Anda di halaman 1dari 20

Tugas Makalah

SISTEM RELIGI
Disusun oleh
Indrawati Abuhasan
281415076

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem merupakan satu kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen yang saling
berkaitan antara satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Dalam ilmu antropologi terdapat 7 unsur kebudayaan menurut koenjaraningrat salah satunya
yaitu sistem religi. Sistem religi yang dimaksud berbicara tentang aturan-aturan sekaligus
unsur-unsur yang tercakup di dalam sistem religi tersebut.
Sistem tidak akan pernah lari dari kehidupan masyarakat dengan kata lain sistem akan
selalu ada di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat membutuhkan
aturan-aturan sebagai pedoman untuk menjalankan kehidupan di lingkungan masyarakat
tertentu. Pada dasarnya sistem yang berlaku dimasyarakat disesuaikan dengan letak geografis
wilayah tempat tinggal masyarakat itu sendiri. Namun berbeda jika kita berbicara tentang
sistem religi, karena pada sistem religi ada toleransi namun tidak ada toleransi dalam
keyakinan, mengakui pluralitas bukan berarti mengakui pluralisme.
Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang diberikan akal, pikiran dan perasaan.
Dengan adanya akal manusia bias menciptakan suatu kebudayaan dan peradaban yang
didalamnya menghasilkan suatu ilmu dan pengetahuan. Tapi ada kalanya pengetahuan,
pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkapkan rahasiarahasia alam sangat terbatas. Oleh karena itu, secara bersamaan muncul keyakinan akan
adanya penguasa tertinggi dari sistem alam semesta ini, yang juga mengendalikan manusia
sebagai salah satu bagian alam semesta. Sehubungan dengan itu, baik secara individual

maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem
kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis angkat yaitu:
1. Apa pengertian sistem dan religi?
2. Bagaimana sistem religi dan sistem ilmu gaib?
3. Bagaimana perhatian antropologi terhadap sistem religi?
4. Bagaimana unsur-unsur dasar sistem religi?
5. Macam-macam bentuk-bentuk religi?
6. Apa saja teori-teori yang membahas tentang sistem religi?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem dan Religi

A. Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan
sehingga membentuk suatu totalitas, susunan yang teratur dari pandangan, teori dan asas.
Menurut wikipedia berbahasa Indonesia, pengertian sistem dalam pengertian yang paling
umum adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka. Kata sistem
sendiri berasal dari bahasa Latin (systma) dan bahasa Yunani (sustma) adalah suatu
kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk
memudahkan aliran informasi, materi atau energi.
Dibawah ini adalah pengertian sistem menurut para ahli :
1. Anatol Raporot, sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat
hubungan satu sama lain.
2. C.W. Churchman. Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian
yang dikoordinasikan untuk melaksanakan seperangkat tujuan.
3. Edgar F Huse dan James L. Bowdict. Menurutnya sistem adalah suatu seri
atau rangkaian bagian-bagian yang saling berhubungan dan bergantung
sedemikian rupa sehingga interaksi dan saling pengaruh dari satu bagian akan
mempengaruhi keseluruhan.
4. J.C. Hinggins. Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang
saling berhubungan.
5. John Mc Manama. Menurutnya sistem adalah sebuah struktur konseptual
yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja
sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan
secara efektif dan efesien.
6. L. Ackof, sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang
terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu sama lainnya.
7. L. James Havery. Menurutnya sistem adalah prosedur logis dan rasional
untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan

yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam
usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
8. Ludwig Von Bartalanfy, sistem merupakan seperangkat unsur yang saling
terikat dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan
lingkungan.
B. Religi
Asal-mula religi, para ahli biasanya mengganggap religi sebagai sisa-sisa dari bentukbentuk religi yang kuno, yang dianut seluruh umat manusia pada zaman dahulu, juga oleh
orang eropa ketika kebudayaan mereka masih berada pada tingkat yang primitif. Bahan
etnografi mengenai upacara keagamaan dari berbagai suku bangsa didunia dijadikan
pedoman dalam usaha penyusunan teori-teori tentang asal mula agama.
Prof. Dr. M. Driyarkara, S.J. mengatakan bahwa kata agama kami ganti dengan kata
religi, karena kata religi lebih luas, menganai gejala-gejala dalam lingkungan hidup dan
prinsip. Istilah religi menurut kata asalnya berarti ikatan atau pengikatan diri. Oleh sebab
itu, religi tidak hanya untuk kini atau nanti melainkan untuk selama hidup. Dalam religi
manusia melihat dirinya dalam keadaan yang membutuhkan, membutuhkan keselamatan
dan membutuhkan secara menyeluruh.
Pengertian agama menurut Islam jauh berbeda dengan definisi yang diberikan oleh
para sarjana Barat seperti tersebut dalam ensiklopedi Prancis yang berkisar pada 2
definisi yang dianggap ilmiah, antara lain sebagai berikut:
1. Agama ialah suatu jalan yang dapat membawa manusia dapat berhubungan
dengan kekuatan gaib yang tinggi;
2. Agama ialah sesuatu yang mengandung pengetahuan dan kekuasaan yang tidak
pararel dan tidak sejalan dengan ilmu pengetahuan.
Namun pada dasarnya religi berasal dari kata religare dan relegare (Latin). Religare
memiliki makna suatu perbuatan yang memperhatikan kesungguh-sungguhan dalam
melakukannya. Sedangkan Relegare memiliki makna perbuatan bersama dalam ikatan

saling mengasihi. Kedua istilah ini memiliki corak individual dan sosial dalam suatu
perbuatan religius.
Menurut Leslie A. White, bahwa salah satu unsur yang membentuk religi itu adalah
keyakinan (beliefe) adalah salah satu bagian dari sistem ideologi, sistem tersebut
merupakan bagian dari kebudayaan.
Bagi Firth, bahwa keyakinan belumlah dapat dikatakan sebagai religi apabilah tidak
diikuti upacara yang terkait dengan keyakinan tersebut. Keyakinan dan upacara adalah
dua unsur penting dalam religi yang saling memperkuat. Keyakinan menggelorakan
upacara dan upacara merupakan upaya membenarkan keyakinan.
Menurut Goldschmidt, upacara mengkomunikasikan keyakinan kepada sekalian
orang. Kedua tidak dapt dipisahkan, yang satu tidak terlepas dari yang lainnya.
Konsep religi yang berkaitan dengan keyakinan dikemukakan oleh Edward B. Tylor,
yang melihat religi sebagai keyakinan akan adanya makluk halus (belief in spiritual
being). Konsep umum religi sering kali berkaitan dengan konsep makluk halus (spiritual
being) dan konsep kekuatan tak nyata (impersonal power), makluk halus diyakini ada di
sekitar manusia dan kekuatan tidak nyata diyakini memberikan manfaat selain juga
menimbulkan kerugian dan bencana.
Koentjaraningrat (bapak antropologi indonesia) mendefinisikan religi yang memuat
hal-hal tentang keyakinan, upacara dan peralatannya, sikap dan perilaku, alam pikiran
dan perasaan disamping hal-hal yang menyangkut para penganutnya sendiri.

Emile Durkheim mengartikan religi sebagai keterkaitan sekalian orang pada sesuatu
yang dipandang sakral yang berfungsi sebagai simbol kekuatan masyarakat dan saling
ketergantungan orang-orang dalam masyarakat yang bersangkutan.
Myron Bromley, bahwa religi berbeda dengan agama. Religi menekankan bentuk
hubungan dengan obyek diluar diri manusia. Obyek bersifat polyteis, lokal dan tidak
berdasarkan wahyu tertulis. Sebaliknya agama lebih menekankan pada bentuk hubungan
dengan obyek yang bersifat monotheisme, universal dan berdasarkan wahyu tertulis serta
teruji dalam sejarah yang panjang.
J. Van Ball, mengatakan bahwa religi adalah semua gagasan yang berkaitan dengan
kenyataan yang tidak dapat ditentukan secara empiris dan semua gagasan tentang
perbuatan yang bersifat dugaan semacam itu, dianggap benar. Dengan demikian, surga
atau neraka dianggap benar adanya meski tidak dapat dibuktikan keberadaannya. Dari
pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan beberapa hal penting tentang religi yaitu:
1) Religi itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan nila susila yang agung
2) Religi itu memiliki nilai, dan bukannya sistem ilmu pengetahuan. Religi juga
sesuatu yang tidak masuk akal dan bertentangan dengan rasio.
3) Religi menyangkut pula masalah yang dimiliki manusia.
4) Religi sangat mempercayai adanya Tuhan, hukum kesusilaan, dan roh yang
abadi.
Spencer, mengatakan bahwa awal mula munculnya religi adalah karena manusia
sadar dan takut akan maut. Berikutnya terjadi evolusi menjadi lebih kompleks dan terjadi
diferensiasi. Diferensiasi tersebut adalah penyembahan kepada dewa; seperti dewa
kejayaan, dewa kebijaksanaan, dewa perang, dewa pemelihara, dew kecantikan, dewa
maut, dan lain sebagainya.

Didalam religi juga muncul yang disebut dengan fetiyisme. De Brosess mengatakan
bahwa fetiyisme adalah pemujaan kepada binatang atau barang tak bernyawa yang
dijadikan dewa. Sementara itu kepercayaan akan kekuatan suatu benda yang diciptakan
oleh ahlinya disebut dengan feitico atau azimat. Orang-orang yang berlayar banyak yang
mengenakan azimat ini agar dapat selamat kembali ke darat.
Sumber penting di dalam religi adalah adanya empat hal yang muncul yang berkaitan
dengan perasaan: yakni takut, takjub, rasa syukur, dan masuk akal. Di dalam
perkembangannya, animisme berubah menjadi politeisme, dan lalu berubah menjadi
monoteisme.
R.R Marret, mengatakan bahwa animisme bukan tahap awal suatu agama, melainkan
pra-animisme. Pra-animisme; yakni animatisme. Menurut Marret, animatisme adalah
pengalaman tentang kekuatan yang impersonal; yaitu suatu kekuatan yang supranatural
yang tinggal di dalam orang-orang tertentu, binatang tertentu, dan di dalam benda-benda
yang tak berjiwa. Kekuatan tersebut dapat berpindah. Kekuatan ini disebut dengan mana.
Orang-orang primitif memiliki perasaan bahwa ada sesuatu kekuatan gaib pada
orang-orang primitif memiliki perasaan bahwa ada sesuatu kekuatan gaib pada orangorang dan benda-benda tertentu. Ada dan tidak adanya perasaan tersebut yang kemudian
memisahkan antara yang suci (ukhrowi) dengan duniawi; dunia gaib dengan dunia seharihari. Dari hal tersebut muncul dengan yang dinamakan takwa. Dikutip dari pritchard,
takwa adalah suatu gabungan dari rasa takut, damba, kagum, tertarik, hormat, bahkan
mungkin cinta.

Dari uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa religi adalah suatu sistem
yang memperlihatkan adanya kesalinghubungan antar lima unsur yang ada didalamnya
yakni emosi keagamaan, sistem kepercayaan, sistem upacara keagamaan, peralatan
upacara dan kelompok keagamaan.
2.2 Sistem Religi dan Sistem Ilmu Gaib
Dalam rangka pokok antropologi religi, sebaiknya di bicarakan juga sitem ilmu gaib
sehingga pokok itu dapat dibagi menjadi 2 pokok khusus, yaitu:
1. Sistem religi.
2. Sistem ilmu gaib.
Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran
jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan atau religious emotion. Emosi keagamaan
itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi.
Emosi keagamaan menyebabkan bahwa sesuatu benda, suatu tindakan, atau suatu
gagasan, mendapat suatu nilai keramat, atau sacred value, dan dianggap keramat. Demikian
juga benda-benda, tindakan-tindakan atau gagasan-gagasan yang biasanya tidak keramat,
yang biasanya profane tetapi bila dihadapi oleh manusia yang dihinggapi oleh emosi
keagamaan, sehingga ia seolah-olah terpesona, maka benda-benda, tindakan-tindakan,
gagasan-gagasan tadi menjadi keramat.
Pokok-pokok khusus dalam sistem ilmu gaib pada lahirnya memang sering tampak sama
dengan dalam sistem religi. Dalam ilmu gaib sering terdapat juga konsepsi-konsepsi dan
ajaran-ajarannya. Ilmu gaib juga memiliki sekelompok manusia yang yakin dan menjalankan
ilmu gaib itu untuk mencapai suatu maksud. Selain itu, upacara ilmu gaib juga mempunyai
aspek-aspek yang sama artinya, ada pemimpin atau pelakunya, yaitu dukun. Pengetahuan dan
ilmu untuk menyembuhkan penyakit dalam masyarakat lokal sering dilakukan oleh dukun
dengan bantuan ilmu gaib. Seringkali dalam praktek religi masih terdapat hal hal gaib atau
yang sering kita sebut sebagai hal yang keramat selain itu banyak upacara ilmu gaib yang

mendapat sifat religi, misalnya di Yogyakarta upacara membersihkan benda benda pusaka
yang keramat di dalamnya diselingi hal hal yang berbau religi. Jadi dapat disimpilkan
bahwa kelakuan religi sering bersifat keramat sehingga sulit membedakan religi dengan ilmu
gaib. Religi dan ilmu gaib sering berdasarkan konsep yang terkandung dalam sistem
kepercayaan yang sama, dan dapat dilihat upacara keagamaan mungkin bersifat ilmu gaib,
atau upacara ilmu gaib menjadi upacara keagamaan.
Dasar-dasar ilmu ghaib adalah kepercayaan terhadap kekuatan sakti dan hubungan sebab
menyebab menurut hubungan-hubungan asosial. Asosiasi itu adalah bayangan-bayangan baru
sehingga terjadi suatu rangkaian bayangan-bayangan. Dimana hubungan-hubungan yang
menyebabkan asosiasi adalah misalnya persamaan waktu, persamaan wujud, totailet dan
bagian, dan persamaan bunyi sebutan. Dalam masyrarakat juga terdapat upacara ilmu gaib
yang disini terdapat bermacam-macam jenis. Dimana menurut J. Frazer membagi ilmu gaib
menjadi imitative magic dan contagious magic. Imitative magic merupakan perbuatan ilmu
gaib yang menirusemua keadaan yang sesungguhnya ingin dicapai. Contagious magic
meliputi semua ilmu magic yang berdasarkan pendirian suatu hal berhubungan dengan hal
lain berdasarkan hubungan asosiasi. Secara umum juga terdapat klasifikasi ilmu gaib putih
dan ilmu gaib hitam. Dimana ilmu gaib putih merupakan ilmu gaib yang berguna untuk
masyarakat dan yang memberi keuntungan dan kebahagiaan kepada orang, dan sebaliknya
ilmu gaib hitam adalah ilmu gaib yang mendatangkan bencana, penyakit kepada masyarakat.
Kalau diperinci secara khusus ilmu gaib dapat dibedakan menurut fungsinya yaitu 1)
Ilmu gaib produktif (berkaitan dengan bercocok tanam, produksi, perdagangan ,dll). 2) Ilmu
gaib penolak (menolak bencana, penyakit, hama pada tumbuhan, dll. 3) Ilmu gaib agresif
(guna-guna, santet). 4) Ilmu gaib meramal (meramal dengan perhitungan hubunganhubungan antara bintang, berdasarkan tanggal lahir, dll).

Walaupun pada dasarnya religi dan ilmu gaib sering terlihat sama, walaupun sukar
dibedakan untuk menetukan batas dari uapacara yang bersifat religi dan upacara yang bersifat
ilmu gaib. Pada dasarnya ada juga suatu perbedaan yang besar sekali antara kedua pokok ini
adalah dalam menjalankan agama, manusia berserah diri kepada Tuhan. Sedangkan ilmu gaib
adalah memperlakukan kekuatan-kekuatan tinggi dan gaib agar menjalankan kehendak orang
tersebut dan berbuat apa yang ingin dicapainya.
2.3 Perhatian Antropologi terhadap Sistem Religi
Sejak lama, ketika Antropologi belum ada dan hanya merupakan suatu himpunan tulisan
mengenai adat-istiadat yang aneh-aneh dari suku-suku bangsa di luar Eropa, religi telah
menjadi suatu pokok penting dalam buku-buku para pengarang tulisan-tulisan etnografi
mengenai suku-suku bangsa itu. Kemudian, waktu bahan etnografi tersebut digunakan secara
luas oleh dunia ilmiah, perhatian terhadap bahan mengenai upacara keagamaan itu sangat
besar. Sebenarnya ada dua hal yang menyebabkan perhatian yang besar itu, yaitu:
1. Upacara keagamaan dalam kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur
kebudayaan yang tampak paling lahir.
2. Bahan etnografi mengenai upacara keagamaan diperlukan untuk menyusun teori-teori
tentang asal-mula religi.
Para pengarang etnografi yang datang dalam masyarakat suatu suku bangsa tertentu, akan
segera tertarik akan upacara-upacara keagamaan suku bangsa itu, karena upacara-uapacara
itu pada lahirnya tampak berbeda sekali dengan upacara keagamaan dalam agama bangsabangsa Eropa itu sendiri, yakni agama Nashrani. Hal-hal yang berbeda itu dahulu dianggap
aneh, dan justru karena keanehanya itu menarik perhatian.
Masalah asal-mula dari suatu unsur universal seperti religi, artinya masalah mengapa
manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib yang dianggapnya lebih tinggi
daripadanya, dan mengapa manusia itu melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang
beraneka warna, unutk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan

tadi, telah lama menjadi pusat perhatian banyak orang di Eropa, dan juga dari dunia ilmiah
pada umumnya. Dalam usaha untuk memecahkan masalah asal-mula religi, para ahli
biasanya menganggap religi suku-suku bangsa di luar Eropa sebagai sisa-sisa dari bentukbentuk religi yang kuno, yang dianut seluruh umat manusia dalam zaman dahulu, juga oleh
orang Eropa ketika kebudayaan mereka masih berada pada tingkat yang primitif.
Dalam memecahkan soal asal-mula dari suatu gejala, sudah jelas orang akan melihat
kepada apa yang dianggapnya sisa-sisa dari bentuk-bentuk tua dari gejala itu. Dengan
demikian bahan etnorgafi mengenai upacara keagamaan dari berbagai suku bangsa di dunia
sangat banyak diperhatikan dalam usaha penyusun teori-teori tentang asal-mula agama.
Salah satu cabang antropologi yang dapat memberikan gambaran tentang adanya aktifitas
religi pada manusia purba adalah ilmu pre-histori atau arkeologi. Pada perkembangannya,
antropologi berusaha mengungkap latar belakang mengapa manusia percaya pada kekuatan
supranatural? Mengapa pula manusia melakukan aktifitas-aktifitas yang beraneka ragam
untuk melakukan dan mencari hubungan dengan kekuatan supranatural? Mengapa
masyarakat yang satu dengan lainnya memiliki sistem religi yang berbeda-beda? Bagaimana
pula sistem religi mengalami perubahan? Melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut, para
antropolog mencoba mengamati berbagai sisrem religi yang ada dimuka bumi ini dan
kemudian mengklarifikasi kedalam beberapa konsep. Beberapa jawaban atas pertanyaan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mulai sadar akan
adanya faham jiwa;
2) Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mengakui adanya
banyak gejalah yang tidak dapat dijelaskan dengan akalnya;
3) Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi dengan maksud untuk menghadapi
krisis-krisis yang ada dalam jangka waktu hidup manusia.

4) Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena ada kejadian luar biasa dalam
hidupnya dan alam sekelilingnya;
5) Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena adanya suatu getaran atau
emosi yang timbul dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa persatuan
sebagai warga masyarakat;
6) Kelakuan manusia yang bersifat religi itu karena manusia mendapat suatu firman dari
tuhan (Koentjaraningrat)
2.4 Unsur-Unsur Dasar Sistem Religi.
Dalam rangka sistem religi
1) sistem religi,
2) sistem ilmu ghaib.
Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran
jiwa, yang biasanya disebut emosi keagamaan, atau religious emotion. Emosi keagamaan ini
biasanya pernah dialami oleh setiap manusia, walaupun getaran emosi itu mungkin hanya
berlangsung untuk beberapa detik saja. Untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan
itulah yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi, suatu sistem
religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai ciri-ciri untuk memelihara emosi
keagamaan itu di antara pengikut-pengikutnya. Dengan demikian emosi keagamaan
merupakan unsur penting dalam suatu religi. Bersama dengan unsur-unsur lain yaitu:
1) Sistem keyakinan
2) Sistem upacara keagamaan
3) Suatu umat yang menganut religi itu.

Adapun sistem kepercayaan dan gagasan, pelajaran, aturan agama, dongeng suci tentang
riwayat dewa-dewa (mitologi). Biasanya tervantum dalam suatu himpunan buku-buku yang
biasanya juga dianggap sebagai kesusastraan suci.

Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung 4 aspek yang menjadi perhatian
khusus dari para ahli antropologi :
1)
2)
3)
4)

Tempat upacara keagamaan dilakukan


Saat-saat upacara keagamaan dijalankan
Benda-benda dan alat-alat upacara
Orang-orang yang melakukan dan memimpin

Aspek pertama berhubungan dengan tempat-tempat keramat di mana upacara dilakukan,


yaitu: makam, candi, pura, kuil, gereja, langgar, surau, masjid dan seterusnya.
Aspek ke dua adalah aspek yang mengenai saat-saat ibadah: hari-hari keramat dan suci
dan sebagainya. Aspek ke tiga adalah tentang benda-benda yang dipakai dalam upacara:
patung-patung, lonceng suci, genderang suci, dan sebagainya. Aspek ke empat adalah aspek
yang mengenai para pelaku upacara keagamaan, yaitu: para pendeta, biksu, syaman, dukun
dan lain-lain.
Upacara-upacara itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu:
1) Bersaji
2) Berkorban
3) Berdo'a
4) Makan bersama makanan yang telah disajikan dengan do'a
5) Menari tarian suci
6) Memainkan seni drama suci
7) Berprosesi atau berpawai
8) Menyanyi-nyayian suci.
9) Berpuasa.
10) Intoksikasi/mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk mencapai
keadaan trance, mabuk.
11) Bertapa
12) Bersemedi
Diantara unsur-unsur upacara keagamaan tersebut ada yang dianggap penting sekali
dalam satu agama, tetapi tidak dikenal dalam agama lain, dan demikian juga sebaliknya.
Kecuali itu suatu acara upacara biasanya mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari

sejumlah unsur tersebut, misalnya untuk kesuburan tanah, para pelaku upacara dan para
pendeta berpawai dahulu menuju ke tempat-tempat bersegi, lalu mengorbankan seekor ayam,
setelah itu menyajikan bunga kepada dewa kesuburan, disusul dengan do'a yang diucapkan
oleh para pelaku, kemudian menyanyi bersama berbagai nyanyian-nyayian suci, dan akhirnya
semuanya bersama kenduri makan hidangan yang telah disilakan dengan do'a.
Sub unsur ketiga dalam rangka religi, adalah sub unsur mengenai umat yang menganut
agama/religi yang bersangkutan. secara khusus sub unsur itu meliputi misalnya soal-soal
pengikut sesuatu agama, hubungannya satu dengan lain. hubungannya dengan para pemimpin
agama, baik dalam saat adanya upacara keagamaan maupun dalam kehidupan sehari-hari dan
akhirnya sub-unsur itu juga meliputi soal-soal seperti organisasi dari para umat, kewajiban,
serta hak-hak para warganya sistem ilmu ghaib.
Dalam ilmu ghaib sering terdapat konsepsi-konsepsi dan ajaran-ajarannya: ilmu ghaib
juga mempunyai sekelompok manusia yang yakin dan yang menjalankan. Ilmu gaib itu untuk
mencapai suatu maksud. Upacara ilmu ghaib juga mempunyai aspek-aspek yang sama, ada
pemimpin atau pelakunya, dukun, pada saat-saat tertentu yaitu hari-hari keramat, ada
peralatan untuk melakukan upacara, ada tempat, tertentu di mana upacara harus dilakukan.
Walaupun pada lahirnya religi dan ilmu ghaib sering kelihatan sama, dan sukar untuk
menentukan batas daripada upacara yang bersifat religi dan upacara yang bersifat ilmu ghaib,
pada dasarnya ada perbedaan yang besar sekali antara kedua pokok itu. Perbedaan dasarnya
terletak dalam sikap manusia pada waktu ia sedang menjalankan agama, manusia bersikap
menyerah diri kepada Tuhan, kepada dewa-dewa, kepada roh-roh nenek moyang, atau
menyerahkan diri kepada kekuatan tinggi yang disembahnya itu.

Dalam hal ini manusia biasanya terhinggap oleh suatu emosi keagamaan. Sebaliknya,
pada waktu menjalankan ilmu gaib manusia bersikap lain. ia berusaha memperlakukan
kekuatan-kekuatan tinggi dan gaib agar menjalankan kehendaknya dan berbuat apa yang
ingin dicapainya.

2.4 Bentuk-Bentuk Religi


Bentuk-bentuk religi adalah sebagai berikut:
1) Fetishisme adalah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan akan adanya jiwa dalam
benda-benda tertentu. Kepercayaan ini melahirkan aktifitas-aktifitas religi guna memuja
benda-benda berjiwa tersebut. Misalnya tradisi jawa memandikan keris /pusaka pada
bulan suro. Jika tidak dirawat/dimandikan akan hilang/ mencelakai pemiliknya.
2) Animisme adalah bentuk religi yang yang berdasarkan kepercayaan bahwa dialam
sekeliling tempat tinggal manusia didiami berbagai macam ruh. Kepercayaan ini
menimbulkan aktifitas religi dalam bentuk pemujaan roh-roh.
3) Animatisme, sebenarnya bukan bentuk religi melainkan suatu sistem kepercayaan bahwa
benda-benda dan tumbuh-tumbuhan yang berada disekeliling manusia itu memiliki jiwa
dan bisa berpikir seperti manusia. Kepercayaan ini tidak melahirkan bentuk aktifitas
religi yang memuja benda atau tumbuhan tersebut, melainkan bisa menjadi unsur-unsur
religi yang lain.
4) Pra-animisme, merupakan bentuk religi yang berdasarkan pada kekuatan sakti yang ada
dalam segalah hal yang luar biasa dan terdiri dari aktifitas religi yang berpedoman pada
kepercayaan tersebut. Pra-animisme disebut juga dinamisme.
5) Totemisme, bentuk religi dalam masyarakatyang terdiri dari kelompok-kelompok
kekerabatan yang unilineal. Klompok unilineal tersebut meyakini bahwa mereka berasal
dari dewdewa nenek moyang yang satu. Untuk mempererat kesatuan dalam kelompok

unilineal tersebut, masing-masing kelompok memiliki lambang/simbol (totem) yang


berbeda-beda. Bentuk totem

berupa tumbuh-tumbuhan, binatang, gejalah alam atau

benda yang melambangkan nenek moyang mereka.


6) Polyteisme adalah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan pada satu sistem yang
luas dari dewa-dewa dan terdiri dari upacara-upacara pemujaan dewa-dewa.
7) Monoteisme merupakan bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan pada satu tuhan dan
terdiri dari upacara-upacara guna memuja Tuhan. Contohnya agama islam.
8) Mistik adalah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan pada satu tuhan

yang

dianggap meliputi segalah hal dalam alam semesta. Sistem kepercayaan ini terdiri dari
upacara-upacara yang bertujuan mencapai kesatuan dengan tuhan.
2.5 Teori-teori Dalam Sistem Religi
Adapun teori-teori mengenai sistem religi, yaitu :
1) Teori Jiwa
Dimana kelakuan religi manusia itu terjadi karena manusia mulai sadar akan
faham jiwa. Menurut Tylor kesadaran akan faham jiwa disebabkan dua hal, yaitu:
a. perbedaan yang tampak pada manusia antara hal yang hidup dan hal yang
mati. Bahwa hal yang bergerak itu hidup dan mereka sadar bahwa ada
yang menggerakannya yaitu jiwa yang berada dalam jasmani manusia.
b. Peristiwa mimpi, dimana dalam mimpi seseorang seolah olah melihat
tubuhnya berada dalam suatu tempat bukan ditempat tidur. Dan hal itu
manusia mulai menyadari bahwa ada bagian dari dirinya diluar tubuh
yang berada ditempat lain dan hal itu adalah jiwa.
2) Teori Batas Akal
J.G Frazer menjadi tokoh dalam teori ini. Menurutnya, manusia memecahkan
masalah masalah dengan akal dan sistem pengetahuannya. Akan tetapi akal manusia
ada batasannya. Dimana untuk hal hal yang ghaib akal manusia belum bisa
menjangkaunya. Oleh karena itu manusia menggunakan ilmu magic. Dimana ilmu
ghaib itulah digunakan untuk memecahkan hal hal yang berada di luar akal
kemampuan manusia. Dengan itulah timbullah religi.

3) Teori masa krisis dalam hidup individu


Dalam bukunya tree of life M. Crawley mengemukakan bahwa religi muncul dari
adanya krisis dalam individu yang menakutinya. Krisis tersebut berupa sakit, dan
maut yang tidak bisa diatasi oleh kepandaian, tekhnologi dan kemampuan manusia.
Dalam menghadapi masa krisis itu manusia melakukan perbuatannya untuk
memperkuat iman dan menguatkan dirinya. Dimana sering dilakukan dengan upacara
upacara yang hal itu merupakan pangkal dari religi.
4) Teori kekuatan luar biasa
Diajukan oleh R.R Marret dalam bukunya The Threshold Of Religion. Marret
mengecam teori animisme Tylor. Dia mengungkapkan bahwa pangkal dari segala
kelakukan religi ditimbulkan karena suatu perasaan rendah terhadap gejala dan
peristiwa yang dianggap biasadi dalam kehidupan manusia. Alam memiliki gejala
gejala dan peristiwa yang dianggap mempunyai kekuatan supranatural yang dianggap
luar biasa. Dari hal itu muncullah kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan sakti yang
ada dalam gejala, hal-hal, dan peristiwa yang luar biasa yang disebut praeanimisme.
5) Teori Sentimen Masyarakat
Dalam bukunya Les Elementaires de la Vie Religieuse, Durkheim mengumumkan
suatu teori yang baru tentang dasar dasar religi yang belum pernah dikemukakan
oleh sarjana sarjana terdahulu. Teori ini berpusat pada beberapa pengertian dasar,
yaitu:
a. Makhluk manusia ketika pertama muncul di muka bumi, mengembangkan
aktivitas religi bukan karena pikiran bayangan abstrak, emosi keagamaan,
atau yang lainnya melainkan pengaruh dari suatu rasa sentimen masyarakat.
b. Sentimen kemasyarakatan dalam batin manusia dahulu berupa komplek
perasaan yang mengandung rasa terikat, rasa bakti, cinta, dsb terhadap
masyarakat sendiri, yang merupakan seluruh alam dunia tempat ia hidup.

c. Sentimen kemasyarakatan itulah yang menimbulkan emosi keagamaan yang


juga merupakan pangkal dari kelakuan keagamaan. Sentimen ini harus
dikobarkan terus dengan cara kontraksi masyarakat, yaitu melakukan
mengumpulkan seluruh masyarakat dalam pertemuan raksasa.
d. Emosi keagamaan yang timbul karena rasa sentimen kemasyarakatan
membutuhkan suatu obyek tujuan. Sifat yang menjadi obyek tujuan bukan
karena megahnya, ajaibnya, anehnya melainkan anggapan umum dalam
masyarakat. Dimana obyek tersebut juga bersifat keramat atau sacret bukan
profane.
e. Obyek keramat tidak lain daripada lambang suatu masyarakat. Dimana dapat
berupa binatang, tumbuhan dan juga bisa benda benda keramat.
6) Teori Firman Tuhan.
Tokohnya adalah W. Schmidt dan A. Lang. Menurut mereka kepercayaan pada
masyarakat kepada dewa yang tertinggi merupakan bentuk religi yang tertua. Dan hal
itu memperkuat anggapan akan adanya Titah Tuhan Asli. Schmidt percaya bahwa
agama berasal dari titah Tuhan yang diturunkan kepada makhluk manusia pada
permulaan muncul di muka bumi.

DAFTAR PUSTAKA
http://pengertian-sistem-religi-di.html
http://rangkuman-materiips.blogspot.com
http://ruendywirajuniarta.blogspot.co.id/

http://www.nandasutrisno.blogspot.co.id/2014/05/sistem-budaya-dan-sistem-religi.html

Anda mungkin juga menyukai