Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI


II.1

TINJAUAN PUSTAKA

Di dalam suatu industri migas, pipeline termasuk dalam bagian flow diagram dari
proses produksi. Penggunaan pipeline bahkan terus meningkat dalam 3 dekade
terkahir ini sejak 1950-an. Dalam penggunaannya sendiri pipeline memegang
perananan penting diantaranya adalah untuk: 1. Exports pipeline, 2. Flowlines
untuk mentransferkan produk migas dari platform ke export line, dan 3. Flowlines
untuk transfer produk migas dari platforms, subsea manifolds, dan satellite wells.
Untuk itu perlu dilakukan analisa terhadap resiko kegagalan yang berbasis pada
keandalan mengingat dampak yang besar akibat gagalnya kinerja suatu jaringan
pipa. Hal ini disebabkan karena perhitungan desain pipa tidak dapat dilakukan
melalui pendekatan deterministik saja mengingat banyaknya faktor ketidakpastian
misalkan pada mechanical properties pipa. Selain itu pada analytical model juga
terdapat banyak sumber ketidakpastian. Sehingga pendekatan probabilistic
diperlukan sebagai metode yang tepat untuk solusi dari ketidapastian yang ada
dan untuk mencapai desain tingkat keamanan (Yong Bai, 2001).
Selama ini analisa kegagalan pipa yang telah dilakukan banyak menggunakan
code methods, seperti penelitian oleh Ahmad Fauzan (2005) yang menggunakan
ASME B31G dan Prasetyo (2009) yang menggunakan DNV RP-F-101. Filosofi
kegagalan adalah kekuatan pipa yang mengalami degradasi dalam menerima
functional loads (internal pressure) karena pengurangan ketebalan pipa akibat
korosi yang terjadi. Pada kenyataannya korosi tidak hanya mengurangi ketebalan
tetapi juga berperan sebagai initial crack dan menjadikan peluang fracture
semakin besar.
H. Adib-Ramezani et al (2006) telah melakukan probabilistic analysis sebagai
evaluasi integritas struktural pipa gas X52 akibat retak korosi menggunakan
prosedur SINTAP dan notch theory. Secara garis besar metodologi penelitian
yang dilakukan terbagi menjadi:

1. Analisa FEM untuk akar retak pada pipa


2. Fracture mechanics dengan konsep FAD-SINTAP
3. Analisa peluang kegagalan
SINTAP merupakan sebuah prosedur untuk menilai kekuatan pipa dengan
berbasis pada fracture mechanics (brittle and plastic collapse). Sedangkan
fracture mechanics memiliki dasar untuk kasus retak (crack) dan bukan notch
defect seperti retak korosi yang memiliki finite tip radius. Sehingga FE analysis
diperlukan untuk mendapatkan effective stress dan effective distance dalam
konsep notch stress intensity, atau yang disebut dengan volumetric method.
Metode ini membuat asumsi bahwa proses fracture membutuhkan sejumlah
volume yang berbentuk cylindrical dengan effective distance sebagai diameternya.
Maksud dari volume ini adalah the high stressed region dimana pembebasan
energi yang diperlukan untuk terjadi fracture telah terpenuhi.
II.2

DASAR TEORI

II.2.1 Mekanika Kepecahan


Terjadinya kepecahan sangat dipengaruhi oleh parameter fracture toughness (Kc).
Parameter ini dapat didefinisikan sebagai kemampuan material untuk menahan
beban yang terjadi akibat adanya retak. Kepecahan dapat menyebabkan terjadinya
kegagalan pada struktur apabila terjadi fast fracture, yaitu perambatan retak
dengan kecepatan tinggi di dalam material yang tiba-tiba menjadi tidak stabil.
Fast fracture terjadi apabila stress intensity factor K MPam memiliki nilai yang
sama dengan fracture toughness KC MPam. Kondisi yang biasa terjadi adalah
nilai K lebih kecil dari KC karena jika tidak maka dikatakan bahwa material telah
mengalami fase kegagalan.
II.2.1.1 Retak Korosi
Retak korosi disebabkan karena adanya tegangan dan media yang korosif secara
bersamaan atau yang dikenal dengan stress corrosion crack (SCC) (Supomo,
2003). SCC terjadi karena adanya tiga kondisi yang saling berkaitan yaitu adanya
tegangan, lingkungan korosif, dan temperature yang tinggi. Retakan stress

corrosion memiliki penampilan brittle fracture sebagai akibat dari proses korosi
lokal.
Tegangan

Media
Korosif

Temperatur
Tinggi

Gambar 2.1 Keterkaitan tiga kondisi penyebab SCC (Falakh, 2010)


Penyebab dari korosi tegangan ini antara lain adalah beban/tegangan, kondisi
elektro-kimia yang sangat bervariasi, atau juga bisa karena aktifitas mikrobiologi
yang terdapat pada suatu material. Beberapa interaksi ini menyebabkan beban
mekanik menjadi semakin berat pada permukaan suatu material, dan akibatnya
akan terbentuk lubang korosi (korosi sumuran) yang merupakan awal dari
terbentuknya crack (keretakan) pada suatu material. (NPL, 2000)
Retak awal yang terjadi karena adanya korosi merupakan kejadian yang hampir
pasti akan terjadi, yang bisa dilakukan adalah memperlambat waktu terjadinya
korosi pada suatu material. Proses retak awal pada material akan sangat berbahaya
ketika terjadi korosi lubang (pitting corrosion) karena korosi ini terjadi pada
daerah yang sempit dan sangat susah diprediksi. Sifatnya yang menjalar ke arah
kedalaman semakin memperparah kondisi material yang telah terserang korosi
lubang ini. (Davis, 2000)

Gambar 2.2 Tipe korosi lubang

Mekanisme kegagalan komponen logam akibat retak yang terjadi akibat stress
corrosion (SCC) terbagi menjadi dua fase, yakni fase pemicuan dan fase
penjalaran. Fase pemicuan adalah fase ketika pembangkit tegangan terbentuk.
Pada fase ini terjadi serangan terhadap bagian-bagian logam material yang bersifat
anoda sehingga mengakibatkan timbulnya cekukan atau lubang. Ketika tegangan
melebihi kekuatan luluh material, maka material akan mengalami deformasi
plastik, yakni ikatan-ikatan pada struktur kristalnya putus sehingga bentuk
material berubah secara permanen. Sedangkan pengertian fase penjalaran adalah
fase yang akhirnya menyebabkan kegagalan. Pada fase penjalaran ini dikenal
istilah retak awal dan fase perambatan retak (Jones, 1992). Pada fase ini akan
ditemukan istilah stress intensity factor, fracture toughness, dan critical length
yang akan dibahas secara detail pada bagian mekanisme kepecahan.
II.2.1.2 Analisa Hoop Stress
Pertimbangan utama dalam pemilihan tebal dinding untuk menahan perbedaan
tekanan dalam dan luar adalah perhitungan hoop stress, dalam hal ini
menggunakan persamaan dari DNV (2000):

h all

(2.1)

( p i p e ) D t1
2t1

2. U
3. m sc

.(SMYS f y ,temp )

(2.2)

Atau

pd .

D t1
.(SMYS f y ,temp )
2t1

dimana: =

2. U
3. m sc inc

(2.3)

(2.4)

Keterangan:
h

: tegangan hoop, Mpa

all

: tegangan ijin, Mpa

10

Pi

: tekanan internal, MPa

Pe

: tekanan eksternal, MPa

Pd

: tekanan desain, MPa

: diameter luar pipa, mm

t1

: tebal minimum dinding pipa, mm

tfab

: toleransi ketebalan fabrikasi, %

tcorr

: tebal corrosion allowance, mm

SMYS : specified Minimum Yield Stress, Mpa


fy,temp : nilai derating yang berkaitan dengan temperatur yield stress

: faktor tekanan

: faktor kekuatan material

: faktor tahanan material

sc

: faktor tahanan safety class

inc

: rasio insidental untuk tekanan desain

Supplementary requirement U dapat meningkatkan yield stress, hal ini


direfleksikan pada tabel faktor kekuatan material berikut:
Tabel 2.1 Faktor Kekuatan Material (DNV, 2000)
Faktor
U

Normal

Supplementary Requirement U

0.96

1.00

Pada sistem pressure test, faktor kekuatan material (U) sama dengan 1, hoop
stress yang diijinkan sebesar 96% dari SMYS untuk kedua material diatas. Faktor
tahanan material, m, tergantung pada kondisi batas dan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.2 Faktor Tahanan Material (DNV, 2000)
Limit state category
m

SLS/ULS/ALS

FLS

1.15

1.00

11

Nilai SMYS tergantung pada material yang digunakan. Derating value material
yang berkaitan dengan temperatur yield stress (fy, temp) dapat dilihat dari grafik
berikut:

Gambar 2.3 Derating Value (DNV, 2000)

II.2.1.3 Failure Assessment Diagram (FAD)


Prosedur SINTAP khusus dibuat sebagai panduan untuk industri Eropa dan telah
lama digunakan sebagai plasticity correction pada komponen-komponen peralatan
industri. Prosedur ini memiliki pendekatan dengan menggunakan metode FAD,
dimana dalam FAD, failure curve akan membantu kita untuk menentukan failure
zone, safe zone, security, dan safety factor.

12

Gambar 2.4 Ilustrasi Failure assessment diagram


FAD dapat digunakan untuk banyak macam kegagalan, baik itu plastic collapse,
brittle fracture, dan elastic-plastic failure. Kurva pada FAD menunjukkan nilai
kritikal dari non-dimensional stress intensity factor dan non-dimensional stress
atau parameter pembebanan yang sesuai dengan beberapa standard and code.
Prosedur SINTAP terbagi menjadi beberapa level. Dalam penelitian ini akan
digunakan level 1, dimana perbedaan mechanical properties untuk parent metal
dan las-lasan kurang dari 10%. Pada level 1 ini perlu diketahui yield stress dan
tensile strength dari material X65. Ekspresi matematika dari kurva FAD untuk
prosedur SINTAP level 1 adalah

(2.5)

dimana,

Lr : non-dimensional parameter load

13

II.2.1.4 Volumetric Method


Permasalahan utama pada penelitian ini adalah bagaimana mengaplikasikan
plasticity correction dan konsep pendekatan FAD pada cacat/retak korosi karena
mekanika kepecahan memiliki dasar untuk retak dan bukan pada blunt defect
seperti retak korosi yang memiliki finite tip radius. Untuk itu perlu dilakukan
konversi non-dimensional SIF Kr untuk retak pada non-dimensional SIF Kr, untuk
retak korosi. Untuk itu volumetric method dapat digunakan dalam analisa notch
fracture mechanics.
Volumetric method memiliki asumsi bahwa proses fracture membutuhkan
sejumlah volume yang berbentuk cylindrical dengan effective distance sebagai
diameternya. Maksud dari volume ini adalah the high stressed region dimana
pembebasan energi yang diperlukan untuk terjadi fracture telah terpenuhi. Metode
grafik pada gambar 2.3 didasarkan pada hubungan relative stress gradient dan
effective distance. Berikut adalah rumusan untuk relative stress gradient,
(2.6)

Gambar 2.5 Distribusi tegangan elastic-plastic sepanjang akar retak


Effective stress untuk fracture adalah nilai volume rata-rata dari distribusi
tegangan setelah effective distance. Tegangan harus dikalikan dengan weight

14

function sebagai pertimbangan stress gradient yang sesuai dengan geometri dan
moda pembebanan.
(2.7)
Sehingga notch SIF dapat dicari dengan hubungan effective stress dan effective
distance yaitu,
(2.8)

II.2.2 Distribusi Probabilitas


II.2.2.1 Distribusi Normal (Gaussian)
Sebuah variabel acak kontinu X dikatakan memiliki distribusi normal dengan
parameter x dan x dimana - < x < + dan x > 0 jika fungsi kepadatan
probabilitas (pdf) dari X adalah:

(2.9)
Distribusi normal kumulatif didefinisikan sebagai probabilitas variabel acak
normal X bernilai kurang dari atau sama dengan suatu nilai x tertentu. Maka
fungsi distribusi kumulatif (cdf) dari distribusi normal ini dinyatakan sebagai:

(2.10)
II.2.2.2 Distribusi Eksponensial
Distribusi eksponensial merupakan kasus khusus dari distribusi gama dengan
faktor bentuk = 1 dan faktor skala = 1/. Distribusi ini banyak digunakan
sebagai model di bidang teknik dan sains. Variabel acak kontinu X memiliki
distribusi eksponensial dengan parameter dimana > 0, maka fungsi kepadatan
probabilitas dari X adalah:

15

(2.11)

Fungsi di atas mudah untuk diintegralkan, sehingga diperoleh fungsi distribusi


kumulatif eksponensial sebagai:
(2.12)
Khusus untuk statistik deskriptif pada distribusi eksponensial, rata-rata memiliki
nilai yang sama dengan standar deviasi,
(2.13)

II.2.2.3 Distribusi Weibull


Distribusi Weibull pertama kali dikenalkan oleh Waloddi Weibull pada tahun
1939. Dalam aplikasinya, distribusi ini sering digunakan untuk memodelkan
waktu sampai kegagalan (time to failure) dari suatu sistem.
Jika sebuah variabel acak kontinu X memiliki distribusi Weibull dengan
parameter bentuk dan faktor skala , dimana > 0 dan > 0, maka fungsi
kepadatan probabilitas dari X adalah:
(2.14)
Fungsi di atas mudah diintegralkan, sehingga diperoleh fungsi distribusi kumulatif
Weibull:
(2.15)
II.2.3 Keandalan Struktur
II.2.3.1 Keandalan dan Ketidakpastian
Keandalan sebuah komponen atau sistem adalah peluang komponen atau sistem
tersebut untuk memenuhi tugas yang telah ditetapkan tanpa mengalami kegagalan
selama kurun waktu tertentu apabila dioperasikan dengan benar dalam lingkungan
tertentu (Daniel dan Mukhtasor, 2002). Dalam konsep keandalan, suatu masalah
16

akan didefinisikan dalam hubungan permintaan dan penyediaan, yang keduanya


merupakan variable-variabel acak. Peluang terjadinya kegagalan suatu rancangan,
dimana penyediaan (ketahanan atau kekuatan sistem) tidak dapat memenuhi
permintaan (beban yang bekerja pada sistem). (Ang, H.S. dan Tang, W.H., 1985)
Pemakaian konsep analisa keandalan yang didasarkan pada metode probabilistik
telah berkembang dan semakin penting peranannya terutama untuk memecahkan
masalah-masalah dalam perancangan praktis (Baker dan Wyatt, 1979).
Kecenderungan ini salah satunya dikarenakan adanya kerusakan yang terjadi pada
sistem rekayasa yang disebabkan oleh intraksi panas, beban statis maupun beban
dinamis dapat dijelaskan secara lebih baik dengan konsep ini.
Dalam konsep ini perancang dapat menggambarkan suatu sistem dengan segala
hal yang mempengaruhi atau mengakibatkan kerusakan pada sistem tersebut
misalnya kondisi pembebanan, ketahahan struktur, kondisi lingkungan yang lebih
mendekati keadaan yang sebenarnya karena melibatkan aspek ketidakpastian
dalam analisanya. Dalam analisa keandalan sistem struktural maka perlu untuk
mendefinisikan ketidakpastian yang diterima oleh struktur. Cristenson dan
Yoshida Murotshu (1985) membagi ketidakpastian dalam 3 kelompok, yaitu:
1. Ketidakpastian fisik, adalah ketidakpastian yang berhubungan dengan
keragaman (variability) fisik seperti: beban, sifat material, dan ukuran
material. Keragaman fisik ini hanya bisa dinyatakan dalam data sampel,
dengan pertimbangan praktis dan ekonomis.
2. Ketidakpastian statistical, adalah ketidakpastian yang berhubungan dengan
data yang dibuat untuk membuat model secara probabilistik dari berbagai
dari berbagai macam keragaman fisik di atas.
3. Ketidakpastian model, adalah ketidakpastian yang berhubungan dengan
tanggapan dari jenis struktur yang dimodelkan secara matematis dalam
bentuk deterministik atau probabilistik. Ketidakpastian yang terjadi di sini
merupakan hasil dari penyederhanaan dengan memakai bermacam-macam
asumsi, kondisi batas yang tidak diketahui, dan sebagai hasil dari
pengaruh interaksi ketidakpastian yang tidak tercakup dalam model.
17

Adanya keragaman pada kualitas produk yang berhubungan dengan pengawasan


pekerjaan di lapangan seperti operasi pengangkatan pipa, penggantian pipa, dan
sebagainya yang disebabkan oleh kesalahan manusia (human error) membuat
pentingnya pertimbangan faktor ketidakpastian untuk kekuatan struktur.
II.2.3.2 Pembebanan
Pada umumnya, beban yang bekerja dan kombinasi beban pada struktur pipa
terbagi menjadi:
1. Functional loads, yaitu internal dan eksternal pressure, thermal forces,
pipe weight, tegangan sisa.
2. Environmental loads, yaitu gelombang (untuk perairan dangkal) dan arus.
3. Accidental loads, yaitu fishing gear impact, dropped objects impact,
anchor impact, dll.
4. Kombinasi dari semua jenis beban.
Untuk jenis beban functional load dan environmental load memiliki relasi dengan
sistem pipeline. Sedangkan accidental load dan load combination diasumsikan
hanya terjadi pada komponen lokal yang kritis saja.
II.2.3.3 Konsep Desain LRFD
Secara umum konsep desain LRFD diekspresikan dengan:
(2.16)

Dimana SC dan RC adalah characteristic load effect dan resistance berdasarkan


moda kegagalan, adalah kalibrasi partial safety factor. Tulisan di bawah garis E
dan F adalah environmental dan functional load.
Nilai yang digunakan dalam desain diestimasikan dalam bentuk characteristic
value dan partial safety factor. Limit state yang berhubungan dengan moda
kegagalan pipeline secara umum dibagi menjadi 4 macam yaitu SLS
(Serviceability Limit State), ULS (Ultimate Limit State), FLS (Fatigue Limit
State), dan ALS (Accidental Limit State).

18

II.2.4 Analisis Keandalan


Metode analisis keandalan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
AFOSM dan Simulasi Monte Carlo. Metode AFOSM umumnya dipakai untuk
analisis keandalan sistem rekayasa, terutama banyak dijumpai penerapannya
untuk analisis komponen struktur. Simulasi Monte Carlo dapat dipakai untuk
analisis keandalan secara umum, misalnya untuk bidang rekayasa, sains murni,
ekonomi, dan sebagainya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil dari penggunaan
metode analitik AFOSM dengan penggunaan metode simulasi Monte Carlo.
II.2.4.1 Moda Kegagalan
Dalam bidang analisa resiko dan keandalan, kegagalan sebuah sistem atau struktur
diukur berdasarkan persamaan:
Pg = Res L

(2.17)

Dimana:
Pg

: Peluang kegagalan

Res

: Kekuatan (Resistance)

: Beban (Load)

Di dalam SINTAP untuk penilaian integritas struktur melalui pendekatan FAD


untuk aplikasi ruang lingkup bahasan fracture dan plastic collapse, maka
persamaan di atas akan menjadi:
gR6 (X) = gR6 (KIC, y, a) = fR6 Kr

(2.18)

gLr (Y) = gLr (u, y, a) = Lrmax Lr


dimana:
fR6

: kurva Kr vs Lr

Kr

: non-dimensional stress intensity factor

Lr

: non-dimensional load

Lr

max

: titik potong kurva fR6 oleh Lr


19

II.2.4.2 Metode AFOSM


Metode MVFOSM, khususnya yang menggunakan pendekatan ekspansi Taylor,
memiliki kelemahan pokok, yaitu inkonsistensi . Ini disebabkan karena (1) ada
ketidakpastian pada titik linierisasi yang harus dipilih, dan (2) bila fungsi kinerja
FK(X) ditulis secara berbeda (namun secara sistematis ekuivalen) untuk mode
kegagalan yang sama, akan diperoleh indeks keandalan yang berbeda.
Untuk mengatasi persoalan ini, Hasofer dan Lind mengajukan metode AFOSM
yang dikembangkan berdasarkan interpretasi geometri atas fungsi kinerja FK(X)
yang linier. Apabila semua perubah dasar X ditransformasikan menjadi perubah
dasar baku Z (dengan Xi = 0, dan Xi = 1) melalui transformasi berikut:
(2.19)

Gambar 2.6 Indeks keandalan untuk fungsi kinerja nonlinier


Maka indeks keandalan adalah jarak terdekat dari titik origin 0 ke bidang
kegagalan (failure surface) FK(X) = 0. Interpretasi ini dipakai untuk menentukan
titik linierisasi untuk fungsi kinerja FK(X) nonlinier. Melalui transformasi dengan
persamaan di atas, Xi dipetakan ke titik 0 dalam ruang perubah acak baku Z.
Relasi dalam persamaan untuk mean dari FK(X) juga berlaku untuk indeks
keandalan menurut Hasofer dan Lind ini, apabila semua perubah dasar X
terdistribusi secara normal Gaussian. Perhitungan untuk menentukan apabila
FK(X) nonlinier harus dilakukan secara iteratif.
20

Apabila didefinisikan sebuah vektor normal satuan yang tegak lurus terhadap
bidang singgung di titik A pada bidang kegagalan FK(Z) = 0, maka jarak dari titik
0 ke A adalah , dan Zi = i. Dalam ruang umum berdimensi n, maka = (1,
2, , n), dan indeks keandalan adalah jarak yang ditentukan dengan
menyelesaikan n + 1 persamaan berikut:
FK (1, 2, , n) = 0

(2.20)
(2.21)

Dimana k adalah resultan panjang vektor satuan yang dipakai sebagai pembagi
untuk memperoleh vektor satuan pada arah Zi; n adalah jumlah perubah dasar.
Konstanta k dihitung sebagai berikut:

(2.22)

II.2.4.3 Simulasi Monte Carlo


Ketika suatu sistem yang sedang dipelajari mengandung variabel atau parameter
yang memiliki nilai random, atau mengandung perubah acak maka metode
simulasi Monte Carlo dapat digunakan untuk memecahkan persoalan ini, suatu
set nilai dari tiap-tiap variabel (satu nilai untuk setiap variabel) dari suatu sistem
disimulasikan berdasarkan distribusi peluangnya, misalnya berdasarkan fungsi
kerapatan peluang tiap-tiap variabel tersebut. Untuk setiap set ini, respon atau
kinerja system dihitung berdasarkan fungsi kinerja dari

sistem tersebut.

Perhitungan respon atau kinerja sistem dihitung berdasarkan fungsi deterministik


untuk suatu set nilai dari respon atau kinerja sistem tersebut, sehingga pada akhir
simulasi akan diperoleh sekumpulan data respon atau kinerja sistem. Sekumpulan
data ini dapat dianggap sebagai sampel data, dengan analisa statistik dapat
dilakukan

untuk

menentukan

nilai

rata-rata,

simpangan

baku,

bahkan

distribusi dari respon atau kinerja sistem tersebut.

21

Unsur pokok yang diperlukan di dalam simulasi Monte carlo adalah


sebuah

random number generated (RNG). Hal ini karena, secara teknis,

prinsip dasar metode simultan Monte Carlo sebenarnya adalah sampling numerik
dengan bantuan RNG, dimana simulasi dilakukan dengan mengambil beberapa
sampel dari perubah acak berdasarkan distribusi peluang perubah acak
tersebut. Ini berarti, simulasi Monte Carlo mensyaratkan bahwa distribusi
peluang dari perubah acak yang terlibat di dalam sistem yang sedang dipelajari
telah diketahui atau dapat diasumsikan. Sampel yang telah diambil tersebut
dipakai sebagai masukan ke dalam persamaan fungsi kinerja FK(x), dan harga
FK(x) kemudian dihitung. Untuk suatu fungsi kinerja tertentu, misalnya setiap
kali FK(x) < 0 maka sistem/komponen yang ditinjau dianggap gagal. Jika
jumlah sampel tersebut adalah N (atau replikasi sejumlah N) maka dapat dicatat
kejadian FK(x) < 0 sejumlah n kali. Dengan demikian, peluang kegagalan
(Pg)

sistem/komponen yang sedang ditinjau adalah rasio antara jumlah

kejadian gagal dengan sampel atau replikasi, Pg = n/N.


Persoalan

utama

di

dalam

simulasi

Monte

Carlo

adalah

bagaimana

mentranformasikan angka acak yang dikeluarkan oleh random number generator


(RNG) menjadi besaran fisis yang sesuai dengan fungsi kerapatan peluang (fkp)nya. Ini disebabkan karena angka acak yang dikeluarkan oleh RNG memiliki fkp
uniform, sedangkan perubah dasar dalam FK(X) seringkali tidak demikian (misal
terdistribusi secara normal, lognormal, dan sebagainya). RNG biasanya ada dalam
CPU komputer sebagai built-in computer program dalam bagian ROM-nya. RNG
yang disediakan ini hampir selalu berbentuk linear congruential generator yang
mengeluarkan suatu deretan bilangan cacah (integer) I1, I2, I2.Tranformasi
bilangan acak menjadi nilai perubah acak juga dapat dilakukan secara
numerik dengan prosedur intuitif berikut:
1. Untuk XP

dengan fungsi kerapatan peluang yang diketahui fkp,

bagilah rentang XP menjadi I interval yang sama sepanjang dx.


2. Hitung luas tiap pias (ini akan menghasilkan peluang XP memiliki
harga dalam interval i, yaitu sebesar Pi) dengan mengalikan interval dx
22

dengan tinggi fkp pada Xi. Untuk setiap aP, yang keluar dari RNG maka
aP diperbandingkan dengan batas interval yang sesuai. Apabila Pi < aP
<Pi+1 maka aP dipahami (ditransformasikan) sebagai Xi.
Disamping itu, transformasi dari bilangan acak ke nilai perubah acak dapat
dilakukan secara analitik berdasarkan fungsi distribusi kumulatif perubah acak
tersebut. Oleh karena fungsi distribusi kumulatif (fdk) dari suatu perubah acak X
merupakan fungsi kontinyu dan monotonik dari X maka nilai Fx(x) dapat dipakai
sebagai alat transformasi dari nilai bilangan acak u menjadi nilai perubah acak x.
II.2.4.4 Indeks Keandalan
Cara lain untuk mengukur keandalan adalah dengan cara menggunakan indeks
keandalan , yang didefinisikan sebagai perbandingan antara nilai rata-rata dan
nilai simpangan baku dari margin keselamatan S, yaitu:
Jika menggunakan nilai kristis margin keselamatan S = 0 dan jaraknya dengan
nilai rata-rata margin keamanan S, maka indeks keandalan ini dapat
diinterprestasikan sebagai jumlah kelipatan simpangan baku S pada jarak ini.
Artinya jarak antara S = 0 dengan S ini dapat dibagi menjadi beberapa simpangan
baku. Semakin panjangnya, relatif terhadap simpangan baku, maka semakin besar
indeks keandalannya. Selanjutnya, indeks keandalan juga berbanding terbalik
dengan koefisien variasi margin keselamatan, atau dapat dituliskan = 1/VS.
Untuk menghasilkan ekspresi yang lebih umum atas indeks keandalan dapat
digunakan persamaan yang secara sepintas dibahas pada bagian sebelumnya.
Mengingat S = X Y, dan 2S = 2X 2XYXY + 2Y, maka:
(2.23)

Dimana XY adalah koefisien korelasi diantara kapasitas dan beban. Oleh karena
itu, indeks keandalan adalah maksimum jika XY = +1 dan minimum jika XY = 1. Untuk X dan Y terdistribusi normal maka peluang kegagalan adalah:
(2.24)
23

(halaman ini sengaja dikosongkan)

24

Anda mungkin juga menyukai