Anda di halaman 1dari 8

Nama : Fitri Amalia

NIM

: G0114047

Kelas : B

PENGOBATAN ALTERNATIF DALAM MASYARAKAT INDONESIA

PENDAHULUAN
Pengobatan alternatif di Indonesia bukan merupakan hal yang asing bagi masyarakatnya.
Pengobatan alternatif menjadi salah satu pilihan yang sering digunakan oleh masyarakat saat ini.
Sejak dahulu, pengobatan alternatif ini diberikan secara turun temurun oleh pewaris ilmu.
Pengobatan alternatif biasanya dilakukan oleh orang pintar, yaitu orang yang terpandang di
lingkungan masyarakat dan dianggap mampu menyembuhkan penyakit-penyakit yang diderita.
Pengobatan alternatif memiliki berbagai macam jenis. Dari mulai pengobatan yang rasional
seperti akupuntur, obat-obatan herbal, urut, sampai yang irasional seperti pemindahan penyakit
kepada hewan atau telur, menggunakan air yang telah dimasuki batu sebagai obat,
mengguanakan keris sakti, dan lain sebagainya. Namun, tak jarang pula masyarakat lebih
memilih untuk melakukan pengobatan alternatif dibandingkan dengan pengobatan medis yang
dilakukan oleh dokter. Hal tersebut dapat terjadi karena keyakinan dan penilaian sosial
masyarakat yang positif terhadap pengobatan alternatif. Oleh karena itu, keyakinan dan penilaian
positif tersebut dapat mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat dalam menggunakan
pengobatan alternatif.
Ada beberapa faktor yang membuat masyarakat memilih pengobatan alternatif, seperti
faktor ekonomi, faktor budaya, faktor psikologis, faktor pengetahuan, dan lain sebagainya.
Keyakinan dan sikap positif terhadap pengobatan alternatif juga merupakan salah satu faktor
kuat yang mempengaruhi perilaku masyarakat untuk melakukan pengobatan alternatif. Akan
tetapi, dengan keyakinan dan sikap positif dalam memilih pengobatan alternatif belum tentu akan
menghasilkan perilaku yang serupa. Hal tersebut dapat terjadi akibat tidak adanya kemampuan,

dan dorongan dalam mewujudkan perilaku tersebut. Perilaku dapat dilakukan apabila terdapat
niat atau intensi dalam sikapnya. Karena dengan sikap positif saja tidak dapat menghasilkan
perilaku.

ANALISIS
Maraknya penggunaan pengobatan alternatif didasari oleh budaya masyarakat secara
turun temurun. Dengan iklan dan informasi mengenai pengobatan alternatif yang dilakukan
masyarakat dari mulut ke mulut, membuat individu semakin percaya dalam menggunakan jasa
pengobatan alternatif. Walaupun terdapat beragam informasi tentang kekurangan dan kekeliruan
dalam pengobatan alternatif, masyarakat akan tetap percaya dan meyakininya. Hal tersebut dapat
terjadi karena belief perseverance, yaitu ketetapan konsepsi seseorang, yang menunjukan bahwa
kepercayaan dapat tumbuh dengan sendirinya dan tetap bertahan walaupun berusaha dihilangkan
bukti-bukti yang menimbulkan kepercayaan tersebut (dalam Myers, 2014).
Keyakinan atas pengobatan alternatif ini melibatkan pemikiran-pemikiran yang ada pada
masyarakat maupun kelompok yang mempengaruhi individu. Seorang pakar yang banyak
meneliti mengenai pikiran kelompok ialah I. L. Janis. Pada tahun 1971 ia mendefinisikan pikiran
kelompok sebagai cara berpikir seseorang pada saat ia mencari kesepakatan dengan anggota
kelompok lain. Pada saat itu cara berpikir tentu sangat dominan dalam kelompok yang terpadu
(kohesif) sehingga mengalahkan dan mengabaikan penilaian-penilaian lain yang lebih realistik
(dalam Sarwono, 1999). Terkadang pikiran kelompok dapat menyebabkan kekeliruan dalam
pengambilan keputusan dan berakibat fatal.
Penggunaan jasa pengobatan alternatif biasanya juga dilakukan oleh individu yang gagal
dalam penyembuhan penyakit menggunakan pengobatan medis. Setelah itu biasanya individu
mulai mencari informasi kepada keluarga, saudara, teman, dan masyarakat sekitar mengenai
pengobatan lain selain medis. Dengan komunikasi yang dilakukan oleh individu tersebut,
biasanya akan terbentuk persepsi sosial terhadap pemberi informasi, sehingga individu tersebut
memiliki penilaian positif dan tertarik untuk mencoba pengobatan alternatif. Faturochman (2006)
mendefinisikan persepsi sosial, yaitu proses pembentukan kesan (impres) tentang karakteristik
orang lain. Persepsi sosial sangat berkaitan dengan pembentukan kesan melalui isyarat

