Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
Appendicitis merupakan radang pada appendix vermiformis yang
merupakan proyeksi dari apex caecum. Apendisitus akut merupakan suatu
emergensi bedah abdomen yang umum terjad dan mengena tujuh sampai duabelas
persen dari populasi. Keompok usia yang umumnya mengalami apendisitis yaitu
pada usia antara 20 dan 30 tahun, namun penyakit ini juga dapat terjadi pada
segala usia.
Apendisitis merupakan penyakit urutan keempat terbanyak di Indonesia
pada tahun 2006. Jumlah pasien rawat inap karena penyakit appendicitis pada
tahun tersebut mencapai 28.949 pasien, berada di urutan keempat setelah
dyspepsia, gastritis dan duodenitis. Pada rawat jalan kasus penyakit appendix
menduduki urutan ke lima (34.386 pasien) setelah penyakit system cerna lain,
dyspepsia, gastritis dan duodenitis.
Satu orang dari 15 orang pernah menderita apendsitis dalam hidupnya.
Insidens tertingginya terdapat pada laki-laki usia 10-14 tahun, dan wanita yang
berusia 15-19 tahun. Laki-laki lebih banyak menderita apendisitis daripada wanita
pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun. Apendisitis ini jarang terjadi pada bayi
dan anak dibawah 2 tahun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Appendix Vermiformis


Appendix vermiformis atau yang sering disebut sebagai appendix saja
pada manusia merupakan struktur tubular yang rudimenter dan tanpa fungsi
yang jelas.appendix berkembang dari posteromedial caecum dengan panjang
bervariasi dengan rata-rata antara 6-10 cm dan diameter sekitar 0,5-0,8 cm.
posisi appendix dalam rongga abdomen juga bervariasi, tersering berada
posterior dari caecum atau colon ascendens. Hamper seluruh permukaan
appendix dikellingi oleh peritoneum, dan mesoappendix yang merupakan
lipatan peritoneum berjalan kontinyu di sepanjang appendix yang berakhir di
ujung appendix.
Vaskularisasi

dari

appendix

vermiformis

berjalan

sepanjang

mesoappendix kecuali di ujung dari appendix dimana tidak terdapat


mesoappendix. Arteri appendicularis, derivate cabang inferior dari arteri
illiocoli yang merupakan cabang truncus mesenteric superior. Selain arteri
appendicularis yang memperdarahi hamper seluruh appendix, juga terdapat
kntribusi dari arteri asesorius. Untuk aliran balik, vena appencularis caang
dari vena mesenteric superior dan kemudian masuk ke sirkulasi porta.
Drainase limfatik berjalan ke nodus limfe regional seperti nodus limfatik

ileocoli. Persarafan appendix merupakan cabang dari nervus vagus dan


plexus mesenteric superior (simpatis).
Secara umum, appendix vermiformis adalah organ yang sempit,
berbentuk tabung yang mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan
limfoid. Pnjang appendix vermiformis bervariasi dari 3-5 inchi. Dasarnya
melekat pada permukaan posteromedial caecum, sekitar 1 inchi di bawah
juncture ileocaecalis. Bagian appendx vermiformis lainnya bebas. Appendix
vermiformis diliput seluruhya oleh peritoneum , yang melekat pada lapisan
bawah mesenterium intestinum tenue melalui esenteriumnya sendiri yang
pendek

yaitu

mesoappendix.

Mesoappendix

berisi

arteria,

vena

appendicularis dan saraf-saraf.


Appendix vermiformis terletak di region iliaca dextra , dan pangkal
diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis
yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus. Di dalam
abdomen, dasar appendix vermiformis mudah ditemukan dengan mencari
taenia coli caecum dan mengikutinya sampai dasar appendix vermiformis,
tempat taenia coli bersatu membentuk tunica muscularis longitudinal yang
lengkap.
2.2. Definisi dan Epidemiologi Apendisitis
Appendicitis merupakan radang pada appendix vermiformis yang
merupakan proyeksi dari apex caecum. Apendisitus akut merupakan suatu
emergensi bedah abdomen yang umum terjad dan mengena tujuh sampai

duabelas persen dari populasi. Keompok usia yang umumnya mengalami


apendisitis yaitu pada usia antara 20 dan 30 tahun, namun penyakit ini juga
dapat terjadi pada segala usia. 1
Dengan lebih dari 250.000 apendektomi dilakukan per tahun,
apendsitis adalah kedaruratan bedah yang tersering di Amerika Serikat.
Insidens puncak apendisitis akut adalah pada decade kedua dan ketiga
kehidupan. Penyakit ini relative jarang pada usia yang ekstrim. Namu
perforasi lebih sering pada bayi dan pasien lanjut usia yaitu periode dengan
angka kematian paling tinggi.

Gambar.2.1. Appendisitis
2.3. Klasifikasi Apendisitis
Adapun klasifikasi apependisitis berdasarkan kirukopatologis adalah sebagai
berikut:
a. Appendicitis akut
4

Apendisitis akut sederhana (cataral appendicitis)


Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan submukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendix dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa appendix jadi menebal, edema
dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah
umbilicus , mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan.
Pada apendisitis kataral terjadi leukositosis dan appendix terlihat

normal, hiperemis, edema dan tidak ada eksudat serosa.


Apendisitis akut purulenta (supurative appendicitis)
Tekanan di dalam lumen yang terus bertamah disertai
edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding
appendix dan menimbulkan thrombosis. Keadaan ini memperberat
iskemia dan edema pada appendix. Mikroorganisme yang ada di
usus besar berinvasi ke dalam dinding appendix menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum local seperti nyeri
tekan, nyeri lepas di titik mc urney, defans muskuler, da nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muscular terjadi pada

seluruh perut disertai dengan tanda peritonitis umum.


Apendisitis akut gangrenosa
Bila tekanan lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan gangrene. Selain didapatkan
tanda-tanda supuratif, appendix mengalami gangrene pada bagia
tertentu. Dinding appendix berwarna ungu, hijau keabuan atau

merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat


mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
b. Appendicitis infiltrate
Apendisitis infiltrate adalah proses radang appendiks yang
penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus , sekum,
colon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon
yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
c. Appendicitis abses
Appendsitis abses terjadi bila massa local yang terbentuk berisi
nanah (pus) biasanya di fossa iliaca dextra, lteral dari saecum,
retrocaeca dan pelvic.
d. Appendicitis perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahya appendix yang sudah
gangrene

yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut

sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendix tamoak


daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
e. Appendicitis kronis
Apendisiti kronis merupakan lanjutan apendisitis akut supuratif
sebagai proses radang yang persitsten akibat infeksi mikroorgaisme
dengan virulendi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen.
Diagnose aoendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat
nyeri berulang di perut kanan bawah lebih daridua minggu, raang
kronik apendx seara makroskopis dan mikroskopik.
2.4. Etiologi Apendisitis
Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau
penyumbatan akibat :

1. Hiperplasia dari folikel limfoid


2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks
3. Tumor appendiks 4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis 5. Erosi
mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
factor prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun.

2.5. Patogenesis Apendisitis


Apendisitis diperkirakan terjadi akibat obstruksi lumen apendks .
obstruksi paling sering disebabkan oleh fekalis, yang terjadi karena
akumulasi dan endapan bahan tina di sekitar serat serat sayuran. Folikel
limfoid yang membesar karena infeksi virus (mis. Campak) , barium yang
mengendap, cacing, dan tumor juga dapat menyumbat lumen. Temuan
patologik umum lainnya adalah ulserasi appendix. Penyebab ulserasi tidak

diketahui , meskipun dipostulasikan adanya etiologi virus. Infeksi oleh


organism yersinia dapat menyebabkan penyakit ini, karena pada hamper 30%
kasus apendisitis yang telah terbukti dijumpai titer antibody fiksasi
komplemen yang tinggi. Bakteri lumen berkembang biak dan menginvasi
dindng aoebdiks ketika pembengkakan vena dan gagguan aliran arteri yang
ditimbulkannya menyebabkan tingginya tekanan intralumen. Akhirnya terjadi
gangrene dan perforasi, jika proses berlangsung perlahan maka organ-organ
sekitar misalnya ileum terminal, sekum dan omentum dapat membentengi
daerah apendiks sedemikian sehingga akan terbentuk abses local.
Sedanngkan gangguan vaskular yang berlangsung cepat dapat menyebabkan
perforasi dengan akses bebas ke rongga peritoneum. Rupture abses apendiks
pimer dapat menyebabkan pembentukan fistula antara apendiks dan kandung
kemih, usus halus, sigmoid, atau sekum. Kadang apendisitis akut merupakan
manifestasi awal penyakit crohn.
Sementara infeksi kronik apendiks oleh tuberculosis amebiasis dan
aktinomikosis dapat terjadi, terdapat pernyataan klinis penting yang
menyatakan bahwa peradangan appendiks kronis biasanya bukan merupakan
penyebab nyeri abdomen berkepanjangan yang berlangsung hingga hitungan
mingguan atau bulanan. Sebaliknya, apendisits akut rekurn dapat terjadi
sering disertai resolusi sempurna peradangan dan gejala diantara serangan
apendisitis akut rekuren juga dapat terjadi jika setelah apendektomi awal
masih tertinggal punting appendix yang panjang.
2.6. Manifestasi Klinis
8

Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu:


-

Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh


abdomen atau di kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama.
Rasa sakit ini samar-samar, ringan sampai moderat, dan kadang-kadang
berupa kejang. Sesudah empat jam biasanya rasa nyeri itu sedikit demi

sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran bawah kanan.


Rasa nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien

bergerak.
Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan

merupakan kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan.\


Demam tidak tinggi (kurang dari 38C), kekakuan otot, dan konstipasi.
Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan
terdapat nyeri lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita
hamil rasa nyeri terasa lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan
dengan biasanya
- Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin
ditemuka n juga di daerah panggul sebelah kanan jikaappendiks
-

terletak retrocaecal
Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum

apabila posisi appendiks di


Letak appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri

2.7. Diagnosa Banding


Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis appendicitis
karena penyakit lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama
dengan appendicitis, diantaranya:
9

a. Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare


mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering
ditemukan, panas

dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan

appendicitis akut.
b. Limfadenitis Mesenterika,

biasanya didahului oleh enteritis atau

gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan


perasaan mual dan nyeri tekan perut.
c. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan
diperoleh

hasil positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, dan

hematokrit yang meningkat.


d. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan
appendicitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan
nyeri perut bagian

bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita

biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.


e. Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat
memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus
menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu
24 jam
f. Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan
keluhan yang tidak jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di
luar rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri mendadak difus di
pelvic dan bisa terjadi syok hipovolemik.
g. Divert iku losis Mecke l, gambaran klinisnya hampi sama dengan
appendicitis akut dan sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip
pada appendicitis akut sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan
bedah yang sama.

10

h. Ulkus peptikum perforasi,

sangat mirip dengan appendicitis jika isi

gastroduodenum meng endap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.


i. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan
menyerupai appendicitis retrocaecal
j. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria, dan terjadi demam
atau leukositosis
2.8. Pemeriksaan Penunjang
-

Laboratorium Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive


protein (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas
75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6
jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu

80% dan 90%


Radiologi . Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang
dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan
angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%

11

Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan

infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.


Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa

peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.


Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa

adanya kemungkinan kehamilan.


Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk

kemungkinan karsinoma colon


Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis,

tetapi

mempunyai

arti

penting

dalam

membedakan

Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

12

2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita
yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian
cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2.
Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan

yang

dilakukan

adalah

operasi

membuang

appendiks

(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik


dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi

yang

lebih

berat

seperti

komplikasi

intra-abdomen.

Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila


diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan
besar infeksi intra-abdomen.
2.10. Komplikasi

13

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor


keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi
kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit,
dan terlambat melakukan penanggulangan
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.
Proporsi komplikasi appendicitis 10- 32%, paling sering pada anak kecil dan
orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 4075% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak
dan orang tua, A nak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis.
2.11. Prognosis
Prognosis Mortalitas adalah 0,1% jikaapendisitis akuttidak pecah, dan
15% jikapecah pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru,
atau aspirasi;prognosismembaik dengan diagnosis dini sebelum ruptur dan
antibiotik yang lebihbaik.Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua.
Komplikasi dini adalah septik. lnfeksiluka membutuhkan pembukaan
kembali insisi kulit yang merupakan predisposisiterjadinya robekan (lebih
jarang terjadi dengan insisi pemisahan otot). Absesintrabdomen dapat terjadi
dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan perforasi.Fistula fekalis
timbul dari nekrosis suatu bagian dari sekum oleh abses atau konstriksidari
jahitan kantong atau dari pengikatan yang tergelincir. Obstruksi usus dapat

14

terjadidengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut


mencakuppembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia

15

BAB III
KESIMPULAN
Appendicitis merupakan radang pada appendix vermiformis yang
merupakan proyeksi dari apex caecum. Apendisitus akut merupakan suatu
emergensi bedah abdomen yang umum terjad dan mengena tujuh sampai duabelas
persen dari populasi. Keompok usia yang umumnya mengalami apendisitis yaitu
pada usia antara 20 dan 30 tahun, namun penyakit ini juga dapat terjadi pada
segala usia.
Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau
penyumbatan akibat Hiperplasia dari folikel limfoid, adanya fekalit dalam lumen
appendiks ,tumor appendiks, ddanya benda asing seperti cacing askariasis, erosi
mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica. Apendisitis belum ada
penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu factor yang
tersering adalah obstruksi lumen.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi. Penanggulangan konservatif terutama
diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa
pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
16

appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan


perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi
luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Mc. Cance Kathyn L Heath, Sue E. Pathology:The biologic basis for
disease in adults and children. 5th edition. Philadelphia: Elseiver. 2006
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2006
3. Appendix in Rossai J. Ackermonssurgical pathology. 8 th edition. Massorin
Musby. 1996.p 711
4. Segal GH, Rehas RC. Appendix. Sterubes SS. Editor. Histology for
pathology. New York: Racen press. 1992. P 591
5. Snell, RS. Anatomi Klinis 6th edition. Jakarta: EGC 2006. P 230
6. Lee D. Apendisitis and appendectomy. 2009. Diunduh

dari

http://www.medicinenet.com/apendicitis. 12 agustus 2016


7. Longo DL, Anthony SF. Harison gastroenterology dan hepatologi. Jakarta.
EGC. 2013 p 202

18

Anda mungkin juga menyukai