Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tubuh manusia memiliki sistem pertahanan dalam menjaga agar oksigen yang masuk ke dalam
saluran pernapasan tetap bersih hingga sampai ke paru. Berbagai pertahanan yang perlu dilewati
udara, bahkan jika ada benda asing yang melewati saluran pernapasan, tubuh akan berespon
dengan mengeluarkan refleks batuk atau bersin, hingga pengeluaran sekret oleh sel goblet dan
kerja silia untuk mendorong benda asing keluar.
Tetapi ada kalanya sistem pertahanan tubuh tidak mampu mengatasi serangan dari bakteri, virus,
jamur, maupun benda asing lainnya sehingga terhadi peradangan pada saluran pernapasan.
Seperti pneumonia, abses paru, bronkitis, dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut lainnya. Maka
dari pada laporan dibahas penyakit diatas meliputi dari definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi
klinis, diagnosis, penatalaksaan hingga komplikasi yang mungkin terjadi.
1.2 Manfaat
Adapun manfaat dari modul ini adalah mengetahui penyakit yang berhubungan dengan infeksi
saluran pernapasan akut.

BAB II
PEMBAHASAN
SKENARIO
Amir (20 tahun) datang berobat ke Puskesmas karena batuk berdahak yang dialami sejak
3 hari yang lalu disertai dengan demam dan sulit bernafas. Dari anamnesis didapatkan bahwa
sebelum mengalami keluhan Amir belajar sampai larut malam karena sementara mengikuti ujian
akhir semester. Dari anamnesis keluarga diketahui bahwa sebelumnya teman teman kost Amir
juga mengalami keluhan yang sama 5 hari yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik : keadaan umum
tampak sakit berat, sesak nafas disertai batuk. T: 110/80 mmHg, N: 100x/menit, RR: 32x/menit,
S: 40,10C. Karena tampak sakit berat akhirnya dokter puskesmas merujuk Igabal ke Rumah
Sakit.
2.1 STEP 1: ISTILAH ASING
1. Batuk

: refleks pertahanan sistem pernafasan akibat terpapar iritan pada saluran

napas, seperti debu atau benda asing lainnya.


2. Dahak

: Mukus yang berlebih yang berada di saluran nafas.

3. Demam

: respon peradangan dengan peningkatan suhu tubuh spada set point

hipotalamus akibat pelepasan endogen pirogen yang menyebar melalui sistem vaskuler.
4. Sesak napas

: keluhan kesulitan bernafas yang diakibatkan baik radang atau obstruksi

saluran pernapasan yang bersifat subjektif serta bersifat objektif dengan ditemukan napas
cuping hidung, retraksi dada, dan frekuensi napas.

2.2 STEP 2: IDENTIFIKASI MASALAH


1. Mengapa Amir bisa mengalami batuk, demam, dan sulit bernapas ?
2. Apakah ada hubungan keluhan yang di alami Amir dengan belajar sampai larut malam ?

3. Apakah ada hubungan keluhan yang di alami Amir dengan teman kost Amir yang juga
mengalami keluhan yang sama 5 hari yang lalu?
4. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan yang didapatkan ?
5. Apakah alasan dokter puskesmas merujuk Amir ke Rumah Sakit
6. Apa diagnosa sementara yang dapat kita tegakkan dari skenario diatas ?
7. Apa pemeriksaan yang dapat kita lakukan ?
8. Apa penatalaksanaan dari kasus Amir?

2.3 STEP 3: BRAINSTORMING


1. Batuk disebabkan oleh adanya bahan iritasi atau benda asing yang masuk di dalam tubuh.
Proses ini terjadi pada saluran pernapasan bawah. Saluran pernapasan seperti bronkus dan
trakea sangat sensitif terhadap sentuhan ringan, sedangkan laring, karina ( tempat trakea
bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri), bronkiolus terminalis dan alveolus sensitif
terhadap rangsangan bahan kimia yang korosif seperti gas sulfur dioksida atau klorin.
Impuls aferen yang berasal dari saluran pernapasan terutama berjalan melalui nervus vagus
ke medula otak yang menyebabkan efek sebagai berikut:
a. Kurang lebih 2,5 liter udara diinspirasi secara cepat
b. Epiglotis menutup dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat dalam paru
c. Otot-otot abdomen berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma sedangkan otototot ekspirasi lainnya seperti interkostalis internus,juga berkontraksi dengan
kuat.Akibatnya tekanan dalam paru meningkat secara cepat sampai 100 mmHg atau
lebih.
d. Pita suara dengan epiglotis terbuka lebar sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru
ini meledak keluar.

