Anda di halaman 1dari 32

BAB II

2.1.

Anatomi dan fisiologi mata

Anatomi mata
REGIO ORBITA
Orbita adalah sepasang rongga yang berisi bola mata, otot saraf, pembuluh darah, dan
lemak yang berhubungan dengan bola mata; dan sebagian besar apparatus lacrimalis.
Lubang orbita dilindungi oleh dua lipatan yang dapat bergerak, yaitu kelopak mata
(palpebra).
MATA
Mata tertanam didalam corpus adiposum orbitae. Bola mata terdiri atas 3 lapisan, dadari
luar kedalam adalah (1) tunica fibrosa, (2) tunica vasculosa, (3) tunica nervosa.
LAPISAN BOLA MATA
Tunica fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opak yaitu sclera, dan bagian anterior
yang transparan yaitu cornea.
Tunica vasculosa pigmentosa
Dari belakang kedepan disusun oleh choroidea, corpus ciliare, dan iris.
Choroidea
Terdiri atas lapisan luar berpigmen dan lapisan dalam yang sangat vascular.
Vaskularisasi pada choroid didapat dari A.V. ophthalmica yang dipercabangkan oleh

A.V. carotis interna. Kemudian A.V. ophthalmica bercabang menjadi A. centralis retinae
dan Aa. Ciliares.
Corpus ciliare
Corpus ciliare ke arah posterior dilanjutkan oleh choroidea, dan ke arah anterior
dilanjutkan oleh iris. Corpus ciliare terdiri atas corona ciliaris, processus ciliaris, dan m.
ciliaris. Bagian posterior processus ciliaris terdapat lig. Suspensorium iridis. M. ciliaris
dipersarafi oleh serabut parasimpatis dari n. oculomotorius yang berfungsi
menghilangkan tegangan lig. Suspensorium
Iris dan Pupil
Iris adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang ditengahnya,
yaitu pupil. Iris membagi ruang lensa dan cornea menjadi camera bulbi anterior dan
posterior. Terdapat serabut otot pada iris yaitu m. sphincter pupillae, dipersarafi oleh
serabut parasimpatis n. oculomotorius yang berfungsi mengkontraksikan pupil dan m.
dilator pupillae, dipersarafi serabut simpatis yang berfungsi melebarkan pupil.
Tunica nervosa
Retina
Retina terdiri atas pars pigmentosa disebelah luar yang melekat pada choroidea dan
permukaan pars nervosa disebelah dalam yang berhubungan dengan corpus vitreus. Tiga
perempat posterior retina merupakan organ reseptor, bagian anterior pars nervosa
terdapat ora serrata yang tidak peka dan hanya terdiri atas sel-sel berpigmen.

Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat macula lutea, ditengah macula lutea
terdapat lekukan yang disebut fovea centralis, yang merupakan area retina dengan
pengelihatan paling jelas. N. opticus meninggalkan retina melalui discus n. optica. Pada
discus n. optici tidak terdapat sel batang dan sel kerucut, sehingga tidak peka terhadap
cahaya dan disebut sebagai bintik buta.
ISI BOLA MATA
Isi bola mata adalah media refraksi, humor aquosus, corpus vitreum, dan lensa.
Humor aquosus
Adalah cairan bening yang mengisi camera bulbi anterior dan posterior . Cairan ini
dihasilkan oleh processus ciliaris. Humor aquosus mengalir keluar melalui canalis
schlemmi dan akhirnya masuk ke dalam darah.
Corpus vitreum
Merupakan gel yang transparan mengisi bola mata dibelakang lensa. Fungsi corpus
vitreum adalah menjaga bentuk bola mata dan membantu melekatkan pars nervosa retina
ke pars pigmentosa retina. Lampiran 1
Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks yang transparan, yang dibungkus oleh capsula
transparan. Lensa terdiri atas capsula elastis, epithelium cuboideum, dan fibrae elastis.
PERSARAFAN MATA
Jaras visual terdiri dari retina, nervus opticus (N.II), khiasma optikum, tractus opticus,
korpus genikulatum laterale, radiasio optika, dan korteks visual. Lampiran 2
(Richerd S Snell, 2006)
Fisiologi Mata
Agar dapat

melihat,

mata

harus

menangkap

sinar/cahaya

sebagai

gambar/bayangan optis disuatu lapisan sel peka sinar atau retina . Sinar yang masuk
ke mata difokuskan melalui media refraksi (cornea, lensa, humor aquosus, humor
vitreus) yang bertujuan untuk memfokuskan bayangan/berkas cahaya ke retina.

Namun tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka
cahaya, karena adanya iris, suatu otot polos berpigmen. Terdapat lubang bundar di
bagian tengah iris sebagai tempat masuknya cahaya ke interior mata, yang disebut pupil.
Iris berfungsi untuk mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata dengan cara
melebarkan atau mengecilkan diameter pupil. Pada keadaan sinar terang otot sirkular iris
yang dipersarafi saraf parasimpatis akan berkontraksi yang menyebabkan diameter pupil
mengecil sehingga mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata. Sebaliknya
pada cahaya temaram otot radial pupil yang dipersarafi saraf simpatis akan berkontraksi
yang menyebabkan pupil dilatasi sehingga sinar yang masuk kemata lebih banyak.
Proses refraksi
Gelombang cahaya mengalami divergensi (memancar keluar) ke semua arah dari
setiap titik sumber cahaya. Berkas cahaya (gerak maju suatu gelombang cahaya)
divergen yang mencapai mata harus dibelokan kedalam agar dapat difokuskan ke titik
fokus di retina agar diperoleh bayangan akurat sumber cahaya. Berbeloknya berkas sinar
dikenal sebagai refraksi (pembiasan).
Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea
dan lensa. Permukaan konveks (cembung) pada kornea dan lensa menyebabkan
konvergensi (memancar ke dalam) berkas sinar, sehingga membawa suatu bayangan ke
titik fokus. Kemampuan refraksi kornea seseorang tidak akan berubah, karena
kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya, kemampuan refraktif lensa
dapat diubah-ubah dengan mengubah kelengkungannya sesuai kebutuhan untuk melihat
dekat atau jauh.

Berkas cahaya dari sumber sinar yang berjarak lebih dari 20 kaki (6 meter)
dianggap paralel pada saat berkas tersebut mencapai mata. Sebaliknya, berkas cahaya
yang berasal dari benda dekat masih tetap berdivergensi ketika mencapai mata. Jika
suatu bayangan sudah terfokus sebelum mencapai retina atau belum terfokus ketika
mencapai retina , maka bayangan tersebut akan terlihat kabur. Untuk membawa
bayangan dari sumber cahaya dekat dan jauh jatuh di titik fokus retina maka harus
digunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber cahaya dekat. Kemampuan menyesuaikan
kekuatan lensa atau akomodasi diperlukan untuk membawa berkas divergen suatu
sumber cahaya untuk mencapai titik fokus. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya,
yang selanjutnya dikendalikan oleh otot siliaris.
Ketika otot siliaris melemas akibat stimulasi saraf simpatis, lig. Suspensorium
menegang yang membuat bentuk lensa menjadi gepeng dang kurang refraktif. Sewaktu
otot ini berkontraksi akibat stimulasi saraf parasimpatis, tarikan lig. Suspensorium pada
lensa berkurang, lensa menjadi lebih bulat sehingga meningkatkan kekuatan lensa dan
lebih membelokan berkas sinar. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa
menggepeng untuk melihat jauh, tetapi otot ini berkontraksi agar lensa menjadi lebih
konveks dan lebih kuat untuk melihat dekat. Lampiran 3 (Sherwood, 2010)

Jaras visual
Retina adalah reseptor permukaan untuk informasi visual. Seperti nervus opticus, retina
merupakan bagian otak, meskipun lokasi fisiknya diperifer system saraf pusat.
Komponen retina yang paling penting adalah sel-sel reseptor sensorik, atau fotoreseptor,
da berbagai tipe neuron jaras visual.lapisan seluler retina yang dalam mengandung
fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut); dua lapisan yang lebih superfisial mengandung
neuron bipolar dan sel-sel ganglion.
Sel batang dan kerucut. Ketika jatuh dirretina, cahaya mencetuskan reaksi fotokimiawi
di sel batan gdan sel kerucut, yang mengakibatkan pembentukan impuls yang akhirnya
di hantrkan ke korteks visual. Sel batang berperan untuk persepsi terang dan untuk
penglihatan pada pencahayaan gelap., sedangkan sel kerucut menyediakan persepsi
warna dan penglihatan pada pencahayaan terang. Fovea adalah lokasi menglihatan
tertajam di retina dan hanya mengandung sel kerucut, yang berproyeksi ke sel-sel
bipolar lapisan neuronal berikutnya dalam hubungan satu-satu. Bagian retina lainnya
memiliki gabungan sel batang dan sel kerucut. Gambaran retina terhadap objek yang di
persepsikan secara visual adalah terbalik atas bawah kiri dan kanan. Lampiran 4
Nervus opticus, khiasma optikum, dan tractus opticus. Sel-sel bipolar retina
menerima input ke dendritnya dari sel batang dan kerucut dan menghatarkannya lebih
jauh ke sentral ke lapisan sel ganglion. Akson panjang sel ganglion melewati papilla
optika (diskus nervi optia) dan meninggalkan mata sebagai nervus optikus, yang
mengandung sekitar 1 juta serabut. Separuh serabut ini menyilang di khiasma optikum:
serabut dari separuh bagian temporal masing-masing retina tidak menyilang, sedangkan
serabut yang berasal dari separuh bagian nasal retina menyilang ke sisi kontralateral.

Dengan demikian, di distal (posterior) khiasma optikum, serabut dari sebagian retina
ipsilateral dan separuh bagian nasal retina kontralateral bergabung di dalam traktus
optikus.
Beberapa kelompok serabut nervus optikus bercabang ke traktus optikus dan berjalan ke
kolikulus superior dan ke nuklei di area pretektalis. Serabut-serabut ini mengandung
aferen berbagai refleks visual, dan, refleks cahaya pupil.
Korpus genikulatum laterale, radiasio optika, dan korteks visual. Traktus optikus
berakhir di korpus genikulatum laterale, yang mengandung enam lapisan seluler.
Sebagian besar serabut traktus optikus berakhir di sini, membentuk sinaps dengan
korpus genikulatum laterale. Bagian ini memisahkan informasi yang diterima dari mata
dan menyalurkannya melalui radiasio optika ke berbagai daerah di korteks, yang
masing-masing memproses berbagai aspek pengelihatan (warna, bentuk, kedalaman, dan
gerakan). Serabut ini kemudian keluar dan berjalan di bagian paling belakang kapsula
interna dan kemudian membentuk pita lebar yang berjalan mengelilingi kornu temporale
dan oksipitale ventrikel lateral, yang disebut radiasio optika. Serabut-serabut radiasio
optika berakhir di korteks visual yang terletak di permukaan medial lobus oksipitalis di
dalam, di atas, dan di bawah fissure kalkarina. (area brodmann 17). Area 17 ini juga
dikenal sebagai korteks striata. Lampiran 5
Organisasi somatotropik jaras visual, meskipun sebagian serabut-serabut jaras visual
menyilang di khiasma optikum,organisasi somatotopik pada setiap serabut saraf secara
ketat tetap terjaga di sepanjang perjalanannya dari retina hingga korteks visual.

Informasi korteks visual di hantarkan ke arah sentral sebagai berikut. Objek yang
terletak di lapang pandang kiri membentuk gambaran pada separuh bagian nasal retina
kiri dan separuh bagian temporal retina kanan. Serabut nervus optikus yang berasal dari
separuh bagian nasal retina kiri menyilang ke sisi kiri khiasma optikum dan bergabung
dengan separuh bagian temporal retina kanan di traktus optikus kanan. Serabut tersebut
kemudian melewati stasiun relay di korpus genikulatum laterale kanan, dan kemudian
melalui radisio optika kanan ke korteks visual kanan. Dengan demikian, korteks visual
kanan berperan untuk persepsi objek di lapang pandang kiri; Secara analogi, semua
impuls visual yang berkaitan dengan lapang pandang kanan dihantarkan melalui traktus
dan radiasio optika kiri ke korteks optika kiri. (M.Baehr & M. Frostscher, 2010)
Persepsi kedalaman
Separuh korteks pengelihatan yang membawa informasi dari masing-masing
mata tidkalah identik. Masing-masing mata melihat suatu benda dari titik pandang yang
sedikit berbeda, meskipun banyak terjadi tumpang-tindih. Daerah tumpang-tindih ini
dikenal sebagai lapang pandang binocular (dua mata) yang penting dalam persepsi
kedalaman. Korteks pengelihatan primer tersusun menjadi kolom-kolom fungsional,
masing-masing memproses informasi dari suatu bagian kecil retina. Otak menggunakan
perbedaan kecil dalam informasi yang diterima dari kedua mata untuk memperkirakan
jarak dan mempersepsikan benda tiga dimensi dalam kedalaman ruang. Sebagian dari
persepsi kedalam dapat diperoleh menggunakan satu mata, berdasarkan pengalaman dan
perbandingan dari petunjuk-petunjuk lain. (Sherwood, 2010)

Perkembangan tajam penglihatan


Ketajaman visual merupakan komponen utama dari sistem visual manusia. Hal ini
tidak hanya membutuhkan otot-otot mata, otot-otot orbita, dan otot siliaris untuk dapat
fokus pada objek tertentu melalui kontraksi dan relaksasi, tetapi bagian lain dari retina
seperti fovea untuk memproyeksikan gambar yang jelas pada retina. Otot-otot yang
memulai gerakan mulai menguat dari lahir sampai bayi berumur 2-3 bulan, di mana pada
saat ini bayi sudah dapat mengontrol mata mereka. Ketajaman visual pada bayi baru
lahir diperkirakan sekitar 20/400. Rendahnya ketajaman visual ini disebabkan karena
komponen lain dari sistem visual seperti retina, fovea, dan mielinisasi jalur korteks
visual pada otak yang masih dalam tahap perkembangan. Ini berarti bahwa meskipun
bayi sudah mampu memfokuskan gambar pada retina, namun fovea dan bagian visual
lainnya dari otak belum begitu matang untuk mengirimkan gambar yang jelas.
Perkembangan penglihatan berkembang cepat sampai usia dua tahun dan secara
kuantitatif pada usia lima tahun. Perkembangan tajam penglihatan bayi sebagai berikut:

Baru lahir : Menggerakkan kepala ke sumber cahaya besar.


6 minggu : Mulai melakukan fiksasi; Gerakan mata tidak teratur ke arah sinar.
3 bulan : Dapat menggerakkan mata ke arah benda bergerak.
4-6 bulan : Koordinasi penglihatan dengan gerakan mata; Dapat melihat dan

mengambil objek.
9 bulan : Tajam penglihatan 20/200.
1 tahun : Tajam penglihatan 20/100.
2 tahun : Tajam penglihatan 20/40.
3 tahun : Tajam penglihatan 20/30.
5 tahun : Tajam penglihatan 20/20.
(Nelson Textbook of Pediatrics 20th Edition)

2.2.
AMBLIOPIA
2.2.1. Definisi

Ambliopia adalah penurunan tajam pengelihatan unilateral maupun bilateral


(jarang) setelah diberikan koreksi yang terbaik (kacamata atau lensa kontak), yang tidak
dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras pengelihatan
posterior. (kanskis clinical ophthalmology, 8th edition)
2.2.2. epidemiologi
Perdebatan tentang kriteria ketajaman visual yang harus dipakai untuk definisi
klinis amblyopia telah menyebabkan kebingungan dalam menentukan prevalensi
amblyopia. Perkiraan prevalensi dapat bervariasi secara substansial tergantung pada
kriteria dan populasi yang dipilih (misalnya, 3,5% untuk pasien yang ketajaman visual
adalah 20/30; 1,4% untuk 20/40). perkiraan terbaik dari prevalensi pada populasi umum
adalah 2 %. (American Optometric Association, 2010)
Amblyopia refraktif dan Strabismik adalah amblyopia yang paling banyak
terjadi. amblyopia Anisometropic dan / atau amblyopia Strabismic terdapat lebih dari 90
persen dari semua jenis amblyopia. amblyopia isoametropia jarang, terhitung hanya 1-2
persen dari seluruh refraktif amblyopia. Prevalensi pasti dari bentuk deprivasi amblyopia
masih belum jelas, tetapi amblyopia ini dianggap jarang terjadi. (American Optometric
Association, 2010)
Prevalensi ambliopia seluruh dunia adalah sekitar 1% -5% . Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 19 juta anak-anak kurang dari 15 tahun
mengalami kehilangan pengelihatan; 12 juta diantaranya terganggu karena kesalahan
refraksi yang tidak dikoreksi dan ambliopia.

Ambliopia adalah masalah kesehatan

masyarakat yang utama dengan prevalensi diperkirakan 1-4% di Amerika Serikat.


Sekitar 4 juta bayi lahir di AS pada tahun 2011. Ini berarti hampir 120.000 bayi yang
lahir pada 2011 akan menderita, atau telah menderita, amblyopia sejak mereka lahir.
Amblyopia merupakan penyebab paling umum terjadi kehilangan penglihatan

monokular pada anak-anak dan dewasa muda. (Rebecca S. Braverman, MD, 2015 dan
Nipa R. Doshi, M.D., And Maria Lourdes F. Rodriguez, M.D , 2011)
2.2.3. Patofisiologi amblyopia
Pada amblyopia di temukan adanya kerusakan pengelihatan sentral, sedangkan
daerah pengelihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi eksperimental
pada binatang serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya periode
kritis yang peka dalam berkembangnya Keadaan amblyopia. Periode kritis ini sesuai
dengan perkembangan system pengelihatan anak yang peka terhadap masukan abnormal
yang diakibatkan oleh rangsangan deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang
signifikan. Secara umum, periode amblyopia deprivasi lebih cepat dibandingkan
strabismus maupun anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk
terjadinya amblyopia ketika periode kritis lebih singkat pada rangsang deprivasi
dibandingkan

strabismus

maupun

anisometropia.

(American

Academy

of

Ophthalmology, 2005)
Periode kritis tersebut adalah :
1. Perkembangan tajam pengelihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6), yaitu
pada saat lahir sampai usia 3-5 tahun.
2. Periode yang berisiko (sangat) tinggi untuk terjadinya amblyopia deprivasi, yaitu
di usia beberapa bulan hingga usia 7-8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan abliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak terjadinya
deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.
(Yen.K.G, 2014)
Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab amblyopia masih belum jelas,
studi eksperimental pada binatang dan percobaan laboratorium pada manusia dengan
amblyopia telah memberikan beberapa masukan. Pada binatang percobaan
menunjukan gangguan pada nucleus geniculate lateral (LGN) dan korteks striate
diakibatkan pengelihatan abnormal dini. Terjadi perubahan patologi lateral

geniculate nucleus pada monyet yang mempunyai penglihatan kabur pada satu mata.
Normalnya, LGN mempunya enam lapisan nuclear. Tiga lapisan berespon pada mata
kanan dan tiga lapisan lagi berespon pada mata kiri. Karena terdapat gambaran yang
kabur pada salah satu retina, hanya tiga lapisan yang berespon pada mata dengan
retina yang baik. Peningkatan stimulasi visual pada mata yang baik, membuat tiga
lapisan sel LGN pada mata abnormal yang tidak mendapat stimulasi mengalami
penurunan fungsi. Hal ini berlanjut pada penurunan ukuran dan jumlah sel korteks
striate pada mata abnormal sehingga terjadi kerusakan pada awal perkembangannya..
Akibatnya sel pada pengelihatan korteks primer dapat kehilangan kemampuan dalam
menanggapi rangsangan pada satu atau kedua mata dan sel yang masih responsif
fungsinya akhirnya dapat menurun. Keterlibatan retina masih belum dapat
disimpulkan.
(Hand Book Of Pediatric Strabismus And Amblyopia, 2006)
Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat untuk berkembang,
terutama interaksi kompetitif antar jalur penglihatan pada kedua mata di jalur korteks
visual. Bayi sudah dapat melihat pada waktu lahir, tapi mereka harus belajar
bagaimana mengguanakan mata mereka. Mereka harus belajar bagaimana untuk
fokus, dan cara menggunakan kedua mata mereka.
Penglihatan yang baik harus jernih, bayangan terfokus sama pada kedua mata.
Bila bayangan kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak sama pada kedua
mata, maka jaras pengelihatan tidak dapat berkembang secara baik, bahkan dapat
buruk. Bila hal ini terjadi, otak akan mematikan mata yang tidak fokus dan orang
tersebut akan bergantung pada satu mata untuk melihat.

(American Academy of Ophthalmology, 2005)


2.2.4. klasifikasi amblyopia
Amblyopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan gangguan/kelainan yang
menjadi penyebabnya
1. Ambpyopia strabismik
Ambliopia yang paling sering terjadi pada mata yang berdeviasi konstan. Kontan, tropia
yang tidak bergantian (nonalterneting, khususnya esodeviasi) sering menyebabkan
amblyopia yang signifikan. Amblyopia umumnya tidak terjadi bila terdapat fiksasi yang
bergantian, dimana masing-masing mata mendapat jalan/akses yang sama ke pusat
penglihatan yang lebih tinggi, atau bila deviasi strabismus berlangsung intermiten maka
akan ada suatu periode interaksi binokuler yang normal sehingga kesatuan system
penglihatan tetap terjaga dengan baik.
Amblyopia strabismus diduga disebabkan karena kompetisi atau terhambatnya interaksi
antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu (fusi) dari kedua mata, yang
akhirnya akan terjadi dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan
lama-kelamaan terjadi penurunan respon pada mata yang tidak berfiksasi. Penolakan
kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan binokuler ini tampaknya
merupakan faktor utama terjadinya amblyopia strabismik, namun bayangan kabur pada
foveal oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi faktor tambahan.
Hal tersebut diatas terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi untuk menghilangkan
diplopia dan konfusi. (konfusi adalah melihat 2 objek visual yang berlainan tapi
berhimpitan satu diatas yang lain)

Ketika kita menyebut amblyopia strabismik, kita langsung mengacu pada esotropia
bukan eksotropia. Perlu diingat, tanpa ada gangguan lain, esotropia primer-lah, bukan
ekstropia, yang sering diasosiasikan dengan amblyopia. Hal ini disebabkan karena
eksotropia sering berlangsung intermiten dan/atau deviasi alternat disbanding deviasi
unilateral konstan, yang merupakan prasyarat untuk terjadinya amblyopia.

2. Refraktif Amblyopia
Amblyopia anisometropia

Terbanyak kedua setelah amblyopia strabismus adalah amblyopia anisometropia, terjadi


ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua mata setidaknya 1 D yang tidak di
koreksi sehingga lama-kelamaan menyebabkan bayangan pada satu mata tidak fokus.
Hal ini

akan mengganggu perkembangan neurofisiologis normal jalur visual dan

korteks visual.
Jika bayangan di fovea pada kedua mata berlainan bentuk dan ukuran disebabkan
karena kelainan refraksi yang tidak sama antara kiri dan kanan, maka terjadi rintangan
untuk fusi. Lebih-lebih fovea mata yang lebih ametropik akan menghalangi
pembentukan bayangan (form vision).
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan kabur pada
perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat, dan sebagian lagi akibat
kompetisi interokular atau inhibisi yang serupa (tapi tidak harus identik) dengan yang
terjadi pada amblyopia strabismik.
Derajat ringan anisomtropia hiperopia atau astigmatisma (1-2 Dioptri/D) dapat
menyebabkan amblyopia ringan. Myopia anisometropia ringan (< -3 Dioptri) biasanya

tidak menyebabkan amblyopia, karena Pasien dengan anisometropia miopia ringan


menggunakan mata lebih rabun untuk melihat dekat dan mata kurang rabun untuk
penglihatan jauh sampai miopia melebihi 3 D, sehingga fiksasi foveal dan dikoreksi
ketajaman yang baik tetap dipertahankan di setiap mata. Tapi myopia tinggi unilateral (6 dioptri) sering menyebabkan amblyopia berat. Begitu juga dengan hyperopia tinggi
unilateral (+ 6 dioptri).
Amblyopia isometropia
Amblyopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak dikoreksi, yang
ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri. Dimana walaupun telah
dikoreksi dengan baik, tidak langsung memberi hasil penglihatan normal. Tajam
penglihatan membaik ketika koreksi lensa dipakai pada suatu periode waktu tertentu
(beberapa bulan). Khas untuk amblyopia tipe ini yaitu, hilangnya penglihatan ringan
dapat diatasi dengan terapi penglihatan, karena interaksi abnormal binocular bukan
merupakan factor penyebab. Mekanismenya hanya karena akibat bayangan yang kabur
saja. Pada amblyopia isometropia, bayangan retina (dengan atau tanpa koreksi lensa)
sama dalam hal kejelasan/kejernihan dan ukuran.
Hiperopia lebih dari 5 dioptri, miopia > 8,00 D, dan astigmatisme > 2,50 D merupakan
penyebab umum dari amblyopia isometropic. Miopia lebih dari 10 dioptri beresiko
menyebabkan bilateral amblyopia, dan harus dikoreksi sedini mungkin agar tidak terjadi
amblyopia.
3. Amblyopia deprivasi
Amblyopia deprivasi disebabkan oleh tertutupnya sebagian atau seluruh media okuler,
sehingga terjadi gambar yang kabur pada retina. Penyebab terbanyaknya adalah katarak
kongenital atau dini, tetapi kekeruhan kornea, infeksi atau noninfeksi inflamasi

intraocular, perdarahaan vitreous, dan ptosis juga menyebabkan terjadinya amblyopia


deprivasi. Bentuk amblyopia ini jarang kita jumpai namun yang paling parah dan sulit
di perbaiki. Amblyopia bentuk ini lebih parah pada kasus unilateral dibandingkan
bilateral dengan kekeruhan identik, karena kompetisi interokular yang terjadi lebih
cepat meningkatkan degradasi pada jalur visual. Bayi yang baru lahir dengan terapi
visual pada unilateral katarak mempunyai prognosis yang lebih baik ketika katarak
diangkat dan dikoreksi optikal pada umur 1-2 bulan.
Anak < 6 tahun, dengan katarak kongenital total yang menempati daerah sentral dengan
ukuran 3 mm atau lebih, harus dianggap dapat menyebabkan amblyopia berat.
Kekeruhan lenda yang sama yang terjadi pada usia > 6 tahun lebih tidak berbahaya.
Amblyopia oklusi adalah bentuk amblyopia deprivasi disebabkan kerena penggunaan
patch (penutup mata) yang berlebihan. Amblyopia berat dilaporkan dapat terjadi satu
minggu setelah menggunaan patching unilateral pada anak usia > 2 tahun sesudah
menjalani operasi ringan pada kelopak mata.
(American optometric association,2010 dan American academy of ophthalmology,2012)
2.2.5. MANIFESTASI KLINIS
Pada pasien yang dicurigai menderita amblyopia harus ditanyai tentang riwayat
penggunaan patch pada mata atau penggunaan obat tetes mata sebelumnya. Juga harus
dicari tentang riwayat penyakit mata dan operasi mata. Dari keluarga pasien, harus dicari
tentang riwayat strabismus dan penyakit mata lainyaa yang merupakan factor
ambliogenik.

Amblyopia sering tidak terdekteksi kerena tidak bergejala, kecuali terdapat


abnormalitas pada mata anak tersebut. Anak-anak sering mengeluh penglihatan atau
mata baik sedangkan mata lainnya buruk. Oleh karena itu peran orang tua sangat
dibutuhkan. (American Academy of ophthalmology staff, 2004)
Beberapa tanda pada mata dengan amblyopia, seperti

Berkurangnya penglihatan satu mata.


Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding.
Hilangnya sensitivitas kontras.
Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik.
Adanya anisokoria.
Tidak memengaruhi penglihatan warna.
Biasanya daya akomodasi menurun.
Sering menutup satu mata bila membaca atau melihat papan tulis.
Pada ERG dan EER penderita ambliopia dapat normal yang berarti tidak tedapat
kelainan organic pada retina ataupun korteks serebri. (ilyas,2002)

2.2.6. DIAGNOSIS
Amblyopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat
dijelaskan, dimana hal tersebut terkain dengan riwayat atau kondisi yang dapat
menyebabkan ambliopia. Ambliopia mempunyai prognosis yang lebih baik jika diobati
pada usia dini, ketika sistem visual masih dalam tahap pematangan. Karena itu,
amblyopia harus didiagnosis sesegera mungkin. (American Academy of ophthalmology
staff, 2004)
ANAMNESIS

Bila menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan
harus dijawab dengan lengkap, yaitu :

1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan amblyogenik ? (seperti strabismus,anisometropia, dll)


2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan ?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu ?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
(Ciufrfreda dan Levi, 1991)

Riwayat pasien
Komponen utama dari riwayat pasien meliputi: melihat masalah yang di keluhkan dan
keluhan utama; visual, okular, dan riwayat kesehatan umum; perkembangan dan riwayat
keluarga; dan riwayat penggunaan obat-obatan.
Umumnya ada beberapa gejala dari faktor resiko yang berhubungan dengan amblyopia.
Pasien atau orang tua pasien dapat melaporkan gangguan penglihatan pada satu atau
mungkin kedua mata dan kesulitan melakukan tugas-tugas yang membutuhkan persepsi
kedalaman binokuler. Jika amblyopia dikaitkan dengan strabismus, pasien atau orang tua
biasanya mengeluhkan tentang mata yang mungkin kurang terkordinasi atau tidak
sejajar,

atau estetika/kosmetik dari mata. Pada beberapa bentuk strabismus, anak

mungkin menutup satu mata untuk menyamarkan penglihatan ganda, atau memiringkan
kepala untuk mendapatkan kesejajaran penglihatan. Pasien dengan amblyopia
anisometropic dapat hadir dengan tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan visual yang
keterampilan persepsi defisit terkait. Riwayat mengalami kekeruhan pada axis visual,
seperti katarak kongenital, perdarahan vitreous, perdarahan makula, atau riwayat oklusi
berkepanjangan pada satu atau kedua mata (misalnya, ptosis parah), yang berhubungan
dengan peningkatan terjadinya deprivasi amblyopia.

Menanyakan tentang riwayat keluarga, saudara kandung atau orang tua mungkin
memiliki riwayat amblyopia atau strabismus, membutuhkan kacamata sebelum usia 5
tahun, operasi otot mata, atau patching. keterlambatan perkembangan dan prematuritas
juga merupakan faktor risiko untuk amblyopia.
(American Optometric Association, 2010)

PEMERIKSAAN FISIK
a. Tajam penglihatan
Penderita amblyopia kurang mampu untuk membaca bentuk atau uruf yang rapat dan
mengenali pola apa yang dibentu oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam penglihatan
yang dinilai dengan cara konvensional, yang berdasarkan pada kedua fungsi tadi, selalu
subnormal. Menentukan tajam penglihatan mata amblyopia pada anak adalah
pemeriksaan yang paling penting. Meskipun untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang
dapat dipercaya sulit pada pasien anak-anak, tapi untuknya penatalaksanaan amblyopia
sangat efektif dan efisien pada anak-anak.
Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat dites dengan kartu Snellen standar.
Untuk nonverbal Snellen, yang digunakan adalah tes E dan tes HOTV. Tes lain
adalah dengan symbol LEA. Bentuk ini mudah untuk anak usia

1 tahun (toddler),

dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen. Caranya sama dengan tes HOTV. Lampiran
6
(American Academy of ophthalmology staff, 2004)
b. Tes amblyopia
a. Uji crowding phenomenon

Telah diketahui bahwa penderita amblyopia sulit untuk mengidentifikasi


huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi,
maka dapat kita lakukan dengan menempatkan balok disekitar huruf tunggal.
Pada tes ini penderita diminta membaca huruf kartu Snellen yang disolasi,
kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien disuruh melihat sebaris huruf yang
sama yang tersusun linear. Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf
isolasi ke huruf yang sebaris, maka ini disebut

sebagai

crowding

phenomenon. (Ilyas dan Greenwald, 2004)


Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada
huruf isolasi, dapat turun hingga 20/100 (6/30) pada saat mengidentifikasi huruf
yang tersusun linear bila ada interaksi bentuk (countour interaction). Perbedaan
yang besar ini terkadang muncul juga sewaktu pasien yang sedang diobati
kontrol, dimana tajam penglihatannya jauh lebih baik pada huruf isolasi daripada
huruf linear. Oleh karena itu, amblyopia belum dikatakan sembuh hingga tajam
penglihatan linear kembali normal. (greenwald, 2004)
b. Netral Density (nd) Filter Test (NDF)
Tes ini digunakan untuk membedakan ambliopia fungsional dan organik.
Filter densitas netral dengan densitas yang cukup untuk menurunkan tajam
penglihatan mata normal dari 20/20 (6/6) menjadi 20/40 (6/12) ditempatkan di
depan mata yang ambliopik. Bila pasien menderita ambliopia, tajam penglihatan
dengan NDF tetap sama dengan visus semula atau sedikit membaik. (American
Academy of ophthalmology staff, 2004)
Jika ada ambliopia organik, tajam penglihatan menurun dengan nyata bila
digunakan filter, misalnya 20/100 (6/30) menjadi hitung jari atau lambaian
tangan. Keuntungan tes ini bisa, digunakan untuk screening secara cepat

sebelum, dikerjakan terapi oklusi, apabila penyebab ambliopia tidak jelas.


(greenwald, 2004)
c. Menentukan Sifat Fiksasi.
Pada pasien amblyopia, sifat fiksasi harus ditentukan. Penglihatan sentral
terletak pada foveal; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan untuk melihat adalah
daerah retina parafoveal, hal ini sering ditemukan pada pasien strabismik
amblyopia dan anisomtropik amblyopia (American Academy of ophthalmology
staff, 2004). Fiksasi eksentrik ditandai dengan tajam penglihatan 20/200 (6/60)
atau lebih buruk lagi. Tidak kiranya menetukan sifat fiksasi hanya pada posisi
refleks cahaya korneal. Fiksasi di diagnosis dengan menggunakan visuskop dan
dapat terdukomentasi dengan kamera fundus zeiss. Tes lain dengan dapat dengan
tes alternat untuk fiksasi eksentrik bilateral (Noorden,1998)
Visuskop
Visuskop

adalah

oftalmoskop

yang

telah

dimodifikasi

yang

memproyeksikan target fiksasi ke fundus. Mata yang tidak diuji ditutup.


Pemeriksa memeroyeksikan target fiksasi kededat macula, dan pasien
mengarahkan pnadangannya ketanda binti hitam (arsterisk). Posisi tanda arterisk
di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang beberapa kali untuk menentukan
ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada fiksasi sentral, tanda asterisk terletak di
fovea. Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser sehingga arterisk bergerak ke
daerah ekstrafoveal dari fiksasi retina. (Langston,2002)
d. Uji Worths four dot
Uji untuk melihat penglihatan binocular, adanya fusi, korespondensi retina
abnormal, supresi pada satu mata juling. Penderita memakai kaca mata dengan

filter merah pada mata kanan dan filter biru pada mata kiri kemudian melihat
pada objek 4 titik dimana 1 berwarna merah, 2 hijau, dan 1 putih. Titik putih
akan terlihat merah oleh mata kanan dan hijau mata kiri. Bila fusi baik maka
akan terlihat 4 titik dan lampu putih akan terlihat sebagai warna campuran hijau
dan merah. Empat titik juga akan terlihat oleh mata juling tetapi terjadi
korespondensi retina yang abnormal. Bila terdapat supresi maka hanya terlihat 2
merah bila mata kanan dominan atau 3 hijau bila mata kiri yang dominan. Bila
terlihat 5 titik, 3 merah dan 2 hijau yang bersilangan berarti mata dalam keadaan
eksotropia dan bila tidak bersilangan berarti mata berkedudukan esotropia.
Lampiran 7
e.

Test Hirschbergh
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai derajat pengguliran bola mata
abnormal dengan melihat refleks sinar pada kornea. Pemeriksaan menggunakan
sentolop yang disinarkan ditengah kedua mata dengan jarak 30 cm dari pasien
sebagai sinar fiksasi. Pasien diminta untuk melihat sinar untuk memfiksasi kedua
mata. Kemudian dilihat reflek sinar pada kedua kornea. Pada mata normal
refleks sinar pada kedua kornea terletak disentral. Letak sinar bila mengarah ke
luar berarti esodeviasi, bila kearah dalam/nasal berarti eksodeviasi. (kanski

clinical ophthalmology, 8th edition) Lampiran 8


f. Pemeriksaan refraksi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kelainan refraksi pada mata.
Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab amblyopia . Pemeriksaan bisa
menggunakan retinoscopy atau bisa juga menggunakan trial frame/lens.
Pemeriksaan mengunakan trial frame dilakukan dengan cara, penderita untuk
duduk sejajar pada jarak 6 meter dari optotype snellen, Tentukan dahulu

ketajaman penglihatan masing-masing mata, dengan menutup mata yang tidak


diperiksa. Bila hasil visus awal adalah 6/6, maka kemungkinan keadaan mata
adalah emmetropia atau hipermetropia dengan akomodasi. Lampiran 9
Pasang kaca mata coba pada posisi yang tepat yaitu jarak pupil untuk
penglihatan dekat. Bila dengan lensa ini deretan huruf 6/6 yang semula jelas
menjadi kabur maka berarti mata penderita adalah emmetropia. Pada
hipermetropia, mata dapat melihat huruf-huruf yang lebih kecil dari 6/6 dengan
akomodasi. Pemeriksaan dimulai dengan memberikan lensa speris positif
(+)0,25D. Ulangi pemeriksaan dengan meminta penderita membaca semua
deretan huruf snellen dari yang terbesar hingga terkecil yang masih dapat dibaca
dengan jelas dan lengkap.
Bila visus kurang dari 6/6, lanjutkan dengan tes pinhole dengan meletakkan
pinhole didepan mata yang diperiksa. Bila dengan tes pinhole ketajaman
penglihatan menjadi lebih baik maka terbukti pasien mengalamai kelainan
refraksi, namun bila pada tes pinhole tidak mengalami perbaikan maka pasien
tidak mengalami kelainan refraksi. Bila visus kurang dari 6/6 dengan tes pinhole
positif, maka kemungkinan mata termasuk miopia. Untuk menilai besar miopia,
dimulai dari lensa negatif (-)0,25D, ditambahakan berturut-turut -0,25 sampai
pada lensa negatif terlemah penderita dapat membaca deretan huruf 6/6.
Pemeriksaan kelainan refraksi astigmatisme dapat dilakukan menggunakan
keratoscop palsido. Tujuannya untuk mengetahui keteraturan permukaan kornea.
Ketatorkop plasido diletakkan kurang lebih 20cm didepan mata orang yang
diperiksa, kemudian penderita diminta terus memandang lubang keratoskop. Dari
lubang tersebut pemeriksa dapat melihat bayangan lingkaran pada kornea. Bila
kornea bulat sempurna, yang tampak adalah lingkaran konsentrik. Bila ada

meredian yang lebih melengkung daripada yang lain tegak lurus pada meredian I
tadi, maka tampak lingkaran-lingkaran lonjong sehingga disebut sebagai
astigmatisme reguler. Pada astigmatisme irreguler, bentuk bayang garis hitam
putih yang tampak tidak teratur. (Manual for Eye Examination and Diagnosis, 7th
edition)
g. Test Prisma cover
Syaratnya fovea kedua mata masih berfungsi baik, pemeriksaan ini bisa
menentukan besar foria dan tropia. Prisma diletakan pada salah satu mata sesuai
dengan arah deviasi (base in untuk eksotropia atau eksoforia dan base out untuk
esotropia atau esoforia), kemudian dilakukan penutupan mata secara bergantian.
Kekuatan prisma dinaikkan sampai tidak ada lagi pergerakan mata dengan
penutupan secara bergantian tersebut. Besar kekuatan prisma tersebut merupakan
besar deviasi mata (Yen, 2004).
Terapi
1. Terapi Oklusi dan Degradasi Optikal
A. Oklusi

2.4.

Terapi oklusi yaitu menutup mata yang sehat untuk memberikan stimulasi pada mata
amblyopia. Pada penderita yang tidak mempunyai fusi binokuler, dialkukan oklusi
agresif sepanjang hari, tetapi hal ini sering menimbulkan reverse amblyopia terutama
pada penderita yang berumur kurang dari 4 tahun. Terapi oklusi pada mata yang
sehat masih tetap menjadi acuan terapi untuk memperbaiki deficit visus pada
amblyopia.
Lamanya oklusi dapat menyebabkan stress anak dan orang tua, sehingga terapi
menjadi tidak maksimal. Kepatuhan terapi oklusi amblyopia sangat tergantung orang

tua. Suatu penelitian menyatakan bahwa 68% kegagalan terapi amblyopia


disebabkan krangnya pengetahuan orang tua (Newsham, 2000)
Beberapa aturan okllusi yang harus diperhatikan antara lain pada pasien yang masih
muda, perbaikan visus akan diperoleh dengan cepat, akan tetapi perbaikan
amblyopia pada mata yang di oklusi juga meningkat (Beck et al, 2002). Oklusi
pertama dimulai selama 1 minggu untuk setiap tahun, contohnya bayi usia 6 bulan di
oklusi selama 3 hari, anak usia 1 tahun dioklusi selama 1 minggu, usia 2 tahun di
oklusi selama 2 minggu, 3 tahun selama 3 minggu dan seterusnya. Bila dalam 6
bulan terapi oklusi tidak didapatkan perbaikan, maka terapi dihentikan dan dicari
kemungkinan adanya kelainan organic. Semakin baik visus saat terapi oklusi
dilakukan akan semakin pendek waktu terapi oklusi. Terapi oklusi dapat dilakukan
hingga pasien berumur 9 tahun untuk mempertahankan hasil atau perbaikan yang
telah dicapai, sehingga pasien harus tetap diobservasi sampai mencapai umur
tersebut.
Suatu studi membandingkan terapi oklusi 4 jam per hari dan 2 jam per hari pada
penderita amblyopia, setelah dilakukan follow up selama 3 bulan, terdapat perbaikan
visus signifikan ( 3 baris) pada penderita yang di oklusi selama 4 jam per hari
(90%) , sedangkan pada penderita yang di oklusi 2 jam per hari perbaikan visus
hanya 52,6 % (Suryanto B, 2006). Pediatric Eye Disease Investigator Group
melakukan penelitian pada tahun 2003 dengan membandingkan oklusi seepanjang
waktu dengan oklusi 6 jam, menunjukan bahwa reaksi tambahan pada mata yang
sehat lebih sering terjadi pada oklusi yang sepanjang hari dibandingkan dengan
yang 6 jam (Glaser et al, 2003).

Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan, yang
keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau
paruh waktu (part-time).
a) Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk semua
atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga.(Occlusion for all or all but one waking
hour), Arti ini sangat penting dalam pentalaksanaan ambliopia dengan cara
penggunaan mata yang rusak. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah
penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara komersial.
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka sewaktu
tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak opak,atau
Annisas Fun Patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila terjadi
iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket. Full-time patching baru
dilaksanakan hanya bila strabismus konstan menghambat penglihatan binokular,
karena full-time patching mempunyai sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal
penglihatan binokular.
Terdapat suatu aturan bahwa full-time patching diberi selama 1 minggu untuk setiap
tahun usia. Misalnya penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun harus
memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini untuk
menghindarkan terjadinya ambliopia pada mata yang baik.
b) Oklusi Part-time

Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari yang akan memberi hasil
sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung
dari derajat amblyopia. Amblyopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam
penjelasan peranan full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut
menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun dengan ambliopia berat (tajam penglihatan
antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120 ), full-time patching memberi efek sama
dengan penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi lain, patching 2 jam/hari
menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir sama dengan patching 6jam/hari
pada ambliopia sedang / moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien
usia 3 7 tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat
dekat selama 1 jam/ hari.
Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam
penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing masing mata. Hasil ini
tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan, maka
penatalaksanaan harus tetap diteruskan.
B.

Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan

kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi
lebih buruk dari mata yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi (penalization).
Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali
dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan
kabur bila melihat dekat dekat.

ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan
patching untuk ambliopia sedang (tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100).
ATS tersebut dilakukan pada anak usia 3 7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa
pemberian atropine pada akhir minggu (weekend) memberi perbaikan tajam
penglihatan sama dengan pemberian atropine harian yang dilakukan pada kelompok
anak usia 3 7 tahun dengan ambliopia sedang. Ada juga studi terbaru yang
membandingkan atropine dengan patching pada 419 orang anak usia 3-7
tahun,menunjukkan atropine merupakan pilihan efektif. Sehingga, ahli mata yang
tadinya masih ragu ragu,memilih atropine sebagai pilihan pertama daripada
patching.
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi, yaitu
tidak mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi,
anak sulit untuk menggagalkan metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering
oklusi.
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa
positif dengan ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya
efek samping farmakologik atropine. Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan
metode non-oklusi pada pasien dengan mata yang lurus (tidak strabismus) adalah
kedua mata dapat bekerjasama, jadi memungkinkan penglihatan binokular.
2. Terapi amblyopia deprivasi
Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan penyebab deprivasi amblyopia agar
aksis optik terbebas dari hambatan, misalnya dengan operasi katarak, pencangkokan

kornea, dan operasi ptosis. Pembersihan aksis optik ini sebaiknya dilakukan dua
bulan pertama kehidupan.
Setiap gangguan refraksi yang signifikan harus dikoreksi. Koreksi sebaiknya
dilakukan dengan lensa kontak, dalam waktu 1 minggu setelah operasi. Pada bayi
yang diberikan lensa kontak, orang tua sangat berperan dalam mengawasi
penggunaan lensa kontak, karena beresiko untuk hilang, juga harus sering
dibersihkan untuk mencegah infeksi. Oklusi part time dilakukan 2 jam sehari. Pada
terapi ini, pasien dianjurkan untuk melakukan kontrol setiap 2-4 minggu selama 1
tahun untuk menilai tajam penglihatan dan perkembangan binocular.
Jika setelah 1 tahun,hasil koreksi optik baik, kornea normal, dan ketajaman visual
telah membaik dan stabil, maka pasien cukup dipantau setiap 6 bulan.
3. Pengobatan amblyopia isoamtropic
Pengobatan awal amblyopia isoametropic memerlukan koreksi penuh dari
kesalahan refraktif dengan kacamata atau lensa kontak. Dalam waktu 4-6 minggu
praktisi harus mengevaluasi ulang ketajaman visual dan status refraksi, jika perlu,
memodifikasi koreksi optik untuk mempertahankan koreksi penuh ametropia
tersebut. Setelah itu, dapat kontrol setiap 4-6 bulan untuk memantau peningkatan
ketajaman visual. Pasien mungkin tidak mencapai ketajaman visual terbaik selama
1-2 tahun setelah koreksi awal kelainan refraksi. Untuk amblyopia isometropik akan
membaik hanya dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan,jarang
membutuhkan terapi oklusi.
4. Pengobatan anisometropia
Langkah awal dalam mengobati amblyopia anisometropic adalah dengan koreksi
secara keseluruhan kesalahan refraksi dengan kacamata atau lensa kontak. Lensa
kontak lebih dipilih sebagai pengobatan optik pilihan di miopic anisometropic
amblyopia.

Untuk anak-anak di bawah usia 6 tahun, pengobatan awal yang dianjurkan ialah
menggunakan

koreksi

refraktif

selama

4-6

minggu,

kemudian

kembali

mengevaluasi ketajaman visual sebelum meresepkan terapi tambahan. Untuk anak


yang lebih tua, orang dewasa, dan anak-anak muda yang tidak menanggapi koreksi
refraktif, praktisi mungkin meresepkan oklusi part time langsung dan terapi
penglihatan aktif atau berkonsultasi dengan seorang dokter mata yang telah
pelatihan atau pengalaman klinis dalam terapi penglihatan. Oklusi part-time
digunakan 2-5 jam per hari.
5. Pengobatan amblyopia strabismus
Langkah pertama dalam mengobati amblyopia Strabismic ialah dengan koreksi
penuh pada kesalahan refraksi baik dengan kacamata ataupun lensa kontak. Dalam
beberapa kasus,koreksi refraksi saja jarang menyebabkan peningkatan ketajaman
visual.
Oklusi full-time direkomendasikan untuk strabismus konstan; oklusi part-time,
untuk strabismus intermiten. Ketika memulai terapi oklusi full-time, masalah pada
aktivitas sehari-hari perlu diperhatikan. Untuk memungkinkan pasien berfungsi di
sekolah, di tempat kerja, atau ketika ketajaman visual yang baik adalah penting,
oklusi terbalik dapat dipertimbangkan dengan oklusi langsung dilakukan pada saat
pasien tidak mempunyai kesibukan.
Pada anak-anak di bawah usia 5 tahun yang memiliki fiksasi pusat ataupun
eksentrik, langsung diterapi dengan oklusi full-time, dengan penyesuaian untuk
kinerja, adalah pengobatan pilihan. Bila strabismus berlangsung lama dapat terjadi
korespondensi retina yang abnormal. Korespondensi retina abnormal terjadi bila
koerteks serebri sudah dapat meneysuaikan diri terhadap 2 titik yang tidak
sekoresponden menjadi satu titik yang sekoresponden. Akibatnya walaupun

kedudukan mata tetap dalam posisi juling tidak didapatkan keluhan diplopia. Juling
akan sulit diatasi bila mata sudah menjadi diplopia atau sudah terjadi korespondensi
retina yang abnormal.
(American Optometric Association, 2010)
2.5.
Komplikasi Pengobatan.
Semua bentuk penatalaksanaan amblyopia memungkinkan untuk terjadinya amblyopia
pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling beresiko tinggi dan harus
dipantau dengan ketat, terutama padaa anak balita. Follow up pertama setelah pemberian
oklusi dilakukan setelah 1 minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4 minggu untuk
anak usia 4 tahun). Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak perlu
sesering oklusi full-time, tapi follow-up regular tetap penting.
Hasil akhir terapi amblyopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat,
tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua
mata.

Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut:
kepatuhan pasien
Jenis Tertentu amblyopia
Status fiksasi Monocular
Umur saat onset
Ketajaman visual awal
Usia pasien saat pengobatan dimulai
Jenis pengobatan yang diresepkan.

Semakin berat amblyopia, dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan yang
lebih lama. Oklusi full time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan amblyopia
strabismik berat dalam 1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang lebih berumur
yang memakai penutup hanya seusai sekolah dan pada akhir minggu saja, membetuhkan
waktu tahun atau lebih untuk dapat berhasil.

Anda mungkin juga menyukai