nonverbal, prototipe dan stereotipe, kategorisasi sosial, informasi awal yang diterima, dan
informasi akhir.
Bila keyakinan dan penilaian mengenai pengobatan alternatif sudah terbentuk, individu
akan cenderung memiliki sikap, baik positif maupun negatif terhadap pengobatan alternatif.
Pembahasan mengenai sikap seringkali menjadi dominan dalam psikologi sosial. Hal ini terlihat
dengan banyaknya penelitian tentang sikap. Sikap adalah organisasi yang relatif menetap dari
perasaan-perasaan, keyakinan-keyakinan, dan kecenderungan perilaku terhadap orang lain,
kelompok, ide-ide atau obyek-obyek tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975 dalam Faturochman,
2006).
Baron dan Byrne (1997) mendefinisikan sikap sebagai penilaian subjektif seseorang
terhadap suatu objek. Sikap adalah respon evaluatif yang diarahkan seseorang terhadap orang,
benda, peristiwa, dan perilaku sebagai objek sikap. Sikap melibatkan kecenderungan respon yang
bersifat preferensial. Sikap sebagai respon evaluatif menunjukkan ekspresi suka atau tidak suka,
setuju atau tidak setuju, mendekati atau menghindari, dan tertarik atau tidak tertarik terhadap
objek sikap. Pada tahun 2013, Sobur mengatakan bahwa ciri khas dari sikap adalah mempunyai
objek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi, beda, dan sebagainya), dan mengandung
penilaian (sika-tidak suka; setuju-tidak setuju).
Beberapa ahli teori sikap menekankan pentingnya keyakinan mereka dalam
mengkonseptualisasikan sikap. Misalnya, Newcomb menyebut penyimpanan/kognisi yang
mempunyai beberapa kaitan positif atau negatif (Newcomb, Turner & Conversa, 1965 dalam
Mueller, 1996). Menurut pendapat Muller, keyakinan kita tentang benda-benda mempengaruhi
cara kita merasakannya. Kita percaya bahwa seorang individu mempunyai banyak kualitas baik
maka kita cenderung menyukainya. Sebaliknya, keyakinan kita dipengaruhi oleh sikap kita
sendiri. Kita lebih suka untuk mempercayai, bahkan menduga informasi positif tentang orang
orang yang disukai daripada mereka yang tidak kita sukai. Seseorang yang mempunyai banyak
kepercayaan yang negatif dan sedikit kepercayaan positifnya, maka ia dinyatakan bersikap
negatif.
Sebagaian besar masyarakat Indonesia memiliki sikap positif terhadap pengobatan
alternatif. Namun terdapat juga masyarakat yang bersikap negatif terhadap pengobatan alternatif.