Demam disebabkan Ketika tubuh bereaksi adanya pirogen atau patogen. Pirogen akan
diopsonisasi (harfiah=siap dimakan) komplemen dan difagosit leukosit darah, limfosit,
makrofag (sel kupffer di hati). Proses ini melepaskan sitokin, diantaranya pirogen endogen
interleukin-1 (IL-1), IL-1, 6, 8, dan 11, interferon 2 dan , Tumor nekrosis factor TNF
(kahektin) dan TNF (limfotoksin), macrophage inflammatory protein MIP1. Sitokin ini
diduga mencapai organ sirkumventrikular otak yang tidak memiliki sawar darah otak.
Sehingga terjadi demam pada organ ini atau yang berdekatan dengan area preoptik dan
organ vaskulosa lamina terminalis (OVLT) (daerah hipotalamus) melalui

pembentukan

prostaglandin PGE.
Ketika demam meningkat (karena nilai sebenarnya menyimpang dari set level yang tibatiba neningkat), pengeluaran panas akan dikurangi melalui kulit sehingga kulit menjadi
dingin (perasaan dingin), produksi panas juga meningkat karena menggigil (termor).
Keadaan ini berlangsung terus sampai nilai sebenarnya mendekati set level normal (suhu
normal). Bila demam turun, aliran darah ke kulit meningkat sehingga orang tersebut akan
merasa kepanasan dan mengeluarkan keringat yang banyak.
Sesak nafas disebabkan kebutuhan oksigen yang meningkat akibat difusi jaringan yang
berkurang. Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas
yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada penyakit
kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada,
penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan
2. Hubungannya adalah karena belajar yang larut malam sehingga terjadi penurusan imunitas
orang tersebut, akibatnya mikroorganisme patogen mudah masuk dan menginfeksi.
3. Hubungannya dengan teman satu kos adalah adanya tempat penyebaran yang potensial
sehingga dengan cara kontak langsung atau melalui udara dapat menginfeksi orang tersebut.
Adanya teori keseimbangan antara agent-environment-host juga memiliki peranan penting
dalam hal ini. Jika ada salah satu bagian yang terganggu maka akan mempengaruhi kondisi
hostnya, akibatnya mudah terjadi penyakit.
4. Interpretasi yang ada dari hasil pemeriksaan :
Tekanan Darah 110/80

: Normal

Nadi 100x/menit

: Masih dalam batasan normal pada kondisi batas atas normal

Respirasi rate 32x/menit : Peningkatan pernapasan (takipneu, kegagalan sirkulasi paru)


Suhu badan 40,10C

: Demam

5. Karena peralatan di puskesmasnya kurang memadai


Untuk memastikan diagnosisnya dan untuk memberikan penanganan yang lebih lanjut
Merujuk karena adanya data yang merujuk pada penyakit parenkim paru yang bersifat aku
dan dapat menjadi gagal napas apabila penyakit tersebut bertambah parah.

6. Diagnosis banding yang dapat dinilai:


a. Pneumonia

: demam tinggi, batuk berat, sesak nafas, peningkatan suhu

b. Abses paru

: (asimetris pergerakan paru)

c. Bronkitis

: sputum, batuk produktif batuk non produktif

d. Bronkiolitis

: sesak nafas

e. Common cold syndrome

: peningkatan mukus, bersin bersin, hidung tersumbat

f. Croup syndrome

: sesak nafas, demam, batuk

7. Pemeriksaan yang dilakukan adalah


a. Anamnesis

: Keluhan utama, Riwayat Penyakit, Riwayat Penyakit

Sekarang, kontak dengan lingkungan sekitar, status gizi.


b. Pemeriksaan fisik

: Inspeksi, perkusi, auskultasi, palpasi.

c. Pemeriksaaan penunjang

: Pemeriksaan darah lengkap, biakan melalaui media

pembiakan virus/bakteri, tes serologi, radiologi, analisis gas darah.

8. Pengobatan yang dilakukan adalah


a. Antipeuretik dan analgetik : paracetamol, asetaminofen, ibuprofen, asam mefenamat,
b. Antitusif : mengobati batuk
c. Antibiotik : spektrum luas (amoksisilin, amoksan, dll)
d. Bronkodilator : salbutamol sesak nafas
e. Kortikosteroid jangka pendek
2.4 STEP 4: STRUKTURISASI KONSEP

Anamnesis

Demam

Keadaan tampak
berat
Td : 110/80 mmHg

Batuk dahak

Sesak nafas
Pemerikaan Fisik dan
General Status

N : 100x/menit
RR : 32x/menit
Suhu : 40,1 C

ISPA

Pneumoni
Abses Paru

Penanganan dan
Penatalaksanaan

2.5 STEP 5: LEARNING OBJECTIVES


Sasaran pembelajaran yang didapatkan dari hasil diskusi kelompok :
1. Menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, dan pengobatan
dari :
a. Pneumonia
b. Abses paru

2.6 STEP 6: BELAJAR MANDIRI


Mahasiswa melakukan belajar mandiri dari tanggal 5 September sampai 7 September 2016.

2.7 STEP 7: LEARNING OBJECTIVES


LO 1: PNEUMONIA

Definisi
Pneumonia adalah bentuk peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru, dan gangguan pertukaran gas.
Bila terjadi infeksi, biasanya infeksi teratasi, terjadi resolusi dan biasanya struktur paru
kembali normal. Namun pada pneumonia nekrotikans yang disebabkan antara lain oleh
staphylococcus atau gram negatif terbentuk jaringan parut atau fibrosis.
Epidemiologi
Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut di parenkim paru
yang serius sering dijumpai sekitar 15-20%.

Pneumonia pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada
kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.
Pneumonia semakin sering terjadi pada orang-orang lanjut usia dan sering terjadi pada
penyakit paru obstruktif kronik ( PPOK/COPD ). Juga dapat terjadi pada pasien penyakit
lain seperti Diabetes Melitus (DM), payah jantung, penyakit arteri kronik, keganasan,
insufisiensi renal, penyakit saraf kronik, keadaan imunodefisiensi, dan penyakit hati
kronik.
Faktor predisposisi lainnya adalah kebiasaan merokok, pasca infeksi virus, kelainan atau
kelemahan struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Juga adanya tindakan invasif
seperti infus, intubasi, trakeostomi, atau pemasangan ventilator. Etiologi

Sumber : Alsagaff, Hood, 2010


Infeksi saluran napas bawah akut dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme,
tersering disebabkan oleh bakteri. Diagnosis kuman penyebab akan

lebih cepat

terarah bila diagnosis pneumonia yang dibuat, dikaitkan dengan interaksi faktor-

faktor terjadinya infeksi dan cara pasien terinfeksi, misalnya infeksi melalui droplet
sering

disebabkan

Streptococcus

pneumonia,

melalui

selang

infus

oleh

Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P.


aeruginosa dan Enterobacter. Pada masa kini terjadi perubahan keadaan pasien,
seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan dan penggunaan
antibiotic yang tidak tepat yang menimbulkan perubahan pada karakteristik
kuman.Terjadinya peningkatan patogenitas/jenis kuman, serta resistensi yang
disebabkan oleh S. aureus, B. catarrhalis, H. influenza dan entero-bactericea yang
menghasilkan beta laktamase.
Patogenesis
Patogenesis pneumoni terkait dengan tiga faktor yaitu imunitas inang, mikroorganisme
yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain. Cara terjadinya
penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya melalui droplet sering disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae, melalui slang infus Staphylococcus aureus, sedangkan
infeksi melalui pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter.
1. Patogenesis Pneumonia Komunitas
Faktor perubah yang meningkatkan risiko infeksi oleh patogen tertentu pada pneumonia
komunitas:

Pneumokokus yang resisten penisilin dan obat lain


o Usia > 65 tahun
o Pengobatan B-lactam dalam 3 bulan terakhir
o Alkoholisme
o Penyakit imunosupresif
o Penyakit penyerta multiple
o Kontak pada klinik lansia
Patogen gram negatif
o Tinggal dirumah jompo
o Penyakit kardiopulmonal penyerta
o Penyakit penyerta yang jamak
o Baru selesai mendapatkan terapi antibiotik

Pseudomonas aeruginosa

o Penyakit paru struktural (bronkiektasis)


o Terapi kortikosteroid (>10mg prednisone/hari)
o Terapi antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan sebelumnya
o Malnutrisi
2. Patogenesis Pneumonia Nosokomial
Faktor risiko terjadinya PN dapat dikelompokkan atas 2 golongan yaitu yang tidak bisa
dirubah yaitu yang berkaitan dengan inang (penyakit paru kronik, atau gagal organ
jamak), dan terkait dengan tindakan yang diberikan. Pada faktor yang dapat dirubah dapat
dilakukan upaya berupa mengontrol infeksi, desinfeksi dengan alkohol, pengawasan
patogen resisten, penghentian dini pemakaian alat yang invasif, dan pengaturan tata cara
pemakaian antibiotik. Faktor risiko kritis adalah ventilasi mekanik >48 jam.
Patogen yang sampai ke trakea terutama berasal dari aspirasi bahan orofaring, kebocoran
melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi, dan sumber bahan patogen yang mengalami
kolonisasi di pipa endotrakeal. PN terjadi akibat proses infeksi bila patogen yang masuk
saluran napas bagian bawah tersebut mengalami kolonisasi setelah dapat melewati
hambatan mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan tubuh mekanik (epitel cilia dan
mukus) , humoral, dan seluler. Kolonisasi terjadi akibat adanya berbagai faktor inang dan
terapi yang telah dilakukan yaitu adanya penyakit penyerta yang berat, tindakan bedah,
pemberian antibiotik, obat-obatan lain, dan tindakan invasif pada saluran pernapasan.
Mekanisme lain adalah pasasi bakteri pencernaan ke paru, penyebaran hematogen, dan
akibat tindakan intubasi.
Diagnosis
Anamnesa

Demam menggigil
Suhu tubuh meningkat
Batuk dahak mukoid atau purulen
Sesak napas
Kadang nyeri dada

Pemeriksaan fisik

10

Tergantung luas lesi paru


Inspeksi: bagian yang sakit tertinggal
Palpasi: redup
Auskultasi: suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara tambahan ronki
basah halus sampai ronki basah kasar pada stadium resulusi.

Pemeriksa penunjang

Gambaran radiologis: foto torakis PA/ lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran

konsolidasi (berwarna), dapat disertai air bronchogram.


Pemeriksaan laboratorium: terdapat peningkatan jumlah lekosit lebih dari

10.000/ul kadang dapat mencapai 30.00/ul.


Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak,

biakan darah, dan serologi


Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia : pada stadium lanjut asidosis
respiratorik.

Kriteria minor:

Frekuensi napas > 30/menit


Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor:

Membutuhkan ventilasi mekanik

Infiltrat bertambah > 50%


Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat
penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis.

Kriteria perawatan intensif penderita pneumoni:

Paling sedikit 1 dari 2 gejala minor tertentu, yaitu membutuhkankan ventilasi :

atau membutuhkan vasopresor lebih dari 4 jam.


Atau 2 dari 3 gejala minor tertentu, yaitu nilai paO2/FiO2 kurang dari 250
mmHg : foto toraks menunjukkan adanya kelainan bilateral; dan tekanan sistolik
kurang dari 90 mmHg.

11

Pengobatan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji
kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1

Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.

Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai
berikut :
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin

12

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)


Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
Penatalaksanaan
1

Penderita rawat jalan


Pengobatan suportif / simptomatik

13

a. Istirahat ditempat tidur


b. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
c. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
d. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
2

Pemberian antibiotik kuran dari 8 jam


Penderita Rawat Inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
a Pemberian terapi oksigen
b Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pemberian antibiotik kuran dari 8 jam
Penderita rawat inap di ruang rawat intensif
Pengobatan suportif / simptomatik
a Pemberian terapi oksigen
b Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pemberian antibiotik kuran dari 8 jam
Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi :
1. Bakterimia
2. Efusi pleura.
3. Empiema.
4. Abses Paru.
5. Pneumotoraks.
6. Gagal napas.
7. Sepsis
Pencegahan
Terdapat berbagai faktor terjadinya PN. Dari berbagai faktor tersebut beberapa faktor
penting tidak bisa dikoreksi. Beberapa faktor dapat dikoreksi untuk mengurangi
terjadinya PN, yaitu antara lain dengan pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau
endotrakeal atau pemakaian obat sitoproktektif sebagai pengganti antagonis H2 dan
antasid. Pencegahan pneumonia nasokomial ditukan kepada upaya program pengawasan

14

dan pengontrolan infeksi termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan teknik isolasi
dan praktek pengontrolan infeksi.Pada pasien dengan gagal organ ganda, skor APACHE
yang tinggi dan penyakit dasar yang dapat berakibat fatal perlu diberikan terapi
pencegahan.
Prognosis
Secara Umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah sebesar 5%.
Namun dapat menigkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan
influenzadi USA merupakan penyebab kematian no.6 dengan kejadian sebesar 59%
sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien CAP yang dirawat di
ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan

LO 2: ABSES PARU
Definisi
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru yang
terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus/nekrotik debris) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih yang disebabkan oleh infeksi mikroba.

Epidemiologi
Abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dan umumnya terjadi
pada umur tua karena terdapat peningkatan insiden penyakit periodontal dan peningkatan

15

prevalensi disfagi dan aspirasi, namun pada daerah urban dengan tingginya prevalensi
alkoholisme dilaporkan abses paru rata-rata terjadi pada umur 41 tahun.

Etiologi
Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme yaitu:
1.

Kelompok bakteri anaerob merupakan etiologi terbanyak abses paru (bisa mencapai
89%) terutama pada orang immunocompromised dan biasanya diakibatkan oleh
pneumonia aspirasi
- Bacteriodes melaninogenus
- Bacteriodes fragilis
- Peptostreptococcus species
- Bacillus intermedius
- Prevotella melaninogenica
- Fusobacterium nucleatum
- Microaerophilic streptococcus
- Clostridium perfringens
- Clostridium barati

2.

Kelompok bakteri aerob, predominan pada orang dengan immunocompromised


Gram positif : sekunder oleh sebab selain aspirasi
- Staphylococcus aureus
- Streptococcus microaerophilic
- Streptococcus pyogenes
- Streptococcus pneumonia
- Streptococcus viridans
- Streptococcus milleri
Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial
- Klebsiella pneumonia
- Pseudomonas aeruginosa
- Escherichia coli

16

- Haemophilus Influenza
- Actinomyces Species
- Nocardia Species
- Gram negatif bacilli
3.

Kelompok non bakteri dan bakteri atipik, biasanya dijumpai pada orang dengan
immunocompromised:
- Jamur : histoplasma, coccidioides, blastomyces, mucoraceae, aspergilus species,
cryptococcus, zygomycetes, pneumocystitis
- Parasit : paragonimus westermani, entamuba histolitytica, echinococcus
- Mikobakterium tuberkulosis dan nontuberkulosis

Studi yang dilakukan Bartlett et al. (1974) mendapatkan 46% abses paru disebabkan
hanya oleh bakteri anaerob sedangkan 43% campuran bakteri anaerob dan aerob. Studi
terbaru dari Wang et al. menyebutkan bahwa karakteristik bakteri abses paru berubah di
mana dari 90 pasien di Taiwan, bakteri anaerob dijumpai hanya pada 28 pasien (31%),
sedangkan yang terbanyak dijumpai adalah bakteri Klebsiella pneumonia yaitu 30 pasien
(33%), dan pada studi ini juga ditemukan resistensi kuman anaerob dan Streptococcus
milleri terhadap klindamisin dan penisilin juga meningkat dibandingkan sebelumnya.
Spektrum kuman patogen penyebab abses paru pada pasien immunocompromised sedikit
berbeda. Pada pasien AIDS kebanyakan kumannya adalah bakteri aerob, Pneumocystitis
carinii dan jamur termasuk Cryptococcus neoforman dan mikrobakterium tuberkulosis.

