Nama
NIM
: 1533500090
Kelas
: P.I 3
Prodi
: Psikologi Islam
D. Manfaat
1. Mengetahui makna nilai-nilai setiap sila-sila Pancasila
2. Mengetahui nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila
3. Mengetahui pengalaman Pancasila
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang
bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis
serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
1. Dasar Antropologis Sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu kesatuan filsafat tidak hanya kesatuan yang menyangkut silasilanya saja melainkan juga meliputi hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang
terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah asas yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan
memiliki satu kesatuan dasar ontologis. Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah
manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga
disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok sila-sila Pancasila adalah
manusia, hal ini dijelaskan sebagai berikut : bahwa yang berketuhanan yang Maha Esa, yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang
berkeadilan sosial, pada hakikatnya adalah manusia.
2. Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila1
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan suatu sistem
pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi2
3
bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa
dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia menyelesaikan masalah
1 Kaelan MS.1991.Edisi reformasi.Fakultas filsafat UGM. Hlm 34-38
22
32Kaelan MS.1991.Filsafat pancasila.Yogyakarta.Fakultas Filsafat UGM.hlm 10-15
yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila juga telah menjadi cita-cita atau
keyakinan-keyakinan yang telah menyangkut praksis, karena dijadikan sebagai landasan bagi
cara hidup manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar
ontologisnya. Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologis, yaitu: tentang
sumber pengetahuan manusia, tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, serta tentang
watak pengetahuan manusia.
3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya
sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu
kesatuan.
B. Makna Nilai-nilai Setiap Sila-sila Pancasila
Sebagai suatu dasar filsafat negara maka sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem nilai,
oleh karena itu sila-sila Pancasila itu pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Meskipun
dalam setiap sila terkandung nilai-nilai yang memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya
namun kesemuanya itu tidak lain merupakan suatu kesatuan yang sistematis.
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa adanya pengakuan dan
keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Oleh karena itu,
segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan, penyelenggaraan dan pembangunan negara
untuk menciptakan kesejahteraan rakyat bahkan moral negara, moral penyelenggara negara,
politik negara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara,
kebebasan dan hak asasi warga negara harus dengan memenuhi perintah Tuhan dan menjiwai
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peraturan perundangundangan negara.
Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengandung nilai suatu kesadaran sikap
moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam
hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri,
terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral
dan beragama.
Dalam kehidupan bersama dalam negara, nilai kemanusiaan harus dijiwai karena
untuk saling menghargai sekalipun terdapat suatu perbedaan karena hal itu merupakan suatu
kodrat manusia untuk saling menjaga keharmonisan dalam kehidupan bersama sehingga
negara kita akan kuat persatuan dan kesatuannya. Nilai kemanusiaan juga menjunjung tinggi
untuk berbuat adil. Adil terhadap Tuhan yang Maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak asasi
manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan,
status sosial maupun agama.
3. Sila Persatuan Indonesia
Negara Indonesia adalah negara yang beraneka ragam tetapi harus tetap satu, seperti
sembohyang negara kita Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan bukan alasan untuk diruncingkan
menjadi suatu konflik dan permusuhan, melainkan diarahkan untuk menghasilkan suatu yang
menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan
bersama.
Bangsa ini bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas
dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
4.
Sila
Kerakyatan
yang
Permusyawaratan/Perwakilan
Sila
kerakyatan yang
Dipimpin
dipimpin
Oleh
oleh
Hikmat
Kebijaksanaan
dalam
hikmat
kebijaksanaan
dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
a. Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat.
b. Pimpinan kerakyatan adalah hikamat kebijaksanaan yang di landasi akal sehat.
c. Manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
d. Musyawarah untuk mufakat dicapai dalam permusyawaratan wakil-wakil rakyat.
5. Dalam sila V : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a. Perwujudan keadilan sosial dalam kehidupan sosial atau kemasyarakatan meliputi
seluruh rakyat Indonesia.
b. Keadilan dalam kehidupan sosial.
c. Cita-cita masyarakat adil dan makmur material dan spiritual yang merata bagi
seluruh rakyat Indonesia.
d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban dan menghormati hak orang lain.
4 Salam Burhanuddin.1998.Filsafat Pancasilisme.Jakarta.Bina Aksara hlm 38-40
53Noor MS Bakri.2010.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta.Pustaka Pelajar. Hlm 1015
D. Pengamalan Pancasila
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, yang juga dinamakan Ekaprasetia
Pancakarsa, memberi petunjuk-petunjuk nyata dan jelas. Wujud pengamalan kelima sila
Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganutpenganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
d. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
a. Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia.
b. Saling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
3. Sila Persatuan Indonesia
a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c. Cinta tanah air dan bangsa.
d. Kemajuan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka
Tunggal Ika.
4.
Sila
Kerakyatan
yang
di Pimpin
Oleh
Hikmat Kebijaksanaan
dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
a. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
b. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
c. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.6
d. Keputusan yang di ambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a. Mengembangkan perilaku-perilaku yang luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
b. Bersikap adil.
c. Menghormati hak-hak orang lain.
d. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
e. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
6 Winarno.2007.Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Edisi
Kedua.Jakarta.PT Bumi Aksara
sosial.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila adalah dasar filsafat dan pandangan hidup negara Republik Indonesia yang
secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945. Sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan.
Pancasila memiliki kedudukan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia dalam menata,
mengatur, serta menyelesaikan masalah-masalah sosial, kebangsaan dan kenegaraan termasuk
juga masalah hukum. Sebagai dasar filsafat, maka Pancasila merupakan sebagai pemersatu
bangsa dan negara Indonesia.
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang dengan sendirinya
memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang berbeda-beda pula. Namun demikian bahwa
perbedaan itu harus disadari sebagai sesuatu yang memang senantiasa ada pada setiap
manusia (suku bangsa) sebagai makhluk pribadi, dan dalam masalah ini bersifat biasa.
Namun demikian dengan adanya kesatuan asas kerokhanian yang kita miliki, maka perbedaan
itu harus dibina ke arah suatu kerjasama dalam memperoleh kebahagiaan bersama.
B. Saran
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa, bukanlah hanya
merupakan rangkaian kata-kata yang indah namun harus diwujudkan dan diaktualisasikan
dalam berbagai bidang dalam kehidupan bangsa.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila hendaknya harus mewarnai setiap
prosedur dalam penyelesaian konflik yang ada didalam masyarakat.
Hendaknya masyarakat bangsa Indonesia harus mengamalkan sila-sila Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari.