Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK

1.1

Pengertian Kebijakan
Kebijakan (policy) adalah instrumen pemerintah, bukan hanya dalam arti

government yang menyangkut aparatur negara, melainkan yang menyentuh


berbagai bentuk kelembagaan, swasta, dunia usaha maupun masyarakat madani.
Secara harfiah ilmu kebijakan adalah terjemahan langsung dari kata policy
science (Dror, 1968, p.6-8 ). Beberapa penulis besar menggunakan istilah public
policy dan public policy analysis dalam pengertian yang tidak berbeda.
Terdapat beberapa pendapat mengenai kebijakan, antara lain :
a.
Menurut Kamus Webster
Kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk
b.

mengarahkan pengambilan keputusan.


Menurut United Nations (1975)
Kebijakan adalah suatu aturan tertulis hasil keputusan formal
organisasi yang mengatur nilai dan perilaku seluruh komponen dalam
organisasi yang bersifat mengikat untuk mencapai suatu tata nilai

c.

baru.
Menurut Charles O. Jones (1996: 49)
Kebijakan adalah berbagai unsur atau ekspresi dari sejumlah program

d.

dan keputusan.
Menurut William Dunn
Kata policy secara etimologis berasal dari kata polis dalam bahasa Yunani
(Greek), yang berarti negara-kota. Dalam bahasa latin kata ini menjadi
politia, artinya negara. Masuk kedalam bahasa Inggris lama (Middle
English), kata tersebut menjadi policy yang pengertiannya berkaitan

e.

dengan urusan perintah atau administrasi pemerintah.


Menurut Barry L. Johnson (2007)
Policy adalah metode aksi yang diputuskan sedemikian rupa atas dasar
alternatif yang sekiranya dapat dipergunakan untuk mengatur dan

f.

memutuskan hal apa saja baik di masa sekarang maupun dikemudian hari.
Menurut Oxford Dictionary

Public Policy

Page 1

Kebijakan adalah kesepakatan atau kesimpulan yang diambil dari argumen


perorangan maupun kelompok sosial akan masalah tertentu yang dianggap
realistis dan dapat digunakan untuk menentukan langkah pemerintah di
masa yang akan datang.
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian kebijakan
diatas, dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan kebijakan adalah
suatu aturan tertulis yang digunakan sebagai pedoman untuk mengarahkan
pengambilan keputusan dan berfungsi untuk mengatur tindakan yang
diarahkan pada tujuan tertentu dan selalu berorientasi kepada masalah serta
bersifat mengikat.
1.1.1 Unsur Kebijakan
Kebijakan secara umum mempunyai 5 (lima) unsur utama, yaitu:
1.

Masalah publik (Public Issue); merupakan isu sentral yang akan


diselesaikan dengan sebuah kebijakan. Seperti disampaikan di
depan, kebijakan selalu diformulasikan untuk mengatasi ataupun
mencegah timbulnya masalah, khususnya masalah yang bersifat isu
publik. Masalah disebut sebagai isu publik manakala masalah itu
menjadi

keprihatinan

(Concern)

masyarakat

luas

dan

mempengaruhi hajat hidup masyarakat luas.


2.

Nilai Kebijakan (Value); setiap kebijakan selalu mengandung nilai


tertentu dan juga bertujuan untuk menciptakan tatanilai baru atau
norma baru dalam organisasi. Seringkali nilai yang ada di
masyarakat atau anggota organisasi berbeda dengan nilai yang ada
di pemerintah. Oleh karena itu perlu partisipasi dan komunikasi
yang intens pada saat merumuskan kebijakan.

3.

Siklus Kebijakan; proses penetapan kebijakan sebenarnya adalah


sebuah proses yang siklis dan bersifat kontinum, yang terdiri atas
tiga tahap: (1) perumusan kebijakan (Policy Formulation), (2)
penerapan kebijakan (Policy Implementation), dan (3) evaluasi
kebijakan (Policy Review). Ketiga tahap atau proses dalam siklus
tersebut saling berhubungan dan saling tergantung, kompleks serta
tidak linear, yang ketiganya disebut sebagai Policy Analysis.

Public Policy

Page 2

4.

Pendekatan dalam Kebijakan; pada setiap tahap siklus kebijakan


perlu disertai dengan penerapan pendekatan (Approaches) yang
sesuai.

Pada

tahap

formulasi,

pendekatan

yang

banyak

dipergunakan adalah pendekatan normatif, valuatif, prediktif


ataupun empirik. Pada tahap implementasi banyak menggunakan
pendekatan

struktural

(organisasional)

ataupun

pendekatan

manajerial. Sedangkan tahap evaluasi menggunakan pendekatan


yang sama dengan tahap formulasi. Pemilihan pendekatan yang
digunakan sangat menentukan tingkat efektivitas dan keberhasilan
sebuah kebijakan.
5.

Konsekuensi Kebijakan; pada setiap penerapan kebijakan perlu


dicermati akibat yang dapat ditimbulkan. Dalam memantau hasil
kebijakan kita harus membedakan dua jenis akibat; luaran (Output)
dan dampak (Impact). Apapun bentuk dan isi kebijakan pada
umumnya akan memberikan dampak atau konsekuensi yang
ditimbulkan. Tingkat intensitas konsekuensi akan berbeda antara
satu kebijakan dengan yang lain, juga dapat berbeda berdasar
dimensi tempat dan waktu. Konsekuensi lain yang juga perlu
diperhatikan adalah timbulnya resistensi (penolakan) dan perilaku
negatif.

1.1.2

Sifat Dasar atau Karakteristik Kebijakan


Segala yang ada di dunia ini pasti memiliki sifat yang mencirikan hal

tersebut, begitu pula dengan kebijakan. Kebijakan memiliki beberapa ciri atau
sifat yang mendasarinya sebagai kebijakan, sifat tersebut antara lain:
a. Regulatif: Regulasi dan kontrol aktivitas.
Suatu kebijakan itu dirancang untuk mengatur aktivitas berbagai pihak
(publik maupun privat) dengan menjamin kepatuhan mereka terhadap
standar atau prosedur tertentu.
Contoh: Departemen Kesehatan mengeluarkan kebijakan program
jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin sebagai wujud pemenuhan
hak rakyat atas kesehatan tersebut. Pelaksanaan kebijakan Jamkesmas
dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Public Policy

Page 3

Nomor 125/MenKes/SK/II/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan


Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Jamkesmas adalah suatu
program pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin. Jamkesmas
bersifat regulatif karena mengatur mengenai proses pelayanan kesehatan
untuk warga miskin, misalnya mengenai kepesertaan jamkesmas dan
tatalaksana pelayanan kesehatan.
b. Distributif: Distribusi sumber daya baru.
Suatu

kebijakan itu

bersifat

distributif,

dimana

kebijakan

itu

menyebarluaskan segala informasi, sumber daya, dan aturan yang


bersifat baru kepada pihak yang terkait pada kebijakan tersebut.
Contoh: Adanya pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5
Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas
Merokok.
c. Protektif: Melindungi kepentingan dan keinginan publik maupun privat.
Kebijakan selalu bersifat melindungi keinginan pihak terkait melalui tiap
isi yang ada di dalamnya.
Contoh: (Kebijakan makro) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Undang-Undang ini diciptakan setelah melihat fakta publik bahwa
banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga dan telah menyebabkan
banyak korban terutama kaum istri yang lemah. UU tersebut merupakan
satu contoh kebijakan yang diciptakan untuk melindungi hak pasangan
suami-istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangganya.
(Kebijakan Meso) Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun
2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok,
merupakan suatu kebijakan yang dibuat dengan tujuan melindungi
keselamatan berbagai pihak yang dapat dirugikan dengan sengaja
maupun tidak sengaja oleh para perokok aktif. Mereka itu disebut
sebagai perokok pasif yang memiliki resiko terserang penyakit lebih
besar dibanding perokok aktif. Perlindungan dalam kebijakan tersebut,
seperti dilarangnya perokok aktif merokok di tempat umum yang
sejatinya banyak terdapat perokok pasif.
Public Policy

Page 4

d. Redistributif: Perubahan distribusi sumberdaya yang sudah ada.


Potentially redistributive policies are, in effect, redefined as regulative
through weakening amendments (Goliath Business Knowledge on
Demand, 2007). Kebijakan berpotensi redistributif adalah kebijakan
yang dapat didefinisi ulang dengan perubahan setelah melalui proses
evaluasi dari hasil implementasi kebijakan sebelumnya.
Kebijakan publik dapat dilihat dari dua sudut pandang, dari pra dan
pasca terbentuknya. Yang pertama (pra), melihat dari proses pembentukan
sedangkan yang kedua (pasca) memandang dari setelah menjadi produk
kebijakan, berupa perundangan dan atau peraturan publik. Dalam
pendekatan pertama, terdapat tahapan yang lazim berlaku. Diawali dengan
identifikasi terhadap problematika yang muncul di ranah publik, pihak
tertentu yang berpekentingan kemudian mengupayakan permasalahan
tersebut dikemukakan ke hadapan publik sehingga diketahui dan disadari
bahwa persoalan yang muncul terkait dengan kepentingan public (public
issues). Ketika semakin banyak yang menaruh perhatian (concerned),
maka isu publik beranjak menjadi agenda publik, yang biasanya ditindaklanjuti dengan berbagai aksi-reaksi antara pemangku kepentingan dengan
lembaga publik yang berwenang menerbitkan kebijakan. Pada tahap ini
acap timbul pro dan kontra, adu argumentasi, saling mempengaruhi,
pengerahan dukungan dan lain sebagainya. Jika tercapai konklusi, hasil
akhir produk kebijakan publik berupa perundangan dan atau peraturan
publik.
Mengikuti proses di atas seringkali melelahkan, oleh karenanya,
banyak pihak memilih mengomentari produk kebijakan, menganalisis
mengapa, untuk apa, dan siapa yang diuntungkan/dirugikan dari produk
kebijakan publik tersebut. Tentu saja analisis yang dikemukakan
dipengaruhi oleh posisi relatif dan kepentingan yang bersangkutan
terhadap isu-isu terkait kebijakan publik tersebut. Oleh karena itulah
menjadi tidak aneh bila timbul kelucuan dan ketidak-pasan antara
komentar dan substansi kebijakan.
Public Policy

Page 5

Untuk memproses kebijakan serangkaian model proses yang rumit


digunakan dalam kerangka pola-pola yang cenderung berulang. Modelmodel yang mengeluarkan kebijakan berbagai tahap kegiatan. Modelmodel ini meliputi tahapan-tahapan dalam proses kebijakan yang meliputi
kegiatan-kegiatan politik dan aktivitas intelektual yang terjadi secara
bersamaan. Tahap ini juga banyak, baik secara implisit maupun eksplisit,
dengan kebijakan produk yang muncul dari waktu ke waktu. Dan, tentu
saja, urutan kronologis tahapan memiliki implikasi tentang apa yang dapat
diharapkan dan dalam rangka apa oleh siapa pun melihat proses kebijakan.
1.1.3

Prinsip Kebijakan
Pembuatan

kebijakan

tidak

hanya

berfungsi

menyelesaikan

permasalahan yang ada, namun juga mencegah timbulnya permasalahan, maka


kita harus memperhatikan beberapa prinsip dari kebijakan itu sendiri. Hal ini
agar kebijakan yang kita buat bisa bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan
organisasi tersebut. Prinsip dalam kebijakan berfungsi sebagai patokan atau
pedoman dalam pembentukan kebijakan yang efektif. Beberapa prinsip
kebijakan menurut Freegard dalam bukunya Ethical Practice for Health
Professionals (2006), yaitu:
1. Kebijakan didasarkan pada eksplisit, nilai

etis

bersama

yang dapat

dibenarkan. Kebijakan itu dibuat dengan tegas dan jelas, didukung oleh
nilai dasar kebijakan yang dibuat akan kembali dipastikan kesesuaiannya
dengan nilai dasar tersebut.
2. Kebijakan membantu pemecahan konflik
Kebijakan yang dibuat harus dapat digunakan sebagai rujukan dalam
penyelesaian suatu konflik yang timbul. Tidak semua kebijakan dibuat
pada saat masalah atau konflik itu muncul. Kebijakan dapat dibuat untuk
mencegah timbulnya suatu konflik, namun tetap diharapkan kebijakan
itu akan menyelesaiakan konflik jika konflik itu timbul.
3. Kebijakan yang konsisten
Pedoman kebijakan harus jelas sehingga semua anggota pelaksana dari
kebijakan tersebut memiliki persepsi yang sama mengenai kebijakan

Public Policy

Page 6

tersebut agar dapat dilaksanakan dengan baik. Kebijakan dibuat dengan


kata yang mudah dimengerti dan tidak menyebabkan ambigu ataupun
timbulnya persepsi yang berbeda bagi setiap pelaksananya. Kebijakan
yang konsisten juga berarti kebijakan itu berlaku sama di semua daerah
dan tetap.
4. Kebijakan fleksibel
Pada prinsip diatas dijelaskan bahwa kebijakan bersifat konsisten, tapi
kebijakan pada prinsip ini juga harus bersifat fleksibel. Kebijakan harus
bisa memberikan kelonggaran ataupun pengecualian pada suatu kondisi
tertentu, sehingga pelaksana kebijakan itu diharapkan dapat bertindak
secara bijaksana. Konsistensi dilihat dalam penerapannya pada seluruh
wilayah dan dilaksanakan oleh semua pelaksana kebijakan itu sendiri.
5. Kebijakan dinamis
Kebijakan dapat berubah sesuai dengan kondisi internal maupun
eksternal dari organisasi itu, sehingga kebijakan dapat terus berkembang
sesuai dengan kebutuhan organisasi tersebut.
6. Beberapa orang yang menafsirkan dan menerapkan kebijakan itu sendiri
Kebijakan yang baik tidak akan bisa berjalan dengan baik jika para
pelaksana tidak dapat atau tidak mau menjalankannya. Tidak jarang
suatu kebijakan menjadi gagal karena para pelaksananya yang tidak
setuju dengan kebijakan itu. Mereka kemudian berusaha untuk merusak
kebijakan itu dengan menerapkan dan mempersepsikan kebijakan itu
dengan buruk. Jadi, para pelaksana kebijakan ini sangat mempengaruhi
kesuksesan dari kebijakan itu sendiri.
7. Kebijakan didukung oleh pendidikan
Pendidikan ini diperlukan saat pembuatan awal kebijakan, agar isi dari
kebijakan yang dibuat dapat dipahami atau dipersepsikan sama oleh
semua orang atau pelaksana kebijakan tersebut.
8. Kebijakan dengan waktu terbatas
Sesuai dengan karakteristik

kebijakan yang dinamis, maka suatu

kebijakan memiliki batasan tertentu. Hal ini bukan berarti kebijakan itu
dihapuskan karena dianggap tidak berguna, melainkan kebijakan itu
Public Policy

Page 7

terus diperbarui sehingga kebijakan tersebut dapat menjadi lebih tepat


atau sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersangkutan.
1.1.4

Fungsi dan Peran Kebijakan


Kebijakan secara singkat dapat diartikan sebagai suatu aturan

dalam bentuk tertulis dan merupakan keputusan resmi suatu organisasi.


Berbagai aturan tersebut mengatur segala aspek kehidupan manusia, baik
dalam lingkup publik maupun privat. Tujuan dari suatu kebijakan adalah
untuk mengintegrasikan pengetahuan ke dalam suatu disiplin yang
menyeluruh (overarching) untuk menganalisis pilihan publik dan
pengambilan keputusan dan karenannya ia ikut berperan dalam
demokratisasi masyarakat (Parsons, 2001).
Peran dan fungsi yang sejatinya berbeda, dimana peran
berhubungan dengan subjek manusia sedangkan fungsi lebih berhubungan
dengan objek benda, ternyata dalam kebijakan dua kata ini dapat diartikan
sebagai sesuatu yang sama. Peran dan fungsi utama dari kebijakan adalah
untuk mengatur segala proses dalam aspek kehidupan manusia di berbagai
bidang, baik publik maupun privat, seperti kesehatan, transportasi,
pendidikan, lingkungan, sosial, ekonomi, keamanan, dan lainnya.
Pengaturan itu dilakukan agar tercipta suatu stabilitas di berbagai
bidang dan mewujudkan keadaan yang tertib, harmonis, serta adanya
hubungan yang baik antara manusia yang bersangkutan di dalamnya.
Peran dan fungsi suatu kebijakan selanjutnya adalah untuk menjadi
sumber rujukan. Kebijakan itu berfungsi sebagai rujukan terhadap
berbagai masalah yang ada. Hal ini berhubungan dengan peran dan fungsi
kebijakan yang pertama, bahwa kebijakan itu bersifat mengatur segala hal
dan dapat menjadi dasar aturan yang akan menjadi rujukan jika terjadi
suatu masalah terkait. Rujukan yang dimaksud dapat diartikan sebagai
pedoman dasar dalam menyelesaikan masalah yang ada.
Kebijakan juga berfungsi untuk melindungi dan menjaga
kepentingan serta keinginan pihak yang terkait atau bersangkutan (publik
maupun privat). Misalnya saja keinginan publik mengenai akses kesehatan
Public Policy

Page 8

yang murah, hal itu dapat diwujudkan dengan adanya Keputusan Menteri
Kesehatan

Republik

Indonesia No.125/MenKes/SK/II/2008 tentang

pedoman penyelenggaraan program jaminan kesehatan masyarakat.


1.2

Pengertian Publik
a. Menurut Niels Mulder
Publik adalah pihak yang menerima, karena pembangunan
ekonomi adalah tujuan kebijakan yang paling menonjol, maka bisnis
dan negara atau politik uanglah yang menjadi pemain utama dalam
b.

gelanggang politik
Menurut Immanuel Kant
Publik bukan lagi para pejabat atau institusi politis, melainkan
masyarakat warga (civil society) yang kritis dan berorientasi pada
kepentingan moral universal umat manusia

1.3

Pengertian Kebijakan Publik


Terdapat banyak sekali definisi tentang kebijakan publik. Salah satunya

adalah seperangkat prinsip penuntun tindakan menuju tujuan yang telah


ditetapkan (Titmuss, 1974). Penentuan prinsip tersebut adalah bagian dari proses
politik yang akan berakhir, seperti keadilan sosial atau kesehatan untuk semua dan
ditetapkan sebagai tujuan dari semua pihak.
Sebagian ahli berpendapat bahwa definisi dari kebijakan publik adalah:
a. David Easton (1953) mengatakan Public Policy is the authoritative
allocation of values for whole society dapat diartikan bahwa
kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara sah kepada
seluruh anggota masyarakat. Kebijakan yang dibuat ini bertujuan
untuk mendistribusikan berbagai nilai sesuai kewenangan yang
dimiliki pemerintah, dari pemerintah pusat sampai ke pemerintah
daerah/ lokal. Sebagaimana tercantum dalam pasal 10, 13 dan 14 UU
No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang memuat
pembagian
provinsi

urusan/kewenangan
dan

pemerintah

pemerintah

kota/kabupaten,

pusat,
maka

pemerintah
berbagai

urusan/kewenangan tersebut seperti berikut ini :


(1) Urusan pemerintah pusat (pasal 10 ayat (3)) meliputi :
a) politik luar negeri
b) pertahanan
Public Policy

Page 9

c) keamanan
d) yustisi
e) moneter dan fiskal nasional dan agama
(2) Urusan pemerintah provinsi (pasal 13 ayat (1)) meliputi :
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan
b. perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang
c. penyelenggaraan

ketertiban

umum

dan

ketentraman

masyarakat
d. penyediaan sarana dan prasarana umum
e. penanganan bidang kesehatan
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya
manusia potensial
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/ kota
h. pelayanan bidang ketenaga-kerjaan lintas kabupaten/ kota
i. fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
termasuk lintas kabupaten/ kota
j. pengendalian lingkungan hidup
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/ kota
l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan
n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/ kota
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat
dilaksanakan oleh kabupaten/ kota

Public Policy

Page 10

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan


undang-undang
Urusan pemerintah provinsi yang bersifat pilihan (pasal 13 ayat (2))
meliputi urusan pemerintahan yang bersifat nyata ada dan berpotensi
untuk

meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat,

sesuai

kondisi,

kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan, antara lain


pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan dan
pariwisata
(3) Urusan pemerintah kota/ kabupaten (pasal 14 ayat (1)) meliputi :
a) perencanaan dan pengendalian pembangunan
b) perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang
c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
d) penyediaan sarana dan prasarana umum
e) penanganan bidang kesehatan
f) penyelenggaraan pendidikan
g) penanggulangan masalah sosial
h) pelayanan bidang ketenaga-kerjaan
i) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
j)

pengendalian lingkungan hidup

k) pelayanan pertanahan
l)

pelayanan kependudukan dan catatan sipil

m) pelayanan administrasi umum pemerintahan


n) pelayanan administrasi penanaman modal termasuk
o) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya
p)

urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan undangundang

Public Policy

Page 11

Urusan pemerintah kota/ kabupaten yang bersifat pilihan (pasal 14


ayat (2)) meliputi urusan pemerintahan yang bersifat nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sesuai
kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan,
antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan
dan pariwisata.
a. Daneke and Steiss (1978) mengatakan Jalan untuk membimbing
pengambilan keputusan sekarang maupun masa depan, terpilih
dalam kondisi cahaya yang diberikan dari berbagai alternatif,
keputusan aktual atau sekumpulan keputusan yang di desain untuk
melaksanakan aksi yang telah dipilih, proyek program terdiri dari
keinginan objektif dan maksud untuk mencapainya.
b. Jemes E. Anderson (1979) mengatakan Public Policies are those
policies developed by governmental bodies and officials. Dapat
diartikan

bahwa

kebijakan

publik

adalah

kebijakan

yang

dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah. Kebijakan yang


dibuat juga memerlukan kontribusi seluruh stakeholders terkait isu
kebijakan yang hendak dipecahkan untuk tujuan kepentingan
masyarakat atau publik. Implikasi dari kebijakan publik ini adalah
berorientasi pada tujuan dan maksud tertentu, berisi pola tindakan
pemerintah atau pejabat, dan memiliki sifat memaksa (otoritatif).
Contoh: pemakaian helm standar SNI bagi pengendara sepeda
motor, kepemilikan NPWP bagi seluruh penduduk Indonesia yang
bekerja maupun yang sudah pensiun, pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) bagi seluruh penduduk yang memiliki tanah dan
c.

bangunan.
Thomas R Dye mengatakan Public Policy is whatever the
government choose to do or not to do dapat diartikan bahwa
kebijakan publik adalah apapun pilihan kebijakan pemerintah
untuk melaksanakan sesuatu atau tidak melaksanakan sesuatu.
Dimana pilihan tersebut memiliki alasan dan tujuan tersendiri. Hal
ini termasuk ketika pemerintah memilih tidak melakukan sesuatu.
Contoh: angkutan becak, pemerintah kota Semarang sampai hari

Public Policy

Page 12

ini tidak melarang angkutan becak mencari penumpang di jalanjalan besar ataupun di tempat-tempat lain di wilayah kota
Semarang. Berbeda dengan kota Jakarta yang telah lama
memberlakukan larangan angkutan becak di wilayah ibukota.
d. Edward

III

dan

Sharkansky

dalam

Islamy

(1984:

18)

mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah What government


say and do, or not to do. It is the goals or purpose of governments
programs. Memiliki arti kebijakan publik adalah apapun yang
pemerintah katakan, lakukan atau tidak lakukan. Hal itu merupakan
tujuan dari program pemerintah.
e. Anderson dalam Islamy (1994: 19) mengartikan kebijakan publik
sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu
yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku
guna memecahkan masalah tertentu.

1.3.1

Tingkatan Kebijakan Publik


Tingkat dan contoh kebijakan publik secara umum :
1) Kebijakan Makro Ekonomi
Kebijakan makro mencakup kebijakan moneter nilai tukar uang
dan tingkat suku bunga, kebijakan fiskal layaknya insentif
perpajakan, kebijakan perdagangan (trade policy) yang meliputi
infrastruktur distribusi, ekspor dan impor maupun kebijakan
investasi. Mengembangkan kebijakan industri, investasi, dan
workable merupakan suatu keterkaitan untuk meningkatkan daya
saing dalam arena regiobal dan internasioanal.
Berikut beberapa contoh kebijakan makro yang berkaitan
dengan kawasan industri, yang menurut pandangan kami bisa
mendongkrak peningkatan investasi:
a) Kebijakan Fiskal.
Kebijakan Sunset Policy hanya bersifat administratif dan
tidak terlalu berdampak pada pergerakan arus investasi dalam
negeri. Pemerintah harus lebih berani memberikan kebijakan

Public Policy

Page 13

seperti Tax Holiday yang pernah diterapkan beberapa tahun lalu


untuk lebih meningkatkan PMA dalam negeri. Selain itu, perlu
dilakukan Tax Reform seperti yang pernah dilakukan pemerintah
pada tahun 1980-an. Dampaknya mungkin akan berbeda
dibandingkan hanya mempermudah administrasi pengurusan
eksport.
b) Kebijakan Investasi bagi PMA
Kran batasan investasi mayoritas bagi PMA perlu
diperbaharui sehingga, Indonesia menjadi tempat menarik untuk
melakukan investasi. PMA diberikan keleluasaan untuk bisa
memiliki saham mayoritas atau diatas 50%. Vietnam sebagai
salah satu contoh yang menerapkan kebijakan investasi bagi
PMA.
c) Kemudahan dan fasilitas ekspor
Pemerintah ikut mendukung dan dapat mempermudah kran
ekspor ke berbagai negara maju atau negara berkembang. Tanpa
dukungan

dari

pemerintah

pengusaha

akan

sulit

untuk

merealisasikan programnya. Proses kemudahan dan fasilitas


ekspor mungkin tidak menjadi masalah tetapi, pengusaha harus
mengeluarkan dana yang berdampak pada nilai jual di luar
negeri. Apabila nilai jual terlalu tinggi akan sulit bersaing dengan
pengusaha yang berbiaya lebih rendah dari pengusaha Indonesia.
2) Kebijakan Meso
Kebijakan meso sektoral mencakup sarana oleh swasta maupun
pemerintah pada tingkat setempat. Contoh, dalam prasarana
infrastruktur, dan peningkatan mutu produk unggulan, layaknya
bidang pendidikan pemanfaatan teknologi yang tepat guna untuk
berbagai sektor sektor unggulan.
3) Kebijakan Mikro
Kebijakan mikro yang menjadi kompetensi pelaku bisnis
swasta

mencakup

strategi

untuk

peningkatan

produktivitas

manajerial, pengembangan mutu Sumber Daya Manusia (SDM), dan


jejaringan kerja (networking). Kebijakan mikro yang menjadi
Public Policy

Page 14

kompetensi

dalam

memanfaatkan

teknologi

informasi

guna

mendukung operasi strategi masing-masing. Contoh yang paling


mudah adalah pada tingkat organisasi, puskesmas, dan pada tiap
fakultas dalam universitas ini.
Tabel 1. Perbandingan antara Kebijakan Makro, Meso, dan Kebijakan Mikro
KEBIJAKAN
KEBIJAKAN
KEBIJAKAN MESO
MAKRO
MIKRO
Berlaku dalam
Berlaku secara
Berlaku pada wilayah
suatu kelompok
menyeluruh atau global tertentu
atau komunitas
tertentu
Sebagai acuan dari
Mengacu pada Kebijakan Mengacu pada
kebijakan yang ada di
Makro
Kebijakan Meso
bawahnya
Contoh: Peraturan
Gubernur Propinsi
Daerah Khusus Ibukota Contoh: Keputusan
Contoh:
Kebijakan Jakarta Nomor 88 Tahun Gubernur Provinsi
Makro dalam bidang 2010 tentang Perubahan Daerah Khusus
kesehatan
adalah atas Peraturan Nomor 75 Ibukota Jakarta No
Peraturan
Menteri Tahun
2005
Tentang 11 Tahun 2004
Kesehatan
Republik Kawasan Dilarang
tentang
Indonesia
Nomor Merokok. Daerah
Pengendalian
1464/MenKes/Per/X/20 Surabaya pun mempunyai Merokok di Tempat
10 tentang Ijin dan kebijakan
lain,
yaitu Kerja di
Penyelenggaraan
Peraturan Daerah Kota Lingkungan
Praktik Bidan.
Surabaya Nomor 5 Tahun Pemerintahan
2008 Tentang Kawasan
Tanpa
Rokok
dan
Kawasan Terbatas
Merokok.
Kebijakan Publik menurut James E. Anderson jenisnya ada beberapa
macam yaitu :
a) Substantive and Procedural Politic
1. Substative Policy
Kebijakan dilihat dari substansi masalah yang dihadapi oleh
pemerintah. Contoh : Kebijakan Pendidikan dan Lingkungan
2.

Hidup.
Procedural Policy
Kebijakan dilihat dari berbagai pihak yang terlibat dalam
perumusannya (policy stakeholders).

Public Policy

Page 15

b) Distributive, Redistributive and Regulatory Policies,


(1) Distributive Policy
Kebijakan yang mengatur tentang pemberian pelayanan
kepada setiap individu atau kelompok perusahaan. Misalnya :
Kebijakan subsidi BBM, Tarif Dasar Listrik, obat generik
(2) Redistributive Policy
Kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi
kekayaan, pemilikan atau hak. Misalnya : Kebijakan asuransi
kesehatan gratis bagi masyarakat miskin, kebijakan pajak bagi
golongan pendapatan tertentu.
(3) Regulatory Policy
Kebijakan yang mengatur pembatasan/ pelarangan terhadap
perbuatan/ tindakan. Misalnya : Kebijakan tentang larangan
memiliki dan menggunakan senjata api, minuman keras, zat
adiktif dan psikotropika, menjual-belikan hewan-hewan langka/
yang dilindungi negara. Kebijakan penggunaan helm bagi
pengendara sepeda motor, kebijakan pembatasan umur 17 tahun
bagi kepengurusan Surat Ijin Mengemudi. .
c) Material Policy
Kebijakan yang mengatur tentang pengalokasian/ penyediaan
sejumlah sumber material yang nyata bagi penerimanya. Misalnya :
Kebijakan pembuatan rumah sederhana (Tipe 21) bagi setiap
developer yang akan membuat komplek perumahan, rumah susun
sederhana (Rusunawa) bagi warga yang tinggal di pemukiman sangat
padat, rumah anti gempa bagi warga korban gempa.
d) Public goods and privat goods policies :
(1) Public Good Policies
Kebijakan yang mengatur tentang penyediaan sejumlah
barang atau pelayanan pemerintah untuk kepentingan orang
banyak. Misalnya : kebijakan tentang perlindungan keamanan
bagi pengguna kendaraan bermotor dan tersedianya alat
pemadam kebakaran bagi setiap gedung termasuk hidrant air,
kebijakan tentang pemberian pelayanan umum dan kenyamanan,
kebijakan transportasi yang membedakan pelayanan klas VIP,

Public Policy

Page 16

klas bisnis dan ekonomi, kebijakan penyediaan jalan umum,


pembukaan jalan tol dan pembuatan jalan layang.
(2) Private Good Policies
Kebijakan yang mengatur tentang penyediaan sejumlah
barang

pelayanan oleh pihak swasta, untuk kepentingan

perorangaan di pasar bebas dengan imbalan biaya tertentu.


Misalnya : penyediaan berbagai tempat hiburan/ wisata, hotel,
restaurant, villa, resort, kolam renang air tawar, kolam renang air
laut, taxi.
Dalam peraturan tertulis, tingkatan kebijakan publik di Indonesia dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga), antara lain :
1. Kebijakan publik tertinggi adalah kebijakan publik yang
mendasari dan menjadi falsafah dari terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 yang merupakan produk pendiri bangsa Indonesia,
yang dapat di revisi hanya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR), sebagai perwujudan dari seluruh rakyat Indonesia.
2. Kebijakan publik yang kedua adalah yang dibuat dalam bentuk
kerjasama antara legislatif dan eksekutif. Model ini bukan
menyiratkan ketidakmampuan legislative, namun menyiratkan
tingkat kompleksitas permasalahan yang tidak memungkinkan
legislative bekerja sendiri. Contoh kebijakan publik yang dibuat
bersama antara eksekutif dan legislative ini adalah adalah UndangUndang dan Peraturan Daerah.
3. Kebijakan Publik yang ketiga adalah kebijakan yang dibuat oleh
eksekutif saja. Di dalam perkembangannya, peran eksekutif tidak
cukup melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh legislatif, karena
produk dari legislatif berisikan peraturan yang sangat luas,
sehingga dibutuhkan peraturan pelaksana yang dibuat sebagai
turunan dari produk peraturan legislatif. Contoh kebijakan publik
yang dibuat oleh eksekutif adalah Peraturan Pemerintah (PP),
Public Policy

Page 17

Keputusan/ Peraturan Presiden (Keppres/ Perpres), Keputusan/


Peraturan Menteri (Kepmen/ Permen), Keputusan/ Peraturan
Gubernur, Keputusan/ peraturan Walikota/ Bupati.
1.3.2 Tahapan dalam Kebijakan Publik
Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai
berikut:
1.

Penyusunan Agenda
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis

dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang


untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas
dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil
mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas
dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi
sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.
Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu
isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue
kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah
kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena
telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah
tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan
mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn
(1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya
perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun
penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa
masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
2.

Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian

dibahas oleh para pembuat kebijakan untuk kemudian dicari


Public Policy

Page 18

pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal


dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya
dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda
kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif
bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk
memecahkan masalah.
3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses
dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat
diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan
pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan
pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung
berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan
pemerintah

yang

membantu

anggota

mentolerir

pemerintahan

disonansi. Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi berbagai


simbol tertentu melalui proses ini orang belajar untuk mendukung
pemerintah.
4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan
yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup
substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi
dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi
kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan
dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi
kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah kebijakan, maupun
program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan,
implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
1.3.3 Contoh Kebijakan Publik

Public Policy

Page 19

Pelayanan Kesehatan ibu dan anak :


Kebijakan tentang KIA secara khusus berhubungan dengan
pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir.
Semua fasilitas kesehatan tersebut ada di posyandu sampai rumah
sakit pemerintah maupun fasilitas kesehatan swasta.
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan,
dokter umum, bidan dan perawat) seperti pengukuran berat badan dan
tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus
Toxoid (TT) serta pemberian tablet besi kepada ibu hamil selama masa
kehamilannya sesuai pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan
titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan
antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan ibu hamil K1 dan K4.

1.4

Kesimpulan
Dari berbagai pendapat diatas dapat kita tarik kesimpulan bersama

bahwasanya kebijakan publik dapat diartikan sebagai rencana tindakan negara


atau pemerintah, yang akibat konstruktif atau destruktifnya secara langsung
berpengaruh kepada masyarakat luas. Hal ini dikarenakan perencanaan tindakan
negara atau pemerintah disusun mulai dari kebijakan nasional sampai ke
kebijakan di daerah (dalam bentuk stratifikasi politik kebijakan nasional),
sehingga semua komponen masyarakat menerima pengaruh pelaksanaan
kebijakan itu (mencakup keseluruhan).

Public Policy

Page 20

BAB II
ISU PUBLIK

2.1

Pengertian Isu
Menurut Oxford Advanced Learners Dictionary isu adalah an

important topic that people are discussing or arguing about. Isu adalah suatu
topik penting yang didiskusikan dan didebatkan oleh orang. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia online, publik adalah orang banyak (umum). Dalam
referensi yang sama pula, isu diartikan sebagai masalah yang dikedepankan (untuk
ditanggapi dan sebagainya).
2.2

Pengertian Isu Publik


Isu publik adalah suatu masalah kebijakan yang telah menjadi

pembicaraan masyarakat luas, menimbulkan banyak pertanyaan dan masyarakat


ingin semakin mencari tahu kebenarannya, mempunyai pengaruh dalam
masyarakat, dan juga menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Masalah
kebijakan itu sendiri adalah kebutuhan, berbagai nilai, atau kesempatan yang tidak
terealisir tetapi yang dapat dicapai melalui tindakan publik.
Menurut penggabungan kedua kata tersebut, secara sederhana kita dapat
menyimpulkan bahwa isu publik adalah masalah yang dikedepankan untuk
ditanggapi dan berhubungan dengan orang banyak.
Isu Kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik
tentang rumusan, rincian, penjelasan, maupun penilaian atas sesuatu masalah
tertentu (Dunn). Isu kebijakan timbul akibat terjadinya konflik atau perbedaan
persepsional di antara para aktor atas suatu situasi problematik yg dihadapi oleh
masyarakat pada suatu waktu tertentu. Kriteria Isu Dapat jadi Agenda Kebijakan
adalah sebagai berikut :
1.

Isu tersebut telah mencapai titik kritis tertentu, sehingga praktis tidak
bisa diabaikan karena dapat menimbulkan ancaman serius jika tidak
segera diatasi.

Public Policy

Page 21

2.

Isu tersebut telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yg dpt

3.

menimbulkan dampak bersifat dramatik.


Isu tersebut menangkut emosi tertentu dilihat dari sudut kepentingan

4.
5.

orang banyak.
Isu tersebut menjangkau dampak yang amat luas.
Isu tersebut mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan (legitimasi)

6.

dlm masyarakat.
Isu tersebut menyangkut

suatu

persoalan

yang

fasionable,

dimanaposisinya sulit untuk dijelaskan tapi mudah untuk dirasakan


kehadirannya
2.3

Ciri Isu Publik


Banyak sekali hal-hal yang dapat mempengaruhi isu itu dapat berkembang

dengan cepat atau tidak. Semakin banyaknya masyarakat yang resah maka
semakin cepat pula penyebaran isu tersebut terjadi. Banyak hal dan cara untuk
menangani berbagai macam isu melalui kebijakan-kebijakan yang berguna
mentralisir agar isu tersebut semakin cepat usai.
Ciri penting dari masalah kebijakan:
a.

Saling ketergantungan dari masalah kebijakan.


Masalah-masalah kebijakan di dalam satu bidang (misalnya,
energi) kadang-kadang mempengaruhi masalah-masalah kebijakan di
dalam bidang lain (misalnya, pelayanan kesehatan dan pengangguran).
Sistem masalah atau messes sulit atau bahkan tidak mungkin dipecahkan
dengan pendekatan analitis yaitu, pendekatan yang memecahkan
masalah

ke

dalam

elemen-elemen

atau

bagian-bagian

yang

menyusunnya karena jarang masalah-masalah dapat didefinisikan dan


dipecahkan secara sendiri-sendiri.
Kadang-kadang merupakan hal yang mudah untuk memecahkan
sepuluh masalah yang saling terkait, daripada memecahkan satu masalah
secara sendiri. Sistem masalah yang saling tergantung mengharuskan
suatu pendekatan holistik, suatu pendekatan yang memandang bagianbagian sebagai sesuatu yang tak terpisahkan dari keseluruhan sistem
yang mengikatnya.
b. Subyektivitas dari Masalah Kebijakan.
Public Policy

Page 22

Kondisi eksternal yang menimbulkan suatu masalah didefinisikan,


diklasifikasikan, dijelaskan, dan dievaluasi secara selektif. Meskipun
terdapat suatu anggapan bahwa masalah bersifat obyektif misalnya,
polusi udara dapat didefinisikan sebagai tingkat gas dan partikel-partikel
di

dalam

atmosfer

data

yang

sama

mengenai

polusi

dapat

diinterpretasikan secara berbeda. Masalah kebijakan adalah suatu hasil


pemikiran yang dibuat pada suatu lingkungan tertentu; Masalah tersebut
merupakan elemen dari suatu situasi masalah yang diabstraksikan dari
c.

situasi tersebut olah analis.


Sifat buatan dari masalah.
Masalah kebijakan hanya mungkin ketika manusia membuat
penilaian mengenai keinginan untuk mengubah beberapa situasi
masalah. Masalah kebijakan merupakan hasil atau produk penilaian
subyektif manusia; masalah kebijakan itu juga bisa diterima sebagai
definisi-definisi yang sah dari kondisi sosial yang obyektif; dan
karenanya, masalah kebijakan dipahami, dipertahankan, dan diubah
secara sosial. Masalah tidak berada di luar individu dan kelompokkelompok yang mendefinisikan, yang berarti bahwa tidak ada keadaan
masyarakat yang alamiah di mana apa yang ada dalam masyarakat

tersebut dengan sendirinya merupakan masalah kebijakan.


d. Dinamika masalah kebijakan.
Terdapat banyak solusi untuk suatu masalah sebagaimana terdapat
banyak definisi terhadap masalah tersebut. Solusi terhadap masalah
dapat menjadi usang meskipun barangkali masalah itu sendiri belum
usang.
Karakteristik isu:
a. Issue is a real world question or situation.
Merupakan masalah yang menjadi bahan pembicaraan masyarakat atau
masalah yang memang harus didiskusikan masyarakat. Mempunyai
makna yang ambigu tentang masalah tersebut adalah fakta atau bukan.
Apabila muncul informasi baru, masalah tersebut dapat berubah.
b. Multiple points of view.

Public Policy

Page 23

Setiap orang atau setiap masyarakat memiliki perspektif yang berbeda


dalam menilai suatu isu. Stakeholders akan tetap mempertahankan untuk
menang atau kalah terhadap sesuatu yang berwujud nyata ataupun tidak
nyata seperti keuntungan, kebebasan berbicara, dan juga pilihan
c.

Researchable.
Substansi untuk menggali informasi tersedia. Sumber informasi dari
berbagai macam sumber.

d. Worthy topic and personal involvement.


Isu membuat orang untuk mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban.
Mempunyai pengaruh bagi seseorang atau terhadap masyarakat.
e.

Source requirements.
Minimal berasal dari tiga sumber. Dua dari tiga sumber tersebut bukan
dari World Wide Web. Misalnya saja isu tersebut berasal dari televisi,
radio, surat kabar, dan dari internet.

2.4

Tingkatan Isu publik


Kompleksitas isu kebijakan dapat ditunjukkan dengan mempertimbangkan

jenjang organisasi di mana isu itu diformulasikan. Isu Kebijakan secara berurutan
dapat dibagi dalam 4 kategori, yaitu: Isu utama, Isu sekunder, Isu fungsional, Isu
minor. Artinya makin tinggi status peringkat suatu isu, maka makin strategis
posisinya secara politis. Pada kondisi normal, bahwa agar suatu isu dapat menjadi
kebijakan publik harus mampu menembus berbagai pintu akses kekuasaan berupa
saluran tertentu (birokrasi dan politik) baik secara formal maupun informal yg
relatif tersedia dalam sistem politik.
Isu-isu kebijakan dapat diklasifikasikan sesuai dengan hirarki dari tipe:
a.

Isu utama (major issues).


Secara khusus ditemui pada tingkat pemerintah tertinggi di dalam
atau di antara jurisdiksi atau wewenang federal, negara bagian, dan
lokal. Isu utama secara khusus meliputi pertanyaan tentang misi suatu
instansi, yaitu pertanyaan mengenai sifat dan tujuan organisasiorganisasi pemerintah. Isu seperti apakah Departemen Kesehatan dan
Pelayanan Masyarakat harus berusaha menghilangkan kondisi yang
menimbulkan kemiskinan adalah pertanyaan mengenai misi lembaga.

Public Policy

Page 24

b. Isu sekunder (secondary issues).


Isu yang terletak pada tingkat instansi pelaksana program di
pemerintahan federal, negara bagian, dan lokal. Isu yang kedua ini dapat
berisi isu prioritas program dan definisi kelompok sasaran dan penerima
dampak. Isu mengenai bagaimana mendefinisikan kemiskinan keluarga
c.

adalah isu yang kedua.


Isu fungsional (functional issues).
Terletak di antara tingkat program dan proyek, dan memasukkan
pertanyaan-pertanyaan seperti anggaran, keuangan, dan usaha untuk

memperolehnya.
d. Isu minor (minor issues).
Merupakan isu yang ditemukan paling sering pada tingkat proyekproyek yang spesifik. Isu minor meliputi personal, petugas kesehatan,
keuntungan bekerja, jam kerja, dan perunjuk pelaksanaan serta
peraturan.
Kebijakan strategis
Isu utama
Isu sekunder

Isu fungsional

Isu minor

Kebijakan operasional

Gambar 1. Hierarki tipe isu publik


2.5

Contoh Isu Publik


Akhir-akhir ini masyarakat dihebohkan dengan adanya hewan serangga

Tomcat, mengapa ini bisa menjadi isu publik? karena banyaknya dampak buruk
yang dibawa serangga ini yang berpengaruh pada kesehatan masyarakat khusunya
di daerah Jawa. Racun dalam cairan yang keluar dari serangga ini lah yang
menyebabkan luka yg cukup parah jika terkena kulit kita. Banyak sekali
masyarakat yang geram dan takut akan adanya serangga ini, masyarakat mulai

Public Policy

Page 25

bertanya-tanya apa jenis dari serangga ini, berasal darimana, mengapa persebaran
baru terjadi akhir-akhir ini, dsb.
Isu ini juga membuat resah Pemerintah, persebaran serangga yang sangat
cepat karena terbawa oleh angin menyebabkan pemberantasan terhadap serangga
ini

tidak

berjalan

mulus.

Pemerintah

telah

melakukan

upaya

untuk

menginformasikan kepada masyarakat mengenai apa serangga ini, bagaimana cara


penularan, dsb. Pemberantasan terhadap serangga ini tidak dilakukan pemerintah
sekali saja, namun pemberantasan dengan obat yang bertujuan mengurangi
populasinya ini cukup banyak dilakukan pada daerah-daerah yang berpotensi
menyebar dengan cepat terlebih dahulu.
Hasilnya adalah lama kelamaan serangga ini punah dan masyarakat sudah
tidak terlalu heboh dengan adanya serangga ini, mereka juga sudah tau bagaimana
kebenarannya. Isu public bertujuan pada pencarian kebenaran apa yang terjadi,
bagaimana bisa terjadi,dsb. Setelah apa yang mereka pertanyakan dan
khawatirkan menemui jawabannya maka isu public itu mau tidak mau akan hilang
dengan sendirinya.
2.6

Kesimpulan
Jadi, isu publik adalah masalah yang harus dipecahkan oleh semua elemen.

Terdapat berbagai tingkatan isu publik. Dibagi menjadi 4 tingkatan isu.


Diantaranya adalah isu utama, isu sekunder, isu fungsional, dan yang terakhir
adalah isu minor.

BAB III
SIKLUS KEBIJAKAN
Siklus kebijakan merupakan tindakan yang diharapkan dapat mengatasi
masalah publik. Siklus ini juga berfungsi secara sistematis dan analisis dalam
mengkaji kebijakan yang sudah ada, dapat menjadi tolak ukur keefektifan dan
keefisienan dari kebijakan yang dilaksanakan.
Siklus menjadi basis untuk menganalisis proses kebijakan dan analisis di
dalam dan untuk proses kebijakan. Sampai tahun 1970-an dan 1980-an terdapat
Public Policy

Page 26

sejumlah tahapan berbeda dari masing-masing tokoh untuk menggambarkan


siklus kebijakan yang digunakan untuk memetakan proses kebijakan.

Gambar 2. Policy Cycle


3.1

Agenda setting
Siklus kebijakan dimulai dari agenda setting. Penyusunan agenda

merupakan tahap awal dari siklus kebijakan, sehingga merupakan dasar dari
pembentukan kebijakan.
The agenda setting process is an ongoing competition among issue
proponents to gain the attention of media professionals, the public, and policy
elites. (Dearing and Rogers, 1996)
Proses agenda setting merupakan sebuah kompetisi yang dilakukan terus
menerus diantara

isu pendukung untuk memperoleh perhatian dari media

professional ,masyarakat dan kebijakan elit.


The list of subjects or problems to which governmentofficials, and people
outside of government closelyassociated with those officials, are paying some
seriousattention at any given time the agenda settingprocess narrows [a] set of

Public Policy

Page 27

conceivable subjects to the set that actually becomes the focus of


attention.(Kingdons 1984, p.3)
Menurut kingdom, proses agenda setting terbatas pada sekumpulan subjek
yang menjadi fokus dari perhatian dari berbagai kalangan. Proses agenda setting
ini memerlukan identifikasi masalah untuk memperoleh hasil kebijakan yang
sesuai dengan masalah yang menjadi fokus pada saat ini, kemudian mengatur
agenda kebijakan, melakukan riset atau penelitian untuk menentukan hasil yang
ingin dicapai. Terakhir menentukan pilihan kebijakan dan strategi kebijakan.
Agenda setting didefinisikan menurut dua definisi yaitu.
1. Simple definition
An agenda is a list of things to do. (Wayne Hayes, Ph.D.).
Sebuah agenda adalah sebuah daftar yang harus dilakukan. Sebagai contoh
ketika memiliki janji untuk pergi ke mall setelah selesai kuliah. Hal
tersebut adalah contoh dari agenda jangka pendek, tidak ada prioritas. Ada
agenda jangka panjang yang nantinya melibatkan rencana-rencana jangka
panjang dan ditinjau menurut prioritas.
Dalam suatu lembaga kebijakan public, legislatif (yang membuat
kebijakan) dan eksekutif (yang menerapkan kebijakan) juga memiliki
agenda. Jika berbicara secara sistematik, pengalokasian berbagai agenda
juga memperhatikan managemen waktu. Setiap orang memiliki batas
waktu yang sama, namun, sistem managemen waktu yang berbeda.
Penanganan managemen waktu dalam agenda juga diperlukan. Karena
managemen waktu yang terbatas, maka pengerjaan agenda harus
mengutamakan prioritas dari masing-masing rencana. Dinilai dari rencana
yang paling penting.
2. Explanatory definition
Agenda setting dalam explanatory definition lebih kompleks. Lebih
menekankan pada berbagai faktor yang mempengaruhi agenda setting
tersebut.

Terdapat dua kata kunci yaitu tuntutan dan kapasitas dalam

sistem politik, tingkat dimana masalah, isu, dan tuntutan tiba di gerbang
sistem politik melebihi kapasitas sistem politik untuk mengatasi secara
efektif. Ada begitu banyak agenda yang memungkinkan sistem politik
untuk memproses. Banyak sekali isu-isu public yang tidak dapat
terpecahkan atau belum mendapat penanganan dari pemerintah. Setiap isu
Public Policy

Page 28

public yang berkembang selalu dikaitkan dengan sistem politik. Dengan


demikian, aliran khas pemerinrah dan politik menuntut banyak waktu,
energy, dan uang. Tuntutan melebihi kapasitas, sehingga pilihan terpaksa.
Hal

ini

menimbulkan

pertanyaan

mendasar

dimana

agenda

mengungkapkan nilai-nilai dari sistem politikdan bahkan memberitahu


tentang distribusi kekuatan komoditas controversial tapi diinginkan politik.
Terdapat beberapa sub sistem dalam agenda setting.
a.

Problem identification
Problem identification

adalah

suatu

langkah

penting

dalam

mengidentifikasi masalah yang berguna untuk membangun suatu


kebijakan. Tidak semua masalah publik dapat disusun dalam agenda
setting, hanya masalah yang dianggap penting oleh pembuat kebijakan
(policymaker) yang akan masuk dalam agenda kebijakan. Dalam tahap
ini, masalah diidentifikasi dan diperiksa. Untuk merencanakannya
membutuhkan : 1) merumuskan kunci pertanyaan penelitian berdasarkan
pada sasaran hasil suatu proyek 2) menetapkan data yang diperlukan 3)
keadaan terhadap hasil yang ingin dikehendaki oleh tim yang mungkin di
explorasi melalui riset atau percobaan.
b.

Agenda setting
two broad categories of agendas the systemic and the institutional
by which issues evelve from obscurity into a wider public agenda, and
then can enter into a narrower policy-making agenda; 4 stages: issue of
concern, systemic agenda, institutional agenda, policy formulation.
(Cobb and Elder).
Dua kategori agenda yang sistemik dan institusional masalah yang
berkembang dari ketidakjelasan menjadi agenda publik yang lebih luas,
dan kemudian dapat masuk ke dalam agenda pembuatan kebijakan
terbatas; 4 tahap: isu yang memprihatinkan, agenda sistemiki, agenda
kelembagaan, kebijakan perumusan.
Sebelum kebijakan dapat dirumuskan dan diadopsi, masalah tersebut harus
bersaing

untuk

ruang

dalam

agenda

(daftar

item

secara

aktif

dipertimbangkan). Sebuah gagasan harus membuatnya melalui beberapa


tingkatan.
Public Policy

Page 29

Pengaturan agenda ini memiliki beberapa strategi.


1) Pengorganisasian masyarakat
2) Pendidikan publik media dan komunikasi
3) Mengadakan stakeholder
4) Membangun koalisi
Teori ini berdasar pada pemikiran teori yang sedang dimuat dan
dibicarakan di media massa maupun elektronik dan juga topik yang
sedang dibicarakan oleh masyarakat dalam periode waktu tertentu.
Contoh :
Kasus Pencurian Semangka
Kediri - Kasus pencurian sebuah semangka yang menyeret Basar (40) dan
Kholil (51) masuk ke dalam penjara mendapat perhatian Walikota Kediri
Samsul Ashar. Menurutnya, kejadian tersebut merupakan potret kemiskinan
yang harus diselesaikan.

"Saya melihatnya sebagai potret kemiskinan yang harus segera diselesaikan.


Ternyata kemiskinan tidak hanya bisa diselesaikan dengan pendidikan dan
kesehatan gratis saja," ungkap Samsul saat ditemui wartawan di sela
kunjungannya

ke

rumah

Basar

di

Kelurahan

Bujel

Kecamatan

Mojoroto,Rabu(2/12/2009).
Sebagai realisasi atas pernyataannya, Pemerintah Kota Kediri akan
menyekolahkan anak sulung Basar yang putus sekolah di bangku kelas IX
SMP.
"Kasihan dia, diusianya yang baru 16 tahun sudah harus bekerja. nanti akan
saya minta ke Dinas Pendidikan mengurus seluruh adiministrasinya agar dia
bisa sekolah lagi," ungkapnya.
Selain diberikan bantuan untuk anaknya, Basar dan Kholil direncanakan akan
lebih diberdayakan melalui sejumlah pelatihan dan pemberian modal kerja.
Hal ini dilakukan agar keduanya tidak hanya bergantung pada pekerjaan
sebagai buruh tani.

Public Policy

Page 30

Ditanya mengenai usaha menekan kemungkinan kasus serupa terulang,


Samsul mengaku akan menekankan peningkatan peran Rukun Tetangga (RT)
dan Rukun Warga (RW). Perbuatan pencurian sebuah semangka yang
dilakukan Basar dan Kholil, dianggap tidak semestinya masuk ke ranah
hukum.
"Kalau peran RT dan RW baik, saya fikir kasus ini bisa diselesaikan tanpa
masuk ke ranah hukum. Makanya kedepan saya akan memerintahkan satuan
kerja terkait akan meningkatkan peranan RT dan RW dalam menjaga
kerukunan warganya," papar Samsul.
Basar dan Kholil, 2 pelaku pencurian sebuah semangka, Selasa (1/12/2009)
kemarin sudah keluar dari penjara, setelah pengajuan pengguhan penahannya
dikabulkan majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Kediri.

Sebelumnya keduanya ditahan di LP Kelas II A Kediri dan dalam proses


persidangan mendapatkan ancaman hukuman 5 tahun penjara, karena
dianggap melanggar Pasal 362 KUHP tentang tindak pidana pencurian
biasa. (bdh/bdh)
c. Policy research
Untuk mendapatkan suatu solusi dibutuhkan penelitian dalam suatu
masalah. Media berperan penting dalam pembuatan kebijakan yang
berperan sebagai penyampai dan mempengaruhi sebuah kebijakan.
Menurut Dearing and Rogers hasil penelitian ilmiah tidak memainkan
peran penting dalam penyusunan agenda. scientific research results do
not play an important role in the agenda-setting process. (Dearing and
Rogers, 1996)
d. Policy options and strategies
Memahami langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mendapatkan sebuah
kebijakan. Strategi dibutuhkan untuk mendapatkan hasil jangka panjang.
3.2

Policy formulation
Policy formulation merumuskan tujuan kebijakan untuk menyelesaikan

masalah, melalui inisiasi dan perkembangannya dengan bagian perencanaan


Public Policy

Page 31

kebijakan, kepentingan kelompok, birkorasi pemerintah, presiden dan kongres.


Rincian proposal kebijakan biasanya diformulasikan oleh staff yang di pandu
oleh atasannya.
Proses ini terutama mencakup penetapan instrumen beserta aspek legal,
kerangka pengorganisasian (termasuk struktur kelembagaannya) dan mekanisme
operasionalnya. Tidak memperhatikan bagaaimana jangkauan isu agenda
kebijakan, keahlian dapat menjadi sebuah bagian dari solusi.
Proses formulasi kebijakan juga meliputi berbagai persiapan bagi
implementasi operasionalnya. Pada dasarnya pembuatan dan penetapan kebijakan
merupakan kewenangan pembuat kebijakan (policy maker), walaupun pihak-pihak
lain dapat berpartisipasi dalam penyiapannya.
Untuk itu policy formulation terdiri atas 3 subsistem, yaitu:
a. Policy negotiation
Pembuatan kebijakan pada dasarnya merupakan wewenang dari
pembuat kebijakan dalam segala aspek tetapi dalam Policy Negotiation
tidak hanya pembuat kebijakan saja yang berwenang dalam penetapan
kebijakan melainkan pihak-pihak lain dapat berpartisipasi di dalamnya.
Contohnya dalam suatu perusahaan akan menetapkan jaminan
kesehatan dalam pekerjaan mereka, maka tidak hanya pembuat
kebijakan saja (perusahaan) yang berhak memutuskan hal itu akan
dilakukan, melainkan persetujuan oleh pihak-pihak di luar perusahaan
juga sangat diperlukan demi terwujudnya jaminan kesehatan itu. Pihakpihak yang turut andil dalam pemberian kebijakan itu juga memiliki
kewenangan dalam penetapan kebijakan, seperti pihak Rumah Sakit
yang memfasilitasi, Laboratorium, Puskesmas, dsb.
b. Policy formulation
Langkah pertama dalam proses perumusan kebijakan adalah
menangkap semua nilai atau prinsip yang akan menuntun seluruh proses
dan membentuk dasar untuk menghasilkan sebuah pernyataan masalah.
Pernyataan masalah melibatkan identifikasi peluang dan hambatan.
Pernyataan masalah adalah dasar bagi perumusan dan serangkaian tujuan
yang

dirancang

untuk

mengatasi

identifikasi

masalah

dan

mengeksploitasi peluang yang muncul

Public Policy

Page 32

Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi dan menganalisis


berbagai pilihan kebijakan yang dapat diterapkan untuk mencapai tujuan
dan sasaran yang diinginkan. Pilihan yang tersedia tergantung pada
situasi. Sebuah program implementasi untuk mewujudkan rekomendasi
kebijakan harus disiapkan untuk mengatasi kebutuhan anggaran dan
pemrograman,mengalokasikan peran dan tanggung jawab
Terakhir, pelaksanaan strategi perlu di monitoring dan evaluasi
secara sistematis terhadap tujuan serta sasaran, dan berbagai komponen
strategi dimodifikasi atau diperkuat sesuai kebutuhan. Pada setiap
langkah, setiap komponen dari strategi perlu didiskusikan dan
diperdebatkan. Proses konsultasi publik dan peserta yang terlibat akan
berbeda pada setiap tahap.
c.Policy organization
Pengorganisasian kebijakan pada umumnya membahas struktur dan
fungsi organisasi dalam perencanaan pembuatan kebijakan. Tujuan dari
pembuatan ini agar organisasi dapat berjalan lebih mudah dan mencapai
hasil

yang

tepat

sesuai

dengan

keinginan.

Sebuah

kebijakan

dilaksanakan atau dibuat oleh organisasi tertentu untuk mengejar sasaran


strategis yang telah direncanakan oleh organisasi demi adanya satu
tujuan yaitu sukses dengan segala rencana yang telah direncanakan.

Metode dalam formulasi kebijakan adalah sebagai berikut :


1. Pengajuan Persoalan adalah pengajuan isu yang sudah diprioritaskan
dalam agenda setting. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menentukan
dan memahami hakekat persoalan dan suatu permasalahan dan
kemudian merumuskannya dalam hubungan sebab akibat. Rumusan
tersebut harus nyata dan jelas pengertiannya serta terjabarkan yang
mana faktor-faktor penyebab (independent variabel), dan faktor-faktor
yang merupakan akibat (dependent variabel).
2. Penentuan Tujuan yang dimaksud dengan tujuan adalah akibat yang
secara sadar ingin dicapai atau ingin dihindari. Secara umum suatu
Public Policy

Page 33

kebijakan selalu bertujuan untuk mencapai kebaikan-kebaikan yang


lebih banyak dan lebih baik atau mencegah terjadinya keburukankeburukan atau kerugian-kerugian semaksimal mungkin. Kewajiban
analis dalam tahapan ini adalah merumuskan tujuan tersebut secara
jelas, realistis, dan terukur.
3. Perumusan Alternatif. Alternatif adalah sejumlah alat atau cara-cara
yang dapat dipergunakan untuk mencapai, baik secara langsung
ataupun tidak langsung terhadap sejumlah tujuan yang telah
ditentukan. Bisa juga dikaitkan sebagai pilihan-pilihan di luar alat atau
cara-cara yang telah digunakan atau yang telah ada. Alternatifalternatif kebijakan dapat muncul dalam pikiran seseorang karena
beberapa hal. Pertama, berdasarkan pengamatan terhadap kebijakan
yang ada (sedang dijalankan). Kedua, dengan melakukan semacam
analogi dari suatu kebijakan dalam sesuatu bidang dan dicoba
diterapkan dalam bidang yang tengah dipelajari (balancing). Ketiga,
merupakan hasil pengkajian dari persoalan tertentu (inventive).
4. Penyusunan Model. Model adalah penyederhanaan dari kenyataan
persoalan yang dihadapi, diwujudkan dalam hubungan-hubungan
kausal

atau

fungsional.

Manfaat

dari

pada

model

dalam

formulasi/analisis kebijakan adalah mempermudah deskripsi persoalan


secara struktural, membantu dalam melakukan prediksi akibat-akibat
yang timbul dari dan atau tiadanya perubahan-perubahan dalam faktor
penyebab. Dengan demikian, model merupakan alat bantu yang baik
dalam perumusan dan penentuan solusi, atau dalam perumusan tujuan
dan pengambangan serta penentuan pilihan alternatif kebijakan.
5. Penentuan Kriteria. Analisis kebijakan memerlukan kriteria yang jelas
dan konsisten untuk menilai alternatif-alternatif. Ini menyangkut bukan
hanya hal-hal yang bersifat pragmatis seperti ekonomi (efisiensi, dsb.),
politik

(konsensus

antar

stakeholders,

dsb.),

administratif

(kemungkinan efektivitas, dsb.), dan seterusnya, tetapi juga hal-hal


yang menyangkut nilai-nilai abstrak yang fundamental seperti etika
dan falsafah kriteri yang berhubungan dengan nilai dan pandangan
hidup. Dalam hubungan ini, bangsa Indonesia telah memiliki Pancasila
Public Policy

Page 34

dan UUD 1945 sebagai Pedoman Perilaku dalam kehidupan


masyarakat, berbangsa, dan bernegara yang secara imperatif harus
dijadikan nilai dasar yang menghikmati setiap kebijakan. Nilai dasar
tersebut perlu dikembangkan sehingga secara tehnis bisa dijadikan
kriteria dalam penilaian dan penentuan alternatif-alternatif kebijakan;
dan secara sosiokultural dapat berperan sebagai pedoman perilaku
dalam interaksi keseluruhan proses kebijakan.
6. Penilaian Alternatif. Alternatif-alternatif yang ada perlu dinilai
berdasarkan

kriteria-kriteria

di

atas. Tujuan

penilaian

adalah

mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektivitas dan


fasilitas tiap alternatif dalam pencapaian tujuan, sehingga diperoleh
kesimpulan mengenai alternatif yang mungkin paling efektif dan
efisien. Misalnya, dari segi ekonomi (alternatif mana yang paling
efisien, atau yang akan memberikan keuntungan terbesar dengan
ongkos termurah, dsb.), dari segi politik (perlu diperhitungkan
alternatif mana yang paling bisa diterima, dsb.), dari segi administratif
(perlu dilihat apakah suatu alternatif secara kelembagaan bisa
dilaksanakan). Alternatif perlu pula dinilai dari segi etis dan falsafah.
Mungkin suatu alternatif secara ekonomis menguntungkan dan secara
administratif bisa dilaksanakan, tetapi bertentangan dengan nilai-nilai
sosial tertentu sehingga (kemungkinan besar) tidak ada kemufakatan
dari stakeholders untuk menerimanya.
7. Perumusan Rekomendasi. Penilaian atas alternatif-alternatif akan
memberikan gambaran mengenai sejumlah pilihan-pilihan yang tepat
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Langkah akhir dan analisis
kebijakan adalah merumuskan saran mengenai alternatif yang
diperhitungkan dapat mencapai tujuan secara optimum pada kondisi
berbagai faktor lingkungan, administrasi, dan ekonomi tertentu. Dalam
rekomendasi ini ada baiknya dikemukakan juga strategi pelaksunaan
dari

alternatif-alternatif

kebijakan

yang

disarankan

tersebut

(implementation strategy of the recommended policy alternatives).

Public Policy

Page 35

3.3

Policy implementation
Setelah tahap perumusan kebijakan (formulation policy) berakhir

dilanjutkan dengan tahap implementasi kebijakan. Berhasil atau tidaknya suatu


kebijakan tergantung dari tahap implementasi, perencanaan yang baik belum tentu
menjamin implementasi yang baik pula. Tahap ini penting dalam proses
kebijakan, karena tanpa implementasi kebijakan itu tidak mempunyai dampak
apapun. Unit administrasi dan lembaga yang diberi tanggung jawab pelaksanaanlah yang berperan dalam melaksanakan kebijakan.
Penegakan kebijakan adalah istilah lama yang sekarang digunakan untuk
menggambarkan berbagai solusi teknis.
Implementasi kebijakan publik terdiri dari kegiatan yang diatur oleh
pemerintah diarahkan pada pencapaian-tujuan dan sasaran diartikulasikan dalam
pernyataan kebijakan resmi.
Dalam policy implementation terdapat 2 sub sistem.
a. Policy implementation
"Policy implementation encompasses those actions by public or private
individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set
forth in prior policy decisions." (Van Meter and Van Horn ,1974, pp. 447448)
Implementasi kebijakan meliputi tindakan-tindakan oleh individu umum
atau pribadi (atau kelompok) yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang
ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya. Suatu kebijakan harus
dilaksanakan dengan baik agar kebijakannya mempunyai dampak atau efek.
Sering kali ketidaksungguhan dan tidak konsistensinya pelaksanaan
kebijakan yang sering menyebabkan kegagalan dari kebijakan tersebut.
Policy implementation merupakan tahap pelaksanaan dari desain kebijakan
yang telah dirumuskan.
b. Policy enforcement
Keahlian memainkan peran kunci dalam menyediakan ketegasan untuk
janji yang samar-samar dari mandat legislatif. Kebijakan tidak cukup hanya
dilaksanakan, namun perlu adanya penegakan agar menjadi kebijakan yang
efektif dan efisien.

Pada tahap implementasi, pendekatan yang digunakan adalah:


Public Policy

Page 36

1. Pendekatan struktural (organisasional), yaitu memandang bahwa kebijakan


harus

dirancang,

diimplementasikan,

dikendalikan,

dievaluasi

secara

struktural. Mengatur perilaku mana yang sesuai dan tidak sesuai.


2. Pendekatan manajerial (prosedural), merupakan suatu pendekatan yang
muncul dalam rangka memberikan koreksi atas pendekatan sebelumnya yang
dianggap

memiliki

mengembangkan

beberapa

proses-proses

kelemahan.
dan

Yakni

dengan

prosedur-prosedur

yang

upaya
relevan.

Termasuk di dalamnya adalah prosedur-prosedur manajerial beserta teknikteknik manajemen yang tepat.
Metode policy implementation terdiri atas beberapa tahapan yakni :
1. tahapan pengesahan peraturan perundangan
2. pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana
3. kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan
4. dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak
5. dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana
6. upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.

3.4

Policy review
Policy Review adalah proses kegiatan pengawasan terhadap implementasi

kebijakan yang meliputi keterkaitan antara implementasi dan hasil-hasilnya (outcomes) (Hogwood and Gunn, 1989).
Tahap ini bukan merupakan tahap akhir dari proses kebijakan melainkan
tahap berkahirnya kebijakan atau mendesain ulang kebijakan agar berkhir dengan
baik. Review dilakukan untuk menentukan kebijakan itu bekerja atau tidak,
melihat tujuan yang diinginkan tercapai atau tidak, serta untuk mengetahui
keefektifan kebijakan dalam menangani masalah yang ada. Melalui tahap ini
diharapkan upaya perbaikan kebijakan selalu dilakukan. Proses pemantauan
(monitoring) dan peninjauan idealnya merupakan bagian integral dari proses
kebijakan. Melalui policy review, berdasarkan umpan balik (feedback), maka
upaya perbaikan kebijakan terus dilakukan dengan efektif.

Public Policy

Page 37

William N. Dunn (1994), menjelaskan bahwa monitoring mempunyai beberapa


tujuan, yaitu :
a. Compliance (kesesuaian/kepatuhan)
Menentukan apakah implementasi kebijakan tersebut sesuai dengan standard
dan prosedur yang telah ditentukan.
b. Auditing (pemeriksaan)
Menentukan apakah sumber-sumber/pelayanan

kepada kelompok sasaran

(target groups) memang benar-benar sampai kepada mereka.


c. Accounting (Akuntansi)
Menentukan perubahan sosial dan ekonomi apa saja yang terjadi setelah
implementasi sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu.
d. Explanation (Penjelasan)
Menjelaskan mengenai hasil-hasil kebijakan publik berbeda dengan tujuan
kebijakan publik.
Terdapat 2 subsistem dalam policy review:
1. Policy accountability
Suatu
kebijakan
yang

telah

dibuat

harus

dapat

diminta

pertanggungjawabannya. Baik oleh pembuat kebijakan itu sendiri maupun


oleh pelaksana kebijakan tersebut.
2. Policy evaluation
Evaluasi kebijakan dilakukan untuk menentukan kebijakan tersebut tetap
dilanjutkan karena tujuan yang diinginkan tercapai, merubah atau
memperbaiki kebijakan yang ada karena tujuan yang diinginkan kurang
maksimal, dan bahkan menghentikan kebijakan karena tujuan yang
diinginkan sama sekali tidak tercapai (gagal).
Evaluasi kebijakan sebagai suatu pengkajian secara sistemtik dan empiris
terhadap akibat-akibat dari suatu kebijakan dan program pemerintah yang
sedang berjalan dan kesesuaiannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai
oleh kebijakan tersebut. Kesulitan

dalam evaluasi kebijakan, antara lain

adalah tujuan-tujuan dalam kebijakan publik jarang dilakukan (ditulis) secara


cukup jelas, dalam artyi seberapa jauh tujuan-tujuan kebijakan publik itu
harus dicapai. Pengembangan ukuran-ukuran yang tepat dan dapat diterima
semua pihak sangat sulit dilakukan (Howlett dan Ramesh, 1995).
Howlett dan Ramesh (1995), mengemukakan tentang beberapa bentuk evaluasi
kebijakan, yaitu :
Public Policy

Page 38

a. Administrasi Evaluation (evaluasi Administratif)


Evaluasi administratif pada umumnya dibatasi pada
efisiensi penyampaian pelayanan

pengkajian tentang

pemerintah dan penentuan, apakah

penggunaan dana oleh pemerintah sesuai dengan tujuan yang telah dicapai.
b. Judicial Evaluation (Evaluasi Yudisial)
Evaluasi yudisial mengadakan pengkajian apakah kebijakan yang dibuat
pemerintah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, apakah tidak
melanggar HAM dan hak-hak individu.
c. Political Evaluation (Evaluasi Politis)
Evaluasi politis masuk dalam proses kebijakan hanya pada waktu-waktu
tertentu. Misalnya, pemilihan umum.

Pendekatan yang banyak dipergunakan adalah :


1. Pendekatan empiris, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu apakah
sesuatu itu ada (menyangkut fakta). Pendekatan ini lebih menekankan
penjelasan sebab akibat dari kebijakan publik. Contoh: Analisis dapat
menjelaskan atau meramalkan pembelanjaan negara untuk kesehatan,
pendidikan, transportasi. Jenis informasi yang dihasilkan adalah penandaan.
2. Pendekatan evaluatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu
berkaitan dengan penentuan harga atau nilai (beberapa nilai sesuatu) dari
beberapa kebijakan. Jenis informasi yang dihasilkan bersifat evaluatif.
3. Pendekatan normatif, memusatkan perhatian pada masalah pokok, yaitu
tindakan apa yang semestinya dilakukan. Pengusulan arah tindakan yang dapat
memecahkan masalah problem kebijakan, merupakan inti pendekatan normatif.
Jenis informasi bersifat anjuran atau rekomendasi.
4. Pendekatan prediktif, yaitu untuk memberikan informasi tentang konsekuensi
di masa mendatang, baik berupa keberhasilan maupun kegagalan suatu
kebijakan.
Pemilihan pendekatan yang digunakan sangat menentukan tingkat efektivitas
dan keberhasilan sebuah kebijakan.
3.5

Kesimpulan

Public Policy

Page 39

Jadi, siklus kebijakan merupakan bagian yang sangat penting untuk


tercapainya suatu kebijakan. Jika siklus kebijakan tersebut dilaksanakan dengan
baik, maka kebijakan yang terbentuk akan menjadi baik pula. Dalam siklus
kebijakan terdapat 4 sistem yaitu agenda setting, yang terdiri dari 3 sub sistem
yaitu problem identification, agenda setting, policy research, dan policy options
and strategies, kemudian sistem kedua adalah policy formation yang terdiri 3 sub
sistem yaitu policy negotiaton, policy formulation, dan policy organization.
Sistem

ketiga

adalah

policy

implementation

yang

terdiri

dari

policy

implementation dan policy enforcement. Sedangkan yang keempat adalah policy


review, yang terdiri dari policy accountability dan policy evaluation.

BAB IV
ANALISIS KEBIJAKAN
4.1

Pengertian Analisis Kebijakan


a.
Pengertian Analisis Kebijakan
1) Menurut Lasswell (1968, p.1), analisis kebijakan adalah
aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses
pembuatan kebijakan.
2) Menurut Williams (1971, p.13), analisis kebijakan merupakan
suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam
merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan
secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan
kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan

Public Policy

Page 40

keputusan

kebijakan,

secara

konseptual

tidak

termasuk

mengumpulkan informasi.
3) Menurut Quade (1975, p.4), analisis kebijakan adalah suatu
bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi
sedemikian rupa sehingga dapat memberikan landasan dari para
pembuat kebijakan dalam membuat keputusan. Dalam analisis
kebijakan, kata analisis digunakan dalam pengertian yang paling
umum, termasuk penggunaan intuisi dan pengungkapan pendapat
dan mencakup tidak hanya pengujian kebijakan dan memilahmilahkannya ke dalam sejumlah komponen-komponen tetapi
juga perancangan dan sintesis alternative-alternatif baru.
4) Analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual dan praktis
yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan
mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan dan di dalam
proses kebijakan.

4.2

Metodologi Analisis Kebijakan


Metodologi yang dibahas dalam analisis kebijakan, adalah sistem standar,

aturan,

dan

prosedur

untuk

menciptakan,

menilai

secara

kritis,

dan

mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Dalam hal ini,


pengetahuan menunjuk pada kepercayaan tentang sesuatu yang secara akal sehat
dapat dibenarkan. Dan erat hubungannya dengan aktivitas intelektual dan praktis
yang oleh John Dewey, dikatakan sebagai logic of inquiry, yaitu kegiatan
pemahaman

manusia

mengenai

pemecahan

masalah.

Dapat

dikatakan,

pemecahan masalah adalah elemen kunci dalam metodologi analisis kebijakan.


Sama pentingnya dengan pemecahan masalah, analisis kebijakan
merupakan bagian dari pencarian solusi untuk merumuskan masalah. Metodologi
analisis kebijakan diambil dari dan memadukan elemen-elemen dari berbagai
disiplin: ilmu politik, sosiologi, psikologi, ekonomi, filsafat. Analisis kebijakan
sebagian bersifat deskriptif (descriptive policy analysis), dimana merupakan aspek
analisis kebijakan yang ditujukan ke arah penciptaan, kritik, dan komunikasi
Public Policy

Page 41

klaim pengetahuan tentang sebab dan akibat kebijakan. Dan diambil dari disiplindisiplin tradisional (misalnya, ilmu politik).
Namun, analisis kebijakan juga bersifat normatif (normative policy
analysis), dimana merupakan aspek analisis kebijakan yang ditujukan ke arah
penciptaan, kritik, dan komunikasi klaim pengetahuan tentang nilai kebijakan
untuk generasi masa lalu, sekarang, dan masa datang. Analisis kebijakan
merupakan bentuk etika terapan, hal ini dikarenakan dalam pemilihan dan
penentuan prioritas dari nilai-nilai yang dikandung didalamnya memerlukan
penalaran yang bersifat moral. MacRae, Jr. (1976. pp.277-307) menyatakan,
sebagai disiplin ilmu terapan, analisis kebijakan meminjam tidak hanya ilmu
sosial dan perilaku tetapi juga administrasi publik, hukum, etika, dan berbagai
macam cabang analisis sistem dan matematika terapan.
Analisis kebijakan berupaya menciptakan pengetahuan yang dapat
meningkatkan efisiensi pilihan atas berbagai alternatif kebijakan. Misalnya,
alternatif kebijakan dalam penyediaan layanan kesehatan yang terjangkau,
redistribusi pendapatan kepada kelompok miskin, atau eliminasi diskriminasi
rasial dan seks dalam kesempatan kerja.
Menurut Dunn (1988), dalam Analisis Kebijakan, metode analisis umum
yang dapat digunakan, antara lain:
1. Metode peliputan (deskripsi), memungkinkan analis menghasilkan informasi
2.

mengenai sebab akibat kebijakan di masa lalu.


Metode peramalan (prediksi), memungkinkan analis menghasilkan informasi

3.

mengenai akibat kebijakan di masa depan.


Metode evaluasi, pembuatan informasi mengenai nilai atau harga di masa lalu

4.

dan masa datang.


Metode rekomendasi (Preskripsi), memungkinkan analis menghasilkan
informasi mengenai kemungkinan arah tindakan dimasa datang akan
menimbulkan akibat yang bernilai.

4.3

Prosedur Analisis Kebijakan


Metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang

lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia, yaitu:


1.

Perumusan masalah (definisi), menghasilkan informasi mengenai kondisikondisi yang menimbulkan masalah kebijakan.

Public Policy

Page 42

2.

Peramalan (prediksi), menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa

3.

mendatang dari penerapan alternatif kebijakan tersebut.


Rekomendasi (preskripsi), menyediakan informasi mengenai nilai atau
kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan

4.

masalah.
Pemantauan (deskripsi), menghasilkan informasi tentang konsekuensi

5.

sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan.


Evaluasi, menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari
konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.

Gambar 3. Analisis kebijakan yang berorientasi pada masalah


Kelima prosedur analisis kebijakan yang ditunjukkan dalam gambar 1
berguna sebagai alat untuk menggambarkan keterkaitan antara metode dan teknis
analisis kebijakan. Dimana metode analisis kebijakan adalah prosedur umum
untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang relevan dengan
kebujakan dalam berbagai konteks. Sedangkan teknis analisis kebijakan adalah
prosedur yang relatif khusus yang digunakan bersama-sama dengan metodemetode tertentu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang lebih sempit.
4.4

Pendekatan Analisis Kebijakan


Analisis kebijakan dapat dihaapkan untuk menghasilkan informasi dan

argument yang masuk akal mengenai:

Public Policy

Page 43

a. nilai yang pencapaiannya merupakan tolok ukur utama untuk melihat apakah
masalah telah teratasi,
b. fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian
nilai,
c. tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai.
Di dalam menghasilkan informasi dan argumen yang masuk akal tersebut,
seorang analis dapat memakai satu atau lebih dari tiga pendekatan analisis, yaitu:
1. Pendekatan empiris
Penekanan terutama pada penjelasan berbagai sebab dan akibat dari suatu
kebijakan publik tertentu. Pendekatan ini bersifat faktual dan macam informasi
yang dihasilkan bersifat deskriptif dan prediktif.
2. Pendekatan valuatif
Penekanan terutama pada penentuan bobot atau nilai beberapa kebijakan.
Pendekatan ini berkenaan dengan nilai dan macam informasi yang dihasilkan
bersifat valuatif.
3. Pendekatan normatif
Penekanan terutama pada rekomendasi serangkaian tindakan yang akan datang
yang dapat menyelesaikan masalah-masalah publik. Pendekatan ini berkenaan
dengan tindakan dan macam informasi yang dihasilkan bersifat preskriptif.
Para analis kebijakan berusaha tidak hanya untuk memproduksi informasi
tetapi juga untuk mentransformasikan informasi tersebut sebagai bagian dari
klaim pengetahuan dan argumen kebijakan. Dimana argumen kebijakan tersebut
mencerminkan alasan mengenai ketidaksetujuan kelompok masyarakat pada
alternatif tindakan tertentu yang diambil pemerintah. Berbagai bentuk analisis
kebijakan berdasarkan hubungan antara komponen informasi kebijakan dan
metode analisis kebijakan, dapat diperoleh tiga bentuk utama analisis kebijakan,
yaitu:
1)

Analisis Kebijakan Prospektif (Prospective Policy Analysis)


Berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan
dimulai dan diimplementasikan sebagai ciri cara beroperasinya para
ekonom, analis sistem, dan peneliti operasi. Namun, menurut Schick
(1977, p.262), analisis ini seringkali menimbulkan jurang pemisah yang

Public Policy

Page 44

besar antara pemecahan masalah yang diunggulkan dan upaya-uapaya


pemerintah untuk memecahkannya.
2)

Analisis Kebijakan Retrospektif (Retrospective Policy Analysis)


Berupa produksi dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan
dilakukan, mencakup berbagai berbagai tipe kegiatan yang dikembangkan
oleh tiga kelompok analis:
a. Analis yang berorientasi pada disiplin (Discipline-oriented analysts)
Kelompok ini berusaha untuk mengembangkan dan menguji teori
yang didasarkan pada teori serta menerangkan sebab dan konsekuensi
kebijakan. Dimana para analis menaruh perhatian pada pengembangan dan
pengujian teori-teori yang dianggap penting didalam disiplin ilmu sosial.
b. Analis yang berorientasi pada masalah (Problem-oriented analysts)
Kelompok ini juga berusaha untuk mengembangkan dan menguji teori
yang didasarkan pada teori serta menerangkan sebab dan konsekuensi
kebijakan. Tetapi para analisnya lebih menaruh perhatian pada identifikasi
variabel yang dapat dimanipulasi oleh para pembuat kebijakan untuk
mengatasi masalah.
c. Analis yang berorientasi pada aplikasi (Applications-oriented analysts)
Kelompok ini juga berusaha untuk mengembangkan dan menguji teori
yang didasarkan pada teori serta menerangkan sebab dan konsekuensi
kebijakan. Tetapi tidak perhatian pada pengembangan dan pengujian teoriteori dasar. Kelompok ini tidak hanya menaruh perhatian pada variabelvariabel kebijakan, tetapi juga melakukan identifikasi tujuan dan sasaran
kebijakan dari para pembuat kebijakan dan pelaku kebijakan.

3)

Analisis Kebijakan yang Terintegrasi (Integrated Policy Analysis)


Analisis kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang
mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian
pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan
kebijakan diambil.

Tiga model dasar analisis kebijakan public ada tiga model dalam analisis
kebijakan publik yaitu :

Public Policy

Page 45

1. Model Rasional komprehensif


Model ini menekankan teknik pengambilan keputusan atau kebijakan yang
diambil secara rasional dan menyeluruh dengan memperhitungkan biaya
dan manfaat dari setiap alternative yang ada hasil dari proses tersebut
adalah keputusan yang rasional, yaitu keputusn yang dapat mencapai suatu
tujuan yang paling efektif.
2. Model Inkremental
Model ini mencerminkan suatu teori pengambilan keputusan yang
menghindari banyak masalah dan alternative yangharus dipertimbangkan.
Model ini dipengaruhi sangat kuat oleh konsep administrative man,
dimana menyadari tentang keterbatasan seorang pimpinanatau manager
atau administrator public dalam menjalankan fungsi publiknya. Oleh
karena itu, kebijakan publik selalu berkaitan dengan keterbatasan waktu,
keahlian dan biaya, maka tidak mungkin membuat keputusan yang
rasional dan komprehensif dengan demikian alternative yang realistic
adalah memperbaiki dan meningkatkan kebijakan public yang sudah ada
agar lebih baik, lebih efektif dan efisien.
3. Model Campuran (mixed scanning model)
Model ini timbul berdasarkan pada analisis kelebihan dan kekurangan dari
model rasional komprehensif dan inkremantal model ini mendasarkan
aplikasi pembuatan kebijakan. Dengan menggunakan kedua model secara
fleksibel tergantung dari masalah dan konteks yang dihadapi. Dalam
kondisi yang menuntut kebijakan berdimensi luas ke depan, model
rasional komprehensif akan dipakai, sedang jika membutuhkan kebijakan
yang meningkat secara bertahap menggunakan model incremental.
Pendekatan rasional komprehensif diperlukan untuk mendapatkan
beberapa keputusan dasar dan strategis, sedangkan untuk beberapa
keputusan operasional di lapangan digunakan pendekatan incremental.
Menurut teori yang dikembangkan oleh Amitai Etzioni, tiap elemen dalam
mixed scanning dapat saling membantu mengurangi kekurangan pihak
yang lain. Inkrementalis mengurangi aspek yang tidak realistic pada
rasionalisme, sebaliknya rasionalisme mengurangi keputusan cepat yang

Public Policy

Page 46

konservatif dari inkrementalisme dengan melakukan eksplorasi dari


berbagai alternatif.

4.5

Kesimpulan
Analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual dan praktis yang

ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan


pengetahuan tentang dan dan di dalam proses kebijakan. Di analisis kebijakan ada
3 model adalah Model Rasional komprehensif, Model Inkremental, dan Model
Campuran (mixed scanning model). Selain itu juga ada lima prosedur Analisis
Kebijakan antara lain Perumusan masalah (definisi), Peramalan (prediksi),
Rekomendasi (preskripsi), Pemantauan (deskripsi), dan Evaluasi. Bentuk Analisis
Kebijakan dibagi menjadi tiga adalah Analisis Kebijakan Prospektif (Prospective
Policy Analysis), Analisis Kebijakan Retrospektif (Retrospective Policy Analysis),
dan Analisis Kebijakan yang Terintegrasi (Integrated Policy Analysis).

Public Policy

Page 47

BAB V
MASALAH UTAMA DI BIDANG KESEHATAN

5.1

MDGs
The Millennium Development Goals (MDGs) are eight international

development goals that all 193 United Nations member states and at least
23 international organizations have agreed to achieve by the year 2015. The goals
are:

eradicating extreme poverty and hunger,


achieving universal primary education,
promoting gender equality and empowering women
reducing child mortality rates,
improving maternal health,
promoting HIV/AIDS, malaria, and other diseases,
ensuring environmental sustainability, and
developing a global partnership for development.
Waktu untuk mencapai berbagai sasaran Millennium Development Goals

(MDGs) tinggal tiga tahun lagi. Dari delapan goals yang ditetapkan, lima goals
yaitu MDGs 1, 4, 5, 6 dan 7 terkait erat dengan kesehatan. Akan tetapi berbagai
masalah masih banyak timbul diantaranya :
1. MDG-1 adalah prevalensi gizi kurang dan gizi buruk. Prevalensi gizi kurang
menurun secara signifikan, dari 31% (1989) menjadi 17,9 % (2010).
Demikian pula prevalensi gizi buruk menurun dari 12.8 % (1995) menjadi 4,9
% (2010). Kecenderungan ini menunjukkan, target penurunan prevalensi gizi
kurang dan gizi buruk menjadi 15% dan 3,5 % pada 2015, diharapkan dapat
tercapai. Untuk mengatasi masalah gizi, diprioritaskan kepada 1.000 hari
pertama kehidupan mencakup perbaikan gizi ibu hamil tentang makanan
bergizi selama hamil; Pemberian tablet Fe pada ibu hamil ,Pelayanan Inisiasi
Menyusui Dini (MD) di fasilitasi kesehatan, Konseling menyusui secara
ekslusif; Pemberian TABURIA, Pemberian MP-ASI untuk anak usia 6-24
bulan gizi kurang, Pemantauan pertumbuhan di Posyandu; Supelementasi
Public Policy

Page 48

Vitamin A, Tatalaksana anak gizi buruk termasuk pencegahan dan


pengurangan kasus anak yang pendek (stunting), dan peningkatan intervensi
melalui fortifikasi untuk menanggulangi kekurangan zat gizi mikro.
2. Dalam koridor MDG-4, berdasarkan data Hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (2007), angka kematian bayi (AKB) adalah 34 per 1000
kelahiran hidup dan angka kematian balita (AK balita) adalah 44 per 1000
kelahiran hidup. Angka kematian neonatal menunjukkan tren penurunan yang
lambat. Padahal, target yang harus dicapai pada tahun 2015 adalah 23 per
1000 kelahiran hidup untu AKB dan 32 per 1000 kelahiran hidup untuk AK
balita.
3. Selanjutnya, indikator MDG-5 yaitu angka kematian ibu (AKI), merupakan
salah satu indikator yang diperkirakan sulit dicapai. Kesulitan ini tidak hanya
dirasakan Indonesia tetapi juga di banyak negara berkembang di dunia. Data
terakhir AKI adalah 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007).
Masih perlu upaya yang lebih keras guna mencapai target MDG pada 2015,
yaitu AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Tingginya AKI
dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi dan budaya. Penyebab utama
kematian ibu , yaitu perdarahan pasca persalinan, eklamasia dan infeksi.
Memperhatikan permasalahan yang dihadapi maka pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan merupakan salah satu upaya
prioritas dalam penurunan AKI.
4. Tentang MDG-6, case fatality rate (CFR) penderita AIDS di Indonesia
menurun dari 40% (1987) menjadi 2.7% (2011). Ada kecenderungan
peningkatan prevalensi HIV, namun prevalensi AIDS tampak stabil. Keadaan
ini diduga terjadi karena banyak orang yang terdiagnosis sejak dini. Faktor
risiko utama penularan AIDS di Indonesia adalah hubungan seks
heteroseksual tanpa pelindung (kondom) dan tukar- menukar jarum suntik di
antara pengguna narkotik suntik (Penasun).
Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit HIV/AIDS difokuskan pada
upaya menekan laju angka prevalensi kasus HIV dan peningkatan presentase
ODHA yang Anti Retroviral Treatment (ARV).
5. Tentang MDG-7, indikator Proporsi rumah

tangga

dengan

akses

berkelanjutan terhadap air minum layak, di perkotaan dan perdesaan telah


menunjukkan kemajuan yang berarti dan dibutuhkan upaya-upaya yang lebih
Public Policy

Page 49

keras lagi untuk ke depan. Pencapaian MDGs Bidang Kesehatan di Sulawesi


Utara Di Sulawesi Utara, dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia,
pencapaian

MDGs

bidang

kesehatan

sudah

mencapai

hasil

yang

menggembirakan.

5.2

Dua Puluh Empat Indikator Kesehatan dalam Ipkm


Ada 24 indikator kesehatan yang digunakan dalam IPKM dengan nilai

korelasi UHH yang tertinggi. Indikator kesehatan tersebut adalah prevalensi balita
gizi buruk dan kurang, prevalensi balita sangat pendek dan pendek, prevalensi
balita sangat kurus dan kurus, prevalensi balita gemuk, prevalensi diare,
prevalensi pnemonia, prevalensi hipertensi, prevalensi gangguan mental,
prevalensi asma, prevalensi penyakit gigi dan mulut, prevalensi disabilitas,
prevalensi cedera, prevalensi penyakit sendi, prevalensi ISPA, proporsi perilaku
cuci tangan, proporsi merokok tiap hari, akses air bersih, akses sanitasi, cakupan
persalinan oleh nakes, cakupan pemeriksaan neonatal-1, cakupan imunisasi
lengkap, cakupan penimbangan balita, ratio Dokter/Puskesmas, dan ratio
bidan/desa.
Kabupaten/kota mempunyai masalah kesehatan yang berbeda, bergantung
kepada keadaan 24 indikator kesehatan yang masuk dalam IPKM. Seperti
perbedaan IPKM antara Kab. Gianyar dan Manggarai, dimana peringkat IPKM
Kab. Gianyar lebih baik dibanding Manggarai, namun perilaku cuci tangan lebih
banyak di Kab. Manggarai dibanding Kab. Gianyar. Begitu pula kasus diare di
Kab. Gianyar pun lebih banyak dibanding Kab. Manggarai.

Public Policy

Page 50

BAB VI
CONCLUSION

The bottomline of policy is a decisions or choices of action which directly


arrange of management and distribution of natural resources, financials, and
human for public interest. Namely many people, population, or citizens. Policy is
a result from sinergy, compromize, or even competition between many ideas,
theory, ideology, and interests which represents political system of country.
Policy analysis is an intelectual activity directed to create, critical appraisal,
and communicating a knowledge about and in policy process. Which a part of
policy analysis has a descriptive character and the other part has a normative
character. The metodology

of policy analysis are combining of five general

procedure which prevalented use in a problem solving of human, the procedure


are problem composing (definition), prediction, recommendation (prescription),
monitoring (description), and evaluation. In a resulting of information and some
possible arguments, an analyst can use one or more than three analysis
approachment , including: empirical approachment, valuative approachment, and
normative approachment. There are three mainform policy analysis, including:
prospective policy analysis, retrospective policy analysis and integrated policy
analysis. There are many various of a policy definitions from experts. Meanwhile,
basicly, public policy can be interpreted as a plan of country or governments
actions, which the constructive result or destructive directly influence to wide
people. There are three levels of public policy, including macro policy, meso
policy, and micro policy of public policy. According to James E.Anderson and
there are three kinds : (1) substantive and procedural policy, (2) distributive,
redistributive and regulatory policies, (3) Material Policy, and (4) public goods
and private goods policies.
This policies were made as a device to order a people widely or small
organization available in order harmonicly between individual or people are
happened. Otherwise has a function as a government devices to response public
Public Policy

Page 51

issue published so with that policy a public issue can be abated and can be roled in
a development on economic, politic, and security field.
The problem of policy is needs, values, or opportunies which not realized
but can be achieved with public action. A policy problem can be said as a public
issue if that problem become a dialogue, which make restlessness in society, and
give an influenced for society. A policy can be effective if can conquer a problem
which become public issue. The example of the health problem which represents
public issue is bird influence case.
Arrangement of policy is continue process, as an environment structure or
cycle. That cycle including (1) agenda setting, which include problem
identification, agenda setting, policy result, policy option and atrategic, (2) policy
formation, which include policy negotiation, policy formulation, and policy
organization, (3) policy implementation, which include policy implementation and
policy enforcement, and (4) policy review which include policy accountability
and policy evaluation.

Public Policy

Page 52

DAFTAR PUSTAKA
GOVERNMENT AND PEOPLE: HEALTH AND DEVELOPMENT
CHALLENGE. Viewed 22 Mei 2012, 13:26 am, http://www.who.co.id
Indonesia-Health viewed 22 Mei 2012, 13:26 am,
http://www.nationsencyclopedia.com
Improving Indonesians Health Outcomes, viewed 22 Mei 2012, 13:26 am,
http://siteresources.worldbank.org
Bhrs, Ton; Bartlett, Robert V. (1993). Environmental Policy in New Zealand.
The Politics of Clean and Green. Oxford University Press. ISBN 0-19-5582845.
Bullock, Charles S, dkk. (1942). Public Policy in the Eighties. Brooks/ Cole
Publishing Company, Monterey, California. ISBN 0-534-01376-7
Dunn, William N., 1994, Public Policy Analysis: An Introduction Second
Edition, Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, NJ.
Parson, Wayne, 2001, Public Policy: An Introduction to the Theory and
Practice of Policy Analysis, Edward Elgar Publishing, Ltd, London, UK.
GOVERNMENT AND PEOPLE: HEALTH AND DEVELOPMENT
CHALLENGE. viewed 06 April 2011, 12:26 am, <http://www.who.co.id>
Dunn, William N. 1999. Analisis Kebijakan. Diterjemahkan Drs. Samodra
Wibawa, MA dkk. Edisi ke 2. Jakarta

Public Policy

Page 53

Anda mungkin juga menyukai