PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah proses yang bersifat terencana dan sistematik, karena itu
perencanaannya disusun secara lengkap, dengan pengertian dapat dipahami dan
dilakukan oleh orang lain dan tidak menimbulkan penafsiran ganda. Sistem
pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas belajar yang baik. Kualitas
pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Antara pengukuran,
penilaian, evaluasi saling berkaitan dalam pencapaian kualitas pembelajaran. Oleh
karena itu perlu pembahasan lebih lanjut mengenai konsep dasar pengukuran dan
penilaian.
Setiap orang pada saat-saat tertentu harus membuat keputusan pendidikan,
yaitu keputusanyang berkaitan dengan soal pendidikan, baik yang menyangkut
diri sendiri ataupun orang lain. Keputusan-keputusan semacam ini dapat
mempunyai ruang lingkup yang besar, seperti misalnya keputusan seorang
Menteri Pendidikan dan kebudayaan tentang penerapan sistem baru dalam
penyelenggaraan pendidikan, atau keputusan seorang Rektor tentang nilai batas
lulus calon-calon mahasiswa, dapat pula mempunyai ruang lingkup yang kecil,
seperti misalnya keputusan seorang ibu tentang perlu atau tidaknya mengharuskan
anaknya belajar secara tetap setiap malam atau putusan seorang mahasiswa
mengenai mata kuliah pilihan mana yang akan diambilnya pada suatu semester.
Untuk dapat dicapainya keputusan yang baik diperlukan informasi yang
lengkap dan tepat. Informasi semacam ini akan diperoleh melalui pengukuran dan
penilaian pendidikan. Pengumpulan, pengolahan, pengaturan dan penyajian
informasi pendidikan melalui pengukuran dan perlilaian menjadi tugas dan
tanggung jawab para pendidikan.
Memang tidak semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu
melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelasjelas mengadakan pengukuran dan penilaian.
Hal ini dapat dilihat mulai dari berpakaian, setelah berpakaian kemudian
dihadapkan ke kaca apakah penampilannya sudah baik atau belum. Dari kalimat
tersebut kita sudah menemui tiga buah istilah yaitu: evaluasi, pengukuran, dan
penilaian. Sementara orang cenderung lebih mengartikan ketiga kata tersebut
sebagai suatu pengertian yang sama sehingga dalam pemakaiannya tergantung
dari kata mana yang siap diucapkannya.
Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari
proses pembelajaran yang ia lakukan. Hasil yang dimaksud adalah baik atau tidak
baik, bermanfaat, atau tidak bermanfaat, dll. Apabila pembelajaran yang
dilakukannya mencapai hasil yang baik, pendidik tentu dapat dikatakan berhasil
dalam proses pembelajaran dan demikian sebaliknya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah
dicapai oleh pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi.
Evaluasi yang dilakukan oleh pendidik ini dapat berupa evaluasi hasil belajar dan
evaluasi
pembelajaran.
Dalam
makalah
ini
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
a.
Pengukuran (Measurement)
Menurut Calongesi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (Measurement)
adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk
mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik
utama yaitu:
1) penggunaan angka atau skala tertentu
2) 2) menurut suatu aturan atau formula tertentu.
Menurut Sidin Ali dan Khaeruddin dalam Arifin pengukuran berarti proses
penentuan kuantitas suatu objek dengan membandingkan antara alat ukur dan
objek yang diukur. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran
adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk
membandingkan antara alat ukur dan objek yang ukur serta hasilnya bersifat
kuantitatif (bentuk skor).
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha
memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik
telah
mencapai
karakteristik
tertentu.
Pengukuran
adalah
b. Penilaian
Evaluasi
Evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau
penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Evaluasi adalah kegiatan
identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah
tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat
efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan dengan keputusan nilai (value
judgement). Stufflebeam (Abin Syamsuddin Makmun, 1996) mengemukakan
bahwa : educational evaluation is the process of delineating, obtaining, and
providing useful information for judging decision alternatif. Artinya evaluasi
merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang
berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan. Dari pandangan
Stufflebeam, kita dapat melihat bahwa esensi dari evaluasi yakni memberikan
informasi bagi kepentingan pengambilan keputusan. Di bidang pendidikan, kita
oleh
siswa
(Purwanto, dalam
anonim). Dengan
demikian
dapat
Hasil belajar peserta didik dapat diklasifikasi ke dalam tiga ranah (domain),
yaitu:
1) Domain kognitif (pengetahuan atau yang mencakup kecerdasan bahasa dan
kecerdasan logika matematika)
2) Domain afektif (sikap dan nilai atau yang mencakup kecerdasan antarpribadi dan
kecerdasan
intrapribadi,
dengan
kata
lain
kecerdasan
emosional),
dan
3) Domain psikomotor (keterampilan atau yang mencakup kecerdasan kinestetik,
kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal).
Pengajar harus mengetahui sejauh mana pebelajar (learner) telah mengerti bahan
yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan
pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau
tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat
dinyatakan dengan nilai.
Data hasil penelitian multi kecerdasan menunjukkan bahwa kecerdasan bahasa
dan kecerdasan logika-matematika yang termasuk dalam domain kognitif
memiliki kontribusi hanya sebesar 5%. Kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan
intrapribadi yang termasuk domain afektif memberikan kontribusi yang sangat
besar yaitu 80%. Sedangkan kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spatial dan
kecerdasan musikal yang termasuk dalam domain psikomotor memberikan
sumbangannya sebesar 5%.
Namun, dalam praxis pendidikan di Indonesia yang tercermin dalam proses
belajar-mengajar dan penilaian, yang amat dominan ditekankan justru domain
kognitif. Domain ini terutama direfleksikan dalam 4 kelompok mata pelajaran,
yaitu bahasa, matematika, sains, dan ilmu-ilmu sosial. Domain psikomotor yang
terutama
direfleksikan
dalam
mata-mata
pelajaran
pendidikan
jasmani,
keterampilan, dan kesenian cenderung disepelekan. Demikian pula, hal ini terjadi
pada domain afektif yang terutama direfleksikan dalam mata-mata pelajaran
agama dan kewarganegaraan.
Agar penekanan dalam pengembangan ketiga domain ini disesuaikan dengan
proporsi sumbangan masing-masing domain terhadap sukses dalam pekerjaan dan
kehidupan, para guru perlu memahami pengertian dan tingkatan tiap domain serta
bagaimana menerapkannya dalam proses belajar-mengajar dan penilaian.
Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik ke konstruktivistik tidak
hanya menuntut adanya perubahan dalam proses pembelajaran, tetapi juga
termasuk perubahan dalam melaksanakan penilaian pembelajaran siswa. Dalam
paradigma lama, penilaian pembelajaran lebih ditekankan pada hasil (produk) dan
cenderung hanya menilai kemampuan aspek kognitif, yang kadang-kadang
direduksi sedemikian rupa melalui bentuk tes obyektif. Sementara, penilaian
dalam aspek afektif dan psikomotorik kerapkali diabaikan.
Dalam pembelajaran berbasis konstruktivisme, penilaian pembelajaran tidak
hanya ditujukan untuk mengukur tingkat kemampuan kognitif semata, tetapi
mencakup seluruh aspek kepribadian siswa, seperti: perkembangan moral,
perkembangan emosional, perkembangan sosial dan aspek-aspek kepribadian
individu lainnya. Demikian pula, penilaian tidak hanya bertumpu pada penilaian
produk, tetapi juga mempertimbangkan segi proses.
2.2
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
merupakan
komponen
yang
tidak
terpisahkan
dari
kegiatan
pembelajaran.
6. Menyeluruh dan Berkesinambungan
Penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai
teknik yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7. Bermakna
2.3
Penilaian Otentik
Asesmen autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas
hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Istilah asesmen merupakan sinonim dari penilaian, pengukuran, pengujian, atau
evaluasi. Istilah autentik merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel.
Dalam kehidupan akademik keseharian, frasa asesmen autentik dan penilaian
autentik sering dipertukarkan. Akan tetapi, frasa pengukuran atau pengujian
autentik, tidak lazim digunakan.
Secara konseptual asesmen autentik lebih bermakna secara signifikan
dibandingkan dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun. Ketika menerapkan
asesmen autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, guru
menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas
mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.
Untuk mendapatkan pemahaman cukup komprehentif mengenai arti
asesmen autentik, berikut ini dikemukakan beberapa definisi. Dalam American
Librabry Associationasesmen autentik didefinisikan sebagai proses evaluasi untuk
mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap peserta didik pada aktifitas
yang relevan dalam pembelajaran.
pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan
yang ditemukan dalam aktifitas-aktifitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis,
merevisi dan membahas artikel, memberikan analisa oral terhadap peristiwa,
berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.
1. Asesmen Autentik dan Tuntutan Kurikulum 2013
autentik
standar
sering
tes
dikontradiksikan
berbasis
norma,
dengan
pilihan
penilaian
ganda,
yang
benar-salah,
menjodohkan, atau membuat jawaban singkat. Tentu saja, pola penilaian seperti
ini tidak diantikan dalam proses pembelajaran, karena memang lzim digunakan
dan memperoleh legitimasi secara akademik. Asesmen autentik dapat dibuat oleh
guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama dengan peserta didik.
pengasuh
proses
pembelajaran,
melihat
informasi
baru,
dan
4. Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas
dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Asesmen autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak
tahun 1990an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional
untuk mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan
lain-lain telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes
semacam ini telah gagal memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata
mereka di luar sekolah atau masyarakat.
Asesmen hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna
kurikulum, karena tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar
peserta didik. Ketika asesmen tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum,
tidak mampu menggambarkan kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya
terhadap
derajat
sikap,
keterampilan,
dan
kemampuan
berpikir
yang
diartikulasikan dalam banyak mata pelajaran atau disiplin ilmu; ketika itu pula
asesmen autentik memperoleh traksi yang cukup kuat. Memang, pendekatan apa
pun yang dipakai dalam penilaian tetap tidak luput dari kelemahan dan kelebihan.
Namun demikian, sudah saatnya guru profesional pada semua satuan pendidikan
memandu gerakan memadukan potensi peserta didik, sekolah, dan lingkungannya
melalui asesmen proses dan hasil belajar yang autentik.
Data asesmen autentik digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan
kelayakan akuntabilitas implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas
tertentu. Data asesmen autentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif,
kuanitatif, maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dari asesmen otentif berupa
narasi atau deskripsi atas capaian hasil belajar peserta didik, misalnya, mengenai
keunggulan dan kelemahan, motivasi, keberanian berpendapat, dan sebagainya.
Analisis kuantitatif dari data asesmen autentik menerapkan rubrik skor atau daftar
cek (checklist) untuk menilai tanggapan relatif peserta didik relatif terhadap
kriteria dalam kisaran terbatas dari empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya:
sangat mahir, mahir, sebagian mahir, dan tidak mahir).
yang
akan
mereka
gunakan
untuk
menentukan
kriteria
d) Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara
mengamati peserta didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat
catatan. Guru menggunakan informasi dari memorinya untuk menentukan apakah
peserta didik sudah berhasil atau belum. Cara seperti tetap ada manfaatnya, namun
tidak cukup dianjurkan.
Penilaian kinerja memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama,
langkah-langkah kinerja harus dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja
yang nyata untuk suatu atau beberapa jenis kompetensi tertentu. Kedua, ketepatan
dan kelengkapan aspek kinerja yang dinilai. Ketiga, kemampuan-kemampuan
khusus yang diperlukan oleh peserta didik untuk menyelesaikan tugas-tugas
pembelajaran. Keempat, fokus utama dari kinerja yang akan dinilai, khususnya
indikator esensial yang akan diamati. Kelima, urutan dari kemampuan atau
keerampilan peserta didik yang akan diamati.
Pengamatan atas kinerja peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai konteks
untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai
keterampilan berbahasa peserta didik, dari aspek keterampilan berbicara,
misalnya, guru dapat mengobservasinya pada konteks yang, seperti berpidato,
berdiskusi, bercerita, dan wawancara. Dari sini akan diperoleh keutuhan mengenai
keterampilan berbicara dimaksud. Untuk mengamati kinerja peserta didik dapat
menggunakan alat atau instrumen, seperti penilaian sikap, observasi perilaku,
pertanyaan langsung, atau pertanyaan pribadi.
Penilaian-diri (self assessment) termasuk dalam rumpun penilaian kinerja.
Penilaian diri merupakan suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta
untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat
pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Teknik
penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif, afektif dan
psikomotor.
2) Penilaian Proyek
Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap
tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu.
Penyelesaian tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta
didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan,
analisis, dan penyajian data. Dengan demikian, penilaian proyek bersentuhan
dengan aspek pemahaman, mengaplikasikan, penyelidikan, dan lain-lain.
Selama mengerjakan sebuah proyek pembelajaran, peserta didik memperoleh
kesempatan untuk mengaplikasikan sikap, keterampilan, dan pengetahuannya.
Karena itu, pada setiap penilaian proyek, setidaknya ada tiga hal yang
memerlukan perhatian khusus dari guru.
1. Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan
data, mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh,
dan menulis laporan.
2. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.
3. Originalitas atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau
dihasilkan oleh peserta didik.
tuntutan
pembelajaran. Penilaian
portofolio
dilakukan
dengan
4) Penilaian Tertulis
Meski konsepsi asesmen autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes
tertulis yang lazim dilaksanakan pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil
pembelajaran tetap lazim dilakukan. Tes tertulis terdiri dari memilih atau
mensuplai jawaban dan uraian. Memilih jawaban dan mensuplai jawaban.
Memilih jawaban terdiri dari
memahami,
mengorganisasikan,
menerapkan,
menganalisis,
Skala Ordinal
Skala (ukuran) ordinal adalah skala yang merupakan tingkat ukuran kedua,
yang berjenjang sesuatu yang menjadi lebih atau kurang dari yang lainnya.
Ukuran ini digunakan untuk mengurutkan objek dari yang terendah hingga
tertinggi dan sebaliknya yang berarti peneliti sudah melakukan pengukuran
terhadap variable yang diteliti. Contohnya adalah: A lebih besar atau lebih baik
dari pada B, B lebih besar dari atau lebih baik dari daripada C, dan seterusnya.
Hubungan tersebut ditunjuk oleh simbol > yang berarti Lebih besar dari
mengacu pada atribut tertentu. Kita bisa melanjutkan dengan latihan sebelumnya
untuk membuatnya lebih jelas. Perlu diingat bahwa hubungan antara kedua
peringkat adalah tidak bisa di gambarkan secara rinci bahwa nilai A adalah dua
kali lipat dari B atau A empat kali lipat dari C.
Skala Interval
Merupakan tingkat pengukuran ke tiga, dimana pemberian angka pada set
objek yang memilih sifat ordinal, ditambah dengan satu sifat yang lain, yakni
memberikan nilai absolute pada data/objek yang akan diukur. Ukuran rasio ini
mempunyai nilai nol (0) absolute (tidak ada nilainya). Contoh Interval adalah
timbangan seperti skala Fahrenheit dan IQ.
Skala Rasio
Merupakan tingkat pengukuran tertinggi, dimana ukuran ini mencakup
semua persyaratan pada ketiga jenis ukuran sebelumnya, ditambah dengan satu
sifat yang lain, yakni ukuran ini memberikan nilai absolute pada data/objek yang
akan diukur. Ukuran rasio ini mempunyai nilai nol (0).
Contoh : penghasilan pegawai 0 (berarti pegawai itu tidak menerima uang
sedikitpun).
Sebuah bentuk skala akan mengingatkan kita pada alat ukur termometer,
penggaris, atau mungkin dipandang sebagai satu item pengukuran, seperti dalam
skala Likert. Hal ini menjadikan skala sebagai cara untuk mengukur secara
sistematis yang ditetapkan berdasarkan skor atau nilai pada skala yang
dipilih. Meskipun sejumlah skala yang ada dapat dibuat untuk mengukur atribut
orang, benda, peristiwa, dan sebagainya, semua skala memiliki empat tipe dasar
yaitu: Nominal, Ordinal, Interval dan Rasio.
Skala ini sebenarnya merupakan empat hirarki prosedur pengukuran,
terendah dalam hirarki adalah skala nominal dan yang tertinggi adalah skala
pengukuran ratio. Itulah sebabnya Tingkat pengukuran ini telah digunakan oleh
beberapa sarjana dalam pembuatan dan penggunaan skala pengukuran.
2.5
a.
1) Tes merupakan prosedur yang sistematis dalam arti bahwa butir-butir dalam tes
ditulis dan disusun menurut cara dan aturan tertentu;
2) Tes berisi sampel perilaku artinya butir-butir tes tersebut dapat mewakili secara
representatif ranah perilaku yang diukur;
3) Tes mengukur perilaku, artinya butir-butir dalam tes menghendaki agar subjek
menunjukkan hal yang diketahui atau hal yang dipelajari dengan cara menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam tes;
4) Tes merupakan alat pengumpul informasi, artinya melalui serangkaian tugas atau
butir-butir tes yang dijawab peserta tes, maka dapat diketahui berbagai
kemampuan yang dimiliki peserta tes.
Syarat-syarat tes yang baik adalah:
a) Sahih (valid) artinya mengukur yang seharusnya diukur
b) Konsisten (reliable) artinya hasil pengukuran selalu konsisten bila dilaksanakan
pada siswa yang sama dalam waktu dan kondisi yang berlainan.
c) Sampel representatif, artinya tes hasil belajar ang digunakan dapat mewakili
materi pelajaran yang tercakup dalamprogram pengajaran.
dan
penilaian
juga
merupakan
dua
proses
yang
keduanya
mempunyai pengertian menilai atau menentukan nilai sesuatu, disamping itu juga
alat yang digunakan untuk mengumpulkan datanya juga sama. Evaluasi dan
penilaian lebih bersifat kualitatif. Pada hakikatnya keduanya merupakan suatu
proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek. Sedangkan perbedaannya
terletak pada ruang lingkup dan pelaksanaannya. Ruang lingkup penilaian lebih
sempit dan biasanya hanya terbatas pada salah satu komponen atau aspek saja,
seperti prestasi belajar. Pelaksanaan penilaian biasanya dilakukan dalam konteks
internal. Ruang lingkup evaluasi lebih luas, mencangkup semua komponen dalam
suatu sistem dan dapat dilakukan tidak hanya pihak internal tetapi juga pihak
eksternal. Evaluasi dan penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi
pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran.
Pengukuran lebih membatasi pada gambaran yang bersifat kuantitatif (angkaangka) tentang kemajuan belajar peserta didik, sedangkan evaluasi dan penilaian
lebih bersifat kualitatif. Keputusan penilaian tidak hanya didasarkan pada hasil
pengukuran, tetapi dapat pula didasarkan hasil pengamatan dan wawancara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pengertian
pengukuran,
penilaian
dan
evaluasi
adalah
sebagai
Pengukuran
dan
penilaian
juga
merupakan
dua
proses
yang