Anda di halaman 1dari 10

https://ebdaaprilia.wordpress.

com/2014/09/22/makalah-filsafat-fenomenologi/

PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang
Ilmu filsafat adalah ilmu yang menjadi induk segala pengetahuan. Filsafat merupakan

sebuah sistem yang komprehensif dari ide-ide mengenai keadaan yang murni dan realitas
yang terjadi dalam hidup. Filsafat juga dapat dijadikan paduan dalam kehidupan karena halhal yang berada di dalam lingkupnya selalu menyangkut sesuatu yang mendasar dan
membutuhkan penghayatan. Filsafat digunakan untuk menentukan jalan yang akan diambil
seseorang dalam kehidupannya. Filsafat juga memberi petunjuk mengenai tata cara pergaulan
antara sesama.
Tak lepas dari semua ini, pada dasarnya filsafat adalah bersumber dari pertumbuhannya
pola pikir manusia. Semua yang ada, atau yang telah ada bisa diperhatikan dan dipikirkan
secara rasional. Karena berpikir adalah aktifitas individu dan manusia mempunyai
kemerdekaan untuk berpikir. Berpikir secara mendalam untuk menghasilkan suatu ilmu
pengetahuan yang bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya.
Dengan demikian dapat dikata bahwa berfilsafat adalah mendalami sesuatu secara
mendalam berdasarkan penalaran yang dimiliki seseorang. Dan akhirnya bisa melahirkan
aliran fenomenologi yang akan dipaparkan dalam makalah ini.
Perlu kita ketahui sekilas bahwa Ilmu fenomenologi dalam filsafat biasa dihubungkan
dengan ilmu hermeneutik. Yaitu ilmu yang mempelajari arti daripada fenomena ini.
Keduanya membicarakan manusia sebagai realita eksistensi ditentukan oleh kondis-kondisi
fisik dan budaya yang mempengaruhi. Fenomenologi dan herneneutika saling bersentuhan,
namun juga mempunyai perbedaan, kekuatan, dan kelemahan masing-masing.

https://ebdaaprilia.wordpress.com/2014/09/22/makalah-filsafat-fenomenologi/

PEMBAHASAN
1.

PENGERTIAN FENOMENOLOGI
Fenomenologi adalah studi tentang Phenomenon. Kata ini berasal dari bahasa

Yunani Phainein berarti menunjukkan. Dari kata ini timbul kata Pheinomenonberarti yang
muncul dalam kesadaran manusia. Dalam fenomenologi, ditetapkan bahwa setiap gambaran
pikir dalam pikiran sadar manusia, menunjukkan pada suatu hal keadaan yang
disebut intentional (berdasarkan niat atau keinginan).[1]
Secara harfiah, fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau faham yang
menganggap

bahwa

fenomenalisme

adalah

sumber

pengetahuan

dan

kebenaran.

Fenomenalisme juga adalah suatu metode pemikiran.[2]Fenomenologi merupakan sebuah


aliran. Yang berpendapat bahwa, hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dapat
dicapai melalui pengamatan terhadap fenomena atau pertemuan kita dengan realita.
Karenanya, sesuatu yang terdapat dalam diri kita akan merangsang alat inderawi yang
kemudian diterima oleh akal ( otak ) dalam bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis
dengan jalan penalaran. Penalaran inilah yang dapat membuat manusia mampu berpikir
secara kritis.
Fenomenologi merupakan kajian tentang bagaimana manusia sebagai subyek memaknai
obyek-obyek di sekitarnya. Ketika berbicara tentang makna dan pemaknaan yang dilakukan,
maka hermeneutik terlibat di dalamnya. Pada intinya, bahwa aliran fenomenologi mempunyai
pandangan bahwa pengetahuan yang kita ketahui sekarang ini merupakan pengetahuan yang
kita ketahui sebelumnya melalui hal-hal yang pernah kita lihat, rasa, dengar oleh alat indera
kita. Fenomenologi merupakan suatu pengetahuan tentang kesadaran murni yang dialami
manusia.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat difahami bahwa fenomenologi berarti ilmu
tentang fenomenon-fenomenon apa saja yang nampak. Sebuah pendekatan filsafat yang
berpusat pada analisi terhadap gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita.
2.

TOKOH-TOKOH FILSAFAT FENOMENOLOGI


A. Edmund Husserl (1859-1938)[3]
Menurut Husserl, memahami fenomenologi sebagai suatu metode dan
ajaran filsafat. Sebagai metode, Husserl membentangkan langkah-langkah
yang harus diambil agar sampai pada fenomeno yang murni. Untuk melakukan

https://ebdaaprilia.wordpress.com/2014/09/22/makalah-filsafat-fenomenologi/

itu, harus dimulai dengan subjek (manusia) serta kesadarannya dan berusaha
untuk

kembali

pada

kesadaran

murni.

Sedangkan

sebagai

filsafat,

fenomenologi memberikan pengetahuan yang perlu dan essensial tentang apa


yang ada. Dengan kata lain, fenomenologi harus dikembalikan kembali objek
tersebut.
Metode fenomenologi menurut Husserl, menekankan satu hal penting
yaitu, penundaan keputusan. Penundaan keputusan harus ditunda (epoche)
atau dikurung (bracketing) untuk memahami fenomena. Pengetahuan yang
kita miliki tentang fenomena itu harus kita tinggalkan atau lepaskan dulu, agar
fenomena itu dapat menampakkan dirinya sendiri.
Untuk memahami filsafat Husserl ada beberapa kata kunci yang perlu
diketahui. Diantaranya:
1.

Fenomena adalah realitas esensi atau dalam fenomena


terkandung

pulanomena (sesuatu

yang

berada

di

balik

fenomena)
2. Pengamatan adalah aktivitas spiritual atau rohani.
3. Kesadaran adalah sesuatu yang intensional (terbuka da terarah
pada subjek
4. Substansi adalah kongkret yang menggambarkan isi dan stuktur
kenyataan dan sekaligus bisa terjangkau.
Usaha untuk mencapai segala sesuatu itu harus melalui reduksi atau
penyaringan yang

terdiri dari :

1. Reduksi fenomenologi, yaitu harus menyaring pengalamanpengalaman dengan maksud mendapat fenomena dalam wujud
semurni-murninya. Dalam artian bahwa, kita harus melepaskan
benda-benda itu dari pandangan agama, adat istiadat, ilmu
pengetahuan dan ideologi.
2. Reduksi eidetis, yaitu dengan menyaring atau penempatan
dalam tanda kurung sebagai hal yang bukan eidos atau intisari
atau hakikat gejala atau fenomena.

https://ebdaaprilia.wordpress.com/2014/09/22/makalah-filsafat-fenomenologi/

3. Reduksi transcendental, yaitu dalam penerapannya berdasarkan


subjeknya sendiri perbuatannya dan kesadaran yang murni.
Namun, menurut para pengikut fenomenologi suatu fenomena tidak
selalu harus dapat diamati dengan indera. Sebab, fenomena dapat juga dilihat
atau ditilik secara ruhani tanpa melewati indera, fenomena tidak perlu suatu
peristiwa.[4]
B. Max Scheller (1874-1928)
Scheller berpendapat bahwa metode fenomenologi sama dengan cara
tertentu untuk memandang realitas. Dalam hubungan ini kita mengadakan
hubungan langsung dengan realitas berdasarkan intuisi (pengalaman
fenomenologi).
Menurutnya ada 3 fakta yang memegang peranan penting dalam
pengalaman filsafat. Diantaranya:
1. Fakta natural, yaitu berdasarkan pengalaman inderawi yang
menyangkut benda-benda yang nampak dalam pengalaman
biasa.
2. Fakta ilmiah, yaitu yang mulai melepas diri dari penerapan
inderawi yang langsung dan semakin abstrak.
3. Fakta fenomenologis, merupakan isi intuitif yang merupakan
hakikat dari pengalaman langsung.
C. Martin Heidegger (1889-1976)[5]
Menurut Heidegger, manusia itu terbuka bagi dunianya dan
sesamanya. Kemampuan seseorang untuk bereksistensi dengan hal-hal yang
ada di luar dirinya karena memiliki kemampuan seperti kepekaan, pengertian,
pemahaman, perkataan atau pembicaraan.
Bagi heidegger untuk mencapai manusia utuh maka manusia harus
merealisasikan segala potensinya meski dalam kenyataannya seseorang itu
tidak mampu merealisasikannya. Ia tetap sekuat tenaga tidak pantang
menyerah

dan

teraktualisasikan.

selalu

bertanggungjawab

atas

potensi

yang

belum

https://ebdaaprilia.wordpress.com/2014/09/22/makalah-filsafat-fenomenologi/

Dalam persfektif yang lain mengenai sesosok Heidegger menjadi salah


satu filsafat yang fenomenal yaitu bahwa ia mengemukakan tentang konsep
suasana hati (mood). Seperti yang kita ketahui bahwa dengan suasana hatilah
kita diatur oleh dunia kita, bukan dalam pendirian pengetahuan observasional
yang berjarak. Biasanya, dengan posisi kita yang sedang bersahabat dengan
suasana hati, maka kita akan bisa mengenali diri kita yang sesungguhnya.
Karena suasana hati bisa menjadi tolak ukur untuk mengetahui hakikat diri
dengan banyaknya pertanyaan yang muncul seperti pencarian jati diri siapa
kita sesungguhnya, apa kemampuan kita, dan apa kekurangan atau kelebihan
yang kita miliki, bagaimanakah kehidupan kita yang selanjutnya dan
pertanyaan-pertanyaan lainnya. Konsep inilah yang menguatkan pendapat
banyak orang mengenai sesosok orang yang mampu melihat noumena dan
phenoumena.

D. Maurice Merlean-ponty (1908-1961)


Sebagaimana halnya Husserl, ia yakin seorang filosof benar-benar
harus memulai kegiatannya dengan meneliti pengalaman. Pengalamannya
sendiri tentang realitas, dengan begitu ia menjauhkan diri dari dua ekstrim
yaitu :
Pertama hanya meneliti atau mengulangi penelitian tentang apa yang
telah dikatakan orang tentang realita, dan Kedua hanya memperhatikan segisegi luar dari pengalaman tanpa menyebut-nyebut realitas sama sekali.
Walaupun Marlean-Ponty setuju dengan Husserl bahwa kitalah yang
dapat mengetahui dengan sesuatu dan kita hanya dapat mengetahui bendabenda yang dapat dicapai oleh kesadaran manusia, namun ia mengatakan lebih
jauh lagi, yakni bahwa semua pengalaman perseptual membawa syarat yang
essensial tentang sesuatu alam di atas kesadaran.
Oleh karena itu deskripsi fenomenologi yang dilakukan Marlean-Ponty
tidak hanya berurusan dengan data rasa atau essensi saja, akan tetapi

https://ebdaaprilia.wordpress.com/2014/09/22/makalah-filsafat-fenomenologi/

menurutnya, kita melakukan perjumpaan perseptual dengan alam. MarleanPorty menegaskan sangat perlunya persepsi untuk mencapai yang real
3.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN FILSAFAT FENOMENOLOGI


Kelebihan filsafat fenomenoligi diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut :

1.

fenomenologi sebagai suatu metode keilmuan, dapat mendiskripsikan penomena


dengan apa adanya dengan tidak memanipulasi data, aneka macam teori dan pandangan.

2.

fenomenologi mengungkapkan ilmu pengetahuan atau kebenaran dengan benar-benar


yang objektif.

3.

fenomenologi memandang objek kajian sebagai bulatan yang utuh tidak terpisah dari
objek lainnya.
Dengan

demikian

fenomenologi

menuntut

pendekatan

yang holistik,

bukan

pendekatan partial, sehingga diperoleh pemahaman yang utuh mengenai objek yang diamati,
hal ini lah yang menjadi kelebihan filsafat ini sehingga banyak dipakai oleh ilmuan-ilmuan
pada saat ini terutama ilmuan sosial, dalam berbagai kajian keilmuan mereka termasuk
bidang kajian agama.
Dari berbagai kelebihan tersebut, fenomenologi sebenarnya juga tidak luput dari berbagai
kelemahan, seperti :
1.

Tujuan fenomenologi untuk mendapatkan pengetahuan yang murni objektif tanpa ada
pengaruh berbagai pandangan sebelumnya, baik dari adat, agama ataupun ilmu
pengetahuan, merupakan suatu yang absurd.

2.

Pengetahuan yang didapat tidak bebas nilai (value-free), tapi bermuatan nilai (valuebound).

4. FENOMENOLOGI SEBAGAI METODE ILMU


Fenomenologi berkembang sebagai metode untuk mendekati fenomena-fenomena
dalam kemurniannya. Fenomena di sini dipahami sebagai segala sesuatu yang dengan suatu
cara tertentu tampil dalam kesadaran kita. Baik berupa sesuatu sebagai hasil rekaan maupun
berupa sesuatu yang nyata, yang berupa gagasan maupun kenyataan. Yang penting ialah
pengembangan suatu metode yang tidak memalsukan fenomena, melainkan dapat
mendeskripsikannya seperti penampilannya tanpa prasangka sama sekali.

https://ebdaaprilia.wordpress.com/2014/09/22/makalah-filsafat-fenomenologi/

Seorang fenomenolog hendak menanggalkan segenap teori, praanggapan serta


prasangka, agar dapat memahami fenomena sebagaimana adanya: Zu den Sachen Selbst
(kembali kepada bendanya sendiri). Tugas utama fenomenologi menurut Husserl adalah
menjalin keterkaitan manusia dengan realitas.[6]
Bagi Husserl, realitas bukan suatu yang berbeda pada dirinya lepas dari manusia yang
mengamati. Realitas itu mewujudkan diri, atau menurut ungkapan Martin Heideger, yang
juga seorang fenomenolog: Sifat realitas itu membutuhkan keberadaan manusia.
Filsafat fenomenologi berusaha untuk mencapai pengertian yang sebenarnya dengan
cara menerobos semua fenomena yang menampakkan diri menuju kepada bendanya yang
sebenarnya. Usaha inilah yang dinamakan untuk mencapai Hakikat segala sesuatu. Untuk
itu, Husserl mengajukan dua langkah yang harus ditempuh untuk mencapai esensi fenomena,
yaitu metode epochedan eidetich vision.
Kata epoche berasal dari bahasa Yunani, yang berarti: menunda keputusan atau
mengosongkan diri dari keyakinan tertentu. Epoche bisa juga berarti tanda kurung
(bracketing) terhadap setiap keterangan yang diperoleh dari suatu fenomena yang nampak,
tanpa memberikan putusan benar salahnya terlebih dahulu. Fenomena yang tampil dalam
kesadaran adalah benar-benar natural tanpa dicampuri oleh presupposisi pengamat
5.

KONTRIBUSI

FENOMENOLOGI

TERHADAP

DUNIA

ILMU

PENGETAHUAN
Memperbincangkan fenomenologi tidak bisa ditinggalkan pembicaraan mengenai
konsep Lebenswelt (dunia kehidupan). Konsep ini penting artinya, sebagai usaha
memperluas konteks ilmu pengetahuan atau membuka jalur metodologi baru bagi ilmu-ilmu
sosial serta untuk menyelamatkan subjek pengetahuan.
Edmund

Husserl,

dalam

karyanya, The

Crisis

of

European

Science

and

Transcendental Phenomenology, menyatakan bahwa konsep dunia kehidupan (lebenswelt )


merupakan konsep yang dapat menjadi dasar bagi (mengatasi) ilmu pengetahuan yang tengah
mengalami krisis akibat pola pikir positivistik dan saintistik, yang pada prinsipnya
memandang semesta sebagai sesuatu yang teratur mekanis seperti halnya kerja mekanis
jam. Akibatnya adalah terjadinya matematisasi alam, alam dipahami sebagai keteraturan
(angka-angka). Pendekatan ini telah mendehumanisasi pengalaman manusia karena para
saintis telah menerjemahkan pengalaman manusia ke formula-formula impersonal.[7]

https://ebdaaprilia.wordpress.com/2014/09/22/makalah-filsafat-fenomenologi/

Dunia kehidupan dalam pengertian Husserl bisa dipahami kurang lebih dunia
sebagaimana manusia menghayati dalam spontanitasnya, sebagai basis tindakan komunikasi
antar subjek. Dunia kehidupan ini adalah unsur-unsur sehari-hari yang membentuk kenyataan
seseorang, yakni unsur dunia sehari-hari yang ia alami dan jalani, sebelum ia menteorikannya
atau merefleksikannya secara filosofis.
Konsep dunia kehidupan ini dapat memberikan inspirasi yang sangat kaya kepada
ilmu-ilmu sosial, karena ilmu-ilmu ini menafsirkan suatu dunia, yaitu dunia sosial. Dunia
kehidupan sosial ini tak dapat diketahui begitu saja lewat observasi seperti dalam eksperimen
ilmu-ilmu alam, melainkan terutama melalui pemahaman (verstehen ). Apa yang ingin
ditemukan dalam dunia sosial adalah makna, bukan kausalitas yang niscaya.
Tujuan ilmuwan sosial mendekati wilayah observasinya adalah memahami makna. Seorang
ilmuwan sosial, dalam hal ini, tidak lebih tahu dari pada para pelaku dalam dunia sosial itu.
Oleh karena itu, dengan cara tertentu ia harus masuk ke dalam dunia kehidupan yang unsurunsurnya ingin ia jelaskan itu. Untuk dapat menjelaskan, ia harus memahaminya. Untuk
memahaminya, ia harus dapat berpartisipasi ke dalam proses yang menghasilkan dunia
kehidupan itu.
Kontribusi dan tugas fenomenologi dalam hal ini adalah deskripsi atas sejarah
lebenswelt (dunia kehidupan) tersebut untuk menemukan endapan makna yang
merekonstruksi kenyataan sehari-hari. Maka meskipun pemahanan terhadap makna dilihat
dari sudut intensionalitas (kesadaran) individu, namun akurasi kebenarannya sangat
ditentukan oleh aspek intersubjektif. Dalam arti, sejauh mana endapan makna yang
detemukan itu benar-benar di rekonstruksi dari dunia kehidupan sosial, dimana banyak subjek
sama-sama terlibat dan menghayati.
Demikianlah, dunia kehidupan sosial merupakan sumbangan dari fenomenologi, yang
menempatkan fenomena sosial sebagai sistem simbol yang harus dipahami dalam kerangka
konteks sosio-kultur yang membangunnya. Ini artinya unsur subjek dilihat sebagai bagian tak
terpisahkan dari proses terciptanya suatu ilmu pengetahuan sekaligus mendapatkan dukungan
metodologisnya.

https://ebdaaprilia.wordpress.com/2014/09/22/makalah-filsafat-fenomenologi/

PENUTUP
1.

Kesimpulan:
a. Fenomenologi merupakan sebuah aliran. Yang berpendapat bahwa, hasrat
yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dapat dicapai melalui pengamatan
terhadap fenomena atau pertemuan kita dengan realita. Karenanya, sesuatu
yang terdapat dalam diri kita akan merangsang alat inderawi yang kemudian
diterima oleh akal ( otak ) dalam bentuk pengalaman dan disusun secara
sistematis dengan jalan penalaran.
b. Aliran fenomenologi mempunyai beberapa tokoh-tokoh yang menjadi acuan
dasar yang mengemukakan tentang aliran fenomenologi tersebut. Diantara
tokoh-tokohnya yaitu Edmund Husserl, Max Ccheller, Martin Heidegger, dan
Maurice Merlea-Ponty.
c. Fenomenologi pun tentulah tidak luput dari kekurangan dan kelebihan yang
menjadi fitrah dalam semua kehidupan.
d. Fenomenologi sebagai ilmu yaitu bahwa Filsafat fenomenologi berusaha untuk
mencapai pengertian yang sebenarnya dengan cara menerobos semua
fenomena yang menampakkan diri menuju kepada bendanya yang sebenarnya.
Usaha inilah yang dinamakan untuk mencapai Hakikat segala sesuatu.
e. Kontribusi fenomenologi terhadap dunia ilmu pengetahuan yaitu Kontribusi
dan tugas fenomenologi dalam hal ini adalah deskripsi atas sejarah lebenswelt
(dunia kehidupan) tersebut untuk menemukan endapan makna yang
merekonstruksi kenyataan sehari-hari. Maka meskipun pemahanan terhadap
makna dilihat dari sudut intensionalitas (kesadaran) individu, namun akurasi
kebenarannya sangat ditentukan oleh aspek intersubjektif

https://ebdaaprilia.wordpress.com/2014/09/22/makalah-filsafat-fenomenologi/

DAFTAR PUSTAKA
Maksum,

Ali.

2011. Pengantar

Filsafat;

dari

Masa

klasik

hingga

Postmodernisme.Yogyakarta . AR-RUZZ MEDIA.


Arifin, syamsul. 1996. Fenomenologi Agama. pasuruan. PT.GBI.
Achmadi, Asmoro. 2010. Filsafat umum. Jakarta. PT. RAJAGRAFINDO PERSADA.
http/www.id.wikipedia.org
diakses tanggal 1 oktober 2012
http/www.enjoylecture.co.cc
diakses tanggal 1 oktober 2012
[1] Syamsul Arifin, Fenomenologi Agama, ( Pasuruan: PT.GAROEDA BUANA INDAH,
1996 ), 1
[2] Ali Maksum, Pengantar filsafat; dari Masa klasik hingga Postmodern, (Yogyakarta: ARRUZZ MEDIA, 2011), 368
[3] Edmund Husserl lahir pada 1859 di Prossnitz dan meninggal pada 1938 di Freiburg,
Breisgau. Ia adalah filusuf Jerman keturunan Yahudi. Masa muda dilaluinya antara lain
dengan belajar astronomi dan matematika di Leipzig dan Berlin tempat ia memperoleh gelar
doctor dalam bidang matematika. Dari tahun 1884-1886 ia mengikuti kuliah Brentano di
Wina. Disitu, ia bertekad untuk menekuni filsafat. Akhirnya, ia menjadi dosen di Halle,
Goetingen dan Freiburg. Termasuk di antara mahasiswa-mahasiswanya adalah Max Scheller
dan Martin Heidegger. Edmund Husserl menjadi pelopor filsafat fenomenologi.
[4] Ibid., 192
[5] Heidegger lahir di Baden, Jerman. Ia belajar di Konstanz, kemudian ia masuk universitas
Freiburg, Jurusan teologi. Namun tidak lama kemudian ia beralih menekuni bidang filsafat
dan kemudian dia meraih doctor filsafat lewat desertasinya.
[6] Dapat dibaca di http/www.enjoylecture.co.cc
[7] Dapat dibaca di http/www.id.wikipedia.org

Anda mungkin juga menyukai