Anda di halaman 1dari 14

Kimia Analis Non Pangan Tingkat

IV
ANALISIS OBAT DENGAN METODE KROMATOGRAFI
Saat ini, metode kromatografi merupakan metode utama yang digunakan
untuk analisis obat.
Analisis obat-obatan dengan kromatografi tahun 1955: kromatografi
kertas
(ascending & descending)

KCKT & Kromatografi Gas


Kromatografi suatu proses pemisahan
analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase: fase diam
dan fase gerak
Pembagian Kromatograf

Berdasarkan mekanisme pemisahan:


- Kromatografi adsobsi
- Kromatografi partisi
- Kromatografi pasangan ion
- Kromatografi penukar ion
- Kromatografi eksklusi ukuran
- Kromatografi afinitas
Berdasarkan alat yang digunakan:
- Kromatografi kertas
- Kromatografi lapis tipis sering disebut dengan kromatografi
- Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
planar
- Kromatografi gas
kromatografi
kolom

Tabel 1. Klasifikasi Teknik Kromatografi


Teknik

Fasa Diam

Fasa

Bentuk

Gerak
Kromatografi

Kertas

kertas

(selulosa)

Kromatografi

Silica,

Lapis Tipis (KLT) selulosa, resin


penukar ion,

Cair

Mekanisme
Sorpsi yang

Planar

Utama
Partisi (adsorpsi,
pertukaran ion,

Cair

Planar

eksklusi)
Partisi (adsorpsi,
pertukaran ion,
eksklusi)

Kimia Analis Non Pangan Tingkat


IV
padatan yang
porosnya
Kromatografi

dikendalikan
Cair

Gas

Kolom

Partisi

Gas-cair
Kromatografi

Padat

Gas

Kolom

Adsorpsi

Gas-padat
Kromatografi

Padatan

Cair

Kolom

Partisi yang

Cair Kinerja

dimodifikasi

Tinggi (KCKT)
Kromatografi

Padatan

Cair Eksklusi

dengan

Ukuran

porositas yang

Cair

Kolom

Eksklusi

Kromatografi

dikendalikan
Resin penukar

Cair

Kolom

Pertukaran ion

Penukar Ion
Kromatografi

ion
Pemilih kiral

Cair

Kolom

Adsorpsi secara

kiral

padatan

selektif

Migrasi dan Retensi Solut


Kecepatan migrasi solute ditentukan oleh perbandingan distribusinya (D)
D ditentukan oleh afinitas relative solute pada kedua fase (fase diam &
fase gerak)
Nilai D: perbandingan konsentrasi solute dalam fasa diam (C s) dan dalam
fasa gerak (Cm)
D=

Cs
Cm

Cs = konsentrasi solute dalam fasa diam


Cm = konsentrasi solute dalam fasa gerak
*Semakin besar nilai D, migrasi solute semakin lambat
Semakin kecil nilai D, migrasi solute semakin cepat
*Solut terelusi menurut perbandingan distribusinya
* Jika perbedaan distribusi antar solute cukup besar, maka campurancampuran solute akan mudah dan cepat dipisahkan
Waktu retensi (tR): waktu yang dibutuhkan solute untuk melewati kolom
kromatografi kolom

Kimia Analis Non Pangan Tingkat


IV
Faktor retardasi (Rf): jarak migrasi solute terhadap jarak ujung fasa
gerakn
ya

kroma
tografi
planar
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif
Analisis Kualitatif
Ada 3 pendekatan untuk analisis kualitatif:
1. Perbandingan data retensi solute yang tidak diketahui dengan data
retensi baku yang sesuai pada kondisi yang sama.
Kromatografi planar: Rf senyawa baku dan Rf senyawa yang tidak
diketahui dibandingkan dengan cara dilakukan kromatografi secara
bersama-sama untuk menghilangkan adanya variasi kondisi bahan yang
digunakan dan variasi laboratorium.
Kromatografi kolom: waktu retensi (tR) dan volume retensi (VR) senyawa
baku dan senyawa yang tidak diketahui dibandingkan dengan cara
kromatografi secara berurutan dalam kondisi alat yang stabil dengan
perbedaan waktu pengoperasian antar keduanya sekecil mungkin.
2. Dengan cara Spiking untuk kromatografi kolom
Spiking: sampel + senyawa baku
Proses analisis:
1) Dilakukan proses kromatografi sampel yang tidak di-spiking
2) Dilakukan proses kromatografi sampel yang telah di-spiking
dengan senyawa baku
3) Jika sampel yang telah di-spiking mengalami peningkatan tinggi
puncak/luas puncak dibandingkan sampel yang tidak di-spiking,
maka sampel mengandung senyawa yang diselidiki.
3. Menggabungkan alat kromatografi dengan spectrometer massa
Kromatografi gas + spectrometer massa data spectra solute + waktu
retensi
Spectra solute yang tidak diketahui dapat dibandingkan dengan spectra
yang ada di database computer atau dapat diintepretasikan sendiri. Cara
ini dapat dilakukan untuk solute yang belum ada baku murninya.
Analisis Kuantitatif
Untuk menjamin kondisi yang digunakan dalam analisis kuantitatif bersifat
stabil

dan

reprodusibel,

baik

pada

penyiapan

sampel

atau

proses

Kimia Analis Non Pangan Tingkat


IV
kromatografi, berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam analisis
kuantitatif:

Analit (solute) harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari

komponen-komponen lain dalam kromatogram


Baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus

tersedia
Prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan

Untuk kromatografi planar, luas bercak (spot) atau kerapatan bercak dapat
diukur secara in situ atau dapat juga dilakukan dengan cara: bercak
dikerok,

dilarutkan

dalam

pelarut

yang

sesuai,

dan

ditentukan

konsentrasinya dengan menggunakan teknik yang lain seperti dengan


menggunakan spektrofotometru UV, KCKT, dan sebagainya.
Sementara untuk kromatografi yang melibatkan kolom, kuantifikasi dapat
dilakukan dengan melihat apakah diperoleh luas puncak/tinggi puncak yang
proporsional dengan banyaknya senyawa yang diinjeksikan. Suatu kurva
kalibrasi dapat diturunkan dari luas puncak/tinggi puncak yang diperoleh
dari berbagai macam larutan dengan konsentrasi tertentu.

Metode Kuantifikasi
1. Metode Baku Eksternal
Metode yang paling umum untuk menetapkan konsentrasi senyawa yang
tidak diketahui konsentrasinya dalam suatu sampel adalah dengan plot
kalibrasi menggunakan baku eksternal. Larutan-larutan baku ini disebut
sebagai baku eksternal karena disiapkan dan dianalisis secara terpisah
dari kromatogram senyawa tertentu yang ada dalam sampel. Baik
sampel dan larutan baku masing-masing diinjeksikan dalam system
kromatografi yang digunakan kemudian dianalisis dengan cara yang
sama.
Larutan baku (kadang-kadang disebut dengan kalibrator) disiapkan
dengan konsentrasi tertentu yang sudah diketahui (misal 0,1; 0,2; 0,3
mg/mL). sejumlah tertentu volume larutan ini diinjeksikan dan dianalisis
lelu respon detector (luas puncak/tinggi puncak) diplotkan terhadap
konsentrasi sebagaimana dalam Gambar 1.

Kimia Analis Non Pangan Tingkat


IV
2. Metode Baku Internal
Baku internal merupakan senyawa yang berbeda dengan analit,
meskipun demikian senyawa ini harus terpisah dengan baik selama
proses pemisahan. Baku internal dapat menghilangkan pengaruh karena
adanya perubahan-perubahan pada ukuran sampel. Seringkali perlakuan
sampel

memerlukan

tahapan-tahapan

yang

dapat

mengakibatkan

berkurangnya sampel. Jika baku internal ditambahkan pada sampel


sebelum

dilakukan

preparasi

sampel,

maka

baku

internal

dapat

mengoreksi hilangnya sampel-sampel ini.


Syarat suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku internal:
- Terpisah dengan baik dari senyawa yang dituju atau dari puncak-

puncak yang lain


Mempunyai waktu retensi yang hamper sama dengan analit
Tidak terdapat dalam sampel
Memiliki kemiripan sifat-sifat dengan analit dalam tahapan-

tahapan penyiapan sampel


Tidak mempunyai kemiripan secara kimiawi dengan analit
Tersedia dalam perdagangan dengan kemurnian yang tinggi
Stabil dan tidak reaktif terhadap sampel atau terhadap fasa gerak
Mempunyai respon detector yang hampir sama dengan analit pada

konsentrasi yang digunakan.


Dengan metode baku internal,
menyiapkan

beberapa

larutan

kurva
baku

baku

yang

dihasilkan

dibuat

dengan

dengan

cara

menambahkan larutan baku internal yang konsentrasinya tetap ke dalam


larutan sampel yang konsentrasinya bervariasi. Sebagai contoh adalah
penetapan

kadar

metomil

dengan

menggunakan

baku

internal

benzanilid (Gambar 2.)


Kromatogram

yang

diberikan

pada

Gambar

2.

menggambarkan

metodologi standar internal. Di sini, metomil dikuantifikasi dengan


menggunakan

benzanilid

sebagai

standar

internal.

Dengan

menggunakan kurva kalibrasi, kandungan metomil yang tidak diketahui


dapat diketahui dari rasio antara luas kromatogram metomil dibagi
dengan luas kromatogram benzanilid.
3. Normalisasi Internal
Untuk tujuan analisis tertentu, hanya jumlah relative analit dalam suatu
multikomponen yang dibutuhkan. Hal ini dinormalisasi ke 100 atau 1
dengan mengekspresikan jumlah relative masing-masing analit dalam
suatu

multikomponen

sebagai

presentase

total

(jika

normalisasi 100) atau fraksi (jika digunakan normalisasi 1).

digunakan

Kimia Analis Non Pangan Tingkat


IV
Normalisasi internal merupakan nilai tertentu dalam kromatografi untuk
tujuan kuantitatif yang mana beberapa sampel dapat ditentukan secara
bersama-sama dan konsentrasi absolute tidak dibutuhkan.
Untuk analisis kuantitatif, diasumsikan bahwa lebar atau tinggi puncak
sebanding dengan konsentrasi. Dalam metode yang paling sederhana,
diukur lebar atau tinggi puncak, yang kemudian dinormalisasi (ini berarti
bahwa setiap lebar atau tinggi puncak diekspresikan sebagai suatu
presentase dari total).
Komposisi relative dihitung

dari

respon

alat,

dan

untuk

kasus

kromatografi digunakan luas puncak masing-masing komponen dalam


suatu campuran menggunakan rumus berikut:
Ax
x 100
i=n
% x1 =
A1
i=1

4. Metode Standar Adisi


Metode standar adisi merupakan teknik analisis kuantitatif yang mana
serangkaian analit yang telah diketahui ditambahkan ke dalam sampel.
Dengan menambahkan satu atau lebih larutan standar, suatu kurva
kalibrasi dapat disiapkan.
Konsentrasi analit dalam sampel dapat ditentukan dengan ekstrapolasi
kurva kalibrasi sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 3. Untuk metode
ini, respon analit harus linier di kisaran konsentrasi yang digunakan
dalam kurva kalibrasi.
Suatu pendekatan praktek dalam metode standar adisi adalah dengan
membagi

sampel

ke

dalam

beberapa

bagian

yang

sama

lalu

menambahkan ke dalamnya standar dengan level konsentrasi yang


meningkat. Sampel selanjutnya dianalisis dan respon versus konsentrasi
akhir diplotkan. Konsentrasi mula-mula dalam sampel selanjutnya
dilakukan dengan ekstrapolasi pada sumbu x.

TEKNIK PENYIAPAN SAMPEL


Dalam banyak hal, sediaan obat tidak dapat dianalisis secara langsung
dengan metode kromatografi tanpa didahului dengan tahap perlakuan atau

Kimia Analis Non Pangan Tingkat


IV
penyiapan

sampel.

Tujuan

utama

penyiapan

sampel

adalah

untuk

menyediakan analit dalam suatu larutan yang bebas dari gangguan


(interferen).

Interferen

merupakan

senyawa

kimia

apapun

yang

Tahap penyiapan sampel pada umumnya dikelompokkan menjadi

tahap

keberadaannya tidak dikehendaki.

pengambilan sampel (sampling) dan tahap pembersihan sampel (clean up).