Akan tetapi, orang yang memiliki sikap negatif juga dapat berperilaku positif (menggunakan jasa
pengobatan alternatif). Seperti contohnya seorang wanita berusia 40 tahun yang mengalami
tumor rahim memiliki pemikiran yang sangat rasional. Ia melakukan pengobatan pada
penyakitnya dengan tenaga medis. Namun ketika pengoperasiannya yang ke empat, dokter
menyatakan bahwa ia tidak sanggup untuk mengoperasi wanita tersebut karena besarnya resiko
yang akan dihadapi. Setelah mendengar pernyataan dokter tersebut, sang wanita dan suaminya
pun mulai membuka pikirannya dan mengikis idealismenya dengan memulai sikap positifnya
terhadap pengobatan alternatif. Walaupun pada kenyataannya tetap belum yakin terhadap
pengobatan alternatif tersebut. Pada akhirnya wanita tersebut melakukan pengobatan alternatif
secara rutin untuk mengurangi dan menyembuhkan penyakitnya.
Dari contoh kasus tersebut, sikap dan perilaku merupakan dua komponen yang selalu
dialami oleh manusia dalam kehidupannya. Sikap seringkali mempengaruhi tingkah laku
manusia. Namun terkadang terlihat adanya ketidakkonsistenan diantara keduanya, seperti contoh
kasus pada saat wanita memiliki sikap negatif terhadap pengobatan alternatif, namun tetap
melakukan pengobatan alternatif. Menurut Faturochman pada tahun 2006, salah satu teori yang
bisa menerangkan hubungan antara sikap dan perilaku adalah teori yang dikemukakan oleh
Fishbein dan Ajzen. Menurut mereka, antara sikap dan perbuatan terdapat satu faktor psikologis
lain yang harus ada agar keduanya konsisten, yaitu niat (intention). (Ajzen, 1988; Fishbein &
Ajzen, 1975, dalam Faturochman, 2006). Dengan diperkuat oleh niat, komitmen dan keinginan
untuk sembuh, wanita tersebut akhirnya melakukan perilaku yang tidak sejalan dengan sikap
sebelumnya.
Worchen dan Cooper (1983) menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku dapat konsisten
apabila ada kondisi yang dipenuhi seperti dibawah ini:
1. Spesifikasi sikap dan perilaku
Sering terjadi pengukuran sikap terhadap suatu obyek atau topik yang spesifik dikenakan
untuk memprediksikan obyek yang lebih luas.
2. Relevansi sikap terhadap perilaku
Yaitu kejelasan relevansi antara keduanya. Sebab jika hanya sekedar relevansi, dua hal
bisa menjadi tampak relevan tetapi kadarnya rendah. Ketiadaan dan rendahnya relevansi

antara sikap dengan perilaku sering menjadi penyebab ketidakkonsistenan antara sikap
dengan perilaku.
3. Tekanan normatif
Sikap yang positif terhadap suatu hal yang negatif (misalnya aborsi) akan terhambat
muncul dalam bentuk perbuatan karena lingkungan sosial menganggap bahwa perilaku
tersebut menyimpang dari norma.
4. Pengalaman
Dengan pengetahuan yang didapat dari pengalaman tersebut, seseorang akan segera
mengambil sikap yang paling sesuai dengan keadaannya (dalam Faturochman, 2006).
Dalam Ardita (2012), Foster dan Anderson berpendapat bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan alternatif atau tradisional yaitu :
1. Faktor Sosial
Salah satu faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial adalah sugesti yaitu
pemberian suatu pandangan atau pengaruh seseorang kepada orang lain dengan cara
tertentu sehingga orang tersebut mengikuti pandangan atau pengaruh tersebut tanpa
berpikir panjang.
2. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi mempunyai peranan besar dalam penerimaan atau penolakan suatu
pengobatan. Faktor ini diperkuat dengan persepsi masyarakat bahwa pengobatan
alternatif membutuhkan sedikit tenaga, biaya, dan waktu, sedangkan pengobatan secara
medis sebaliknya.
3. Faktor Budaya
Budaya merupakan suatu pikiran, adat-istiadat, kepercayaan, yang menjadi kebiasaan
masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dominan pada individu sangat mempengaruhi
pembentukan kepribadian Individu. Dalam hal ini budaya dipengaruhi oleh suku bangsa
yang dianut oleh pasien, jika aspek suku bangsa sangat mendominasi maka pertimbangan
untuk menerima atau menolak didasari pada kecocokan suku bangsa yang dianut. Semua
kebudayaan mempunyai cara-cara pengobatan, beberapa melibatkan metode ilmiah atau
melibatkan kekuatan supranatural dan supernatural.

4. Faktor Psikologis
Sakit merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan, karena itu berbagai cara akan
dijalani oleh pasien dalam rangka mencari kesembuhan maupun meringankan beban
penyakitnya, termasuk datang ke pelayanan pengobatan alternatif.
5. Faktor Kejenuhan Terhadap Pelayanan Medis
Proses pengobatan yang terlalu lama menyebabkan penderita bosan dan berusaha mencari
alternatif pengobatan lain yang mempercepat proses penyembuhannya.
6. Faktor Manfaat dan Keberhasilan
Keefektifan dari pengobatan alternatif menjadi alasan yang sangat berpengaruh terhadap
pemilihan pengobatan alternatif.
7. Faktor Pengetahuan
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, telinga, atau pikiran yang
merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan
didapatkan secara formal dan informal. Baik melihat berita maupun informasi yang
didapat dari mulut ke mulut.
Dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan pengobatan alternatif, terdapat
faktor-faktor dan pertimbangan tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan data dan
informasi bahwa proses pengambilan keputusan terdiri dari dua faktor yaitu faktor sosial dan
faktor psikologis. Faktor sosial yang mempengaruhi partisipan dalam mengambil keputusan
memilih pengobatan alternatif adalah dengan berdiskusi dengan anggota keluarga dan karena
adanya dukungan dari anggota keluarga. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan menurut
teori Lawrence yang dikutip Soekidjo Notoatmodjo (2003), kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu perilaku (behavior causes) dan faktor dari luar perilaku
(Non-behavior causes). Salah satu faktor perilaku adalah faktor memperkuat atau pendorong
(reinforcing factor) yaitu faktor yang memperkuat terjadinya perilaku tersebut yaitu mendapat
dukungan dari keluarga atau kerabat, teman, petugas kesehatan dan lain-lain (dalam Kamaluddin,
2010).

KESIMPULAN
Pengobatan alternatif atau tradisional masih digunakan oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia. Alasan penggunaan tersebut bukan hanya karena kekurangan fasilitas dalam
pelayanan kesehatan formal, melainkan lebih disebabkan oleh faktor-faktor budaya Indonesia
yang masih kuat kepercayaannya terhadap pengobatan alternatif. Budaya yang melekat pada
individu mempengaruhi bagaimana individu itu berpikir dan bertindak. Selain itu sikap positif
yang ada pada individu juga mempengaruhi perilaku atau tindakan yang akan dilakukan.
Terdapat tiga hal penting yang terkandung dalam sikap, yaitu aspek afeksi (perasaan), aspek
kognisi (keyakinan), dan aspek perilaku (dalam bentuk nyata ataupun kecenderungan) (dalam
Faturochman, 2006). Di Indonesia pun banyak sekali jenis-jenis pengobatan alternatif yang
tersedia sehingga memudahkan masyarakat dalam menggunakan jasa pengobatan tersebut.
Fenomena yang terjadi ini merupakan fenomena yang tidak dapat dihilangkan.
Pengobatan alternatif merupakan salah satu kegiatan yang membudaya di Indonesia. Pengobatan
alternatif juga tidak selamanya memberikan efek yang negatif. Akan tetapi, di dalam prakteknya
perlu diperhatikan dan dipahami asal usul dan prosedur yang digunakan dalam pengobatan
alternatif tersebut. Banyak oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan
agama dalam prakteknya, sehingga banyak masyarakat yang tertipu. Masyarakat harus cerdas
dalam memilih dan menentukan pengobatan alternatif yang akan digunakan. Sebaiknya
pemerintah juga memberikan layanan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat Indonesia,
sehingga masalah ini tidak akan terus terjadi di dalam masyarakat.

SUMBER
Ardita, Dina. 2014. Kepercayaan Masyarakat Terhadap Budaya Pengobatan Alternatif.
http://psikologi.univpancasila.ac.id/berita-131-kepercayaan-masyarakat-terhadap-budayapengobatan-alternatif.html (diunggah pada 11 April 2015, pukul: 21.39 WIB)
Baron, R. A., & Byrne, D. 2004. Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Faturochman. 2006. Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka.
Kamaluddin, Ridlwan. 2010. Pertimbangan Dan Alasan Pasien Hipertensi Menjalani Terapi
Alternatif Komplementer Bekam Di Kabupaten Banyumas. Jurnal Keperawatan
Soedirman, 2(5), 99.
Muller, D. J. 1996. Mengukur Sikap Sosial Pegangan Untuk Peneliti Dan Praktisi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Myers, John. 2014. Social Psychology Edisi 10 Buku 1. Jakarta Selatan: Salemba Humanika.
Sarwono, S. W. 1999. Psikologi Sosial Psikologi Kelompok Dan Psikologi Terapan. Jakarta:
Balai Pustaka.
Sobur, Alex. 2013. Psikologi Umum Dalam Lintas Sejarah. Bandung: CV Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai