, berita Hukum dan
HAM serta publikasi kegiatan. Bahkan situs http://polri.go.id/
tidak dapat diakses dan tampilan laman kosong (Lihat Gambar
3.8 dan 3.9).
Penelusuran terkait informasi dan data yang dimaksud dalam
aksi ini juga dilakukan lewat situs resmi Pengelola Informasi dan
39

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Dokumentasi Lembaga Kepolisian di tautan http://humas.polri.


go.id/, namun dari situs tersebut tidak ditemukan satu pun data
atau informasi.
Penelusuran di lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Aksi PPK Nomor 208 terkait pengumuman dan
pelelangan barang sitaan berupa kendaraan yang tidak
diketahui pemiliknya sesuai Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU
LLAJ), baik oleh Kepolisian maupun oleh Kementerian
Hukum dan HAM (KemenkumHAM) sebagai instansi
terkait yang ditunjuk, tidak dijalankan sama sekali;
2) outcome atau kriteria keberhasilan yang ditetapkan
berupa peningkatan pendapatan negara dan ber
kurangnya biaya pemelihataan barang-barang sitaan
yang seharusnya sudah dapat dieksekusi, tidak tercapai
sepenuhnya.
e. Aksi Nomor 214: Peningkatan Transparansi Pengelolaan
Aset
Aksi PPK Nomor 214 ini memandatkan Kepolisian untuk
mempublikasikan secara reguler pelaksanaan fungsi pengem
balian aset, yang antara lain memuat: informasi data barang sitaan
dan rampasan yang dikelola (termasuk nilainya, kondisinya dan
tindakan yang diambil dalam rangka menyelamatkan barang
sitaan) dalam situs Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
juga kepada Kementerian Keuangan selaku instansi terkait.
Output sebagai ukuran keberhasilan Aksi Nomor 214 berupa
publikasi secara reguler terkait pelaksanaan fungsi pengembalian
aset, yang antara lain memuat informasi data barang sitaan dan
rampasan yang dikelola (termasuk nilainya, kondisinya dan
tindakan yang diambil dalam rangka menyelamatkan barang
sitaan) dalam situs Kepolisian Negara Republik Indonesia;
sedangkan outcome atau kriteria keberhasilan yang ditetapkan
40

Temuan dan Hasil Evaluasi

berupa meningkatanya akuntabilitas pengelolaan aset oleh


Kepolisian.
Hasil penelusuran data terkait menemukan bahwa
tidak dapat ditemukan dokumen atau laporannya pada situs
resmi lembaga negara berikut ini: http://polri.go.id/; http://
www.perbendaharaan.go.id/new/?pilih=login.;
http://eppid.
kemenkeu.go.id/Informasi/Pemohon; http://www.kemenkeu.
go.id/; http://www.pajak.go.id/. Sumber pada kelima tautan di
atas berisi tentang:
Informasi publik, pengaduan masyarakat, pelayanan
SIM, pelayanan SKCK, pelayanan STNK dan publikasi
kegiatan.
Publikasi kegiatan Ditjen Perbendaharaan Negara;
Informasi, publikasi kegiatan, pengaduan masyarakat
dan dokumentasi Kementerian Keuangan Negara;
Layanan situs Kementerian Keuangan untuk individu/
profesional/ masyarakat umum serta informasi dan
publikasi Kementerian Keuangan Negara;
Publikasi kegiatan Ditjen Perpajakan, penerimaan
pajak, siaran pers, lelang barang sitaan perpajakan.
Sebagai catatan tambahan, sumber tautan pada: http://
polri.go.id/ tidak dapat diakses dan tampilan laman kosong
(Gambar 3.8 dan 3.9).
Penelusuran terkait informasi dan data yang dimaksud
juga dilakukan lewat situs resmi Pengelola Informasi dan
Dokumentasi Lembaga Kepolisian di tautan http://humas.polri.
go.id/; namun tidak ditemukan satu pun data atau informasi
yang dimaksud. Apabila publik ingin mengakses informasi atau
data yang dibutuhkan, maka harus memenuhi syarat mengisi
form elektronik berisi Nama Pengguna dan Sandi.

41

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Gambar 3.20: Tampilan pada laman situs Pengelola Informasi dan


Dokumentasi Lembaga Kepolisian di tautan http://humas.polri.go.id/
terkait Penelusuran Atas data Barang Sitaan.

Dari penelusuran di lapangan yang dilakukan dapat disim


pulkan sebagai berikut:
1) Aksi PPK Nomor 214 tidak dijalankan sama sekali.
Hanya ditemukan satu laman pada situs resmi
Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Lembaga
Kepolisian terkait data Barang Sitaan, namun harus
menggunakan Nama Pengguna dan Sandi dalam
mengaksesnya;
2) Tidak terpenuhinya outcome atau kriteria keberhasilan
yang ditetapkan berupa meningkatnya akuntabilitas
pengelolaan aset oleh Kepolisian.
2. Kejaksaan RI

Strategi Pencegahan
Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Informasi (TI)

a. Aksi Nomor 51: Publikasi secara reguler jumlah Penerimaan


Negara Bukan Pajak (PNBP) dari penanganan perkara oleh
Kejaksaan Republik Indonesia (pengembalian kekayaan negara,
denda dan barang rampasan)
42

Temuan dan Hasil Evaluasi

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang


Keuangan Negara (UU Keuangan Negara), pendapatan negara
berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan
pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.1
Pada dasarnya, pengelolaan penerimaan negara merupakan
upaya menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan pem
bangunan nasional melalui optimalisasi sumber-sumber
pendapatan negara, khususnya pendapatan dalam negeri.
Dalam konteks penerimaan negara bukan pajak, UndangUndang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak (UU PNBP) menegaskan bahwa penyelenggaraan
dan pengelolaan PNBP bertujuan untuk memberikan kepastian
hukum dan ketertiban administrasi keuangan negara. Jika
dikaitkan dengan agenda pencegahan dan pemberantasan
korupsi, maka pelaporan PNBP juga merupakan upaya untuk
mencegah terjadinya kerugian pendapatan negara.
Dengan adanya publikasi secara reguler jumlah PNBP
yang dipungut oleh kementerian/lembaga, maka diharapkan
pengawasan terhadap penerimaan negara dapat meningkat dan
menunjang terciptanya aparat pemerintah yang kuat, bersih, dan
berwibawa. Oleh karena itu, setiap instansi pemerintah yang
menagih dan memungut PNBP harus menyetor dan melaporkan
jumlah PNBP yang diterima ke kas negara.2
Dalam konteks Kejaksaan, publikasi jumlah PNBP juga
bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat ter
hadap penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan.
Dengan dibukanya akses publik terhadap informasi, masyarakat
dapat memonitoring dan mengawasi kinerja Kejaksaan dalam
mengelola PNBP. Selain itu, masyarakat juga memiliki kejelasan
terkait dengan partisipasi dalam pembiayaan pembangunan
sesuai dengan manfaat yang dinikmatinya dari kegiatan-kegiatan

1
2

Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 PNBP.

43

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

yang menghasilkan PNBP. Dengan demikian, Kejaksaan diharap


kan dapat semakin akuntabel dalam menyelenggarakan dan
mengelola PNBP.
Total PNBP yang dicapai oleh Kejaksaan Tinggi seluruh
Indonesia pada periode bulan Januari-Desember 2014 sebesar
Rp 1.137.970.163.700,- (satu triliyun seratus tiga puluh tujuh milyar
sembilan ratus tujuh puluh juta seratus enam puluh tiga ribu tujuh
ratus rupiah). Penerimaan tersebut telah disetor ke kas negara
dengan perincian sebagai berikut:
Denda perkara tilang dan perkara biasa (Rp
1.123.217.389.666,);
Biaya perkara acara pemeriksaan biasa/acara peme
riksaan singkat/acara pemeriksaan cepat (Rp
5.789.782.787,-);
Hasil lelang barang bukti (Rp 8.962.991.247,-).
Secara umum, informasi tersebut dapat ditemukan dalam
Laporan Tahunan Kejaksaan Tahun 2014.3 Namun data yang
dipublikasikan tersebut belum secara detil menjabarkan jenis
PNBP sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 1997 tentang PNBP jo PP Nomor 22 Tahun 1997
tentang Jenis dan Penyetoran PNBP. Adapun jenis PNBP yang
berlaku pada Kejaksaan adalah:
Penerimaan dari penjualan barang rampasan.
Penerimaan dari penjualan hasil sitaan/rampasan.
Penerimaan dari ganti rugi dan tindak pidana korupsi.
Penerimaan biaya perkara.
Penerimaan lain-lain berupa uang temuan, hasil lelang
barang temuan dan hasil penjualan barang bukti yang
tidak diambil oleh yang berhak.
Penerimaan denda.
Selain itu, informasi yang tersedia dalam laporan tahunan
Kejaksaan juga masih belum mencakup data mengenai potensi/

44

https://Kejaksaan.go.id/upldoc/laptah/2015-Laptah%20Kejagung%202014-id.pdf

Temuan dan Hasil Evaluasi

tagihan PNBP yang dapat diperoleh dari putusan pengadilan


yang telah berkekuatan hukum tetap. Artinya, publik tidak dapat
memverifikasi penerimaaan PNBP yang diperoleh Kejaksaan
dari penanganan perkara.
Berkaitan dengan penerimaan denda yang menjadi
tanggung jawab Kejaksaan, peneliti menemukan masih terdapat
permasalahan tumpang tindih pengaturan. Pada dasarnya,
denda pelanggaran lalu lintas mengikuti proses pidana acara
cepat di pengadilan. Dalam hal ini, pengadilanlah yang akan
menentukan besaran denda yang dibebankan kepada wajib
bayar. Denda yang ditagihkan kepada pengguna jalan akan
dieksekusi oleh pihak Kejaksaan dan disetorkan ke kas negara
sebagai PNBP. Namun, proses tersebut tumpang tindih dengan
ketentuan mengenai PNBP yang dikelola oleh Kepolisian. Pasal
1 butir l PP Nomor 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif PNBP
yang Berlaku Pada Kepolisian RI mengatur bahwa jenis PNBP
menyebutkan bahwa PNBP Kepolisian termasuk dari denda
pelanggaran lalu lintas.
Tumpang tindih pengaturan tersebut tentunya perlu disikapi
agar ada kepastian hukum bagi masyarakat dan memberikan
kejelasan bagi masing-masing instansi mengenai tugas dan
kewajibannya dalam mengelola penerimaan negara. Dalam
hal ini, Kejaksaan dan Kepolisian memiliki perannya masingmasing dalam sistem peradilan pidana di Indonesia sesuai
dengan prinsip diferensiasi fungsional dalam KUHAP.
b. Aksi Nomor 52: Peningkatan transparansi dan akuntabilitas
penanganan perkara berbasis Teknologi Informasi (TI)
Informasi perkara di kejaksaan dapat di akses melalui situs
www.kejaksaan.go.id. Informasi dalam situs ini dibagi menjadi
kelompok-kelompok menu berdasarkan jenis informasi. Untuk
penanganan perkara, Kejaksaan menyediakan kanal info perkara.
Pada kanal tersebut, Kejaksaan mempublikasikan informasi
perkara dan berkas dakwaan yang ditangani. Info perkara dibagi
45

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

menjadi 3 kelompok berdasarkan jenis perkara, yaitu: pidana


umum, pidana khusus, dan perdata/tata usaha negara. Masyarakat
dapat mengakses informasi tersebut dengan menggunakan fitur
filter berdasarkan nomor perkara, wilayah hukum, identitas
tersangka/terdakwa, status perkara. Adapun informasi yang dapat
ditemukan dalam kanal informasi perkara adalah:
Nomor perkara;
Wilayah hukum;
Kasus posisi;
JPU;
Tuntutan;
Lama/riwayat perkara;
Identitas terdakwa (nama, tempat/tanggal lahir,
jenis kelamin, warga negara, tempat tinggal, agama,
pekerjaan, pendidikan);
Pasal yang dibuktikan dan didakwakan;
Hal yang memberatkan dan meringankan;
Tuntutan pidana;
Amar putusan;
Status kasus; dan
Tanggal eksekusi.
Selain itu, pengunjung situs juga dapat mengakses dokumen
dakwaan yang disusun oleh jaksa pada laman direktori dakwaan.
Laman tersebut dibagi menjadi dua direktori: pidana umum
dan pidana khusus. Masyarakat yang ingin mengakses berkas
dakwaan suatu perkara dapat melakukan pencarian berkas
dengan melakukan filterisasi berdasarkan nomor perkara atau
nama terdakwa.
Pada dasarnya, ketentuan mengenai pengelolaan informasi
melalui situs Kejaksaan sudah diatur dalam Peraturan Jaksa
Agung No: PER-011/A/JA/09/2012 tentang SOP Pengelolaan
Website Kejaksaan RI. Peraturan tersebut merupakan lanjutan
dari pengaturan yang terdapat pada Pasal 21 Peraturan Jaksa
46

Temuan dan Hasil Evaluasi

Agung No: PER-032/A/JA/8/2010 tentang Pelayanan Informasi


Publik di Kejaksaan RI (Perja PIP) yang mengatur bahwa
pengumuman informasi publik dilakukan melalui situs resmi,
papan pengumuman, maupun media lainnya dengan cara yang
mudah diakses oleh masyarakat.
Sayangnya, masih terdapat beberapa kekurangan pada kanal
informasi perkara situs kejaksaan. Keberadaan sistem informasi
online diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi publik
untuk mengakses dan memonitor perkembangan penanganan
perkara. Namun ketika peneliti membuka direktori dakwaan,
berkas yang tersedia untuk pidana umum hanya berjumlah
221 perkara dan pidana khusus hanya berjumlah 121 perkara.
Keseluruhan berkas dakwaan tersebut juga bukan berkas perkara
yang aktual. Artinya, tidak semua satker mengunggah berkas
dakwaannya ke dalam direktori ini.4
Peneliti juga tidak dapat menemukan berkas dakwaan
dengan nomer register tahun 2015. Register terbaru yang dapat
ditemukan adalah berkas tahun 2014 dan register terakhir adalah
berkas tahun 2011.

Gambar 3.21: Direktori Dakwaan Kejaksaan


4

Jumlah satker Kejaksaan yang peneliti hitung adalah berjumlah 514 di 31 provinsi yang
terdiri dari Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri, dan cabang Kejaksaan Negeri.

47

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Pengalaman yang sama juga peneliti temukan ketika


mengakses kanal info perkara. Kanal info perkara ini memiliki
informasi yang lebih banyak dibanding dengan kanal direktori
dakwaan.5 Namun demikian, permasalahan mengenai keleng
kapan data juga ditemukan pada kanal ini. Jika dikaitkan dengan
ukuran keberhasilan aksi ini, maka beberapa informasi masih
belum diakomodir dalam kanal info perkara.
Berikut ini adalah perbandingan antara kanal info perkara
di Kejaksaan dengan ukuran keberhasilan aksi PPK 2014:
Tabel 3.3: Perbandingan Ukuran Kebersihan Kanal Info Perkara
Kejaksaan
Ukuran Keberhasilan Aksi PPK 2014

Kanal Info Perkara Kejaksaan

Tersedianya sistem penanganan perkara


berbasis TI (website ) yang mudah diolah
menjadi database kajian dan pengawasan
penanganan perkara serta dapat diakses
publik, yang memiliki fitur, antara lain:
a.
Identitas tersangka/terdakwa
termasuk profesi dan usia (khusus
untuk informasi dalam website,
identitas tersangka/terdakwa
dijadikan inisial);
b.
jenis perkara dan nilai perkara;
c.
waktu pelaksanaan setiap tahap
penanganan perkara dan hasilnya
(mulai dari menerima pengaduan
s/d pengajuan tuntutan);
d.
upaya paksa yang dilakukan
(termasuk jenis/nilai aset yang
disita);
e.
pasal yang didakwakan;
f.
unsur memperberatkan/
memperingankan;
g.
tuntutan pidana yang diajukan
(termasuk lampiran tuntutannya);
h.
pidana yang dijatuhkan pengadilan.

Kolom informasi yang tersedia:


a.
nomor perkara;
b.
wilayah hukum;
c.
kasus posisi;
d.
Jaksa Penuntut Umum;
e.
Tuntutan;
f.
Lama/riwayat perkara (Lama
SPDP, Lama Pra Penuntutan,
Lama Penuntutan);
g.
Data terdakwa (nama,
tempat/tanggal lahir, jenis
kelamin, warga negara,
tempat tinggal, agama,
pekerjaan, pendidikan);
h.
Pasal yang dibuktikan dan
didakwakan;
i.
Hal yang memberatkan dan
meringankan;
j.
Tuntutan pidana;
k.
Amar putusan;
l.
Status kasus;
m. Tanggal eksekusi;

48

Pada saat peneliti mengakses kanal info perkara, jumlah total kasus yang dipublikasikan
berjumlah: 5762 (pidana umum), 156 (pidana khusus), dan 48 (perdata/tata usaha negara).

Temuan dan Hasil Evaluasi

Secara umum, hampir semua fitur yang dicantumkan


dalam ukuran keberhasilan aksi sudah diakomodir dalam
kanal info perkara Kejaksaan. Namun, jika dibandingkan,
maka kanal info perkara masih belum mencantumkan data
mengenai upaya paksa yang dilakukan. Selain itu, peneliti juga
menemukan bahwa hampir semua info perkara terisi secara
lengkap. Beberapa kolom masih terlihat kosong dan tidak dapat
ditelusuri informasinya.

Gambar 3.22: Kanal Info Perkara Kejaksaan

3. Kementerian Hukum dan HAM-Ditjen Pemasyarakatan

a. Aksi Nomor 203: Peningkatan Akuntabilitas Pengelolaan


Barang Sitaan dan Rampasan
Kriteria keberhasilan yang ingin dicapai melalui aksi ini
adalah meningkatnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan
aset oleh Rupbasan. Adapun ukuran keberhasilannya adalah
terpublikasi secara reguler dalam situs Rupbasan pelaksanaan
49

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

fungsi pengelolaan aset yang antara lain memuat informasi data


barang sitaan yang dikelola (termasuk jumlah, jenis, estimasi
nilai, waktu mulai dikelola, kondisinya, dan tindakan yang
diambil dalam rangka menyelamatkan barang sitaan).
Penelusuran melalui situs resmi Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan (Ditjen Pas) diketahui bahwa Rupbasan
tidak memiliki situs tersendiri, melainkan memiliki kanal
yang terintegrasi dengan situs www.ditjenpas.go.id. Situs yang
dimaksud dalam pengecekan yang dilakukan dalam penelitian
ini dilakukan sedang mengalami kerusakan.
Meski demikian, yang menarik adalah Ditjen Pas memiliki
website lainnya dengan situs www.pemasyarakatan.com yang
dikelola oleh beberapa pejabat dan pegawai di Ditjen Pas.
Situs ini tidak dapat dikatakan sebagai situs resmi karena
menggunakan domain .com, sedangkan lazimnya situs resmi
lembaga pemerintahan di Indonesia menggunakan domain
.go.id. Walaupun demikian, situs tersebut cukup update dalam
menyediakan informasi yang bersifat umum dan pemberitaan
seputar kegiatan di Ditjen Pas.

Gambar 3.23 : Situs Dirjen Pas

50

Temuan dan Hasil Evaluasi

Gambar 3.24 : Situs Permasyakaratan (www.pemasyarakatan.com)

Adapun data terkait dengan barang sitaan dan rampasan


terdokumentasi pada situs http://smslap.ditjenpas.go.id/ sebagai
hasil pengolahan Sistem Database Pemasyarakatan (SDP). Data
yang diperoleh melalui situs ini hanya berupa rekapitulasi
jumlah benda sitaan dan barang rampasan, baik untuk tingkat
nasional, Kantor Wilayah Kemenkum HAM, maupun Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Rupbasan.

Gambar 3.25: Situs Database Pemasyarakatan (1)

51

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Gambar 3.26. : Situs Database Pemasyarakatan (2)

Gambar 3.27 : Situs Database Pemasyarakatan (3)

Pada laman ini, tidak diperoleh informasi sebagaimana


yang diharapkan dari aksi, yaitu tersedianya jenis, estimasi nilai,
waktu mulai dikelola, kondisinya, dan tindakan yang diambil
dalam rangka menyelamatkan barang sitaan. Terdapat informasi
tambahan berupa status dari benda sitaan dan barang rampasan,
terdiri dari:
52

Temuan dan Hasil Evaluasi

1) Benda sitaan (BS) masih dalam proses persidangan:

a) BS1: merupakan titipan dari Kepolisian;


b) BS2: merupakan titipan dari Kejaksaan;
c) BS3: merupakan titipan dari Pengadilan Tingkat
Pertama;
d) BS4: merupakan titipan dari Pengadilan Tingkat
Banding; dan
e) BS5: merupakan titipan dari Mahkamah Agung.
2) Barang rampasan (BR) sudah berkekuatan hukum
tetap:
a) BR1: merupakan titipan dari Pengadilan Tingkat
Pertama;
b) BR2: merupakan titipan dari Pengadilan Tingkat
Banding; dan
c) BR3: merupakan titipan dari Mahkamah Agung.

Dengan demikian, Ditjen Pas belum sepenuhnya akuntabel


dan transparan, meskipun telah ada upaya yang mengarah kepada
hal tersebut. Sistem yang telah dibangun dapat dikembangkan
untuk mencapai kondisi yang diharapkan oleh Aksi PPK.
b. Aksi Nomor 207: Penyelesaian barang sitaan/rampasan yang
sudah lama tersimpan di Rupbasan
Keberhasian yang ingin dicapai melalui Aksi Nomor 207
adalah peningkatan pendapatan negara dan berkurangnya biaya
pemelihataan barang-barang sitaan yang seharusnya sudah dapat
dieksekusi, dengan ukuran keberhasilan tersampaikannya data
barang sitaan yang telah lama disimpang di Rupbasan beserta
statusnya dan kondisinya.
Data yang diharapkan tersedia pada Aksi ini ternyata tidak
ditemukan pada situs resmi Ditjen Pas (www.ditjenpas.go.id)
maupun situs SDP (http://smslap.ditjenpas.go.id/). Sekali lagi,
data yang tersedia pada situs melalui SDP adalah rekapitulasi
jumlah dan status dari benda sitaan maupun barang rampasan.
53

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Tidak ada data yang menunjukkan secara rinci berapa


jumlah benda sitaan dan barang rampasan yang masuk maupun
keluar Rupbasan secara berkala (perbulan atau pertahun). Tidak
terlihat pula nilai ekonomis dari benda sitaan maupun barang
rampasan yang dititipkan pada Rupbasan. Sehingga tidak dapat
diketahui besaran pendapatan negara dan biaya pemelihataan
barang-barang sitaan yang seharusnya sudah dapat dieksekusi.
4. Sekretariat Mahkamah Agung

a. Aksi Nomor 26: Tindak Lanjut Penanganan Pengaduan Masya


rakat
Berdasarkan SKMA Nomor 76 tahun 2009 tentang Penanga
nan Pengaduan di Lingkungan Lembaga Peradilan, pengaduan
merupakan laporan yang mengandung informasi atas indikasi
terjadinya penyalahgunaan wewenang, penyimpangan atas
pelanggaran perilaku yang dilakukan oleh aparat pengadilan,
yang berasal dari masyarakat, anggota instansi peradilan, instansi
di luar pengadilan, maupun dari media massa dan sumbersumber informasi lain yang relevan.
Sedangkan menurut SKMA Nomor 216 tahun 2011 tentang
Penanganan Pengaduan Melalui SMS Pasal 1 huruf a disebutkan
juga bahwa pengaduan adalah penyampaian informasi oleh
pelapor kepada badan pengawasan Mahkamah Agung Republik
Indonesia (MARI), tentang adanya penyalahgunaan wewenang,
pelanggaran peraturan perundang-undangan atau pelanggaran
kode etik dan pedoman perilaku yang dilakukan oleh aparat
yang berada di lingkungan MARI atau badan peradilan yang ada
di bawahnya dengan maksud untuk ditindaklanjuti.
Tindak lanjut sendiri menurut SK MA nomor 76 tahun 2009
(poin III huruf j) adalah kegiatan lanjutan yang wajib dilakukan
oleh pimpinan atau pejabat pada unit kerja yang berwenang
atas rekomendasi atau saran aparat pengawasan berdasarkan
hasil pemeriksaan atas pengaduan yang disampaikan.(ada peran
lembaga pengawas mahkamah agung).
54

Temuan dan Hasil Evaluasi

Selain peraturan di atas, beberapa peraturan hukum terkait


akan layanan pengaduan lainya adalah:
1) Undang-Undang MA Nomor 14 Tahun 1984 yang
diperbaharui dengan UU 5 Tahun 2004, khususnya
Pasal 32, yang membahas tentang kewenangan MA
sebagai lembaga pengawas tertinggi lembaga peradilan
yang ada di bawahnya;
2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik, khususnya Pasal 18 ayat (c), yang
menyartakan bahwa masyarakat berhak mendapatkan
tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan sebagai
upaya memperbaiki manajemen pelayanan pengaduan
pelayanan publik;
3) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia;
4) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik;
5) SK MA Nomor 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keter
bukaan Informasi di Pengadilan;
6) SK MA Nomor 216/KMA/SK/XII/2011 tentang Pedoman
Penanganan Pengaduan Melalui Pesan Singkat.
Adapun pihak pihak yang dimungkinkan sebagai sumber
dari pengaduan tersebut adalah:
1) Masyarakat, seperti:
Pencari keadilan/ yang berperkara;
Advokat;
Masyarakat umum yang tidak berperkara;
Lembaga Swadaya Masyarakat;
Institusi masyrakat lainya.
2) Lembaga negara lain, seperti :
Dewan Perwakilan Rakyat;
Badan Pemeriksa Keuangan;
Kepolisian Republik Indonesia;
Kejaksaan;
55

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Komisi Yudisial;
Ombudsman, dan lain-lain.
3) Internal peradilan

Pengaduan dapat disampaikan:


1) Secara tertulis: melalui sebuah formulir yang bersifat
cetak atau elektronik;
2) SMS (SK MA nomor 216 tahun 2011 tentng penanganan
pengaduan melalui SMS).
Baik pelapor ataupun terlapor mempunyai hak yang sama,
misalnya hak untuk mengetahui sejauh mana tahap pelaporan/
pengaduan sudah diproses dan bagi terlapor akan mendapatkan
BAP tentang hal yang di tuduhkan terhadapnya.
Pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat untuk pen
cegahan tindak pidana korupsi mencakup pengaduan yang
bersifat eksternal peradilan dan juga internal peradilan, seperti
perilaku dari aparat aparat yangberperan dalam suatu lembaga
peradilan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa beberapa
materi yang terkait dengan pengaduan masyarakat tersebut
adalah:6
a. Pelanggaran terhadap kode etik dan atau pedoman
perilaku hakim;
b. Penyalahugunaan jabatan atau wewenang;
c. Pelanggaran sumpah jabatan;
d. Pelanggaran terhadap peraturan disiplin PNS;
e. Perbuatan tercela;
f. Pelanggaran terhadap hukum acara;
g. Mal administrasi;
h. Dan pelayanan yang tidak memuaskan.
Adapun maksud dan tujuan dari disediakannya lembaga
pengaduan masyarakat terkait kinerja lembaga peradilan melalui
Mahkamah Agung adalah:7

56

SKKMA Nomor 76 tahun 2009 tentang penanganan pengaduan masyarakat di LIngkungan


Peradilan. Hlm. 5.
Ibid., hlm. 1.

Temuan dan Hasil Evaluasi

1. Menjaga citra dan wibawa lembaga peradilan;


2. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga peradilan;
3. Memeperkuat mekanisme pengendalian pengendalian
hakim dan pegawai pengadilan;
4. Memeperkuat mekanisme pengawasan lembaga
peradilan;
5. Memperkuat fungsi pertanggungjawaban Mahkamah
Agung dan pengadilan kepada masyarakat.
Guna mencapai tujuan tersebut, Mahkamah Agung sebagai
lembaga tertinggi dari sistem peradilan yang ada di Indonesia
telah menyediakan beberapa sarana untuk masyarakat
bisa menyampaikan pengaduannya terkait peradilan, yang
salah satunya dapat kita lihat melalui situs https://www.
mahkamahagung.go.id/ Pada situs tersebut masyarakat dapat
login ke dalam sistem yang telah disediakan, kemudian menyam
paikan pengaduan yang ingin disampaikan.
Selain situs tersebut, Mahkamah agung juga menyediakan
media lain untuk menyampaikan pengaduan oleh masyrakat,
yakni SMS pengaduan dengan format yang juga telah ditentukan.
Kemudian, sebagai bentuk pertanggungjawaban Mahkamah
Agung terhadap pengaduan yang diberikan oleh masyarakat,
maka MA juga memberikan laporan berupa rekapitulasi data
pengaduan diterima setiap tiga bulan.
Dari data rekapitulasi yang tersedia dapat dilihat mengenai
pengaduan jenis apa saja dan berapa jumlah pengaduan yang
telah disampaikan. Dari jumlah tersebut, dapat diketahui
berapa jumlah pengaduan yang ditindak lanjuti dan berapa
jumlah pengaduan yang belum ditindaklanjuti. Adapun bentuk
rekapitulasi yang disediakan oleh MA melalui websitenya adalah
sebagai berikut :

57

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Gambar 3.28 : Rekapitulasi Pengaduan di Mahkamah Agung (1)

Gambar 3.29 : Rekapitulasi Pengaduan di Mahkamah Agung (2)

Gambar 3.30 : Rekapitulasi Pengaduan di Mahkamah Agung (3)

58

Temuan dan Hasil Evaluasi

Gambar 3.31 : Rekapitulasi Pengaduan di Mahkamah Agung (4)

Berdasarkan data rekapitulasi di atas, dapat disimpulkan


bahwa:
Tabel 3.4: Jumlah Pengaduan yang Masuk Ke MA pada Tahun 2014
Jumlah
pengaduan
yang masuk
Periode 1
Periode 2
Periode 3
Periode 4

514
541
535
429

Jumlah
Jumlah
pengaduan
pengaduan
yang berhasil
yang belum
ditindaklanjuti ditindaklanjuti
466
523
494
429

48
18
41
0

Persentase
keberhasilan
penindak
lanjutan/
periode
90,6%
96,6%
92,3%
100%

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa dari kese


luruhan pengaduan yang masuk setiap periodenya, maka
persentase rata-rata pengaduan yang berhasil ditindaklanjuti
oleh MA adalah sekitar 90% dan 10% nya adalah pengaduan
yang belum atau tidak ditindaklanjuti.
Apabila mengacu pada Stranas PPK 2014 di mana strategi
pencegahan korupsi yang dilakukan oleh lembaga MA adalah
menindaklanjuti pengaduan masyarakat oleh unit terkait dan
kemudian mempublikasikan bagaimana penanganan penga
duan masyarakat yang telah disampaikan, maka dapat disim
pulkan bahwa dengan data di atas MA sudah menjalankan
strategi pencegahan korupsi dengan baik, atau sesuai dengan
kriteria dari aksi pencegahan korupsi yang telah dicanangkan.
Namun, jika ditelaah lebih dalam, yakni mengenai ukuran
59

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

keberhasilan dari aksi tersebut berupa terpublikasikanya


penanganan pengaduan masyarakat yang telah ditindaklanjuti,
maka data di atas belumlah memenuhi kriteria keberhasilan
strategi MA dalam mencegah korupsi.
Untuk dapat dikatakan targetnya tercapai, maka proses
publikasi yang dilakukan MA tidak cukup jika hanya sebatas
mempublikasikan jumlah pengaduan yang masuk, dan yang
telah ditundaklanjuti. Melainkan juga harus dilengkapi dengan
data mengenai tindakan apa saja yang telah dilakukan oleh MA
untuk merespon pengaduan masyarakat yang memang terbukti
telah dilakukan oleh beberapa pihak di pengadilan dan patut
untuk dikenakan sanksi disiplin. Misalnya, mengenai berapa
orang dari instansi pengadilan yang telah dijatuhi hukuman
disiplin, apa jabatanya, peraturan apa yang telah dilanggar, dan
bagaimana bentuk hukuman yang telah disanksikan kepadanya.
Data tersebut harus dilaporkan atau dipublikasikan secara
lengkap dan berkala agar masyarakat (yang menyampaikan
aduan) dapat mengetahui dan mengontrol kinerja MA dalam
mendisiplinkan aparaturnya yang terbukti bersalah dalam
menjalankan fungsi atau jabatanya.
Terkait pemublikasian penanganan pengaduan masyarakat
memang sudah dilakukan oleh MA melaluis situs dan buku
laporan tahunan MA sendiri, namun data yang ditampilkan
dalam kedua sarana tersebut masih kurang lengkap. Melalui
situsnya, MA mempublikasikan hukuman disiplin apa saja yang
telah dijatuhkan terhadap beberapa pihak terlapor yang terbukti
melakukan kesalahan dalam menjalankan jabatanya terhitung
sejak Juli hingga Desember 2014, sedangkan data untuk bulan
Januari hingga Juni tidak dapat diakses. Kemudian, di dalam
buku laporan MA tahun 2014, hal tersebut hanya disampaikan
dalam bentuk yang sederhana saja, seperti yang terlihat pada
tabel berikut:8

60

Buku Laporan Tahunan Mahkamah Agung Republik Indonesia, hlm. 171.

Temuan dan Hasil Evaluasi

Tabel 3.5 :Penjatuhan Hukuman Disiplin yang Dijatuhkan MA


Berdasarkan Jenis Hukuman Tahun 2014

Seharusnya dalam penyampaian laporan tahunan oleh


MA terkait penjatuhan hukuman disiplin tersebut di atas dapat
dilakukan dengan data yang lebih lengkap dengan memadukan
data yang ada di dalam situs dan data umum yang saat ini
dimuat dalam buku Laporan Tahunan MA. Hal tersebut adalah
penting guna peningkatan akuntabilitas dan kualitas pelayanan
pengaduan bagi masyarakat yang juga telah dicanangkan oleh
MA sendiri dalam cetak biru pembaharuan peradilan tahun
2010 hingga 2035.
Selain itu, di dalam laporan rekapitulasi pengaduan
dan jenis sangsi disiplin yang dijatuhkan, perlu juga untuk
ditambahkan informasi (laporan) mengenai apa alasan yang
membuat beberapa laporan pengaduan ditindaklanjuti, namun
diakhir proses penindakan, pihak terlapor tidak dijatuhkan
61

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

sanksi apa pun atau pengaduan yang disampaikan masyarakat


ternyata tidak terbukti. Hal ini penting untuk diberi kejelasan,
agar para pihak yang akan mengajukan aduan dapat memenuhi
persyaratan pengaduan secara lengkap, sehingga pengaduan
tersebut dapat ditindaklanjuti sesuai dengan apa yang menjadi
tujuan si pelapor.
Terakhir, perlu juga untuk dihadirkan laporan mengenai
jenis upaya yang dapat dilakukan oleh pelapor/pihak yang mem
berikan aduan jika ternyata laporan yang ia sampaikan tidak
ditindaklanjuti dengan tindakan yang seharusnya dijatuhkan.
Sebaliknya, upaya apa yang juga dapat ditempuh oleh terlapor
jika ternyata aduan yang disampaikan terkait dirinya tidak
terbukti sehingga ia tidak pantas untuk mendapatkan disiplin.
B. DAMPAK AKSI TERKAIT TRANSPARANSI PADA SEKTOR HUKUM

Secara umum, aksi terkait transparansi di sektor hukum


memiliki kesamaan: terpublikasikannya kinerja lembaga me
lalui situs. Keempat lembaga di sektor hukum yang dievaluasi
pada tingkat pusat tersebut telah memiliki situs resmi. Meskipun
demikian, juga terdapat beberapa kendala eksternal yang
dihadapi, seperti serangan dari peretas dan sebagainya.
Artinya, situs lembaga sektor hukum sebagai media untuk
mempublikasikan informasi yang diminta oleh Aksi PPK 2014
sebenarnya sudah tersedia. Lembaga-lembaga tersebut tinggal
mengoptimalkan media yang mereka miliki untuk mencapai
target keberhasilan Aksi PPK meskipun perlu digarisbawahi
bahwa ternyata ketersediaan informasi tidak liner dengan
dampak langsung yang diterima oleh masyarakat.
Selain menyimpulkan dampak aksi terhadap transparansi
di masing-masing lembaga, dalam subbab ini peneliti juga
menyampaikan catatan terhadap pelaksanaan aksi dari sudut
kelembagaan.