Tujuan akhir pengambilan sampel adalah untuk memperoleh sampel yang
representative (mewakili) dari suatu sediaan obat.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel merupakan hal sangat penting dalam suatu analisis
kimia. Untuk mengetahui kadar atau konsentrasi suatu senyawa tertentu
dalam sampel, hanya dilakukan terhadap sejumlah kecil sampel. Cara
pengambilan sampel yang salah, meskipun metode analisisnya tepat dan
teliti

hasilnya,

tidak

akan

memberikan

hasil

analisis

yang

benar

(kadar/konsentrasi).
Pengambilan sampel harus benar-benar mewakili populasinya. Ada dua
macam cara pengambilan sampel dalam analisis kimia, yaitu:
1. Pengambilan Sampel Random
Cara pengambilan sampel dilakukan terhadap bahan yang homogen
(sama). Misalnya, bahan yang berbentuk larutan/suspensi, bahan
yang berbentuk tablet, dsb. Untuk sampel padat, digerus dahulu
hingga halus, baru kemudian diambil sampel secara random.
Sedangkan untuk bahan yang berbentuk larutan/suspensi, harus
digojog terlebih dahulu baru kemudian dilakukan pengambilan
sampel.
2. Pengambilan Sampel Representatif
Pada pengambilan sampel representative ini, sampel diambil dari
beberapa wadah. Kemudian dari beberapa wadah ini, sampel diambil
dari bagian-bagian yang berbeda pada setiap wadah.
Wadah 1

Bagian atas
bawah

Wadah 2

samping kanan

Wadah 3

samping kiri

Wadah 4

bagian

Kimia Analis Non Pangan Tingkat


IV
Masing-masing sampel dicampur secara homogen kemudian diambil
secara random untuk dianalisis.
Teknik Penyiapan Sampel
Produk-produk farmasetik bersifat sangat kompleks dan biasanya
mengandung senyawa-senyawa garam, asam, basa, protein, dan
beberapa senyawa organic dengan sifat fisika-kimia yang hampir
sama dengan analit yang hendak diuji. Sedangkan di sisi lain, analit
biasanya berada dalam konsentrasi yang sangat kecil dalam sampelsampel ini. Oleh karena itu, diperlukan suatu prosedur penyiapan
sampel untuk mengekstraksi dan mengisolasi analit yang hendak diuji
dari matriks yang sangat kompleks ini.
Ada beberapa teknik penyiapan sampel, yaitu:
1. Analisis Langsung
Sediaan-sediaan cair biasanya dapat dianalisis secara langsung
dengan cara diencerkan secara sederhana dengan fase gerak
sebelum dilakukan pengujian. Setelah diencerkan, sampel dapat
langsung dianalisis menggunakan kromatografi.
2. Ekstraksi Padat-Cair
Ekstraksi ini dilakukan untuk mengambil senyawa dari bentuk sediaan
padat (misal, sediaan bentuk tablet). Ekstraksi padat-cair dilakukan
dengan menggerus matriks padat hingga diperoleh serbuk yang
halus. Serbuk yang telah halus kemudian dilarutkan dengan pelarut
yang sesuai. Setelah itu dilakukan penyaringan atau sentrifugasi
untuk menghindari adanya partikulat-partikulat yang belum larut
yang dapat mengganggu kinerja kolom kromatografi.
3. Ekstraksi Cair-cair
Ekstraksi cair-cair dilakukan dengan cara melakukan partisi sampel
antara 2 pelarut yang tidak saling bercampur. Salah satu fasenya
seringkali berupa air, dan fase lainnya berupa pelarut organic seperti
kloroform atau petroleum eter. Analit yang bersifat polar akan
terekstraksi ke dalam air dan dapat langsung diijeksikan dalam
system kromatografi. Sedangkan analit yang bersifat non polar akan
terekstraksi dalam pelarut organic dan dapat diperoleh setelah
dilakukan penguapan pelarut.

Kimia Analis Non Pangan Tingkat


IV

SAMPEL

Ya

Tidak
Apakah sampel dalam bentuk
larutan?

*Dilakukan pengaturan

Dilarutkan dalam

kimiawi (pH,

pelarut yang sesuai

kompleksasi,dsb)
Sampel diletakkan
pada corong pisah

Ditambah pelarut
yang tidak campur,
digojog kuat

Dilakukan
pengukuran
solute/analit

Fase yang
dikehendaki
diambil

Apakah
solute
terekstraksi?

Ya

Fase dibiarkan
memisah

Ya

Apakah 2
cairan
jernih?

