2)
3)
Kelompok Keilmuan Kimia Organik, Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Teknologi Bandung, Bandung
Kelompok Keilmuan Kimia Anorganik dan Fisik, Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Bandung
e-mail: deana@chem.itb.ac.id
Diterima 13 Juli 2009, disetujui untuk dipublikasikan 23 Maret 2010
Abstrak
Korosi pada permukaan bagian dalam pipa merupakan masalah pelik dalam pertambangan minyak dan gas bumi.
Salah satu solusinya adalah penggunaan inhibitor korosi organik. Asam amino dan turunannya berpotensi sebagai
inhibitor korosi, diantaranya yang dipelajari dalam studi ini adalah asam glutamat. Efektivitas asam glutamat
sebagai inhibitor korosi pada baja karbon dalam larutan NaCl 1% (w/v) jenuh CO2 telah ditentukan menggunakan
metode Tafel dengan optimasi konsentrasi asam glutamat, pH, dan suhu media uji. Asam glutamat memberikan
efisiensi inhibisi korosi paling baik pada suhu kamar (26oC) dengan konsentrasi 8 ppm dalam larutan NaCl 1% da
pH media uji 6,5, yaitu 48,19%. Adanya larutan buffer asetat dalam media uji dan pada kondisi di atas suhu kamar
menyebabkan asam glutamat 8 ppm menjadi tidak efektif lagi digunakan sebagai inhibitor korosi.
Kata kunci: Inhibitor korosi, Baja karbon, Asam glutamat, Metode tafel
Abstract
Corrosion towards the inner parts of oilfield pipelines is one of most disturbing problems in oil and gas industries.
Amino acid and its derivatives have potent as corrosion inhibitor, including glutamic acid, which has been studied
within this research project. The effectivity of glutamic acid as corrosion inhibitor towards carbon steel in 1% (w/v)
NaCl solution saturated by CO2 has been determined utilizing Tafel method with the optimization of glutamic acid
concentration, pH, and temperature of tested medium. Glutamic acid showed the highest corrosion inhibition
efficiency at room temperature (26oC), which is 48.19% at the concentration of 8 ppm in 1% NaCl solution and pH
6.5. The presence of acetate buffer solution in the medium that was being tested and at the temperature higher than
room temperature has caused glutamic acid at the concentration of 8 ppm became ineffective to be applied as
corrosion inhibitor.
Keywords: Corrosion inhibitor, Carbon steel, Glutamic acid, Tafel method
organik. Inhibitor anorganik memiliki inhibisi yang
baik terhadap laju korosi namun menimbulkan
masalah bagi lingkungan bila terakumulasi, sehingga
penggunaan inhibitor organik menjadi pilihan
alternatif karena lebih ramah lingkungan (Bentiss
dkk., 2004; Lopez dkk., 2004). Senyawa organik
yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
oksigen, sulfur, fosfor, ikatan rangkap atau cincin
aromatik pada molekulnya dapat digunakan sebagai
inhibitor korosi, karena dapat teradsorpsi dengan baik
pada permukaan logam. Senyawa organik yang
mengandung gugus amina dan karboksilat seperti
asam amino juga dapat digunakan sebagai inhibitor
korosi (Srhiri dkk., 1996; Heeg dkk., 1998;
Rajendran dkk., 2001; Stupnisek-Lisac dkk., 2002).
Hal ini disebabkan oleh adanya gugus amina, gugus
karboksilat, dan gugus samping yang mengandung
gugus fungsi belerang, senyawa aromatik dan
heterosiklik nitrogen, yang berpotensi untuk dapat
berinteraksi dengan permukaan logam dan
membentuk lapisan pelindung terhadap lingkungan
Pendahuluan
Korosi merupakan masalah rumit dalam
pertambangan minyak dan gas bumi. Selain
mengandung air, minyak mentah dan gas alam juga
dapat mengandung CO2, asam organik, misalnya
asam asetat, serta senyawa sulfida dan garam-garam
klorida yang bersifat korosif terhadap bagian dalam
pipa baja pengalirnya (Hong and Jepson 2001; Cruz
dkk., 2005). Korosi baja karbon bergantung pada
komposisi anion-anion dalam larutan elektrolit.
Dalam larutan yang mengandung ion Cl (klorida)
dan CO2 terlarut, perilaku korosi baja karbon
dipengaruhi oleh pH, konsentrasi ion dan suhu yang
dapat mempengaruhi potensial korosi (Jones 1992;
Kuznetsov 2002; Perez 2004). Korosi pada
permukaan luar pipa dapat dihambat dengan
pengecatan dan perlindungan katoda, tetapi korosi
pada permukaan bagian dalam pipa hanya dapat
dilakukan menggunakan inhibitor korosi. Ada dua
macam inhibitor korosi, yaitu inhibitor anorganik dan
Ketis, dkk., Efektivitas Asam Glutamat Sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Karbon dalam Larutan NaCl 1%
yang korosif. Dengan adanya gugus-gugus tersebut
maka dapat diasumsikan senyawa asam amino dan
turunannya merupakan kandidat yang potensial
sebagai inhibitor korosi. Beberapa penelitian telah
melibatkan beberapa asam amino sebagai inhibitor
korosi, diantaranya adalah asam amino histidin
(Wahyuningrum, 2004, 2006; Mateo dkk., 2003),
sistein (Brolo dkk., 2002; Matos, 2004), dan triptofan
(El-Shafei dkk., 2004). Asam amino lain dan
turunannya yang sudah diteliti memberikan efisiensi
inhibisi (EI) yang baik tetapi secara ekonomi masih
belum menguntungkan (Rajendran dkk., 2001;
Stupnisek-Lisac dkk., 2002). Asam glutamat adalah
asam amino yang memiliki dua gugus karboksilat dan
satu gugus amina yang diharapkan dapat
menginhibisi korosi dengan cara teradsorpsi pada
permukaan baja karbon. Asam glutamat merupakan
senyawa antara dalam pembuatan mono sodium
glutamat (MSG) yang relatif murah di pasaran,
sehingga apabila asam glutamat terbukti berpotensi
sebagai inhibitor korosi, maka secara otomatis asam
glutamat menjadi suatu kandidat inhibitor korosi
yang secara ekonomi relatif murah dan meningkatkan
nilai ekonomis pada produksi MSG secara umum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektivitas asam glutamat sebagai inhibitor korosi
pada baja karbon dalam larutan NaCl 1% jenuh CO2,
dengan optimasi konsentrasi asam glutamat, pH dan
suhu media uji dengan menggunakan metode Tafel.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu
memperkaya khazanah keilmuan mengenai inhibitor
korosi organik, khususnya untuk menghambat
peristiwa korosi pada baja karbon yang biasa
digunakan pada pipa pertambangan minyak dan gas
bumi.
2. Metodologi
Pengukuran laju korosi menggunakan alat
Voltalab potensiostat PGZ 301 dengan metode
Tafel. Secara umum prosedur pengukuran korosi
baja karbon dalam larutan uji, baik tanpa inhibitor
(blanko) maupun dengan inhibitor sebagai berikut: ke
dalam sel elektrokimia yang dilengkapi pengaduk
magnet dituangkan 100 mL larutan uji, lalu ketiga
elektroda dipasang. Ketiga elektroda tersebut adalah
elektroda kerja (baja karbon), elektroda bantu
(platina) dan elektroda pembanding (elektroda
kalomel jenuh, SCE). Elektroda kerja (baja karbon)
yang telah dipoles basah dengan ampelas silikon
karbida (SiC) 1000 grit hingga halus dan rata
kemudian dicuci dengan aquadest, disemprot dengan
gas nitrogen dan dicuci dengan aseton. Selanjutnya
ketiga elektroda dihubungkan dengan potensiostat
PGZ 301, pengaduk magnet dijalankan, gas CO2
dialirkan secara bubbling selama 20 menit untuk
mendesak gas oksigen keluar dari sistem, dan setelah
20 menit potensiostat dijalankan. Pasangan elektroda
kerja dan elektroda pembanding mengukur potensial
sel, pada saat bersamaan pasangan elektroda kerja
dan elektroda bantu mengukur arus korosi. Data yang
(2-1)
Dalam persamaan tersebut, ikor blanko adalah
kerapatan arus korosi logam pada larutan blanko
-590
0.5
1.5
2.5
-610
-650
Blank
5 ppm
8 ppm
-670
10 ppm
15 ppm
-690
20 ppm
25 ppm
-630
-710
-730
-750
2
Tabel 1. Pengaruh konsentrasi asam glutamat terhadap korosi baja karbon dalam larutan NaCl 1 % jenuh CO2 pada
suhu 26oC
Konsentrasi asam glutamat
dalam media uji
Ekor (mV)
ikor (A/cm2)
% Efisiensi Inhibisi
0 ppm (blanko)
-664,7
56,114
656,2
5 ppm
-643,6
42,910
501,8
23,53
8 ppm
-647,7
29,071
340,0
48,19
10 ppm
-640,6
46,468
543,5
17,19
15 ppm
-643,7
48,198
563,7
14,11
20 ppm
-639,4
38,627
441,8
31,16
25 ppm
-632,7
31,667
370,4
43,57
Ketis, dkk., Efektivitas Asam Glutamat Sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Karbon dalam Larutan NaCl 1%
berada dalam bentuk monoanionnya, dimana gugus
-amina terprotonasi (Gambar 2). Gugus NH3+
cenderung mempolarisasi permukaan baja karbon ke
arah lebih negatif. Dengan demikian, polarisasi
permukaan baja karbon ke arah lebih positif
disebabkan oleh kedua gugus karboksilat yang
bermuatan negatif (COO), dengan gugus COO
rantai samping memegang peran yang lebih besar.
Hal ini didukung oleh data hasil uji efisiensi inhibisi
korosi asam amino glutamin pada konsentrasi yang
sama (8 ppm dalam larutan NaCl 1%) yang
memberikan efisiensi inhibisi korosi jauh lebih kecil
(hanya 8,19%) daripada asam glutamat 8 ppm. Pada
glutamin, nilai pKa1, pKa2 dan pI adalah, secara
berturut-turut, 2,2; 9,1 dan 5,7 (Solomon and Fryhle,
2008), sehingga pada pH media uji, yaitu 6,5,
glutamin berada dalam bentuk zwitter ion-nya
(Gambar 3). Dalam bentuk ini, glutamin hanya
memiliki satu gugus COO yang dapat teradsorpsi
pada permukaan baja karbon, sedangkan gugus
NH3+ pada glutamin memberikan efek sebaliknya
yang menyebabkan efisiensi inhibisi korosi glutamin
terhadap baja karbon menjadi kecil.
a.
pKa3 = 4,3
pKa1= 2,2
HO
OH
NH3
NH3
NH3
HO
pI = 3,2
pKa2 = 9,7
NH2
NH2
HO
OH
O
O
b.
asam glutamat
NH3
OH
NH3
pI = 5,7
H3N
NH3
pKa1 = 2,2
H3N
H2N
1
(3-3)
exp
55,55
RT
K ads =
pKa2 = 9,1
5.00E-04
NH2
H2N
OH
glutamin
3.50E-04
O
O
C/
4.50E-04
4.00E-04
NH2
H2N
3.00E-04
2.50E-04
2.00E-04
0.00E+00
y = 2.437x + 1E-05
1.50E-04
1.00E-04
R = 0.8233
5.00E-05
iinh
(3-1)
iuninh
dengan iinh dan iuninh adalah kerapatan arus korosi
(dalam mA/cm2), secara berturut-turut, larutan
sampel dengan dan tanpa inhibitor korosi. Ternyata
data yang dianalisis bersesuaian dengan isoterm
adsorpsi Langmuir dalam bentuk yang paling
sederhana, yaitu grafik linier hubungan antara
konsentrasi sampel inhibitor korosi (Cinh) dengan
= 1
0.00005
0.0001
0.00015
0.0002
C (dalam M)
Tabel 2. Pengaruh pH terhadap efisiensi inhibisi korosi asam glutamat terhadap baja karbon dalam larutan NaCl 1%
jenuh CO2 pada suhu 26oC
pH
Ekor (mV)
ikor (A/cm2)
% Efisiensi Inhibisi
a
b
-556,9
-504,8
64,562
58,881
755,1
688,6
8,80
a
b
-596,0
-592,7
63,378
64,110
741,2
749,8
-1,58
a
b
-644,2
-643,0
106,500
110,700
1245,0
1295,0
-3,94
a
b
-677,0
-674,5
111,500
121,600
1303,0
3421,7
-9,06
Ketis, dkk., Efektivitas Asam Glutamat Sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Karbon dalam Larutan NaCl 1%
Tabel 3. Pengaruh suhu terhadap efisiensi inhibisi korosi asam glutamat 8 ppm pada korosi baja karbon dalam
larutan NaCl 1% jenuh CO2
Suhu (oC)
Ekor (mV)
ikor (A/cm2)
% Efisiensi Inhibisi
40
a
b
-720,7
-724,4
145,068
134,596
1696,4
1518,0
7,22
55
a
b
-719,0
-720,5
172,073
172,466
2012,2
2015,0
-0,23
70
a
b
-716,6
-718,4
209,500
230,450
2449,9
2695,0
-10,00
231,750
259,800
2710,1
3038,0
-12,10
85
a
-709,5
b
-709,8
Keterangan: a = blanko ; b = sampel
Ea
(3-4)
RT
dimana icor adalah kerapatan arus korosi (dalam
mA/cm2), A adalah faktor pre-eksponensial (tetapan
Arrhenius), Ea adalah energi pengaktifan proses
korosi (dalam kJ/mol), R adalah tetapan gas ideal
(yaitu 8,314 kJ/mol.K) dan T adalah suhu (dalam K).
Berdasarkan Gambar 6 dan Persamaan (3-4)
diperoleh bahwa nilai energi pengaktifan, Ea, untuk
proses inhibisi korosi oleh asam glutamat adalah
25,91 kJ/mol sedangkan energi pengaktifan, Ea,
untuk larutan blanko adalah 16,43 kJ/mol. Hal ini
menunjukkan bahwa proses korosi baja karbon dalam
larutan asam glutamat 8 ppm tetap relatif lebih
lambat terjadi dibandingkan dalam larutan blanko.
Jadi, walaupun efisiensi inhibisi korosi asam
glutamat pada konsentrasi 8 ppm kurang efektif dan
cenderung korosif pada suhu di atas suhu kamar,
namun masih memiliki potensi untuk menghambat
laju korosi logam baja karbon dalam larutan NaCl
1%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi
optimum penggunaan asam glutamat sebagai
kandidat inhibitor korosi adalah pada suhu kamar
dengan konsentrasi 8 ppm dalam larutan NaCl 1%
yang memiliki pH larutan 6,5.
icor = A exp
1000/T
-7.00
2.70
2.80
2.90
3.00
3.10
3.20
3.30
-7.10
Blanko
-7.20
ln(ikor /T)
-7.30
y = -1.3534x - 3.4136
R2 = 0.9762
-7.40
-7.50
-7.60
y = -0.8581x - 4.9309
R2 = 0.9813
-7.70
-7.80
Ketis, dkk., Efektivitas Asam Glutamat Sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Karbon dalam Larutan NaCl 1%
Jones, D. A., 1992, Principles and Prevention of
Corrosion. Singapore, Macmillan Publishing
Company.
Kadirgan, F. and S. Suzer, 2001, Electrochemical and
XPS studies of corrosion behaviour of a low
carbon steel in the presence ofFT2000
inhibitor, J. Electron. Spectrosc., 114, 597601.
Kalman, E., J. Telegdi and T. Rigo, 2004, Nanolayer
Barriers for Inhibition of Copper Corrosion.
Corrosion Engineering, Science and
Technology, 39:1, 65-70.
Kuznetsov, Y. I., 2002, Current State of the Theory
of Metal Corrosion Inhibition, Prot. Met+.,
38:2, 103-111.
Lopez, D. A., W. H. Schreiner, S. R. de Sanchez and
S. N. Simison, 2004, The Influence of
Inhibitors Molecular Structure and Steel
Microstructure on Corrosion Layers in CO2
Corrosion:
An
XPS
and
SEM
Characterization, Appl. Surf. Sci., 236, 7797.
Mateo, E. Marti, Ch. Methivier, P. Dubot, and C. M.
Pradier, 2003, Adsorption of (S)-Histidine
on Cu(110) and Oxygen-Covered Cu(110), a
Combined Fourier Transform Reflection
Absorption Infrared Spectroscopy and Force
Field Calculation Study, J. Phys. Chem. B,
107, 10785-10792
Matos, J.B , L. P. Pereira, S. M. L. Agostinho, O. E.
Barcia, G. G. O. Cordeiro, and E. DElia,
2004, Effect of Cysteine on The Anodic
Dissolution of Copper in Sulfuric Acid
Medium, J. Electroanal. Chem., 570, 9194.
Migahed, M. A., H. M. Mohamed, 2003, Corrosion
Inhibition of H-11 Type Carbon Steel in 1 M
Hydrochloric Acid Solution by N-Propyl
Amino Lauryl Amide and Its Ethoxylated
Derivatives, Mater. Chem. Phys., 80, 169175.
Morad, M. S. and A. M. Kamal El-Dean, 2006, 2,2'Dithiois(3-cyano-4,6-dimethylpyridine): A
New Class of Acid Corrosion Inhibitors for
Mild Steel, Corros. Sci., 48:11, 3398-3412.
Perez, N., 2004, Electrochemistry and Corrosion
Science. New York, Boston, Dordrecht,
London, Moscow, Kluwer Academic
Publishers.
Rajendran, S., B. V. Apparao, N. Palaniswamy, V.
Periasamy and G. Karthikeyan, 2001,
Corrosion
Inhibition
by
Strainless
Complexes, Corros. Sci., 43, 1345-1354.
Refaey, S. A. M., F. Taha and A. M. A. El-Malak,
2006, Corrosion and Inhibition of 316L