62

Temuan dan Hasil Evaluasi

1. Kepolisian

Sebagaimana temuan para peneliti, bahwa situs Kepolisian


tidak memberikan cukup informasi yang ditentukan oleh Aksi
PPK. Informasi yang disediakan sangat minim dan hanya pada
unit atau satuan kerja tertentu. Dengan kondisi demikian, dapat
dikatakan bahwa tidak ada dampak dari pelaksanaan Aksi PPK
2014 yang dilakukan oleh Kepolisian.
2. Kejaksaan

Penelusuran yang dilakukan oleh peneliti melalui situs resmi


dan laporan tahunan menunjukkan bahwa capaian Aksi PPK
Kejaksaan relatif lebih baik jika dibandingkan dengan Kepolisian,
khususnya yang terkait dengan publikasi penanganan perkara
dan capaian kinerja. Meski demikian, masih terdapat beberapa
item informasi yang belum tersedia kanalnya dan keterbatasan
data yang tersedia, seperti dokumen dakwaan dan sebagainya.
Dengan demikian, capaian dari Aksi PPK oleh Kejaksaan belum
memberikan dampak yang cukup besar kepada publik.
Secara umum, setidaknya teridentifikasi dua faktor
yang menjadi penyebab tidak optimalnya transparansi dan
akuntabilitas informasi yang disediakan oleh Kejaksaan:
kendala teknis pada saat unit kerja akan mengunggah data ke
dalam Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan RI (Simkari);
dan ketiadaan petugas yang mengunggah data ke dalam sistem.
Selain itu, sistem keamanan situs Kejaksaan juga dinilai
lemah, mengingat beberapa kali diretas dan proses pemulihannya
cukup lama.
3. Kementerian Hukum dan HAM Ditjen Pemasyarakatan

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sebenarnya memiliki


potensi yang cukup besar untuk dapat mencapai keberhasilan
pelaksanaan Aksi PPK 2014. Dengan sistem yang relatif baru
dikembangkan (SDP), Ditjen Pas sudah menyediakan gambaran
63

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

umum informasi yang dibutuhkan masyarakat. Meski demikian


masih terdapat dua catatan terhadap capaian dari Ditjen Pas:
pertama, data yang disajikan hanya sebatas rekapitulasi angka
atau belum sampai pada substansi pokok dari data itu sendiri;
kedua, keamanan situs yang rentan diretas.
Jika data yang disajikan oleh Dirjen Pas ke publik hanya
sebatas angka -bukan sejauh mana hak publik untuk mengetahui
apakah seseorang yang ditahan itu sudah melewati batas
penahanan, maka dapat disimpulkan bahwa data yang tersedia
di situs tersebut tidak ada dampak yang dapat dirasakan oleh
masyarakat.
4. Sekretariat Mahkamah Agung

Hampir sama dengan temuan terhadap lembaga di


sektor hukum lainnya, keterbatasan data menjadi temuan
peneliti terhadap capaian Aksi PPK oleh Sekretariat MA. Meski
demikian, apabila dibandingkan dengan ketiga lembaga lain,
baik kuantitas maupun kualitas, ketersediaan informasi publik
yang telah dipublikasi oleh Sekretariat MA sudah cukup baik.
Dokumen putusan sudah dapat diunduh melalui www.
putusan.mahkamahagung.go.id, Laporan Tahunan secara rutin
disampaikan tepat waktu (tidak melebih triwulan pertama), dan
ketersediaan situs pada tingkat satuan kerja yang lebih banyak
dibanding tiga lembaga sektor hukum lainnya.
Dampak dari kondisi ini sudah mulai dapat dirasakan
oleh publik, terutama akses publik terhadap putusan di tingkat
Mahkamah Agung. Untuk mendapatkan salinan putusan, publik
dapat langsung mengunduh secara gratis melalui situs tersebut.
Meski demikian, untuk informasi terkait pengawasan dan
tindak lanjut pengaduan, masih dirasakan adanya pembatasan.
Informasi terkait pengaduan yang tersedia masih bersifat
kuantitas.
***
64

Temuan dan Hasil Evaluasi

C. KELEMBAGAAN PELAKSANAAN AKSI

Aksi PPK di internal lembaga seringkali bersifat lintas sektoral


di dalam internal lembaga tersebut. Contoh yang paling mudah
adalah Aksi PPK terkait transparansi pada sektor hukum, di
mana kegiatan fungsi teknis dengan kegiatan mempublikasikan
hasil kegiatan dilakukan setidaknya dilakukan oleh dua unit
kerja yang berbeda. Kondisi demikian tentu saja membutuhkan
koordinasi internal lembaga yang cukup solid.
Meski demikian, dari penelitian yang dilakukan ditemui
bahwa koordinasi antarunit internal tersebut dinilai lemah.
Unit kehumasan yang seharusnya bertanggung jawab dalam hal
mempublikasikan pelaksanaan kegiatan/aksi sering mengalami
kesulitan untuk mendapatkan data/informasi dari unit teknis.
Ketiadaan pejabat atau unit kerja yang mampu mengelola
pelaksanaan Aksi PPK lintas unit kerja mempersulit lembaga
untuk dapat melaksanakan Aksi PPK dengan baik.
Pada sisi lain, pelaksanaan Aksi PPK seyogianya diikuti
dengan ketersediaan anggaran. Meski demikian, dari penelitian
yang dilakukan, ternyata anggaran untuk mempublikasikan
informasi publik tidak tersedia. Sehingga dalam menyusun
rencana aksi di setiap lembaga, lembaga mengusulkan aksi yang
sebenarnya telah diprogramkan dan dianggarkan sebelumnya.
Implikasinya, tidak ada hal baru atau langkah terobosan dari
aksi PPK sebagai salah satu program utama pemberantasan
korupsi yang dilakukan oleh pemerintah.
Melihat kelembagaan pelaksanaan aksi pada tingkat K/L
yang demikian, maka diperlukan perbaikan pendekatan agar
Aksi PPK dapat efektif terlaksana. Biro Perencanaan yang selama
ini menjadi penghubung antara Bappenas dengan K/L, tidak
memiliki kapasitas untuk mengkoordinasikan unit-unit teknis
yang bertanggungjawab melaksanakan Aksi PPK dengan baik.
Meskipun persoalan-persoalan tersebut berada di internal

65

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

K/L, namun hal ini perlu menjadi perhatian Bappenas untuk


mencarikan solusinya.
Selain itu, efektifitas pelaksanaan Aksi PPK pada tingkat
nasional pun perlu mendapatkan perhatian. Sedikit menengok
ke belakang, pada masa pemerintahan SBY Boediono
pelaksanaan Aksi PPK dimonitor dengan cukup baik oleh UKP4.
Ada dorongan dan upaya agar Aksi PPK dapat terakselerasi.
Keberadaan lembaga semacam UKP4 masih dirasakan perlu
agar ada pihak yang memastikan dan mengkoordinasikan Aksi
PPK dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan waktu yang
ditentukan.

66

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

enelitian ini memperlihatkan bahwa lembaga pada sektor


hukum sudah mulai melaksanakan Aksi PPK khususnya
yang terkait dengan transparansi. Hal ini ditunjukkan dengan
dibangunnya sistem dan media informasi (website/situs, dan
media publikasi lainnya) pada masing-masing lembaga sebagai
infrastruktur transparansi. Meskipun demikian, pemanfaatan
dari infratstruktur tersebut masih sangat minim.
Kondisi tersebut mempengaruhi capaian dari setiap Aksi
PPK, yang juga diketahui masih jauh dari harapan. Keterbatasan
data yang tersedia dan penyajian data yang lebih dominan
kuantitatif, belum menjawab kebutuhan masyarakat khususnya
pencari keadilan. Konsekuensi dari capaian tersebut adalah
tidak adanya dampak yang dapat dirasakan oleh masyarakat.
Selain evaluasi terhadap pelaksanaan, capaian dan dampak dari
Aksi PPK, penelitian juga menunjukkan perumusan strategi yang
terlalu teknis. Terdapat kerancuan ketika membaca strategi, yang
muatan dan sifatnya lebih tepat sebagai rumusan aksi/kegiatan.
Pelaksanaan Aksi PPK juga diketahui tidak terlalu optimal
karena kelembagaan di tingkat K/L yang tidak ditunjang dengan
sumber daya yang memadai. Sehingga Aksi PPK dilaksanakan
dan dipenuhi oleh K/L sebatas pada pemenuhan kewajiban
administratif dan formalitas saja. Pelembagaan implementasi
67

Evaluasi Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014: Implementasi, Capaian, dan Dampaknya

Aksi PPK di tingkat nasional perlu dipikirkan kembali setelah


UKP4 tidak ada lagi.
B. REKOMENDASI

Pemerintahan JokowiJK harus segera mengimbangi


prioritas pembangunan ekonomi dengan memberikan perhatian
lebih kepada penegakan hukum, khususnya pemberantasan
korupsi. Desain kelembagaan Stranas PPK harus dipikirkan
ulang agar pelaksanaan Aksi PPK tidak hanya mengakselerasi
program rutin dari K/L, tetapi juga mampu membuat terobosanterobosan dalam pemberantasan korupsi.
Sebelum merumuskan Aksi PPK untuk tahun berikutnya,
penting bagi pemerintahan Jokowi dan JK untuk mereformulasi
Strategi Nasional PPK, khususnya untuk jangka menengah.
Perumusan strategi perlu dibangun sebagaimana model
piramida, sehingga segala upaya yang dilaksanakan pada tingkat
aksi dan strategi mengarah pada visi pemberantasan korupsi. Jika
memang diperlukan, sangat dimungkinkan untuk merumuskan
kembali dan memperkuat visi yang telah ada.
Strategi Nasional PPK ke depan harus dapat pula
mengejawantahkan Nawa Cita. Dengan demikian, antara Stranas
PPK dengan RPJMN dan Roadmap Reformasi Birokrasi harus
selaras dan saling melengkapi. Perlu dipastikan bahwa Stranas
PPK ditunjang dengan sumber daya yang memadai. Strategi
tidak disusun dalam konteks insidentil dengan pendekatan
manajemen pemadam kebakaran, tetapi terencana dan
mengantisipasi tantangan pemberantasan korupsi pada lima
sampai sepuluh tahun ke depan.

68

Peneliti

Andri Gunawan. Menyelesaikan Sarjana Hukum di Univ.


Indonesia. Mantan peneliti MaPPI (Masyarakat Pemantau
Peradilan) UI ini fokus di isu Pembaharuan Peradilan, Hukum
Korporasi dan Hukum Internasional. Selain bergiat sebagai
peneliti di Indonesian Legal Roundtable, asat ini Andri sedang
berusaha menyelesaikan studinya di magister kebijakan publik
Universitas Indonesia.
Erwin Natosmal Oemar. Merupakan peneliti Indonesian Legal
Roundtable. Menyelesaikan sarjana hukum dari Universitas
Gadjah Mada. Selain menjadi peneliti, ia juga berkiprah sebagai
salah seorang kordinator nasional advokat publik di Publik
Interest Lawyer Network (Pil-Net).
Julius Ibrani. Menyelesaikan sarjana hukum dari Universitas
Indonesia. Setelah menyelesaikan sarjananya, Ijul -panggilannyakemudian bergiat di LBH Jakarta. Sejak tahun 2013, Ijul dipercaya
sebagai Koordinator Bantuan Hukum di Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Muhammad Rizaldi, biasa dipanggil Aldi merupakan lulusan
dari FHUI sejak 2013. Ketika mahasiswa dia aktif di organisasi
kemahasiswaan, hingga dipercaya menjadi Wakil Ketua BEM
FHUI di tahun 2011. Saat ini, Aldi dipercaya menjadi Ketua Divisi
69

Monitoring MaPPI FHUI. Selama di MaPPI, Aldi aktif terlibat


dalam riset implementasi UNCAC, dan riset putusan terkait isuisu gender dan disabilitas.
Refki Saputra. Menyelesaikan sarjana hukum dari Universitas
Andalas dan Magister Ilmu Hukum Universitas Indonesia.
Sejak tahun 2011 Refki bergiat sebagai peneliti Indonesian Legal
Roundtable. Sejak tahun 2015, ia juga menjadi pengajar di
Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, Padang.

70

Anda mungkin juga menyukai