Anda di halaman 1dari 20

ACARA III

CREAM CHEESE

A. Tujuan
Tujuan praktikum Acara III Sub Acara Cream Cheese yaitu :
1. Mengetahui cara pembuatan cream cheese
2. Mengetahui pengaruh penambahan garam dan CaCl terhadap karakteristik
cream cheese
3. Mengetahui jenis-jenis cream cheese yang ada di pasaran
4. Mengetahui pengaruh perbedaan komposisi cream cheese terhadap
penerimaan panelis
B. TinjauanPustaka
Cream cheese merupakan keju yang lunak, lembut, kaya akan gizi dan
merupakan keju yang belum masak. Cream cheese berwarna putih dengan
tekstur creamy, mempunyai rasa sedikit asam dengan flavor diasetil. Cream
cheese biasanya diproduksi dengan koagulasi dari cream atau campuran susu
dan cream dengan kultur starter yang dapat menyebabkan asam dan siap
dikonsumsi setelah proses produksi selesai. Cream cheese merupakan satu dari
makan dari keju yang di produksi dari Amerika. Cream cheese biasanya
digunakan untuk spread pada roti bagel, sebagai dressing salad dan sebagai
bahan untuk membuat beberapa macam dessert, seperti cheesecake
(Phadungath, 2005).
Produk cream cheese dikategorikan menjadi dua jenis berdasarkan
kandungan lemak yang berbeda dalam campuran awal dan komposisi akhir.
Double-cream adalah keju yang mengandung minimal 9-11% lemak dalam
campuran awal, dan single-cream adalah keju dengan kadar lemak 4,5-5%
pada campuran awal. Produk cream cheese yang baik dengan harus memiliki
warna putih cerah seragam dengan flavor dan rasa asam laktat dan diacetyl
yang ringan. Tekstur produk yang baik adalah lembut, tidak menggumpal,
tidak berpasir, memiliki daya oles yang baik pada suhu kamar (Figoni, 2011).
Cream cheese dapat digunakan sebagai campuran pembuatan berbagai
produk pangan, terutama banyak digunakan dalam produk bakery. Cream

cheese sebaiknya disimpan dalam keadaan dingin sehingga dapat digunakan


sebagai campuran bahan masakan, sebagai saus dressing makanan, dan
pelapis (icing) pada bermacam macam kue (Robinson, 2012). Cream
cheese biasanya dikonsumsi secara langsung dengan menjadikannya olesan
pada roti bagel, salad dressing, dan bahan pembuat dessert seperti
cheesecake (Phadungath, 2005). Di Indonesia sendiri, pengolahan cream
cheese belum banyak dikembangkan, namun telah muncul penelitian
penelitian pembuatan cream cheese dengan berbagai variasi, yakni
menggunakan cabai, seledri, buah nanas, dan kacang sebagai penambah cita
rasa cream cheese (Sukotjo, 2003).
Cream cheese dibuat berdasarkan proses pembuatan keju tanpa whey.
Cream cheese dibuat dengan menggunakan susu bovine segar. Pertama, susu
distandarisasi agar kandungan lemaknya sekitar 10-12% untuk cream cheese
rendah lemak dan 24-28% untuk cream cheese tinggi lemak, yang akan
disimpan sebagai kontrol. Kemudian, susu dipanaskan pada suhu 60 oC dan
dicampur dengan susu bubuk skim, protein whey konsentrat, gum kacang
lokus, karagenan, kasein sodium dan juga inulin. Kemudian dipanaskan pada
suhu 70oC dan dihomogenisasi sekitar 200 bar dan dipasteurisasi pada suhu
80oC selama 20 menit dan didinginkan pada suhu 22 oC. pada susu yang
dipasteurisasi, ditambahkan inokulan bakteri mesofilik pada suhu 22 oC
kemudian diinkubasi pada temperatur tersebut sampai pH tercapai nilai 4,7.
Starter bakteri yang digunakan yaitu pada level 1%. Setelah 20 menit, rennet
dilarutkan pada 30 fold dengan air dingin kemudian ditambahkan pada
konsentrasi 4,5 IMCU/kg susu. Kemudian gumpalan dipanaskan, setelah
mengalami koagulasi dan ditambahkan garam. Pada titik ini, campuran di
aduk sangat halus. Kemudian campuran dimasak pada suhu 40-60 oC dan
dihomogenisasi sekitar 20-70 bar. Setelah jadi, cream cheese disimpan pada
suhu 4oC (Fadaei, 2012).
Susu full cream merupakan produk susu yang diperoleh dari
pengolahan susu cair. Selain susu cair, susu full cream juga dapat dibuat
dengan susu hasil pencampuran susu cair dengan susu kental atau krim bubuk

atau susu hasil pencampuran susu cair dengan susu kental atau susu bubuk,
dan yang telah dipasteurisasi. Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak
kurang dari 26% (Utami, 2009).
Krim susu merupakan emulsi minyak dalam air dimana dengan
whipping dapat membentuk busa dengan penggabungan udara ke dalam
sistem (1). Selama membentuk whipping krim dispersi gelembung udara yang
dikelilingi oleh lemak sebagian bersatu antara udara dan cairan (2). Sebagian
lemak yang bersatu akan terbentuk ketika kristal lemak padat dari satu tetesan
minyak menembus ke dalam fasa cair dari tetesan lemak lain (3).
Pembentukan lemak sebagian yang bersatu diinginkan karena membuat
lemak tergabung dalam emulsi dan akan meningkatkan viskositas dari krim
(3). Lapisan lemak menyediakan busa dengan kekuatan mekanik yang
menstabilkan busa dan memiliki dampak positif pada tekstur produk (3).
Untuk properti stabilisasi optimal penting bahwa ukuran gumpalan lemak
yang terbentuk adalah sekitar ukuran yang sama seperti sel-sel udara (4)
(Lundin, 2013).
Renin termasuk enzim protease asam, yaitu enzim yang mempunyai
sisi aktif pada dua gugus karboksil. Disamping terdapat renin, dalam rennet
juga terkandung enzim protease lain yaitu pepsin. Renin bekerja
menggumpalkan susu melalui dua tahap reaksi, yaitu secara enzimatis dan non
enzimatis. Kedua reaksi tersebut berlangsung secara terpisah, namun tidak
dapat dibedakan secara visual. Enzim renin akan merusak kestabilan misel
kasein. Renin memecah ikatan spesifik antara fenil alanin dan metionin,
merusak bagian yang kaya kerbohidrat (glikoprotein) sehingga terbentuk parak-kasein. Sisa kasein tidak dapat mempertahankan kestabilan misel karena
hilangnya bagian asam dari molekul. Kemudian k-kasein saling mendekat dan
bersatu dengan ikatan hidrofobik, membentuk jaringan tiga dimensi yang
merangkap fase cairan dari susu. Renin tidak memindahkan kalsium dari
misel, sehingga terbentuk kalsium-fosfo-kaseinat yang keras dan elastis
(Miskiyah, 2011).

Dalam pembuatan cream cheese ditambahkan enzim rennet, CaCl dan


yoghurt sebagai kultur Bakeri Asam Laktat (BAL) yang berperan dalam
penggumpalan kasein susu. Penambahan kultur starter BAL atau dengan
menambahkan asam laktat dapat menurunkan pH sehingga tercapai pH
isoelektrik susu dan memungkinkan tercapainya pH optimum sehinggaenzim
rennet dapat beraktivitas. Pada praktikum, starter BAL ditambahkan melalui
penambahan 2,5ml yoghurt. Menurut Sugiyono (1996), yoghurt merupakan
susu yang sudah ditumbuhi satu macam atau lebih strain mikrobia, misalnya
Streptococcus thermoplhillus, Bacterium bulgaricum, Plocamobacterium
goghurtii dengan demikian dapat ditambahkan untuk membentuk cream
cheese. Mekanisme terjadinya penurunan nilai pH dalam susu dikarenakan
adanya S. thermophillus yang menyebabkan penurunan pH hingga 5,0 - 5,5
dan selanjutnya pH menurun hingga 3,8 - 4,4 karena aktivitas L. bulgaricus
(Rahman et al., 1992 dalam Jannah, 2012).
Mekanisme pengendapan kasein susu dengan enzim rennet melalui
dua tahap, yaitu proses enzimatik dan koagulasi oleh ion Ca (Adnan, 1984
dalam Hutagalung, 2008). Hal ini berhubungan dengan sifatnya sebagai enzim
proteolitik yang mampu memecah protein. Dalam proses enzimatik, k - kasein
dihidrolisa menjadi para - k - kasein dan glikoprotein yang larut. Glikoprotein
merupakan senyawa polipeptida yang mengandung karbohidrat. Selanjutnya
proses koagulasi oleh ion Ca dapat berlangsung bergantung suhu, dimana suhu
optimum koagulasi yakni suhu 40 - 42C. Proses proses tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1. Mekanisme penggumpalan kaseinoleh enzim rennet

C. Metodologi
1. Alat
a) Panci
b) Gelas ukur
c) Termometer
d) Sutil
e) Timbangan analitik
f) Sendok makan
g) Plastik putih besar (PP)
h) Karet gelang
i) Pisau
j) Kain Blacu
k) Refrigerator
l) Baskom
m) Pipet volume
2. Bahan
a) Susu full cream 500 ml
b) Krim atau whipping cream 500 ml
c) Yoghurt plain 2,5 ml
d) Rennet 0,05 gr
e) CaCl (0,2 gr dalam 100 ml susu)
f) Air dingin 2 sdm
g) Garam (0,5% dan 0,75%)

3. Cara Kerja
500 ml susu full cream atau susu skim

Proses pasteurisasi suhu 70C


selama 30 detik

Proses pendinginan hingga suhu


37C
500ml krim
2,5ml yoghurt
Larutan rennet 0,05 gr
CaCl 0,2 gr (formulasi
awal)

Pengadukan selama 5 10 menit

Penutupan dan pendiaman 8 10


jam

Cutting dengan pisau dan


reheating suhu 52C,5 10 menit

Penirisan di atas bentangan kain


blacudalam kulkas 8 jam

Penirisan diatas piring selama 2


jam

Draining dengan penggantungan


dalam refrigerator

Penirisan di atas bentangan kain


blacu dalam kulkas 8 jam

Pendiaman dalam kulkas 10 jam

Penyendokan dan penampungan


dalam wadah steril

Garam (0,5% dan


0,75%)
CaCl 2 gr (formulasi
akhir)

Pencampuran

Penyimpanan dalam kulkas

Cream cheese siap dikonsumsi

Gambar 3.2. Cara kerja embuatan cream cheese

D. Hasil dan Pembahasan


Cream cheese merupakan keju yang lunak, lembut, kaya akan gizi dan
merupakan keju yang belum masak. Cream cheese berwarna putih dengan
tekstur creamy, mempunyai rasa sedikit asam dengan flavor diasetil. Cream
cheese biasanya diproduksi dengan koagulasi dari cream atau campuran susu
dan cream dengan kultur starter yang dapat menyebabkan asam dan siap
dikonsumsi setelah proses produksi selesai. Cream cheese merupakan satu
dari makan dari keju yang di produksi dari Amerika. Cream cheese biasanya
digunakan untuk spread pada roti bagel, sebagai dressing salad dan sebagai
bahan untuk membuat beberapa macam dessert, seperti cheesecake
(Phadungath, 2005).

Cream cheese dibuat berdasarkan proses pembuatan keju tanpa whey.


Cream cheese dibuat dengan menggunakan susu bovine segar. Pertama, susu
distandarisasi agar kandungan lemaknya sekitar 10-12% untuk cream cheese
rendah lemak dan 24-28% untuk cream cheese tinggi lemak, yang akan
disimpan sebagai kontrol. Kemudian, susu dipanaskan pada suhu 60 oC dan
dicampur dengan susu bubuk skim, protein whey konsentrat, gum kacang
lokus, karagenan, kasein sodium dan juga inulin. Kemudian dipanaskan pada
suhu 70oC dan dihomogenisasi sekitar 200 bar dan dipasteurisasi pada suhu
80oC selama 20 menit dan didinginkan pada suhu 22 oC. pada susu yang
dipasteurisasi, ditambahkan inokulan bakteri mesofilik pada suhu 22 oC
kemudian diinkubasi pada temperatur tersebut sampai pH tercapai nilai 4,7.
Starter bakteri yang digunakan yaitu pada level 1%. Setelah 20 menit, rennet
dilarutkan pada 30 fold dengan air dingin kemudian ditambahkan pada
konsentrasi 4,5 IMCU/kg susu. Kemudian gumpalan dipanaskan, setelah
mengalami koagulasi dan ditambahkan garam. Pada titik ini, campuran di
aduk sangat halus. Kemudian campuran dimasak pada suhu 40-60 oC dan
dihomogenisasi sekitar 20-70 bar. Setelah jadi, cream cheese disimpan pada
suhu 4oC (Fadaei, 2012).
Proses pembuatan cream cheese pada praktikum diawali dengan
mempasteurisasi 500 ml susu full cream selama 30 detik. Kemudian susu full
cream tersebut didinginkan samapai tercapai suhu 37oC. setelah itu
ditambahkan 500 ml krim, 2,5 ml yoghurt, larutan rennet dan juga CaCl 2
dengan diaduk selama 5-10 menit. Setelah itu ditutup dan didiamkan secara
tertutup selama 8-10 jam. Setelah itu dipotong dengan pisau dan dipanaskan
kembali pada suhu 52oC selama 5-10 menit. Setalah itu dilakukan penirisan di
atas bentangan kain blacu dalam kulkas selama 8 jam dan setelahnya
penirisan diatas piring selama 2 jam. Proses selanjutnya yaitu draining
dengan penggantungan dalam refrigerator dan penirisan diatas bentangan kain
blacu dalam kulkas selama 8 jam serta pendiaman dalam kulkas selama 10
jam. Jika sudah, dilakukan penyendokan dan penampungan dalam wadah
steril dan dicampurkan garam (0,5% dan 0,75%) serta CaCl 2 (formulasi

akhir). Kemudian dilakukan penyimpanan dalam kulkas dan cream cheese


pun siap dikonsumsi.
Sedangkan pada referensi dari Lundstedt (2000), cream cheese dibuat
dengan cara menstandarisasi susu atau susu skim dengan krim segar atau krim
beku untuk membentuk kandungan lemak sekitar 12%. Kemudian susu
dipasteurisasi pada suhu 150oF selama 30 menit dan didinginkan sampai
120oF serta dihomogenisasi pada tekanan 1800 lb. Setelah itu didinginkan
sampai 72-75oF dan diinokulasikan starter. Dimatangkan selama 16-18 jam
sampai pH mencapai 4,6 atau dibawahnya. Panaskan campuran koagulan
pada suhu 130oF atau sampai pemecahan yang sempurna tercapai antara curd
dan whey. Dinginkan sampai 90oF, tambahkan 1% garam dan didinginkan
kembali pada suhu 40oF. Keringkan dalam wadah, es dan tekan semalaman
sampai tercapai gumpalan 33%. Sehingga perbedaan antara pembuatan cream
cheese pada praktikum dan referensi yaitu bahan yang digunakan, selain itu
penyimpanan cream cheese agar sampai terbentuk gumpalan juga berbeda,
pada praktikum hanya selama 8-10 jam, sedangkan dalam referensi dari
Lundstedt (2000) yaitu selama 16-18 jam.
Susu full cream merupakan produk susu yang diperoleh dari
pengolahan susu cair. Selain susu cair, susu full cream juga dapat dibuat
dengan susu hasil pencampuran susu cair dengan susu kental atau krim bubuk
atau susu hasil pencampuran susu cair dengan susu kental atau susu bubuk,
dan yang telah dipasteurisasi. Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak
kurang dari 26% (Utami, 2009).
Krim susu merupakan emulsi minyak dalam air dimana dengan
whipping dapat membentuk busa dengan penggabungan udara ke dalam
sistem (1). Selama membentuk whipping krim dispersi gelembung udara yang
dikelilingi oleh lemak sebagian bersatu antara udara dan cairan (2). Sebagian
lemak yang bersatu akan terbentuk ketika kristal lemak padat dari satu tetesan
minyak menembus ke dalam fasa cair dari tetesan lemak lain (3).
Pembentukan lemak sebagian yang bersatu diinginkan karena membuat
lemak tergabung dalam emulsi dan akan meningkatkan viskositas dari krim

(3). Lapisan lemak menyediakan busa dengan kekuatan mekanik yang


menstabilkan busa dan memiliki dampak positif pada tekstur produk (3).
Untuk properti stabilisasi optimal penting bahwa ukuran gumpalan lemak
yang terbentuk adalah sekitar ukuran yang sama seperti sel-sel udara (4)
(Lundin, 2013).
Rennet merupakan penggumpal kasein pada proses pembuatan keju
yang di dalamnya mengandung enzim protease rennin (Fox, 2000). Enzim
rennet adalah enzim protease yang diperoleh dari lambung anak sapi yang
berumur 3-4 minggu. Rennet yang biasa digunakan sebagai koagulan dalam
proses pembuatan keju memiliki harga yang cukup mahal dan tersedia dalam
jumlah yang terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan rennet yang semakin
meningkat, digunakan koagulan baru seperti Microbial Rennet dan Vegetable
Rennet. Microbial Rennet misalnya Mucor miehei. Mucor miehei mampu
menghasilkan enzim protease dan enzim lipase dengan aktifitas yang rendah
sehingga dapat digunakan sebagai pengganti chymosin pada pembuatan keju
(Permainy, 2013).
Kalsium Klorida (CaCl2) merupakan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
yang mempunyai toksisitas sangat rendah, berdasarkan data (kimia, biokimia,
toksikologi dan data lainnya) dan telah mendapat Izin dari Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Batas
Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan. Joint FAO/WHO Expert
Committee on Food Additives (JECFA) telah mengevaluasi BTP kalsium
klorida yang

diperlakukan pada buah kalengan, tunggal atau campuran

dengan pengeras dinyatakan aman atau generally recognize as safe dengan


batas maksium penggunaan 350g/kg (Faiqoh, 2014).
Secara

tradisional,

yoghurt

diproduksi

dengan

menggunakan

Streptococcus thermophilus dan L. delbrueckii ssp. bulgaricus sebagai kultur


starter. Organisme ini diklaim menawarkan beberapa manfaat kesehatan
namun, mereka tidak ada secara alami di dalam usus. Oleh karena itu,
yoghurt dianggap sebagai produk probiotik (Irkin, 2008). Bakteri
Lactobacillus delbrueckii bulgaricus merupakan bakteri yang biasa

digunakan dalam pembuatan yoghurt yang berbentuk batang dengan bentuk


bulat pada setiap ujungnya. Lactobacillus delbrueckii bulgaricus merupakan
akteri gram positif, anaerobik, non- motil dan termasuk bateri yang tidak
menghasilkan spora. Sedangkan Streptococcus thermophilus merupakan
bakteri gram positif dengan bentuk bola untuk menghindari bentuk dengan
segmen yang tidak teratur. Streptococcus thermophilus tidak membentuk
spora, non motil dan termasuk bakteri anaerobik (Bashhiti, 2010).
Garam merujuk pada suatu senyawa kimia dengan nama Sodium
Klorida atau Natrium Klorida (NaCl). Garam merupakan salah satu
kebutuhan pelengkap untuk pangan dan sumber elektrolit bagi tubuh manusia.
Garam merupakan satu dari sembilan jenis bahan kebutuhan pokok
masyarakat. Garam berfungsi sebagai pengawet, penambah cita rasa, maupun
untuk memperbaiki penampilan dan tekstur (Assadad, 2011).
Susu full cream dan krim susu dalam pembuatan cream cheese
berfungsi sebagai bahan utamanya. Susu tersebut digunakan sebagai media
tumbuh mikrobia sehingga akan dihasilkan flavor asam dan juga tekstur yang
lebih padat (curd). Susu yang dipakai harus di pasteurisasi terlebih dahulu
agar mikrobia yang bersifat negatif yang dapat merusak susu tidak dapat
tumbuh sehingga inokulan bakteri pembentuk curd dari cream cheese pun
dapat berkembang dengan baik (Fadaei, 2012).
Rennet yang biasa digunakan sebagai koagulan dalam proses
pembuatan keju memiliki harga yang cukup mahal dan tersedia dalam jumlah
yang terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan rennet yang semakin meningkat,
digunakan koagulan baru seperti Microbial Rennet dan Vegetable Rennet.
Microbial Rennet misalnya

Mucor

miehei. Mucor

miehei mampu

menghasilkan enzim protease dan enzim lipase dengan aktifitas yang rendah
sehingga dapat digunakan sebagai pengganti chymosin pada pembuatan keju
(Permainy, 2013).
Kalsium merupakan mineral yang penting dalam pembuatan cream
cheese. Ion Ca++ memberikan pengaruh besar terhadap proses koagulasi
kasein susu oleh rennet, khususnya pada tahap agregasi. Penurunan pH susu

pada pembuatan cream cheese dapat menurunkan kadar kalsium keju


sehingga dapat meningkatkan daya leleh keju (Rahayu, 2013).
Penambahan garam pada pembuatan cream cheese berfungsi
mempengaruhi tekstur dari cream cheese. Bila tidak dilakukan penambahan
garam, maka cream cheese akan lunak, teksturnya tidak elatis, dan proses
pematangannya tidak normal. Namun, penggaraman yang terlalu banyak akan
menyebabkan cream cheese menjadi keras dan proses pematangannya
berjalan lambat (Sukotjo, 2003). Sedangkan fungsi dari penambahan plain
yoghurt adalah sebagai starter, bakteri Lactobacillus yang ada pada yoghurt
akan membuat suasana susu menjadi asam dan mengkoagulasikannya.
Penambahan plain yoghurt sebagai starter yang akan mengalami proses
pengasaman. Pengasaman berfungsi untuk membantu proses koagulasi.
Menurut Sari (2014), pengasaman dapat dilakukan dengan menambahkan
kultur starter pada bahan langsung atau ditambahkan dengan asam laktat.
Kecepatan terbentuknya asam pada proses pembuatan keju sangatlah
berpengaruh pada aktivitas koagulan, jumlah residu koagulan yang
berpengaruh pada proses proteolitis selama pematangan keju. Penambahan
bakteri asam laktat (BAL) sebagai pengasamnya, sekaligus berperan sebagai
agen probiotik untuk meningkatkan nilai fungsional keju.
Pembuatan cream cheese pada praktikum teknologi pengolahan susu
pembuatan cream cheese pada praktikum mendapatkan hasil yang gagal atau
tidak berhasil. Cream cheese yang dibuat tidak menggumpal sebagaimana
semestinya. Kenampakan dan juga tekstur dari cream cheese masih cair
setelah beberapa jam pemeraman dan setelah pemberian kembali enzim
rennet. Padahal seharusnya setelah 8 jam pemeraman, cream cheese sudah
menggumpal dan dapat disaring dan dapat dilanjutkan pada tahap selanjutnya.
Setelah penambahan enzim rennet untuk kedua kalinya, dan pemeraman
selama 8 jam lebih, dan dicoba untuk disaring, cream cheese yang dihasilkan
yang tidak lolos pada saringan hanya sedikit dan tidak begitu menggumpal.
Maka pembuatan cream cheese pada praktikum kali ini dinyatakan tidak
berhasil.

Pembuatan cream cheese pada praktikum tidak berhasil karena rennet


yang dipakai sudah tidak efektif sehingga tidak dapat membentuk curd atau
gumpalan pada cream cheese. Selain itu, karena rennet yang dipakai
mempunyai aktivitas yang sangat rendah sehingga pemeraman untuk
menghasilkan gumpalan cream cheese memakan waktu yang sangat lama.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi dapat juga dari kondisi proses
pengolahan utamanya. Lima kondisi pengolahan utama, yaitu kandungan
lemak dalam susu standar, tekanan homogenisasi, tingkat inokulum, suhu
inkubasi, dan pH pada melebihi gelling susu, memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kekentalan dari gel susu yang diasamkan sebelum
menjadi produk krim keju. Konten yang lebih tinggi lemak (12% berbanding
0%), tingkat inokulum yang lebih tinggi (2% dibandingkan 1%), lebih tinggi
suhu inkubasi (26C dibandingkan 20C), dan tekanan homogenisasi yang
lebih tinggi (250 bar vs 100 bar) membuat pembentukan gel asam dengan
tekstur lebih kencang, sementara pH rendah gel (pH 4,7 dibandingkan pH
5.1) memberi gel asam dengan tekstur lebih kencang. Selain itu, tekanan
homogenisasi dan suhu inkubasi mempengaruhi kekentalan krim sampel
cream cheese (Phadungath, 2005).
Dalam pembuatan cream cheese ditambahkan enzim rennet, CaCl2
dan yoghurt sebagai kultur Bakeri Asam Laktat (BAL) yang berperan dalam
penggumpalan kasein susu. Penambahan kultur starter BAL atau dengan
menambahkan asam laktat dapat menurunkan pH sehingga tercapai pH
isoelektrik susu dan memungkinkan tercapainya pH optimum sehingga enzim
rennet dapat beraktivitas. Pada praktikum, starter BAL ditambahkan melalui
penambahan 2,5ml yoghurt. Menurut Sugiyono (1996), yoghurt merupakan
susu yang sudah ditumbuhi satu macam atau lebih strain mikrobia, misalnya
Streptococcus thermoplhillus, Bacterium bulgaricum, Plocamobacterium
goghurtii dengan demikian dapat ditambahkan untuk membentuk cream
cheese. Mekanisme terjadinya penurunan nilai pH dalam susu dikarenakan
adanya S. thermophillus yang menyebabkan penurunan pH hingga 5,0 - 5,5

dan selanjutnya pH menurun hingga 3,8 - 4,4 karena aktivitas L. bulgaricus


(Rahman et al., 1992 dalam Jannah, 2012).
Renin bekerja menggumpalkan susu melalui dua tahap reaksi, yaitu
secara enzimatis dan non enzimatis. Enzim renin akan merusak kestabilan
misel kasein. Renin memecah ikatan spesifik antara fenil alanin dan metionin,
merusak bagian yang kaya kerbohidrat (glikoprotein) sehingga terbentuk
para-k-kasein. Sisa kasein tidak dapat mempertahankan kestabilan misel
karena hilangnya bagian asam dari molekul. Kemudian k-kasein saling
mendekat dan bersatu dengan ikatan hidrofobik, membentuk jaringan tiga
dimensi yang merangkap fase cairan dari susu. Renin tidak memindahkan
kalsium dari misel, sehingga terbentuk kalsium-fosfo-kaseinat yang keras dan
elastis (Miskiyah, 2011). Dengan sifatnya yang tergantung pada suhu dan pH
optimum, oleh karena itu pada penambahan rennet dilakukan pada suhu
rendah dan kondisi susu telah asam karena penambahan BAL lebih dulu.
Kalsium klorida mempunyai peranan penting dalam proses koagulasi
susu dengan menggunakan rennet. Oleh karena itu, biasanya pada susu untuk
bahan keju ditambahkan CaCl2 sebanyak 0,01% dan untuk membantu
menurunkan pH susu maka ditambahkan kultur starter 1,5-2%. Penambahan
5 -20 gram kalsium klorida per 100 kg susu cukup untuk mencapai waktu
koagulasi yang konstan dan menghasilkan kekerasan koagulum yang cukup
(Kosikowski, 1997).
Dalam pembuatan cream cheese penting digunakan enzim rennet
karena perannya dalam menghasilkan kualitas koagulan yang baik. Namun
demikian, sebagai enzim, aktivitas kerja rennet dipengaruhi oleh tingkat
keasaman (pH) dan suhu. Menurut Cheesman (1981) dalam Handayani
(2008) rennet segar atau rennet kasar memiliki potensi yang lebih tinggi
untuk mengkoagulasi susu. Namun demikian karena keterbatasannya, rennet
kemudian diproduksi secara komersil dan disimpan dalam bentuk bubuk dan
tablet (Koswara, 2009). Untuk mngetahui tinggi rendahnya aktivitas rennet
dapat dilakukan uji aktivitas rennet, salah satunya dengan metode Scott
(1986).

Metode

Scott

(1986)

mengamati

waktu

mulai

terjadinya

penggumpalan dan waktu terjadinya penggumpalan dengan sempurna.


Semakin cepat waktu penggumpalan, maka akan semakin tinggi aktivitas
rennet dalam proses koagulasi. Menurut Goenardjoadi (1988) dalam
Purnawarman (2012), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi waktu
koagulasi adalah pH, suhu, penambahan Ca2+, dan pengenceran enzim.
Tabel 3.1Tabel hasil pengujian sensoris berbagai merk cream cheese di
pasaran
Parameter
Formulasi sampel
Warna Aroma
Rasa
Tekstur Overall
239 : Cream cheese
merk Kiri
476 : Cream cheese
merk Anchor
581 : Cream cheese
merk Yummy

Daya
oles

1,96a

2,40a

2,36a

1,92a

2,24a

1,96a

1,96a

2,20a

2,36a

2,20a

2,24a

2,44a

3,16b

3,60b

3,96b

3,80b

3,72b

3,24b

Sumber : Laporan Sementara

Keterangan : Sampel yang berada dalam satu subset ditandai dengan huruf
yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
Sampel dengan huruf berbeda menunjukkan

berada pada

subset yang berbeda atau berbeda nyata.

Penilaian :
1 : Sangat suka
2 : Suka
3 : Biasa
4 : Tidak suka
5 : Sangat tidak suka
Dalam pengujian organoleptik, digunakan 3 sampel cream cheese
dengan pengkodean kode sampel 239 untuk cream cheese merk Kiri, kode
476 untuk cream cheese merk Anchor dan kode 581 untuk cream cheese merk
Yummy. Ketiga sampel diuji parameter warna, aroma, rasa, tekstur, overall,
dan daya oles yang dinilai oleh 25 oang panelis. Uji organoleptik dilakukan
dengan uji kesukaan dan dianalisa menggunakan uji ANOVA dan dilanjutkan

dengan uji Duncan untuk mengetahui sampel dengan beda nyata. Hasil
pengujian dapat kemudian ditabulasikan pada Tabel 3.1. Untuk semua
parameter, sampel cream cheese dengan merk Yummy berbeda nyata dari dua
sampel lain. Secara kenampakan, warna cream cheese dengan merk Yummy
lebih pucat/putih, aroma yang lebih kuat, rasa yang lebih asam, tekstur lebih
lembek sehingga daya olesnya juga berbeda dari dua sampel lain. Sementara
itu, sampel cream cheese merk Kiri dan Anchor memiliki kenampakan warna
yang hampir sama kuning pucat, aroma yang tidak terlalu tajam, rasa yang
hampir sama dengan keasaman yang tidak terlalu tinggi, dan teksturnya yang
agak padat membuatnya memiliki daya oles yang tidak berbeda nyata.
Karakteristik pada masing masing produk yang dihasilkan
dipengaruhi oleh komposisi bahan yang digunakan. Melalui pengamatan
dalam kemasannya, cream cheese merk Kiri komposisinya terdiri dari keju,
krim, air, protein susu, pengemulsi (natrium polifosfat, natrium fosfat,
natrium sitrat, garam), pengental (karagenan). Untuk cream cheese merk
Anchor komposisi bahannya yaitu susu pasteurisasi, lemak susu sapi, garam,
kultur starter dan stabilizer. Sedangkan komposisi cream cheese merk Yummy
yaitu susu sapi, kultur starter, garam, kalium sorbat, kalsium klorida, dan
enzim rennet.
Dari pengamatan tersebut, diketahui perbedaan bahwa cream cheese
merk Kiri tidak terbuat dari susu melainkan bahan bakunya berupa keju, tidak
menggunakan enzim rennet dan tidak menggunakan CaCl2. Pada cream
cheese merk Anchor menggunakan bahan baku berupa susu pasteurisasi,
menggunakan kultur starter namun tidak menggunakan enzim rennet.
Sementara, pada cream cheese merk Yummy menggunakan bahan baku susu
sapi, menggunakan kultur starter, CaCl2dan enzim rennet.
Menurut Yahdiyani (2015) jumlah gumpalan atau curd yang terbentuk
pada proses pembuatan cream cheese dipengaruhi oleh bahan pengasam yang
digunakan, enzim rennet yang diberikan serta lama proses pemeraman.
Penambahan bahan penstabil tidak memberikan pengaruh terhadap rendemn
produk yang dihasilkan. Akibat dari penambahan kultur starter adalah adanya

penurunan pH yang juga berpengaruh pada proses pembentukan curd


(gumpalan), pembentukan tekstur keju dan pengerasan curd di akhir proses.
Sifat proteolitik dan residu metabolisme kultur sangat esensial dalam
pembentukan aroma dan rasa selama pemeraman (Sukotjo, 2003). Sedangkan
berdasarkan

ada

tidaknya

penambahan

garamnya,

Sukotjo

(2003)

menambahkan bila tidak dilakukan penambahan garam, maka keju akan


lunak, teksturnya tidak elatis, dan proses pematangannya tidak normal.
Namun, penggaraman yang terlalu banyak akan menyebabkan keju menjadi
keras dan proses pematangannya berjalan lambat. Namun demikian, dari
ketiga merk tersebut pada komposisinya menggunakan garam, sehingga
perbedaan tekstur yang dihasilkan dimungkinkan karena penambahan kadar
garam yang berbeda.
Cream cheese dapat digunakan sebagai campuran pembuatan berbagai
produk pangan, terutama banyak digunakan dalam produk bakery. Cream
cheese sebaiknya disimpan dalam keadaan dingin sehingga dapat digunakan
sebagai campuran bahan masakan, sebagai saus dressing makanan, dan
pelapis (icing) pada bermacam macam kue (Robinson, 2012). Cream
cheese biasanya dikonsumsi secara langsung dengan menjadikannya olesan
pada roti bagel, salad dressing, dan bahan pembuat dessert seperti
cheesecake (Phadungath, 2005). Di Indonesia sendiri, pengolahan cream
cheese belum banyak dikembangkan, namun telah muncul penelitian
penelitian pembuatan cream cheese dengan berbagai variasi, yakni
menggunakan cabai, seledri, buah nanas, dan kacang sebagai penambah cita
rasa cream cheese (Sukotjo, 2003).
E. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Acara III Sub Acara Cream Cheese
yaitu :
1. Cream cheese adalah produk keju lembut yang dibuat dengan susu yang
terkogulasi karena asam, yang diasamkan dengan bakteri asam laktat atau
rennet.
2. CaCl digunakan untuk membantu proses penggumpalan protein. Garam
digunakan sebagai penambah rasa dan pengawet.

3. Terdapat dua jenis cream cheese dipasaran yaitu light cream cheese dan
cream cheese padat.
4. Cream cheese yang disukai oleh panelis berdasarkan parameter overall
berurutan adalah cream cheese merk Kiri, cream cheese merk Anchor, dan
cream cheese merk Yummy.

DAFTAR PUSTAKA
Assadad, Luthfi dan Bagus Sediadi Bandol Utomo. 2011. Pemanfaatan
Garam dalam Industri Pengolahan Produk Perikanan. Squalen. Vol.
6. No. 1.
Bashiti, Tarek A. I. 2010. Production of Yoghurt by Locally Isolated Starters:
Streptococcus thermophillus and Lactobacillus bulgaricus. Journal of
Al-Azhar University- Gaza Natural Science. Vol. 12.
Fadaei, Vajiheh., Khadijeh Poursharif, Mohammad Daneshi and Mahmud
Honarvar. 2012. Chemical Characteristic of Low-Fat Wheyless Cream
Cheese Containing Inulin as Fat Replacer. European Jornal of
Experimental Biology. Vol. 2. No. 3.
Faiqoh, Elmaulida Nur. 2014. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman
dalam CaCl2 (Kalsium Klorida) Terhadap Kualitas dan Kuantitas
Buah Naga Super Merah. Skripsi. Universitas Islam Negeri Malang.
Figoni, Paula. 2011. How baking Works 3rd. Ebook Son Inc. Canada.

Handayani, Rini. dan T. Khusniati. 208. Aktivitas Rennet Tersemi - Purifikasi


Mucor pusillus di Berbagai Konsentrasi Pada Koagulasi Protein Susu
Pasteurisasi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner
Hal. 286 - 291.
Hutagalung, Ida Lasroha. 2008. Pengujian Level Enzim Rennet, Suhu dan
Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Kimia Keju dari Susu Kerbau
Murrah. Skripsi Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Irkin, Reyhan and Ufuk Vapur Eren. 2008. A Research about Viable
Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus thermophilus Numbers in
the Market Yoghurt. World Journal of Diary and Food Science. Vol. 3.
No. 1.
Jannah, A. M., Nurwantoro dan Y. B. Pramono. 2012. Kombinasi Susu
Dengan Air Kelapa Pada Proses Pembuatan Drink Yoghurt terhadap
Kadar Bahan Kering, Kekentalan dan pH. Vol. 1 No. 3 Hal. 69 - 71
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. eBookPangan.com
Kosikowski, Frank V and Vikram V. Mistry. 1997. Cheese and Fermented
Milk Food. Vol. 1.
Lundin, Josefin. 2013. Investigation of How Different Fat Systems and Other
Ingredients Affect the Properties of Whipping Creams Based on
Vegetable Fat. Degree Project Work. Linnaeus University.
Lundstedt, Erik. 2000. Our Industry Today Brief Reviews of Current Topics.
Journal of Diary Science.
Miskiyah,. S. Usmiati dan Mulyorini. 2011. Pengaruh Enzm Proteolitik
dengan Bakteri Asam Laktat Probotik terhadap Karakteristik Dadih
Susu Sapi. JITV Vol. 16 No. 4 Hal. 304 - 311.
Permainy Army., Samsu Wasito dan Kusuma Widayaka. 2013. Pengaruh
Dosis Rennet yang Berbeda Terhadap Kadar Protein dan Lemak Keju
Lunak Susu Sapi. Jurnal Ilmiah Peternakan. Vol. 1. No. 1.
Phadungath, Chanokphat. 2005. Cream Cheese Product : a Review.
Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol. 27 No. 1 Hal. 191 - 199
Purnawarman, Trioso., Chairun Nisa dan Karunia Maghfiroh. 2012.
Pengaruh Waktu Penyimpanan Ekstrak Rennet Abomasum Domba
Lokal Terhadap Kualitas Keju. Jurnal Sains Terapan Edisi II Vol. 2
No. 1 Hal. 50 - 67
Rahayu, Premy Puspitawati., Purwadi dan Imam Thohari. 2013. Modifikasi
Kasein dengan CaCl2 dan pH yang Berbeda Ditinjau dari Kelarutan
Protein, Kelarutan Kalsium, Bobot Molekul dan Mikrostruktur.
Skripsi. Universitas Brawijaya.

Robinson, Juile Garden. 2012. Food Freezing Basics: Freezing Dairy


Products, Eggs, and Other Foods. North Dakota State University,
North Dakota.
Sari, Nazera Amurita., Ani Sustiyah, dan Anang Mohammad Legowo. 2014.
Total Bahan Padat, Kadar Protein, dan Nilai Kesukaan Keju
Mozarella dari Kombinasi Susu Kerbau dan Susu Sapi. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 3, No. 4
Sugiyono. 1996. Ilmu Bahan Pangan. Jurusan Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga, FPTK IKIP Yogyakarta.
Sukotjo, Setiarti. 2003. Proses Pembuatan Keju Lunak. Badan Pengembangan
Sumberdaya Manusia Pertanian, Departemen Pertanian.
Utami, Isni. 2009. Hubungan Antara Jenis Susu dengan Kandungannya.
Skripsi. Universitas Indonesia.
Yahdiyani, Hani., Choirul Anam, dan Esti Widowati. 2015. Pegaruh Jenis
dan Konsentrasi Penstabil Terhadap Karakteristik Fisikokimia dan
Organoleptik Chili Cream Cheese. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan
Vol. 4 No. 2 Hal. 56 - 60.

Anda mungkin juga menyukai