Anda di halaman 1dari 14

KIMIA ANORGANIK FISIK

Kelompok 9
Nama Kelompok

: 1. Lezy Maidela

(1313023045)

2. Niddia Raisa Marta

(13130230

3. Veni Darmawanti

(1313023084)

4. Yusi Zulianti

(13130230

LEMBAR KERJA MAHASISWA 2

1. Jelaskan ikatan dalam senyawa kompleks menurut:


a. Teori Amonium
b. Teori Rantai
c. Apa perbedaan antara luteo, purpureo, dan praseo berdasarkan teori
rantai?
Jawab :
a. Teori Amonium
Teori ini dikemukakan oleh Thomas Graham (1805-1869). Teori ini didasari
pada sebuah fakta bahwa sebagian besar senyawa kompleks di awal
perkembangannya mengandung ligan NH3. Graham menganggap senyawa
kompleks amina-amina logam sebagai senyawaan amonium yang tersubstitusi.
Dapat dilihat dari gambar susunan atom-atom dalam senyawa
diaminatembaga(II) Klorida menurut Graham dibawah ini:
Cl

Cl
Cu

Dari gambar tersebut Graham memperlihatkan antara atom Cu dengan atom N


dan juga antara atom H dengan atom N dihubungkan dengan garis. Tetapi antara
atom Cu dan Cl tidak dihubungkan dengan garis. Menurut Graham, dua atom
hidrogen, masing-masing satu dari setiap ion ammonium disubstitusi oleh

sebuah atom tembaga. Dua atom hidrogen dapat disubstitusi oleh satu atom
tembaga karena tembaga memiliki valensi dua sedangkan hidrogen satu. Pada
waktu Graham mengajukan teori amoniumnya, teori tentang ikatan kovalen
belum muncul. Graham tidak dapat menjelaskan sejumlah fakta mengapa
senyawa kompleks yang mengandung NH3 jumlahnya berbeda dengan valensi
ion logam. Teori amoniumnya hanya sesuai bila diterapkan apabila NH3 yang
terikat pada ion logam jumlahnya sama dengan valensi ion logam tersebut.
b. Teori Rantai
Pada akhir abad ke-19 Christian Wilhelm Blomstarnd (1826-1897) mengajukan
gagasan bahwa antarmolekul NH3 dapat membentuk rantai seperti halnya rantai
karbon. Hal ini didasari oleh pengaruh perkembangan kimia organik saat itu.
Menurutnya, rantai dari NH3 ini dianalogikan pada rantai karbon ( -CH2- )
karena atom N yang memiliki 5 valensi dapat dianalogikan dengan atom C yang
memiliki 4 valensi.
Kemudian Teori Blomstrand ini disempurnakan oleh Sophus Mads Jorgensen.
Menurutnya didalam senyawa kompleks banyaknya atom atau gugus yang
terikat bergantung pada valensi logam pusatmya. Ada beberapa ketentuan yang
diajukannya yaitu diantaranya:
1.) apabila tidak ada atom lain yang diikat oleh atom logam, banyaknya NH3
yang terikat bergantung pada valensi logam
2.) jumlah NH3 yang terdapat dalam rantai - NH3- tergantung pada banyaknya
NH3 dalam senyawa kompleks
3.) terkait dengan kereaktifan atom halogen, untuk senyawa kompleks yang
mengandung atom halogen, atom halogen dibagi menjadi dua macam, yakni
halogen lebih dekat (terikat langsung pada atom logam) yang dapat
diendapkan dan halogen lebih jauh (terikat dengan perantara rantai - NH3-)
yang dapat diendapkan.
Tetapi teori ini terbantahkan karena ditemukannya senyawa kompleks
CoCl3.3NH3.