Patogenesis
Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara yaitu aspirasi dan penyebaran secara
hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru bronkogenik yang
termasuk akibat aspirasi, statis sekresi, benda asing, tumor dan striktur bronkial.
Dimulainya gangguan akibat aspirasi paru (lung insult) bisa disebabkan oleh injuri
langsung bahan kimia dari asam lambung yang teraspirasi atau pada daerah obstruksi
yang disebabkan oleh unsur lain seperti makanan, yang akan disusul dengan infeksi

17

sekunder oleh bakteri dan terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan
terjadinya infeksi pada daerah distal obstruksi tersebut. Bila bakteri yang masuk
banyak/virulen atau mekanisme pertahanan seperti mukosilier dan makrofag alveolar
memungkinkan, infeksi dapat terjadi tanpa didahului oleh lung insult.
Abses akibat aspirasi ini banyak terjadi pada pasien bronkitis kronis karena banyaknya
mukus pada saluran napas bawahnya yang merupakan media kultur yang sangat baik bagi
organisme yang teraspirasi. Nekrosis jaringan dengan pembentukan abses paru
membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah terjaadinya aspirasi. Abses paru sering terjadi
pada paru kanan, karena bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri, walaupun posisi
tubuh saat aspirasi juga menentukan letak abses.
Penyebaran secara hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau
sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi dari bagian lain tubunya
seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya aka berbentuk
abses multipel dan biasan

Gejala Klinik
Gejala penyakit timbul satu sampai tiga hari setelah aspirasi, berupa malaise dengan
panas badan tinggi disertai menggigil, bahkan rigor. Kemudian disusul dengan batuk
dan nyeri pleuritik atau rasa nyeri yang dirasakan didalam dada dan gejala akan terus
meningkat sampai menimbulkan sesak napas dan sianosis. Bila tidak diobati, maka gejala
akan terus meningkat sampai kurang lebih hari kesepuluh. Penderita mendadak batuk
dengan mengeluarkan pus bercampur darah dalam jumlah banyak, mungkin berbau busuk
bila terinfeksi kuman anaerob, setelah itu penerita merasa lebih enak.
Gejala yang khas ini tidak selalu ada. Gejala ang kurang khas dapat bervariasi, dari
ringan sampai sedang, seperti flu saja yang timbul perlahan lahan.

18

Perjalanan penyakit sering dipengaruhi oleh pengobatan yang tidak memadai. Gejala
klinis dapat sebagai pneumonia yang tidak sembuh dengan obat obat anti infeksi yang
memadai.
Abses yang pecah ke pleura menimbulkan pio-pneumotoraks. (Alsagaff, 2009)
Diagnosis
Tanda Fisik
Berupa tanda tanda konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara bronchial dengan
ronki basah atau krepitasi ditempat abses, mungkin ditambah dengan efusi pleura. Jari
tabuh dapat timbul dalam beberapa minggu terutama bila drainase tidak baik.
Laboratorium
Pada pemeriksaan darah didapatkan LED meningkat, lekositosis (20.000 30.000 mm3)
dan shift to the left. Dahak berupa pus dengan pengecatan gram terlihat penuh dengan
leukosit dan bermacam macam kuman. Biakan darah maupun dahak perlu diambil
untuk pemeriksaan kuman aerob dan anaerob.

