LITERATURE TRANSLATE
Grabb and Smiths Plastic Surgery 6th Edition
Chapter 11 Local Anesthetics
Perceptor:
dr. Bobby Swadharma Putra, Sp. BP-RE
Oleh :
Alyssa Fairudz Shiba, S.Ked
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum wr.wb
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga kami dapat menyusun literatur translate
ini yang berjudul Chapter 11 Local Anesthetics
Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Kepada dr. Bobby Swadharma
Putra, Sp. BP-RE sebagai pembimbing kami, kami mengucapkan terima kasih
atas segala pengarahan yang telah diberikan sehingga dapat menyusun tugas ini
dengan baik.
Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini,
baik dari segi isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami mohon
maaf atas segala kekurangan tersebut. Hal ini disebabkan karena masih
terbatasnya pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kami. Selain itu, kritik dan
saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna kesempurnaan laporan ini dan
perbaikan bagi kita semua.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan untuk
kita semua.
Wassalammualaikum wr.wb
BAB 11
ANASTESI LOKAL
Anastesi lokal yang secara klinis berguna meliputi amino amides atau ester amino.
Agen ini efektif ketika diaplikasikan lokal, diinjeksikan subkutan, atau
diinjeksikan di area saraf tepi mayor
MEKANISME AKSI
Anastesi lokal mengakibatkan blokade pada kondisi saraf. Anastesi lokal berdifusi
secara pasif melalui membran sel saraf pada kondisi non-ionik, dicetuskan, dan
memblokir kanal natrium pada neuron. Dengan konduksi natrium dihambat,
ambang potensial tidak dicapai dan potensial aksi tidak dihasilkan
FARMAKOLOGI
Struktur molekular agen anastesi terdiri dari aromatic motety di ujung, amine
moiety di ujung satunya, dan rantai intermediate diantaranya. Yang terakhir
mengandung rantai ester atau amide, menjadikan anastesi lokal terbagi menjadi
ester atau amida. Golongan ester yang sering digunakan adalalah prokain
(Novocaine), chloroprocaine, tetracaine dan cocaine. Golongan amida yang sering
digunakan lidocaine, mepivacaine,bupivacaine dan etidocaine. Perbedaan pada
metabolisme anastesi lokal,stabilitas larutan dan perbedaan alergenitas semuanya
dikaitkan dengan aanya rantai ester atau amida
Metabolisme
Ester mengalami hidrolisis pada plasma dengan pseudocholinesterase, sedangkan
amides dimetabolisme di hepar. Tingkat metabolisme anastesi lokal dikaitkan
dengan jumlah atom karbon tambahan pada sisi aromatik atau amine dari molekul
tersebut
Alergenisitas
Ester lebih menimbulkan reaksi alergenik dibandingkan amides. Reaksi alergi
sesungguhnya
pada
lidocaine
sangat
jarang,
meskipun
banyak
pasien
PROFIL ANASTETIK
Profil agen anastesi lokal partiler dikaitkan dengan kelarutannya pada lipid,
pengikatan protein, kekuatan asam (pKa) dan aktivitas vasodilator
Potensi
Potensi anastetik ditentukan secara primer dengan derajat kelarutannya pada lipid.
Molekul anastesi lokal harus berpenetrasi pada membran sel saraf untuk memiliki
efek Secara in vitro, hidropobisitasmenentukan potensi anastesi lokal. Pada
pengaturan klinis beberapa faktor seperti aktivitas vasodilator dan properti
redistribusi jaringan yang berbeda, mempengaruhi potensi
Onset Aksi
Onset aksi adalah hasil pKa, tapi dosis dan konsetrasi juga adalah faktor. Studi in
vitro mengkonfirmasi hubungan pKa dengan komponen anastesi lokal dan onset
anastesi. Lidocaine memiliki pKa senilai 7,4 dan memiliki onset aksi lebih cepat
dari tetracaine dengan pKa 8,6.
Durasi Aksi
Pada area klinis, durasi anastesi lokal dipengaruhi efek vasodilator dari obat-obat
individual. Dengan pengecualian cocaine semua anastesi menimbulkan beberapa
derajat vasodilatasi. Semakin besar derajat vasodilatasi, semakin besar anastesi
diabsorbsi sistem vaskular, meninggalkan hanya sedikit obat yang beraksi pada sel
saraf. Karena itu, derajat vasodilatasi berbanding terbalik dengan durasi aksi.
Lihat bagian Addition to Epinephrine.
Penambahan Epinephrine
Penambahan vasokontriktor adalah faktor lain yang mennetukan performa
anastesi lokal. Epinefrin ditandai memanjangkan durasi aksi semua anastesi
lokalketika digunakan untuk infiltrasi lokal atau bloking saraf tepi. Dengan
menurunkan tingkat absorbsi vaskular, vasokontriktor membuat konsentrasi
anastesi lokal semakin tinggi untuk bisa beraksi pada membran sel saraf.
Epinefrin sering digunakan dengan anastesi lokal pada konsentrasi 1:100,000 atau
1:200,000. Pada faktanya, epinefrin mungkin sama efektifnya dengan konsetrasi
yang jauh lebih rendah, 1:1000,000 dan mungkin dapat menurunkan bahaya dari
injeksi intravaskular.
Lokasi Injeksi
Anatomi area injeksi juga menentukan efektivitas anastesi lokal. Injeksi
intradermal memungkinkan onset aksi yang lebih cepat namun durasi paling
pendek dari semua agen, sedangkan injeksi bloking plexus brachialis memiliki
durasi paling lambat dan onset paling lambatdari aksi yang terlihat
dengan
Tabel 11.1 Karakteristik Dosis dan Durasi dari Anastesi Lokal ketika Digunakan
untuk Blokade Saraf Minor (Blokade Nervus Medianus pada Pergelangan Tangan)
Konsentrasi
Larutan Murni
Larutan
biasa
Mengandung
(%)
Epinefrin
Obat
Volume Biasa
Dosis (mg)
Durasi
rerata
Durasi rerata
(ml)
(min)
Procaine
2
5-20
100-400
15-30
30-60
Chloroprocaine
Lidocaine
Mepivacaine
1
5-20
50-200
60-120
120-180
Prilocaine
Bupivacaine
0,25
5-20
12,5-50
180-360
240-480
Etidocaine
0,5
5-20
25-100
120-140
180-420
Dicetak dengan izin dari Stricthartz, G,R dan Covino, B. G Anastesi Lokal. Pada R. D Miller (ed).,
Anesthesia (Edisi ke 4), New York, Churcill Livingstone 1994
Tabel 11.2 Karakteristik Dosis dan Durasi Anastesi Lokal ketika Digunakan untuk
Blokade Saraf Mayor ( Blokade Aksila pada Plexus Brachialis)
Obat
Epinefrin
dengan
Konsentrasi Biasa
Volume
(%)
(ml)
biasa
Dosis Maksimum
Onset
(mg)
(menit)
Biasa
Durasi Biasa
(menit)
1:200.000
Lidocaine
1-1,5
30-50
500
10-20
120-240
Mepivacaine
1-1,5
30-50
500
20-20
180-300
Prilocaine
1-2
30-50
600
10-20
180-300
Bupivacaine
0,25-0,5
30-50
225
15-30
360-720
Etidocaine
0,5-1,0
30-50
400
10-20
360-720
Tetracaine
0,25-0,5
30-50
200
20-30
300-600
Dicetak dengan izin dari Stricthartz, G,R dan Covino, B. G Anastesi Lokal. Pada R. D Miller (ed).,
Anesthesia (Edisi ke 4), New York, Churcill Livingstone 1994
ANASTESI TOPIKAL
Anastesi topikal kepentingannya meningkat pada insersi intraena pediatrik dan
digunakan beberapa ali bedah untuk mengurangi ketidaknyamanan injeksi seperti
Restylane dan Botox. Agen topikal ini akan menyediakan anastesia dermal jika
diaplikasikan cukup jauh namun tidak bisa mengurangi rasa terbakar yang
dikaitkan dengan injeksi subkutan.