Menurut

teori

ini

seharusnya

senyawa

kompleks

CoCl3.3NH3 merupakan senyawa elektrolit dan dapat membentuk endapan AgCl,


akan tetapi faktanya senyawa ini bukan elektrolit dan tak dapat membentuk
endapan AgCl dan Jorgensen tidak dapa menjelaskannya.
c. Perbedaan antara luteo, purpureo, dan praseo berdasarkan teori rantai

Jorgensen dapat menjelaskan fenomena terbentuknya endapan pada beberapa


senyawaan

kobalt

yang

mengandung

amonia

dan

klorida

dengan

menganggapnya sebagai senyawa elektrolit.


pada kompleks luteo (luteocobaltic chloride) terdapat tiga atom klorin jauh,

pada kompleks purpureo (purpureocobaltic chloride) terdapat dua atom


klorin jauh dan satu atom klorin dekat

pada kompleks praseo (praseocobaltic chloride) terdapat satu atom klorin


jauh dan dua atom klorin dekat

2. Jelaskan teori koordinasi/postulat dari Werner lengkap dengan contohnya.


Jawab:
Dalam artikel ilmiahnya Alferd Werner mengajukan gagasan tentang susunan atomatom dalam senyawa kompleks dan mengajukan beberapa postulat diantaranya
adalah:

1.) Ion logam dalam senyawa kompleks memiliki dua jenis valensi, yakni valensi
primer dan valensi sekunder
2.) Valensi primer ion logam dalam senyawa kompleks hanya dapat dipenuhi oleh
anion, sedangkan valensi sekunder ion logam dalam senyawa kompleks dapat
dipenuhi oleh anion maupun molekul netral yang memiliki pasangan elektron
bebas (PEB)
3.) Valensi sekunder diarahkan pada geometri tertentu di sekitar ion logam (ion
pusat) sehingga valensi sekunder memiliki ruangan dan bentuk geometri
tertentu.
4.) Ion logam pusat dengan anion atau molekul netral yang memiliki PEB terikat
membentuk senyawa kompleks. Sehingga, valensi sekunder harus dipenuhi
secara sempurna baru kemudian valensi primer dipenuhi apabila membentuk
kompleks kation.
5.) Umumnya senyawa kompleks dalam larutannya terdapat sebagai partikelpartikel diskrit.
Berdasarkan postulat tersebut, Werner dapat menjelaskan fakta eksperimen yang
terjadi pada senyawa kompleks CoCl3.3NH3 . Menuru Werner, ion kobalt pada
senyawa kompleks tersebut tidak memiliki valensi primer, akan tetapi hanya
memiliki valensi sekunder saja yakni enam.
Selain itu juga Werner menerangkan susunan atom-atom dalam senyawa kompleks
luteo, purpureo, dan praseo. Menurutnya, ketiga senyawa kompleks tersebut
memiliki valensi sekunder yang sama, yakni enam. Yang membedakannya adalah
valensi primernya, pada senyawa kompleks luteo adalah 3, pada purpureo valensi
primernya adalah 2, dan pada praseso valensi primernya adalah 1.
3. Apa yang dimaksud dengan bilangan atom efektif? Jelaskan lengkap dengan
contohnya.
Jawab:
Bilangan atom efektif adalah jumlah elektron yang mengelilingi ion pusat,
termasuk yang didonorkan oleh ligan. Jadi, Sidgwick mengungkapkan sebuah
gagasan yang menyatakan bahwa senyawa kompleks baik dalam bentuk molekul
ataupun ion akan stabil apabila memiliki jumlah elektron, baik dari ligan dan atom
pusat, sama dengan jumlah elektron yang dimiliki oleh unsur-unsur golongan gas
mulia. Gagasan ini pun dikenal aturan bilangan atom efektif (effective atomic

number, EAN, rule). Gagasan ini didasari oleh teori oktet Gilbert Newton Lewis
pada senyawa dengan ikatan koordinasi. Sidwick memandang ligan sebagai basa
Lewis yang mendonorkan satu atau lebih pasangan elektron ke ion logam pusat
yang berperan sebagai asam Lewis. Jadi apabila jumlah elektron pada senyawa
kompleks sama dengan jumlah elektron pasa kripton (36), xenon(54), atau radon
(86) maka senyawa tersebut dikatakan memenuhi aturan EAN.
Contohnya:
Ex1
Ex2
Ex3
Co
= 27e
Ag
= 47 e
Pt
=78 e
Co3+
= 24 e
Ag+ = 46 e
Pt4+
= 74 e
6NO2
= 12 e
4NH3 = 8 e
6Cl
+12 e
[Co(NO2)6]3+
[Ag(NH3)5]+
[Pt(Cl)6]2
Namun banyak pula bermunculan senyawa kompleks yang bersifat stabil meskipun
tidak mengikuti aturan EAN. Sehingga, menyebabkan aturan ini menjadi kurang
berkembang dan dirasa tidak bermanfaat. Selain itu juga, teori ini tidak
menerangkan senyawa kompleks secara logis meskipun mengacu pada stabilitas
unsur-unsur gas mulia. Dalam praktiknya, ternyata ada kecendrungan bahwa
senyawa kompleks yang mengikuti aturan EAN lebih mudah disintesis daripada
yang tidak mengikuti aturan EAN.
4.

Gambarkan molekul NH3 lengkap dengan hibridisasinya. Dapatkah molekul


tersebut berikatan dengan ion logam Fe 2+? Bagaimana cara keduanya
berikatan?
Jawab:

N (keadaan dasar) : [He]

Hibridisasi N :

Hibridisasi NH3:

2s

2s2

2p3

2p

3s

Molekul NH3 dapat berikatan dengan ion logam Fe2+. Keduanya dapat berikatan
melalui ikatan kovalen koordinasi, karena atom N memiliki sepasang electron
bebas yang dapat disumbangkan ketika berikatan dengan logam Fe2+.

5.

Jelaskan apa yang dimaksud dengan sifat paramagnetic dan diamagnetic!


Mengapa suatu unsur/ion/senyawa dapat bersifat paramagnetic atau
diamagnetic?
Apakah satuan untuk kekuatan sifat magnetic itu? Bagaimana cara
menentukan/ menghitungnya?
Jawab:
Sifat paramagnetic adalah suatu sifat yang dimiliki oleh unsur/ion/senyawa
kompleks yang tertarik ke medan magnet, sedangkan sifat diamegnetik adalah
suatu sifat yang dimiliki oleh unsur/ion/senyawa kompleks yang ditolak oleh
medan magnet.
Suatu unsur/ion/senyawa dapat bersifat paramagnetic karena pada orbital hybrid
dari unsur/ion/senyawa kompleks terdapat electron yang tidak berpasangan,
sedangkan suatu unsur/ion/senyawa dapat bersifat diamagnetic karena pada
orbital hybrid dari unsur/ion/senyawa kompleks semua electronnya sudah
berpasangan.
Satuan untuk kekuatan magnetic adalah BM (Bohr Magnetons). Kemudian cara
menghitung atau mengukurnya adalah dengan menggunakan rumus berikut:
=

BM

Dimana adalam momen magnet dan n adalah banyaknya electron yang tidak
berpasangan.

6.

Ion kompleks [Fe(NH3)6]2+ bersifat diamagnetic. Jelaskan dengan Teori


Ikatan Valensi lengkap dengan hibridisasinya! Tentukan kompleks orbital
dalam atau luarkah kompleks tersebut? Gambarkan strukturnya.
Jawab:
Ion Fe2+ (keadaan dasar) :

3d6

4s2

4p

3d5

4s

4p

[Ar]
Ion Fe2+ (hibridisasi) :
[Ar]

Ion Fe2+ dalam [Fe(NH3)6]2+ (bersifat diamagnetik) :


[Ar]
6 PEB dari ligan molekul NH3
Kompleks [Fe(NH3)6]2+ termasuk kompleks orbital dalam, karena orbital hibridnya
(orbital d) berasal dari kulitorbital dalam (ketiga).

Gambar ion kompleks [Fe(NH3)6]2+


NH3
NH3

NH3
Fe2+

NH3

NH3
NH3

7. Ion kompleks

bersifat paramagnetic, dengan moment magnet

sebesar 5,9 BM. Jelaskan lengkap dengan hibridisasinya ! Termasuk orbital


dalam atau luarkah kompleks tersebut ? Gambarkan strukturnya.
Jawab :

Konfigurasi elektron :
Ion

(keadaan dasar)
Ion

Hibridisasi sp3d2

(hibridisasi)
Ion

6 PEB dari 6 ligan Cl-

(bersifat paramagnetik)
Ion logam pusat pada senyawa kompleks

memiliki elektron yang tidak

berpasangan, sehingga senyawa kompleks tersebut bersifat paramagnetik.


terbentuk melalui proses hibridisasi sp3d2 yang

Senyawa kompleks

menggunakan 2 orbital 4d yang terletak setelah atau diluar orbital 3d, sehingga
senyawa kompleks
Struktur

termasuk kompleks orbital luar.


adalah oktahedral, berikut gambar strukturnya :

8. Ion kompleks
bersifat diamagnetic. Jelaskan lengkap dengan
hibridisasinya ! Gambarkan strukturnya.
Jawab :

Konfigurasi elektron :
Ion

(keadaan dasar)
Ion

(tereksitasi)
Ion

(hibridisasi)

Hibridisasi dsp2

Ion

4 PEB dari 4 ligan OH-

(bersifat diamagnetik)

Pada senyawa kompleks

, semua elektron pada ion logam pusatnya

berpasangan, maka momen magnetiknya sama dengan nol, sehingga senyawa


kompleks tersebut bersifat diamagnetik.
Struktur senyawa kompleks

adalah bujur sangkar, berikut gambar

strukturnya :

9. Ion kompleks
bersifat diamagnetic. Jelaskan dengan teori
ikatan valensi lengkap dengan hibridisasinya ! Gambarkan strukturnya.

Jawab :

Konfigurasi elektron :
Ion

(keadaan dasar)
:

Ion

Hibridisasi sp3

(hibridisasi)
Ion

4 PEB dari 4 ligan NH3

(bersifat diamagnetik)

Pada senyawa kompleks

, semua elektron pada ion logam pusatnya

berpasangan, maka momen magnetiknya sama dengan nol, sehingga senyawa


kompleks tersebut bersifat diamagnetik.
Struktur senyawa kompleks

adalah tetrahedral, berikut gambar

strukturnya:

10. Jenis ikatan apa yang terjadi dari keempat ion kompleks tersebut? Apakah
ada perbedaan dengan ikatan pada senyawa sederhana dalam hal orbital yang
terhibridisasinya ?

Jawab :
Jenis ikatan yang terjadi pada keempat senyawa kompleks tersebut adalah ikatan
kovalen koordinasi. Perbedaan antara senyawa sederhana dan senyawa kompleks
adalah hibridisasi pada senyawa kompleks itu melibatkan orbital d sedangkan
hibridisasi pada senyawa sederhana hanya melibatkan orbital s, dan p.

11. Ion kompleks [Cu(H2O)4]2+ bersifat paramagnetik, dengan momen magnet


sebesar 1,7 BM dan struktur segi-4 datar (bujur sangkar). Kompleks ini stabil,
tidak mudah teroksidasi. Jelaskan dengan teori ikatan valensi lengkap dengan
hibridisasinya! Gambarkan strukturnya!
Jawab:
[Cu(H2O)4]2+
a. Konfigurasi Elektron ion Cu2+ ( Keadaan Dasar ) :
3d
[ Ar]

4s

4p

b. Ion Cu2+ ( Hibridisasi ) :


3d

4s

4p

[ Ar]

Hibridisasi sp3

c. Ion Cu2+ dalam [Cu(H2O)4]2+ ( Paramagnetik ) :


3d

4s

4p

[ Ar]

4 PEB dari 4 ligan H2O


Tertahedral
Terdapat perbedaan antara hasil ekperimen teori ikatan valensi , dalam hal ini adalah
struktur senyawa kompleksnya yaitu dapat dilihat diatas bahwa didapat strukturnya
tertahedral sedangkan menurut teori adalah bujur sangkar . menurut teori hibridisasi
dari [Cu(H2O)4]2+ adalah dsp2 ( dengan bilangan koordinasi 4 ,diamana 1 orbital d ,
1 orbital s , dan 2 orbital p ), tetapi menurut eksperimen berbeda hibridiasinya yaitu
sp3 ( dengan bilangan koordinasi 4 diaman 1 orbital s dan 3 orbital p ). Hal ini
merupakan salah satu kelemahan teori ikatan valensi dimana tidak dapat menjelaskan
bentuk-bentuk kompleks tertentu seperti tetragonal pada kompleks Cu(II) yang
sebenarnya hasil distorsi dari kompleks oktahedral . kemudian juga tidak dapat
menjelaskan kompleks dengan bilangan koordinasi 4 baik dengan bentuk tetrahedral
maupun bujur sangkar , dimana bentuk tetrahedral bila dengan hibridisasi sp3 dan
akan memiliki bentuk bujur sangkar apabila dengan hibridisasi dsp2.
Pada ion kompleks [Cu(H2O)4]2+ bersifat paramagnetik karena pada orbital d masih
ada elektron yang tidak berpasangan . dan apabila pada ion logam pusat suatu

senyawa kompleksada elektron yang tidak berpasangan , maka harga momen


magnetiknya lebih besar dari nol sehingga senyawa kompleks dianggap bersifat
paramagnetik , semakin banyak elektron yang tidak berpasangan , harga momen
magnetiknya akan semakin besar.
Tidak mudah teroksidasi karena dalam deret volta seperti pada gambar di bawah ini:

Dapat dilihat bahwa unsur Cu berada d sebelah H , dimana semakin kekanan akan
semakin mudah tereduksi ,begitupun dengan Cu yang berada di sebelah kanan H
sehingga Cu tidak mudah teroksidasi tetapi mudah mengalami reduksi .
Struktur

12. Mengapa teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan fenomena yang terjadi
pada kompleks [Cu(H2O)4]2+ secara memuaskan?
Jawab:
Jika menggunakan teori ikatan valensi dalam pembentukan senyawa kompleks
[Cu(H2O)4]2+ melalui proses eksitasi terlihat bahwa hasil hibridisasinya adalah sp 3
dengan orbital yang terlibat adalah 1 orbital s, dan 3 orbital p. Hal ini menandakan
struktur senyawa kompleks [Cu(H2O)4]2+ adalah tetrahedral, namun hal ini berbeda
dengan hasil eksperimen yang menunjukkan bahwa struktur senyawa kompleks
[Cu(H2O)4]2+ adalah segi-4 datar (bujur sangkar). Sehingga TIV tidak bisa

menjelaskan kenapa senyawa kompleks [Cu(H2O)4]2+ memiliki struktur senyawa


kompleks segi-4 datar (bujur sangkar) walaupun dalam TIV bisa menjelaskan sifat
paramagnetiknya.
13. Apa saja yang dapat dijelaskan oleh teori ikatan valensi, mengenai senyawa
kompleks? Dapatkah teori tersebut menjelaskan Mengapa senyawa kompleks
pada umumnya berwarna? Teori apa yang dapat menjelaskannya?
Jawab:
Berikut adalah hal-hal yang dapat dijelaskan oleh Teori Ikatan Valensi:
1. Pembentukan senyawa kompleks
Teori ikatan valensi (TIV) dapat menjelaskan ikatan pada senyawa kompleks.
Berdasarkan TIV, senyawa kompleks dianggap terbentuk dari reaksi antara asam
Lewis (ion logam) dengan basa-basa Lewis (ligan) mwlalui ikatan kovalen
koordinasi antara keduanya. Ikatan kovalen koordinasi yang terbentuk
merupakan hasil pertumpangtindihan antara orbital ligan yang berisi pasangan
electron bebas dan orbital ion logam yang kosong. Pada proses pembentukan
senyawa kompleks, ion logam pusat menyiapkan sejumlah orbital kosong yang
sesuai dan disertai dengan proses hibridisasi.
2. Kompleks dengan Orbital Luar dan Orbital Dalam
TIV dapat menunjukkan adanya spin terpasang (spin paired) sehingga
menghasilkan spin rendah (low spin, LS) dan spin bebas (spin free) sehingga
menghasilkan spin tinggi (high spin, HS).
Lebih lanjut, Pauling mengidentifikasi adanya kompleks dengan ompleks
dengan orbital luar (outer orbital complex) dan orbital dalam (inner orbital
complex).
3. Sifat Magnetik Senyawa Kompleks
Momen magnetic yang terukur yang dimiliki oleh suatu senyawa kompleks
disebut momen magnet efektif (e). Momen magnetic efektif yang dimiliki olek

suatu senyawa kompleks merupakan hasil interaksi dari momen magnetic yang
ditimbulkan akibat rotasi elektron-elektron disekitar sumbu rotasinya.

Anda mungkin juga menyukai