Adam Malik, Mengabdi Republik Jilid II: Angkatan 45, Jakarta: Gunung
Agung, 1984, hlm. 163.
22
23
kemerdekaan
100
persen.
Untuk
menyikapi
peristiwa
penangkapan Sutan Syahrir maka tanggal 30 Juni 1946 melalui siaran radio
Presiden
Sukarno
membahayakan
menyatakan
persatuan
bahwa
bangsa.
penangkapan
Pernyataan
Sutan
Presiden
Syahrir
Sukarno
jawab
atas
semua
peristiwa
ini.6
Setelah
penculikan
24
Renville
dan
mengharapkan
pergantian
kepemimpinan
secepatnya.
25
Dengan pengunduran diri kedua partai itu, kini Mr. Amir Syarifuddin
hanya mempunyai dukungan dari Sayap Kiri. Karena itu ia lalu
mengundurkan diri sebagai perdana menteri.9 Dibutuhkannya pemimpin yang
kuat dalam menjalankan Persetujuan Renville dikarenakan situasi yang sangat
panas dalam hubungannya dengan Belanda dan Angkatan Perang Republik
Indonesia yang merasa dirugikan. Akan tetapi Masyumi dan PNI tidak
berminat memegang tanggung jawab utama dalam melaksanakan syarat syarat utama yang tidak mereka sukai itu.
2. Persaingan Elit Politik yang Terpecah dalam Garis Politik dan Ideologi.
Tiga pasangan pemimpin angkatan 1945 dengan tiga dinamika
perjuangan memberikan warna khas bagi revolusi Indonesia. Ketiga pasangan
itu yaitu; Ir. Sukarno dengan Drs. Mohammad Hatta, Sutan Syahrir dengan
Mr. Amir Syarifuddin, dan Tan Malaka dengan Jenderal Sudirman. Ir.
Sukarno dan Drs. Mohammad Hatta duduk manunggal dalam pucuk pimpinan
negara dan pemerintahan dari kalangan nasionalis, Sutan Syahrir dan Mr.
Amir Syarifuddin membentuk suatu kekuatan baru yang bersendi pada
pemikiran intelektualistis sebagai alumni dari PNI Gaya Baru dan Partindo,
disamping itu pasangan Tan Malaka dan Jenderal Sudirman mempunyai urat
dan akar langsung di kalangan pemuda - pemuda radikal dan anggota pasukan
PETA.10
10
26
27
11
12
28
mengenai
hasil Perjanjian
Linggarjati.
Kelompok
yang
mendukung
Pemerintah dikenal dengan sebutan Sayap Kiri yang berasal dari Partai
Sosialis, Pesindo, Partai Buruh, dan Partai Komunis Indonesia. Kelompok
yang menentang Pemerintah dikenal dengan sebutan Benteng Republik yang
berasal dari PNI, Masyumi, dan Partai Rakyat.
Pertentangan kedua kelompok ini nampak jelas pada rapat pleno KNIP
di Malang yang berlangsung antara tanggal 25 Februari sampai 5 Maret 1947.
Dalam rapat pleno terjadi perdebatan antara Sayap Kiri yang mendukung
Dekrit Presiden dan Benteng Republik yang menentangnya. Dekrit Presiden
ini bertujuan supaya KNIP meratifikasi13 Perjanjian Linggajati. Dalam
keadaan macet ini muncul Wakil Presiden Mohammad Hatta yang
mengancam akan mundurnya Dwitunggal dari jabatan apabila Dekrit Presiden
mengenai jumlah anggota KNIP sampai ditolak dalam sidang. 14
13
29
15
30
menteri, dan tawaran ini diterima Drs. Mohammad Hatta dengan syarat bahwa
PNI dan Masyumi mendukungnya. 17
Kedudukan Dwitunggal tidak hanya merupakan simbol negara dilihat dari
dasar konstitusionalnya tetapi juga sebagai pemimpin - pemimpin besar yang
merupakan pusat dari kepercayaan rakyat. 18 Kelebihan tersebut terbukti pada rapat
pleno KNIP di Malang, dengan campur tangan Dwitunggal sikap tidak percaya
partai oposisi terhadap Pemerintah dapat dihilangkan mengingat kondisi yang
sangat krisis.
Dimasa pemerintahan Republik Indonesia telah dicoba mengubah sistem
pemerintahan presidensil menjadi sistem pemerintahan parlementer yang
dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada BPKNIP.
Presiden dan wakil presiden dilindungi oleh kabinet yang bertanggungjawab
politik, yang setiap waktu dapat diganti kalau perlu. Tetapi dalam praktek ternyata
berbeda, bahwa bukan kabinet yang melindungi presiden dan wakil presiden, dan
memagari mereka dengan tanggungjawabnya, melainkan sebaliknya. Dimana mana presiden dan wakil presiden harus bertindak untuk mempergunakan
kewibawaannya untuk melindungi posisi kabinet dari kecaman dan serangan
rakyat yang tidak puas. Sampai wakil presiden dalam Sidang KNIP terpaksa
17
18
31
19
32
22
23
24
33
Nama
Partai
1. Perdana Menteri
Non Partai
Non Partai
: Dr. Sukiman W.
Masyumi
4. Menteri Pertahanan
Non Partai
5. Menteri Kehakiman
6. Menteri Penerangan
: Mohamad Natsir
Masyumi
7. Menteri Keuangan
PNI
PKRI
9. Menteri Kemakmuran
: Ir. Djuanda
Non Partai
: Ir. Djuanda26
Non Partai
: Kusnan
Non Partai28
PSI
25
34
: Mr Ali Sastroamidjojo
PNI
: K.H Masjkur
Masyumi
: Dr. J. Leimena
Parkindo
: Sultan HB ke IX
Non Partai
(PGRI). Penulis cantumkan Kusnan sebagai non partai hal ini didasarkan bahwa
PGRI bukan merupakan partai, diperkuat dengan uraian Kusnan sendiri dan
Kusnan bukan sebagai wakil SOBSI tetapi sebagai perorangan. Rh. Koesnan,
Membantu Perdana Menteri Bung Hatta, Dalam Hatta (Ed), Bung Hatta:
Mengabdi Pada Tjita tjita Perdjoangan Bangsa, Jakarta: Panitia Peringatan
Ulang Tahun Bung Hatta ke 70, 1972, hlm. 223. Dan Menteri Kusnan Bukan
Wakil SOBSI, Kedaulatan Rakyat, 3 Februari 1948.
29
35
terampil, bukan sekedar merupakan perimbangan partai - partai politik yang ada.30
Penempatan Kusnan sebagai menteri perburuhan dan sosial dapat dijadikan bukti
bahwa Drs. Mohammad Hatta menunjuk orang yang ahli dan terampil, dengan
dasar keberanian Kusnan mengkeritik dengan pedas, tatapi jujur dan objektif
terhadap kebijaksanaan pemerintah pada bidang pendidikan dan pengajaran.31
Namun demikian, Drs. Mohammad Hatta tidak mampu mendamaikan
Sayap Kiri. Sayap Kiri mengubah dirinya menjadi kelompok Front Demokrasi
Rakyat (FDR) menuntut minimum sembilan jabatan kabinet32, yaitu Kementrian
Pertahanan, Kementrian Perburuhan dan Sosial, Kementrian Kemakmuran,
Kementrian Pembagian Makanan, Kementrian Penerangan, Kementrian Luar
Negeri, Kementrian Perhubungan, Kementrian P.D.K., Kementrian Kehakiman
dan Kementrian dalam Negeri. 33 Dalam menanggapi tuntutan FDR, Mohammad
Hatta menyatakan bahwa:
Dari sikap FDR itu aku merasa, bahwa mereka akan mengadakan sabotase.
Pendapatku sudah bulat, aku akan menerima satu orang dari antara mereka
dan yang seorang itu ialah Mr. Amir Syarifuddin sendiri, tetapi tidak untuk
Menteri Pertahanan. Menteri Pertahanan akan kurangkap sendiri, sebab
Sultan Hamengkubuwono mengatakan, bahwa ia tidak sanggup mengatasi
T.N.I.34
30
31
34
36
35