Campuran euctetic dari anastesi lokal (EMLA) adalah kombinasi 25 mg lidocaine
dan 50 mg prilocaine per gram EMLA. L-M-X4 mengandung 4% lidocaine
pergram. Formulasi ini mengurangi nyeri sekunder dari insersi intravena dan juga
menyediakan analgesia adekuat untuk penanaman split-thickness skin graft. L-MX4 mungkin memiliki onset yang lebih cepat namun kedua persiapan sebaiknya
diaplikasikan antara 30-60 menit sebelum prosedur dan sebaiknya dilapisi dengan
occlusive dressing seperti Tegaderm atau OpSite.
Beberapa persiapan anastesi topikal menyediakan periode anastesi yang singkat
ketika diaplikasikan pada membran mukosa atau kulit yang mengalami abrasi.
Agen anastesi topikal paling umum yang digunakan adalah lidocaine, dibucaine,
tetracaine dan benzocaine.
INFILTRASI ANASTESI LOKAL
Metode paling umum untuk memperoleh anastesi lokal untuk prosedur minor
adalah infiltrasi anastesi, dimana agen diinjeksikan ke area operasi tanpa
memblokade persarafan tertentu. Anastesi lokal apapun dapat digunakan untuk
infiltrasi kecuali cocaine. Injeksi bisa intradermal, subkutan atau keduanya. Selain
itu, durasi aksi akan bervariasi dan penambahan epinefrin akan memanjangkan
durasi analgesik. Larutan anastesi yang berdilusi direkomendasikan untuk area
yang luas untuk menghindari toksisitas. Infiltrasi anastesi lokal menyebabkan
sensasi terbakar, nyeri. Injeksi ke demis adalah yang paling nyeri dan
menyediakan onset aksi yang paling cepat. Penambahan natrium bikarbonat
mengurangi nyeri yang dikaitkan dengan infiltrasi. Tabel 11.3 menunjukkan dosis
maksimal dan durasi anastesi lokal ketika digunakan untuk anastesi infiltrasi.
Ketika dosis maksimal dilakukan, onsetnya sangat cepat tak peduli agen mana
yang dipilih.
Tabel 11.3 Karakteristik Dosis dan Durasi Anastesi Lokal ketika Digunakan untuk
Infiltrasi Anastesi (Infiltrasi di Sekitar Perifer Lesi Kulit sebelum Eksisi)
Obat
Larutan Murni
Konsentrasi
Dosis
Durasi
(%)
Maksimum
(menit)
(menit)
Maksimum
(mg)
Durasi pendek
Procaine
Chloroprocaine
1,0-2,0
800
15-30
1,000
Durasi Menengah
Lidocaine
0,5-1,0
300
30-60
500
Mepivacaine
0,5-1,0
300
45-90
500
Prilocaine
0,5-1,0
500
30-90
600
Durasi Panjang
Bupivacaine
0,25-0,5
175
120-240
220
Etidocaine
0,5-1,0
300
120-180
400
Dicetak dengan izin dari Stricthartz, G,R dan Covino, B. G Anastesi Lokal. Pada R. D Miller (ed).,
Anesthesia (Edisi ke 4), New York, Churcill Livingstone 1994.
intravaskular
dan
kemungkinan
berhubungan
dengan
epinefrin
30-90
120-360
120-360
120-360
180-420
180-420
seharusnya
tidak
digunakan
ketika
injeksi
intravaskular
10
subkutan sebelum facelift ketika volume larutan yang besar diinjeksikan pada area
vaskular. Selain itu, pasien yang hamil lebih sensitif pada toksisitas
kardiovaskular dari bupivacaine (Marcaine) dibandingkan pasien yang tidak
hamil.
11
Pada
pasien dengan
toksisitas
anastesi lokal,
KOKAIN
Kokain disebut unik karena memiliki efek anastesi lokal dan aksi vasokontriktor.
Kokain memiliki potensi besar untuk penyalahgunaan dan ketagihan. Selama
beberapa dekade yang lewat, penggunaan ilegal kokain telah menjadi epidemi.
Kokain adalah bubuk kristal, larut air (pKa 8.6) yang mudah diserap melalui
membran mukosa. Kokain mengalami hidrolisis oleh pseudokolinesterase plasma.
Persentase kecil dari kokain dimetabolisme di hati.
Seperti anastesi lokal lainnya, mekanisme aksi dari kokain meliputi inibisi
konduksi pada serabut saraf dengan blokade kanal natrium, yang pada gilirannya
mencegah potensial aksi dihasilkan. Kokain adalah satu-satunya anastesi lokal
berdifat simpatomimetik yang poten. Kokain memblokir uptake neuroepinefrin
dan epinefrin, baik pada SSP atau sistemik. Kokain memiliki efek multipel pada
SSP, hasilnya meliputi stimulasi perilaku yang intens, euforia da bangkitan.
Ambang kejang ditingkatkan, tapi akan menjadi lebih rendah dengan dosis yang
lebih
tinggi,
dan
bisa
menimbulkan
kejang.
Efek
adrenergik
kokain
12
namun tidak aman. Kombinasi ini bisa menimbulkan aritmia yang berbahaya.
Tidak jelas mengapa penambahan epinefrin pada kokain topikal bisa
meningkatkan kondisi operasi. Studi belum menjelaskan keuntungan konsisten
dari penambahan epinefrin ke kokain 10% atau pada konsentrasi yang lebih
rendah dari kokain topikal.
Anastesi umum dan kokain topikal lebih sering digunakan bersama, dan ada studi
multipel dan laporan kasus yang menjelaskan kompleksisitas dari interaksi obat
yang muncul. Laporan ini menawarkan pandangan yang bertentangan dari efek
yang dimiliki kokain pada keperluan anastesi sama halnya dengan efek kombinasi
kokain dan anastesi yang bervariasi pada potensi aritmogenik. Studi pada
kombinasi kokain dan anastesi general mensugestikan bahwa pasien yang gelisah
dan tidak direncanakan lebih cenderung mengalami aritmia dan kokain tidak
boleh diaplikasikan sebelum atau segera sesudah induksi,sebelum level anastesi
yang dalam tercapai. Pada pasien yang menggunakan kokain topikal setelah
induksi dan setelah level anastesi yang dalam tercapai, tidak ada aritmia yang
muncul. Sebab, katekolamin endogen pasien terlibat pada interaksi obat yang
kompleks ini.
Ada juga penyetujuan yang luas bahwa ketamine meningkatkan aritmogenisitas
dari kokain. Tabahannya, pasien yang mendapat inhibitor monoamine oxidase
(MAO) beresiko mengalami bahaya dari interaksi dengan kokain. Kokain topikal
harus dihindari kecuali pasien sudah dihentikan dari MAO inhibitor 2 minggu
sebelum pembedahan. Karena efek simpatomimetiknya, kokain harus dihindari
pada pasien hipertensi. Sayangnya, respon individual terhadap kokain bervariasi.
Pada beberapa pasien, fibrilasi ventrikel dan henti jantung bisa muncul sebagai
hasil dari dosis kecil sebesar 0,4 mg/kgBB.
Dosis maksimum yang aman diberikan secara nasal dari kokain 0,4% adalah 1,5
mg/kgBB. Setiap tetes kokain 0,4% memiliki sekitar 3 gr kokain. Mengingat di
atas kerugian penggunaan kokain, meskipun begitu, mungkin sudah tidak lagi
menjadi indikasi yang baik untuk penggunaannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
14
Klein JA. Tumescent technique for regional anesthesia permits lidocaine doses of
35 mg/kg for liposuction. J Dermal Surg Oncol. 1990;16:248
Kochntop DE, Liao J-C, Van Bergen FH. Effects of pharmacologic alterations of
adrenergic mechanism by cocaine, tropolone, aminophylline, and ketamine on
epinephrine-induced arrythmias during halothane-nitrous oxide anesthesia.
Anesthesiology. 1977; 46: 83
Lynch C. Depression of myocardial contractility in vitro by bupivacaine,
etidocaine, and lidocaine. Anesth Analg. 2986; 65:55: 1
Ohlsen L, Englesson S, Eers H. An anaesthetic lidocaine/prilocaine cream
(EMLA) for epicutaneous application tested for cutting split skin grafts.
Scand J Plast Reconstr Surg. 1985;19:201
Stricthartz GR, Coino BG. Local anesthetics. In: Miller rd, ED. Anesthesia. 3rd
ed. New Yorrk: Churcill Livingstone; 1990: 437
Swerdlow M, Jones R. The duration of action by bupiacaine, prilocaine and
lignocaine. Br J Anaesth. 1970;42: 335
15