Tdk

Lakukan
pemecahan
emulsi

Tidak

Uapkan hingga
diperoleh
konsentrasi yang
sesuai
Sampel siap
digunakan

Kesetimbangan
kimia
yang
melibatkan
perubahan
pH,
kompleksisasi, pasangan ion, dan sebagainya digunakan untuk
meningkatkan perolehan kembali analit dan/atau menghilangkan
pengganggu

Masalah-masalah yang Sering Timbul dalam Ekstraksi Pelarut


- Terbentuknya emulsi
- Analit terserap/terikat kuat pada partikulat
- Analit terikat pada senyawa yang mempunyai berat molekul tinggi
- Adanya kelarutan analit secara bersama-sama dalam kedua fase
Terjadinya emulsi merupakan hal yang paling sering dijumpai. Oleh
karena itu, jika emulsi antara kedua fase ini tidak dirusak, maka
recovery (perolehan kembali) yang diperoleh kurang bagus. Emulsi
dapat dipecah dengan cara:
a. penambahan garam ke dalam fase air
b. pemanasan/pendinginan corong pisah yang digunakan

Kimia Analis Non Pangan Tingkat


IV
c. penyaringan menggunakan glass-wool
d. penyaringan menggunakan kertas saring
e. penambahan sedikit pelarut organic yang berbeda
f. sentrifugasi
Jika senyawa yang akan dilakukan ekstraksi pelarut berasal dari
plasma, maka kemungkinan besar senyawa tersebut akan terikat kuat
pada protein, sehingga recovery (perolehan kembali) yang dihasilkan
rendah. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk

memisahkan

senyawa yang terikat pada protein, yaitu:


a. penambahan detergen
b. penambahan pelarut organic lain
c. penambahan asam kuat
d. pengenceran dengan air
e. penggantian dengan senyawa yang mampu mengikat lebih kuat
4. Ekstraksi Fase Padat (Solid Phase Extraction/SPE)
SPE ini merupakan teknik yang relative baru dibandingkan dengan
ekstraksi

cair-cair.

SPE

cepat

berkembang

sebagai

alat

yang

digunakan untuk clean-up sampel-sampel yang kotor, misalnya


sampel-sampel yang mempunyai kandungan matriks yang tinggi
seperti garam-garam, protein, polimer, dsb.
Keunggulan SPE dibanding dengan ekstraksi cair-cair adalah:
Proses ekstraksi lebih sempurna
Pemisahan analit dari pengganggu yang mungkin ada lebih

efisien
Mengurangi pelarut organic yang digunakan
Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan
Mampu menghilangkan partikulat

Prosedur SPE
Ada 2 strategi untuk melakukan penyiapan sampel menggunakan
SPE, yaitu:
Strategi pertama
Memilih pelarut yang mampu menahan semua analit yang dituju
pada penjerap yang digunakan, sementara senyawa-senyawa yang
mengganggu (interferen) akan terelusi. Analit yang tertahan pada
penjerap selanjutnya dielusi dengan sejumlah kecil pelarut organic
yang akan mengambil analit yang tertahan ini. Strategi ini
digunakan jika analit yang dituju berkadar rendah.

Kimia Analis Non Pangan Tingkat


IV

Strategi kedua
Strategi kedua adalah dengan mengusahakan supaya analit yang
dituju keluar (terelusi), sementara senyawa pengganggu tertahan
pada penjerap.

Tahap-tahap dalam prosedur SPE adalah:


i. Pengkondisian
Cartridge (penjerap) dialiri dengan pelarut sampel untuk
membasahi permukaan penjerap dan untuk menciptakan nilai
pH yang sama sehingga perubahan-perubahan kimia yang tidak
diharapkan ketika sampel dimasukkan dapat dihindari. Penjerap
non polar (C18 dan penjerap penukar ion) dikondisikan dengan
mengalirinya menggunakan methanol lalu akuades. Pencucian
yang berlebihan dengan air akan mengurangi recovery analit.
Penjerap-penjerap polar seperti diol, siano, amino, dan silica
ii.

harus dibilas dengan pelarut non polar seperti metilen klorida.


Retensi (tertahannya) sampel
Larutan sampel dilewatkan ke cartridge baik untuk menahan
analit yang dituju sementara komponen lain terelusi atau untuk
menahan komponen yang tidak diharapkan sementara analit

iii.

yang dituju terelusi.


Pembilasan
Tahap ini penting untuk menghilangkan seluruh komponen yang

iv.

tidak tertahan oleh penjerap selama tahap retensi.