Gambaran Radiologi
Pada mulanya memberikan gambar konsolidasi seperti pada pneumonia, kemudian pada
hari kesepuluh, jaringan nekrotik yang ada dikeluarkan, dan meninggalkan kavitas
dengan air fluid level yang khas.
Penyulit
Penyulit akut berupa penyebaran infeksi ke tempat tempat lain di paru, abses otak dan
empiema. Penyulit menahun akan menyebabkan kakeksia, anemi dan amiloidosis.
Dengan obat obat anti infeksi seperti sekarang ini penyulit menahun jarang sekali
terjadi.
Diagnosis Banding

19

1. Karsinoma bronkogenik yang mengalami kavitasi, biasanya dinding kavitas tebal dan
tidak rata. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi
2. Tuberculosis paru atau infeksi jamur
Gejala klinisnya hamper sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada
tuberculosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur.
3. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada aau hanya sedikit
konsolidasi.
4. Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya.
5. Hematom paru. Ada riwayat trauma. Batuk hanya sedikit.
6. Pneumoconiosis yang mengalami kavitas. Pekerjaan penderita jelas di daerah berdebu
dan didapatkan simple pneumoconiosis pada penderita.
7. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri retrosternal dan heart burn bertambah berat
pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan barium foto.
8. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan bronkografi atau
autografi retrograde.
Terapi
Kemoterapi
Penisilin merupakan obat pilihan dengan dosis satu juta unit 2 3 kali sehari
intramuskuler. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negative dapat ditambahkan
kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respon terapi yang baik akan terjadi dalam 2
4 minggu, yaitu penderita sudah dapat berobat jalan dan terapi diteruskan dengan obat
obatan peroral atas prinsip bahwa resolusi abses paru sangat lambat, memerlukan waktu 1
4 bulan.
Pada keadaan ini, penderita diberikan Penisilin V oral 750 mg 4x sehari
Selama proses masih menampakkan perbaikan, terapi diteruskan. Bila hasil terapi kurang
memadai, terapi dapat diubah dengan:
o Klindamisin 600 mg tiap 8 jam
o Metronidazol 4 x 500 mg atau
o Gentamisin 5 mg/kgBB dibagi dalam tiga dosis tiap hari.

Drainase postural
Selalu dilakukan bersama sama dengan pemberian kemoterapi. Posisi tubuh sedemikian
rupa sehingga drainase pus menjadi lancar.

20

Bronkoskopi
Penting untuk diagnosis dan membersihkan jalan napas sehingga drainase pus menjadi
lancar.

Pembedahan
Pembedahan dilakukan bila kemoterapi gagal, yaitu bila:
o Abses menjadi menahun
o Kavitas, produksi dahak, dan gejala klinik masih tetap ada setelah terapi yang intensif
selama 6 minggu, atau
o Abses yang sudah sembuh, tetapi meninggalkan sisa jaringan parut yang cukup luas
dan menggangu faal paru

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infeksi saluran pernapasan merupakan penyakit yang tergolong dengan angka kejadian tinggi.
Penyakit saluran pernapasan dibagi dua berdasarkan lokasinya, yaitu penyakit saluran
pernapasan atas dan bawah.
Penyakit saluran pernapasan bawah meliputi pneumonia, abses paru, bronkitis, dan lainnya.
Sistem pernapasan manusia memiliki pertahanan yaitu bulu hidung, silia, mukus, dan makrofag
alveoli. Namun apabila terjadi ketidak seimbangan antara host, agent, dan environment maka
dapat terjadi infeksi oleh mikroorganisme asing dari luar tubuh manusia.

21

Infeksi Saluran Pernapasan Akut disebabkan oleh bakteri, virus, hamur, dan benda asing yang
teraspirasi. Mulanya terjadi reaksi radang yang menyebabkan perubahan sistem pernapasan pada
tubuh, seperti hipersekresi mukus, batuk bahkan sesak. Demam kadang menyertai tergantung
mikroba penyebab, pada Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang disebabkan oleh bakteri, demam
biasanya lebih tinggi daripada penyebab lainnya.

3.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami baik dari segi diskusi kelompok
maupun penulis, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen yang mengajar baik
sebagai tutor maupun dosen yang memberikan materi kuliah.

22

Anda mungkin juga menyukai