Anda di halaman 1dari 17

13 kota teknologi paling hebat di Asia

Oleh Anh-Minh Do | Tech in Asia ID Kam, 5 Des 2013

Asia masih sangat muda dan segar dalam hal teknologi, jadi ekosistem teknologi di benua ini
baru saja terbentuk. Secara ekonomi, Asia baru bertumbuh cepat sejak beberapa dekade lalu.
Sedangkan di barat, ekosistem ini telah dibangun sejak lama dan kita telah mengetahui beberapa
nama besar dan wilayah penting seperti Silicon Valley, New York, London, Paris, dan lainnya.
Siapa yang tahu Asia? Benua ini sangat besar, dan sulit untuk memutuskan di mana harus
memulai mempelajari benua ini. Jadi, kami bertemu dan berbincang dengan blogger, investor,
dan entrepreneur di seluruh Asia untuk meminta mereka berbagi sedikit tentang ekosistem
startup di kota dan negara mereka masing-masing. Dan berikut adalah 13 ekosistem startup di
seluruh Asia.
1. Singapura.
2. Tokyo, Jepang.
3. Beijing, dan Shanghai, China.
4. Kuala Lumpur, Malaysia.
5. Taipei, Taiwan.
6. Hong Kong, China.
7. Seoul, Korea Selatan.
8. Jakarta, Indonesia.
9. Bangkok, Thailand.
10. Hanoi dan kota Ho Chi Minh, Vietnam.
11. Manila, Filipina.
12. India.
13. Pakistan.
14. Kontributor.

Singapura

Darius Cheung: Singapura adalah tujuan pertama di Asia bagi sebagian besar orang barat.
Negara ini sering disebut sebagai tempat terbaik untuk hidup di dunia dan diperkirakan akan
menyalip Swiss sebagai negara pinggir laut terkaya pada tahun 2020. Dengan kata lain,
Singapura adalah negara kaya dan mempunyai infrastruktur bagus termasuk sistem
pemerintahan, hukum, dan keuangan yang stabil, bersih, dan efisien, ditambah lagi dengan
adanya jaringan transportasi dan IT yang solid, tenaga kerja yang terdidik, masyarakat
multikultural yang mampu berbahasa Inggris, dan masih banyak lagi. Meski Singapura
mempunyai populasi kecil yaitu hanya lima juta orang, negara ini memiliki tingkat penetrasi
internet, mobile, dan smartphone yang kuat, dengan memiliki ARPU sebesar USD 40, dan pasar
e-commerce yang bernilai USD 2 miliar dan terus bertumbuh.
Singapura mungkin memiliki ekosistem startup yang paling berkembang di Asia, dengan
munculnya banyak startup pada berbagai tahap. Negara ini juga mempunyai akselerator yang
sangat aktif seperti JFDI dan banyak pendanaan awal dialirkan sebagai bagian dari skema
pendanaan NRF TIS dari pemerintah. Selain itu, ada banyak angel investor seperti co-founder
Skype Toivo Annus (yang telah berinvestasi di startup Singapura seperti Coda, Luxola, Redmart,
Referral Candy, ADZ, dan Garena).
Singapura adalah titik berkumpulnya startup di Asia dan menjadi launchpad bagi entrepreneur
lokal dan juga entrepreneur asing untuk membangun bisnis di negara ini. Singapura memiliki
banyak perusahaan lokal (SGCarMart, HungryGoWhere, dll) dan internasional (JobsCentral,
Brandtology, TenCube, dll.) yang sudah exit dalam beberapa tahun terakhir, dan juga perusahaan
yang sedang berkembang seperti PropertyGuru dan Reebonz.
Meskipun demikian, potensi Singapura sebagai pusat startup di Asia Tenggara terancam oleh
aturan imigrasi yang ketat, birokrasi pemerintahan yang terlalu tegas, dan xenophobia yang

dialami masyarakatnya. Apalagi dengan munculnya kota-kota terdekat dengan talenta dan pasar
domestik yang besar, Singapura harus lebih agresif dan berani mengambil risiko untuk
memperkuat posisinya sebagai kota startup.

Tokyo, Jepang

Anh-Minh Do: Jepang merupakan salah satu pasar yang cukup dewasa dan berpengaruh di
kawasan ini. Pusat segala aktivitasnya berada di Tokyo. Tapi masa dimana perusahaan besar
seperti Hitachi, Sony, Fujitsu, and Panasonic muncul sebagai bintang baru telah berlalu, dan
sekarang banyak muncul perusahaan baru seperti GREE, DeNA, dan Rakuten yang mulai
berpengaruh dan bergerak secara global. Kalau kalian ingin mendapatkan gambaran singkat
ekosistem startup Jepang, silakan kunjungi situs rekan kami di TheBridge dan Anda akan melihat
ekosistem bisnis, VC, dan inkubator yang segar.
Selain kesuksesan besar dari startupnya, sistem pendidikan di Jepang sangat mendukung, dengan
adanya inkubator seperti Open Network Lab. Anda dapat melihat daftar lengkap inkubator dan
akselerator di Jepang di sini.
Di sisi lain, masalah yang dihadapi startup Jepang cukup sulit: kultur yang berisiko rendah, harga
sewa yang mahal, dan ekosistem yang kecil. Tapi terlepas dari hal ini, Jepang mendapat
kesuksesan besar dan pemerintahnya sangat mendukung startup dengan membantu menyediakan
inkubator yang jumlahnya sekitar 300 di seluruh negara ini.

Beijing dan Shanghai, China

Steven Millward: China mungkin mempunyai industri web yang mapan, tapi negara tersebut
masih sulit dijamah untuk startup China. Tidak seperti Singapura, pemerintah China kurang
mendukung ekosistem startup, dan terdapat banyak perusahaan web di sana yang dengan mudah
dan cepat bisa meniru produk utama para startup. Bahkan, lebih besar kemungkinan startup Anda
ditiru daripada diakuisisi. Saat ini, aplikasi pemesanan taksi sedang bermunculan tapi
kemudian otoritas mulai mengatur atau bahkan melarang aplikasi ini di beberapa kota. Apa lagi
yang startup bisa lakukan? Tidak ada.
Sisi baiknya, ada ekosistem startup yang luar biasa mulai dari startup tahap ide hingga yang
sudah memiliki pendanaan besar. Acara startup seperti Startup Weekend dan Barcamp sangat
sering diselenggarakan di kota seperti Beijing, Shenzhen, dan Shanghai. Akan bagus jika
kompetisi startup juga diselenggarakan (seperti TechCrunch Disrupt atau acara Startup Asia
kami) untuk memberi startup lokal dorongan visibilitas, seperti dorongan finansial untuk
pemenang. Acara tahunan GMIC Beijing sudah melakukan hal ini, tapi lebih banyak presentasi
dan kompetisi tentunya akan semakin bagus.
Terkait pendanaan, banyak pihak yang tertarik untuk melakukan investasi di China. Bidang ecommerce tampaknya mendapat ketertarikan yang terbesar, dengan banyaknya perusahaan
seperti Sequoia Ventures, GGV Capital, hingga Bluerun Ventures dari California tertarik pada estore yang inovatif. Ranah sosial menjadi area yang paling sulit sulit untuk dimonetasi tapi
mudah untuk ditiru bagi semua orang (kecuali beberapa orang yang beruntung). Dengan nilai
e-commerce di China yang mencapai USD 177 miliar pada tahun 2013, tidak heran jika banyak
startup yang ingin mencoba ranah bisnis negara ini.

Terkait inkubasi dan akselerasi, Innovation Works yang didirikan oleh Lee Kaifu adalah yang
terbesar, dengan menginkubasi lebih dari 50 startup yang diperkirakan berharga senilai lebih dari
USD 600 juta.
Innovation Works dapat memberikan pendanaan seri A dan juga pendanaan tahap awal. Selain
itu, ada Tisiwi di Hangzhou, dan Chinaccelerator di Dalian.

Kuala Lumpur, Malaysia

Toni Yew: Dengan adanya usaha yang dilakukan pemerintah Malaysia di bawah Barisan
Nasional untuk bersama-sama mendorong Malaysia sebagai negara yang memiliki pendapatan
tinggi, teknologi akan berperan penting di Economic Transformation Program (ETP) yang
dicanangkan oleh PM keenam Malaysia, Najib Razak.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, startup telah menerima bantuan pendanaan yang tersedia
melalui banyak skema yang dibuat oleh agensi pemerintahan dan juga VC swasta. Salah satu
contohnya adalah dana Cradle, dimana bantuan disediakan melalui dana komersialisasi yang
disalurkan ke program technopreneur program mentor. Ada juga program untuk UKM yang
menyediakan dana yang cocok, selain dana tahap tahap awal yang konvensional.

Selain dana tahap awal yang konvensional, kompetisi developer juga dibuat, dimana
teknopreneur akan beradu satu sama lain dan ide dan konsep yang menang akan menerima dana
dan kontrak dari perusahaan teknologi tertentu. Pada dasarnya, kompetisi ini mirip dengan
hackathon plus inkubasi. Kompetisi ini dilakukan dengan banyak universitas yang menyediakan
fasilitas bagi startup yang berminat. Dulunya, korporasi dan perusahaan telekomunikasilah yang
menyelenggarakan acara ini.
Salah satu dari banyak startup sukses terbaru di Malaysia adalah TeratoTech yang memenangkan
banyak penghargaan untuk desain dan spesialisasi aplikasi mobile untuk iOS dan Android.
Secara keseluruhan, ekosistem startup di negara ini cukup menjanjikan dengan bantuan yang
tersedia bagi teknopreneur yang ingin menjadikan Malaysia sebagai tempat masa depannya.

Taipei, Taiwan

Jamie C. Lin: Taipei merupakan salah satu ekosistem startup yang paling menggeliat di Asia.
Ada mailing list Startup Digest Taipei dimana orang-orang membuat post tentang acara startup,
dan Anda melihat workshop, forum, dan meetup diadakan di sepanjang minggu. Di Stop by Meet
yang diselenggarakan oleh majalah Business Next, atau TO Mixer oleh TechOrange, dua dari
acara startup terkenal di Taipei, Anda bisa melihat ratusan founder yang dengan semangat
bertukar ide startup mereka. Acara demo juga sering diselenggarakan. IDEAS Show yang
diselenggarakan oleh Institute of Information Industry dan Meet Conference oleh Business Next
diadakan tiap tahun dan diikuti oleh puluhan startup.
Sementara startup internet yang lebih sukses seperti Lativ, Gamesofa, Mayuki, PubGame, i-Part,
dan Bahamut menjalankan bisnis mereka dengan puluhan hingga ratusan karyawan dan
menghasilkan angka penjualan senilai puluhan juta dolar, startup kecil memulai perusahaannya
hanya dengan beberapa founder di co-working space atau akselerator startup. IEH adalah co
-working space terkemuka di negara ini dengan menampung lebih dari 20 startup, sedangkan
akselerator AppWorks menampung lebih dari 50 startup.
Terkait investasi, investor yang aktif adalah CyberAgent Ventures, AppWorks Ventures, CID
Group, dan TMI Holdings. Para VC lokal mengalirkan dana hampir USD 100 juta untuk
ekosistem teknologi di negara ini setiap tahunnya, mendanai 30 sampai 50 startup mulai dari
pendanaan tahap awal hingga pendanaan pada tahap pra-IPO.

Peraturan terkait perusahaan dan keamanan yang tidak diperbaharui, kurangnya pemahaman
pemerintah Taiwan terhadap bisnis berbasis internet, dan kegagalan mengenali web sebagai
platform industri penting dan strategis bisa menghambat startup lokal dan para founder.
Di Taiwan, layanan solusi pembayaran pihak ketiga yang sebanding dengan PayPal atau Alipay
belum bisa dioperasikan, dan ini dapat menghambat kemampuan e-commerce dan industri
konten digital untuk mengumpulkan uang dan juga melindungi penjual dan pembeli dari
penipuan. Pemerintah Taiwan juga mewajibkan tujuh hari kebijakan pengembalian untuk ecommerce dan produk konten digital yang dijual oleh retailer online. Tujuh hari mungkin terlalu
lama untuk game mobile atau e-book yang akan dicoba sebelum calon pembeli memutuskan
apakah mereka ingin mengembalikannya, tapi mungkin terlalu pendek untuk produk fisik
seperti Zappos yang menawarkan 360 hari pengembalian untuk sepatu yang dijualnya. Aturan
yang kaku seperti ini menunjukkan kurangnya pemahaman pemerintah Taiwan terhadap bisnis
berbasis internet. Dan di Taiwan, sebagian besar founder startup berurusan dengan pemerintah
daerah terkait berbagai masalah, yang akhirnya memperlambat perkembangan startup di Taiwan.

Hong Kong, China

Rafael Wong Chi Hao dan Casey Lau: Menurut Forbes, Hong Kong dinilai sebagai salah satu
dari empat pusat dunia teknologi yang layak untuk diamati setelah Silicon Valley dan New York.
Terlepas dari kurangnya ekosistem startup di Hongkong, fokus ekonomi Hong Kong yang

cenderung ke industri tradisional seperti real estate, kurangnya investor teknologi, dan kurangnya
bakat ilmu komputer dari lulusan universitas lokal, budaya startup Hong Kong sedang memanas.
Dalam dua hingga tiga tahun terakhir, co-working space seperti CoCoon, The Hive Hong Kong,
The Good Lab, dan BootHK bermunculan untuk memfasilitasi pakar teknologi asing. Inkubator
startup seperti Startup Weekend, AcceleratorHK, Make A Difference Venture Fellows Program,
the Hong Kong Science and Technology Park Incubation Program, dan StartupsHK mencoba
membawa Hong Kong menuju arah yang tepat dalam mempromosikan entrepreneurship.
Selanjutnya, tentu saja, Hong Kong harus mengembangkan ekosistem entrepreneurship yang
sehat untuk ditinggali startup dan investor, dengan demikian industri startup akan tumbuh secara
alami. Jadi pertanyaan besarnya adalah bagaimana?

Seoul, Korea Selatan

John Kim: ekosistem startup Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa
dalam lima tahun terakhir, tidak hanya bagi perusahaan tapi juga akselerator dan VC. Melihat
sekilas ekosistem startup di negara ini, ada dua alasan utama yang mendorong pertumbuhan
tersebut.
Pertama, bermunculannya startup yang sukses telah menarik perhatian masyarakat dan
menginspirasi entrepreneur muda. Forbes membuat daftar orang terkaya di Korea, dan daftar
tersebut kebanyakan didominasi oleh founder perusahaan game miliaran dollar. Perusahaan
seperti TicketMonster, Kakao (pembuat KakaoTalk) dan Coupang telah menunjukkan kekuatan
tidak hanya dalam segi finansial, tapi juga menembus segmen masyarakat yang lebih luas dengan
produk mereka. Tahun lalu, pengaruh komunitas startup semakin melekat di benak publik ketika

Ahn Chul Soo, pendiri perusahaan anti-virus Ahnlab, ingin menduduki kursi tertinggi
pemerintahan.
Kedua, pemerintah Korea telah menunjukkan dukungan yang luar biasa kepada komunitas
startup, sebuah tren yang tampaknya akan terus berlanjut setelah pemilihan presiden baru-baru
ini. Ahn pada akhirnya kalah, dan Korea memilih presiden perempuan pertamanya, Park Geun
Hye, yang berjanji meningkatkan pendanaan perusahaan dalam kampanyenya.
Takut gagal dan karakteristik budaya lain di perusahaan Korea bisa menjadi hambatan untuk
berkembang secara global, dan ini menjadi tantangan bagi startup Korea. Tapi konglomerat
seperti Samsung, perusahaan game seperti Nexon, dan band K-pop seperti Big Bang telah
mengalami hambatan serupa sebelum akhirnya berhasil memperkenalkan nama Korea di seluruh
dunia. Dengan adanya startup yang sukses dan dukungan dari pemerintah, kita bisa melihat hal
yang sama juga akan terjadi pada para founder startup.

Jakarta, Indonesia

Aulia Ollie Halimatussadiah: Ketika saya berada di konferensi teknologi, seseorang bertanya
apakah startup saya telah menghasilkan uang. Saya menjawab, Tentu. Jika tidak, saya tidak
akan bisa membiayainya! Hal ini juga menjelaskan bahwa di Indonesia, masih banyak startup
yang mandiri. Kami menggunakan uang pribadi sebagai pendanaan awal, lalu kami membangun
startup dan harus menghasilkan uang dari hari pertama untuk bertahan. Tidak ada dana dari
pemerintah untuk startup, jadi startup di Indonesia kebanyakan praktis, seperti e-commerce,
travel, dan logistik. Inovasi adalah sesuatu yang kami pikirkan belakangan.
Pada tahun 2010, sekitar sekitar 30 founder startup berkumpul di Starbucks untuk mendiskusikan
startup mereka dan secara mengejutkan ini adalah momentum paling penting bagi ekosistem
startup di Indonesia. Pertemuan ini menjadi reguler dengan topik yang spesifik; karena dimulai
dari Twitter, organisasi ini diberi nama #StartupLokal. Natali Ardianto, Nuniek Tirta dan saya

sendiri mengorganisir pertemuan ini setiap bulannya. Sekarang ada lebih dari 200 orang yang
hadir di tiap meetup dan ribuan orang berlangganan ke mailing list kami.
Ini adalah saat yang bagus bagi startup di Indonesia karena secara politik negara ini stabil dan
kebebasan berpendapatnya dijunjung tinggi, taraf hidup masyarakat kelas menengah mulai
meningkat (45 juta orang di Indonesia mempunyai daya beli yang tinggi), tingkat penetrasi
mobile yang sangat tinggi (orang Indonesia rata-rata memiliki lebih dari dua handphone); kami
juga punya pengguna Facebook dan Twitter yang aktif. Aset terpenting kami adalah lebih dari 60
persen dari 240 juta penduduk Indonesia berumur di bawah 35 tahun dengan rata-rata berusia 28
tahun dan tersebar di lebih dari 17.000 pulau di Indonesia. Ini adalah negara yang mempunyai
banyak ruang untuk dijelajahi dan banyak masalah untuk dipecahkan, yang berarti banyak
kesempatan bagi para entrepreneur.
Semakin banyak investor dari seluruh dunia datang ke Indonesia dan juga semakin banyak
inkubator tersedia, dan mereka siap untuk berinvestasi. Tapi kebanyakan dari mereka menemui
kesulitan untuk menemukan startup yang mempunyai mimpi satu juta dolar. Jadi, PR bagi startup
di Indonesia sekarang adalah mengubah pola pikir yang biasa, bermimpi tinggi, dan berpikir
global.
Sudah ada beberapa investor di Indonesia saat ini, seperti Merah Putih Incubator, GDP Venture,
East Ventures, GREE Ventures, Grupara, Ideosource, dan CyberAgent Ventures.

Bangkok, Thailand

Prathan Thananart: Ledakan ekosistem startup di Bangkok tahun lalu dapat dikarakteristikkan
dengan tiga tren yang berkaitan. Pertama adalah momentum yang dibangun oleh acara teknologi
sejak beberapa tahun terakhir melalui BarCamp, Mobile Monday, dan Startup Weekend. Event
dan cerita sukses ini dibagikan oleh entrepreneur lokal maupun asing.
Kedua, mulai bermunculannya co-working space menarik untuk diamati. Saat ini ada beberapa
co-working space yang bagus di seluruh bangkok, dan mereka membantu menghubungkan
entrepreneur dengan developer dan freelancer di industri ini.
Yang terakhir, munculnya VC dan kelompok angel bisnis, termasuk ekspansi dari perusahaan
yang berbasis di negara Asia lain. Salah satu yang paling menonjol adalah InVent milik Intouch
yang juga mengoperasikan perusahaan telekomunikasi terbesar di Thailand, dan Ardent Capital
milik investor Ensogo yang dijual ke LivingSocial.
Kelemahan ekosistem startup di negara ini adalah kurangnya keberagaman. Terakhir saya cek
ada lebih dari 10 perusahaan bersaing dalam aplikasi loyalti, dan tiruan group buying yang tak
terhitung jumlahnya. Seiring semakin dewasanya ekosistem di negara ini, sebagian energi
tersebut akan disalurkan ke ranah yang kurang mendapat perhatian. Sebagaimana Tel Aviv, yang
terkenal dengan kemacetan lalu lintas, melahirkan Waze, sebuah aplikasi navigator dengan data
lalu lintas yang di-crowdsource.

Bangkok adalah rumah bagi jutaan pemilik smartphone dan lebih dari 18 juta pengguna media
sosial dari pengguna web yang berjumlah 25 juta. Dan seiring tumbuhnya generasi digital native
yakni populasi yang lebih muda, pasti akan ada banyak ide baru terkait bagaimana orang-orang
berbelanja, bepergian, dan tetap terhubung.

Hanoi dan kota Ho Chi Minh, Vietnam

Anh Minh-Do: Saya sudah sering menulis tentang Hanoi dan kota Ho Chi Minh, tapi mari kita
lihat ekosistem startup Vietnam secara umum. DFJ Vina Capital dan IDG Ventures tampaknya
akan perlahan-lahan menarik diri dari startup teknologi dan mengganti strategi mereka menjadi
lebih seperti inkubator, sementara CyberAgent Ventures, perusahaan VC asal Jepang baru yang
sangat aktif di negara ini, telah membuat beberapa investasi yang menarik.
Maju ke arah global belum menjadi rencana startup Vietnam sampai saat ini. Tentu saja,
beberapa startup menengah seperti Appota dan GHN berencana ke luar pasar domestik di masa
depan. Mereka memusatkan sebagian besar kekuatan mereka pada pengembangan model bisnis
yang kuat di negara ini. Ironisnya, model startup yang umum di Vietnam adalah model yang
bersubsidi, dimana sebuah perusahaan teknologi akan mengambil kontrak asing untuk
membiayai operasi mereka dan kemudian membangun tim produk dengan pendapatannya. Hal
ini membuat startup tidak perlu mencari dana dari investor, tetapi terkadang hal ini bisa
menghambat inovasi produk yang sesungguhnya.
Poin-poin tersebut menggarisbawahi kunci ekosistem startup di Vietnam yang berpusat di Hanoi
dan kota Ho Chi Minh City, kisah sukses yang praktis dan menjual akan berguna untuk
mendorong pertumbuhan di masa depan.

Manila, Filipina

Tidak ada hal yang lebih menarik daripada menjadikan produk atau layanan teknologi Anda
sebagai startup di Filipina.
Munculnya investor tahap awal termasuk Kickstart yang telah berinvestasi di enam startup
dengan nilai pendanaan mulai dari USD 30.000 sampai USD 120.000; Kickstart secara total
telah berinvestasi di 17 startup; juga terdapat Launchgarage yang merupakan kolaborasi antara
Kickstart dengan Jay Fajardo dari Proudcloud. Ada juga Ideaspace yang telah berinvestasi di 10
startup dengan nilai pendanaan masing-masing USD 12.500. Kemudian ada SeedAsia yang
merupakan pemain baru dalam ranah ini dan sedang menargetkan beberapa startup di negara ini.
Beberapa perusahaan telah mencari pendanaan secara global untuk beroperasi di Manila.
Beberapa di antaranya adalah Kalibbr dan Payroll Hero serta beberapa perusahaan dari Silicon
Valley yang berkeliaran di Manila.
Ada juga komunitas yang aktif di Facebook seperti StartupPH, ditambah dengan beberapa
meetup seperti Roofcamp, Open Coffee Wednesday, Founders Drink, dan MobileMonday dan
acara ini diselenggarakan hampir setiap bulan. Ada juga berbagai acara startup seperti Startup
Weekend, AngelHack, dan developer bootcamp yang diselenggarakan hampir tiap minggu untuk
setiap bahasa yang tersedia di web dari Globe Labs untuk Developer Network SMART. Kedua
perusahaan ini memberikan pelatihan gratis dan kamp-kamp pendidikan pada praktek dan
entrepreneurship terbaik.
Dengan populasi stabil yang mendekati 100 juta dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan
kelas menengah, Filipina mungkin adalah pasar dengan penduduk berbahasa Inggris terbesar di
Asia selain India! Ketahanan ekonomi Filipina selama krisis keuangan tahun 1997 dan 2008

adalah bukti bahwa negara ini punya fundamental yang luar biasa, dan pada akhirnya muncul
sebagai tiga peningkatan di peringkat investasi oleh JCRA, S&P, dan Fitch.
Tapi ada tantangan besar. Seperti kebanyakan pasar Asia, terdapat kesenjangan antara investor
tahap awal dan seri A di Filipina yang membatasi jumlah exit.
Visibilitas e-commerce masih berada dalam tahap awal karena perlunya menjembatani transisi
dari uang kertas ke kartu kredit ke e-payment online kurang dari 10 persen dari total penduduk
memiliki kartu kredit. Pemerintah masih mengatur semua bisnis e-commerce dengan proses
birokrasi rumit yang sama sekali tidak business friendly bagi para pengusaha atau investor.
Hal ini mungkin terjadi karena ekosistem startup Filipina cenderung masih sangat muda.
Keberhasilan perusahaan yang baru diinkubasi juga akan sangat menentukan kredibilitas pasar
Filipina untuk bersaing secara global (atau di kawasan Asia Tenggara).
Meskipun demikian, masa depan Filipina terlihat cerah dengan munculnya tokoh-tokoh besar
lokal yang memasuki ekosistem startup, kembalinya talenta Filipina untuk berpartisipasi baik
dalam ekosistem startup maupun dalam membangun produk yang bisa membantu memecahkan
tantangan pasar yang mereka layani! Filipina adalah negara yang memiliki ekonomi yang
tumbuh menggeliat dimana inovasi dan tantangan sosial berpadu melalui teknologi.

India

Mukund Mohan: Satu hal yang mengejutkan kebanyakan orang asing tentang ekosistem startup
di India adalah betapa beragamnya ekosistem startup di negara ini. Entrepreneur di negara ini
rata-rata berusia mulai dari 21 tahun dan masih berkuliah hingga eksekutif berusia 61 tahun.

Rata-rata entrepreneur teknologi India adalah pria berusia 30 tahun ke atas, dengan beberapa
latar belakang teknologi, meskipun tidak harus dalam pengembangan produk, berfokus pada
membangun sebuah produk yang sebagian besar mencoba untuk memecahkan masalah lokal
(India).
Rata-rata sekitar 970 entitas produk teknologi lahir setiap tahun di India dan hanya sekitar 380
yang benar-benar membangun entitasnya sebagai perusahaan. Tingkat mortalitasnya cukup
tinggi, dengan lebih dari 60 persen dari entitas melakukan pivot atau akan dibiarkan
terbengkalai dalam waktu 12 sampai 18 bulan. Setiap tahunnya, terdapat jumlah kelahiran yang
sama untuk entitas layanan (konsultasi) di ranah teknologi, tapi mereka cenderung bertahan lebih
lama.
Startup di India bervariasi, 61 persen di antaranya berorientasi bisnis dan sekitar 39 persen
berfokus pada aplikasi konsumen seperti aplikasi mobile, jejaring sosial, dan e-commerce.
Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan besar di ranah e-commerce. Berkat
pengguna internet yang bertumbuh (sekitar 100 juta orang, dengan 15 juta aktif membeli barang
dan jasa secara online), tingginya penetrasi broadband (lebih dari 10 juta koneksi) dan
meningkatnya jumlah handphone (lebih dari 800 juta koneksi). Tidak ada waktu yang lebih baik
untuk memulai perusahaan teknologi di India daripada sekarang.
Keadaan ekosistem investor juga meningkat. Dari sekitar 43 VC aktif pada tahun 2006, yang
berinvestasi di sekitar 73 perusahaan setiap tahunnya, saat ini ada lebih dari 80 jaringan angel
investor, seed fund, akselerator dan dana tahap awal, dan lebih dari 153 perusahaan mendapatkan
beberapa bentuk pendanaan institusional setiap tahun .
Ada tiga tantangan utama yang dihadapi ekosistem teknologi India yang tidak bisa diperbaiki
dalam waktu singkat. Yang pertama adalah kurangnya exit, kedua adalah kurangnya angel
investor dan mentor, dan ketiga adalah sifat takut mengambil risiko yang melekat pada
masyarakat kelas menengah India.
Rasa optimis dalam diri saya mengatakan bahwa masalah tersebut, meskipun struktural, akan
berubah selama lima sampai sepuluh tahun ke depan dan relatif mudah untuk dipecahkan
mengingat sifat dinamis yang dimiliki para pengusaha India.
Didorong oleh keberhasilan orang India di Silicon Valley dan fakta bahwa mereka membangun
43 persen dari semua produk startup di wilayah Bay, saya benar-benar yakin bahwa metrik dan
tren akan bertumbuh 300 persen hingga 500 persen untuk startup dan kisah sukses akan mulai
bermunculan dalam lima tahun ke depan.

Pakistan

Ekosistem startup di Pakistan menggeliat sejak tahun 2012. Lahore, Karachi, dan Islamabad, tiga
kota terbesar disana, telah menjadi rumah bagi startup di Pakistan dan entrepreneur muda untuk
meluncurkan proyek-proyek menarik.
Sebelumnya, startup Pakistan telah mulai menarik perhatian dengan memenangkan beragam
kompetisi yang diselenggarakan di tahun 2010 dan 2011. Tim dari Pakistan memenangkan tujuh
medali perak di Asia Pacific ICT Awards 2010 yang diselenggarakan di Kuala Lumpur, dan pada
tahun 2011 berhasil membawa pulang dua medali emas pada kategori e-logistics dan e-health,
dan juga 5 medali perak.
Pada tahun 2012, universitas seperti LUMS memantik semangat para entrepreneur muda dengan
menyelenggarakan Startup Weekend untuk pertama kalinya di tahun 2012 dan 2013. Hal ini
dimaksudkan untuk memotivasi mereka untuk maju ke depan dan menunjukkan bakat mereka
kepada dunia.
Perusahaan seperti Microsoft dan Google juga tertarik akan kawasan ini. Microsoft
menyelenggarakan Windows Phone Hackathon di Lahore awal tahun ini.
Disamping itu, pemerintah Pakistan sangat mendukung siswa dan entrepreneur muda. Dengan
inkubator teknologi seperti Plan9 dan beragam kesempatan pendanaan dari P@SHa dan PITB
entrepreneur sekarang punya kesempatan pendanaan yang lebih baik dibanding dulu.
Kekuatan: Kita bisa menyimpulkan bahwa startup di Pakistan mempunyai masa depan yang
cerah dan ada banyak organisasi lokal yang mendukung entrepreneur web potensial. Startups.pk

berisi banyak startup yang diluncurkan di Pakistan. Kebanyakan populasi di Pakistan berisi anak
muda dengan 70 persen berusia di bawah 30 tahun!

Kontributor
Terima kasih banyak kepada para kontributor yang telah membagikan gambaran tentang
ekosistem startup mereka:
Darius Cheung dulunya adalah founder TenCube dan seorang investor di JFDI, TIS Funds
Neoteny Labs, dan Golden Gate Ventures.
Tony Yew adalah blogger dan secretary general dari Blog House Malaysia.
Prathan Thananart adalah seorang entrepreneur startup yang membangun Page365.
John Kim adalah Managing Partner di Amasia Associates dan juga Board Director di Choson
Exchange.
Rafael Wong Chi Hao adalah seorang event organizer dan blogger berbasis di Hong Kong, yang
juga sering terlibat di berbagai acara seperti TEDxHongKong.
Casey Lau adalah community developer dan juga katalis Soft Layer di Hongkong.
Aulia Ollie Halimatussadiah adalah penulis 25 buku yang juga merupakan co-founder toko
buku online Kutukutubuku dan platform self-publishing online pertama di Indonesia, NulisBuku.
Mukund Mohan adalah CEO-in-residence di Microsoft Accelerator. Ia membangun dan menjual
BuzzGain kepada Meltwater pada Januari 2010. Sebelumnya ia membangun dan menjual dua
startup Silicon Valley.
Mohsin Khawaja adalah seorang marketer internet. Tahun ini ia berpartisipasi di LUMS startup
weekend 2013 dan membuat startup bernama TravelPakistan yang bertujuan untuk
mempromosikan pariwisata lokal dan internasional di Pakistan.

Anda mungkin juga menyukai