Elusi
Tahap ini merupakan tahap akhir untuk mengambil analit yang
dituju jika analit tersebut tertahan pada penjerap.

Fase SPE
Suatu penjerap SPE harus dipilih sedemikian rupa sehingga mampu
menahan analit secara kuat selama pemasukan sampel ke dalam
cartridge. Untuk sampel-sampel yang bersifat ionic atau yang dapat
terionisasi digunakan penjerap penukar ion. Fraksi analit yang keluar
dari SPE dapat langsung yang diinjeksikan ke system kromatografi
atau dilakukan pengaturan pH untuk meminimalkan ionisasi sehingga
dapat dipisahkan dengan kolom fase terbalik pada KCKT.
Untuk senyawa yang tertahan dalam penjerap non polar (seperti C 18
dan penjerap penukar ion) digunakan pelarut non polar. Sedangkan
untuk senyawa yang tertahan dalam penjerap silica, digunakan
pelarut yang polar.

Kimia Analis Non Pangan Tingkat


IV
Tabel 1. Berbagai jenis fase SPE dan kondisi-kondisinya
Pelarut
Mekanisme
Pemisahan

Jenis Fase

untuk

Pelarut untuk

Jenis

memasukk

mengelusi

Analit

an sampel

(eluting

(loading

solvent)

solvent)
Adsorpsi

Silica,

Fase Normal
Sedikit
Pelarut

Pelarut yang

alumina,

polar

yang

tinggi (ex:

florosil

sampai

rendah (ex:

methanol, etanol)

agak polar

heksana,

Fase terikat

Siano, amino,

Agak polar

kloroform)
Pelarut

Pelarut yang

polar

diol

sampai

yang

tinggi (ex:

sangat

rendah (ex:

methanol, etanol)

polar

heksana,

Oktadesilsilok

Hidrofobik

kloroform)
Pelarut

Pelarut yang

san

(sangat

yang tinggi

rendah (ex:

non polar)

(air,

heksana,

methanol,

kloroform)

Hidrofobik

etanol)
Pelarut

Pelarut yang

non polar

(sangat

yang tinggi

rendah (ex:

(sangat

non polar)

(air,

heksana,

methanol,

kloroform)

Fase terbalik

Fase terikat

Oktilsiloksan

hidrofobik)
Fase terikat

Sikloheksil,

Agak non

etanol)
Pelarut

Intermediet

non polar

fenil, difenil

polar

yang tinggi

(metilen klorida,

(agak

(air,

etil asetat)

hidrofobik)

methanol/ai
r,
asetonitril/a

Fase terikat

Butil etil, metil Sedikit

ir)
Pelarut

Pelarut yang

non polar

polar

yang tinggi

tinggi (ex:

(hidrofobik

sampai

(air) sampai

asetonitril,

Kimia Analis Non Pangan Tingkat


IV
rendah)

Lemah

agak non

pelarut

polar

sedang (etil

asetat)
Penukar Anion
Amino primer, Bersifat
Air atau

methanol)

a buffer (pH=pKa-2)
b nilai pH yang

amino

ionic

buffer

sekunder

(dapat

(pH=pKa+2

diionkan),

atau analit
menjadi netral
c buffer dengan

bersifat
asam
Kuat

mana penjerap

kekuatan ionic
yang tinggi
d buffer (pH=pKa-2)
e nilai pH yang

Amino

Bersifat

Air atau

kuartener

ionic

buffer

(dapat

(pH=pKa+2

diionkan),

mana penjerap
atau analit

menjadi netral
f buffer dengan

bersifat
asam

kekuatan ionic
yang tinggi

Lemah

Asam
karboksilat

Penukar Kation
Bersifat
Air atau
ionic
(dapat
diionkan),

g buffer

buffer

(pH=pKa+2)
h nilai pH yang
(pH=pKa-2)
mana penjerap
atau analit

bersifat

menjadi netral
i buffer dengan

basa

kekuatan ionic
Kuat

Asam alkil

Bersifat

Air atau

sulfonat,

ionic

buffer

asam sulfonat

(dapat

aromatik

diionkan),
bersifat
basa

yang tinggi
j buffer

(pH=pKa+2)
k nilai pH yang
(pH=pKa-2)
mana penjerap
atau analit
menjadi netral
l buffer dengan
kekuatan ionic
yang tinggi

Kimia Analis Non Pangan Tingkat


IV
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rohman. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai