Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Eksplorasi adalah suatu tahapan dimana dilakukannya pencarian
sumberdaya dimana meliputi hal pencarian bahan galian, sebaran bahan galian,
hingga

estimasi

dari

sumberdaya

menjadi

cadangan.

Sepertihalnya

penambangan, eksplorasi juga mempunyai tahapan-tahapan tersendiri agar hasil


data pengukuran yang didapatkan dari eksplorasi semakin akurat. Didalam
mengestimasi endapan bahan galian dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode.
Di dalam mencari endapan bahan galian terdiri dari dua metode yaitu
metode secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada pembahasan
materi ini membahan metode yang dilakukan secara langsung yaitu sumur uji
dan parit uji. Sumur uji dan parit uji merupakan salah satu metode eksplorasi
dimana ,metode ini adalah melakukan pembuatan singkapan buatan dimana
metode ini digunakan untuk menganalisa urat (vein) yang tersingkap tidak jauh
dari permukaan. Oleh karena itu didalam melakukan eksplorasi metode ini
sangat sering digunakan dan sebagai data penunjang penentuan arah sebaran
dari endapan bahan galian.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1

Maksud

Maksud dari praktikum ini dimana praktikan mampu mengaplikasikan


pembuatan sumur dan parit uji dan dapat menentukan sebaran endapan bahan
galian yang di peroleh dari pendokumentasian di lapangan.
1.2.2
Tujuan
1. Praktikan mengetahui tujuan dan perbedaan dari sumur uji dan parit uji.
2. Praktikan dapat mengetahui pembuatan sumur uji dan parit uji.

BAB II
1

LANDASAN TEORI

Eksplorasi geologi merupakan kegiatan mencari keterdapatan bahan


galian dan menjejaki sebaran bahan galian. Sedangnkan eksplorasi tambang
merupakan kegiatan untuk mengestimasikan cadangan bahan galian. Dimana
hakekat

dari

pemercontoh,

eksplorasi

merupakan

meningkatkan

merapatkan

keyakinan

endapan

titik

pengamatan

bahan

galian,

da
dan

mengestimasi kualitas, kuantitas endapan bahan galian. Didalam melakukan


eksplorasi terdpat beberapa tahapan dimana Metode eksplorasi adalah metode
yang digunakan didalam eksplorasi (mencari dan mengestimasi bahan galian.
Metode ini dibagi menjadi dua yaitu:
1. Metode langsung (konvensional) dimana dengan cara membuat parit uji,
sumur uji dan melakukan pengebora.
2. Metode tidak langsung (inkonvensional) dimana metode ini terdiri dari
geofisika dan metode geokimia.

2.1

Sumur Uji
Test pit (sumur uji) merupakan salah satu cara dalam pencarian endapan
atau pemastian kemenerusan lapisan dalam arah vertikal. Pembuatan sumur uji
ini dilakukan jika dibutuhkan kedalaman yang lebih (> 2,5 m). Pada umumnya
suatu deretan (series) sumur uji dibuat searah jurus, sehingga pola endapan
dapat dikorelasikan dalam arah vertikal dan horisontal. Sumur uji ini umum
dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan dengan
pelapukan dan endapan-endapan berlapis. Biasanya sumur uji dibuat dengan
kedalaman sampai menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari,
misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat (vein). Pada endapan yang
berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual), pembuatan sumur uji
ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah, zona
residual, zona lateritik),dan diakhiri dengan pemodelan bentuk endapan.

Sumber : eksploraga.blogspot.com

Foto 2.1
Sumur Uji

Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 35 m


dengan kedalaman bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada
endapan lateritik atau residual, kedalaman sumur uji dapat mencapai 30 m atau
sampai menembus batuan dasar.
Untuk memperoleh bukti mengenai keberadaan suatu endapan bahan
galian di bawah tanah dan mengambil contoh batuan (rock samples)-nya
biasanya digali sumur uji (test pit) dengan mempergunakan peralatan sederhana
seperti cangkul, linggis, sekop, pengki, dsb. Bentuk penampang sumur uji bisa
empat persegi panjang, bujur sangkar, bulat atau bulat telur (ellip) yang kurang
sempurna. Tetapi bentuk penampang yang paling sering dibuat adalah empat
persegi panjang; ukurannya berkisar antara 75 x 100 m sampai 150 x 200 m.
Sedangkan kedalamannya tergantung dari kedalaman endapan bahan
galiannya atau batuan dasar (bedrock)nya dan kemantapan (kestabilan) dinding
sumur uji. Bila tanpa penyangga kedalaman sumur uji itu berkisar antara 4 - 5 m.
Bila daerah penyelidikan relatif datar, maka dibuat sejumlah sumur uji
untuk endapan bahan galian yang diperkirakan dangkal, atau sumuran dalam bila
diperkirakan letak endapan bahan galiannya cukup dalam (>5 m). Kedalaman
sumur uji atau sumuran dalam harus mampu mencapai batuan dasar
(bedrock)nya agar dapat diketahui variasi ketebalan dan bentuk endapan bahan
galiannya. Contoh tanah atau batuan yang terkumpul kemudian dianalisis di
laboratorium. Hasil dari pembuatan sumur uji itu sendiri apabila telah selesai
dilakukan akan kembali di timbun.

Sumber : eksploraga.blogspot.com

Gambar 2.1
Sketsa pembuatan sumur uji (Chaussier et al., 1987)

Dalam pembuatan sumur uji, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :


1. ketebalan horizon B (zona laterit/residual),
2. ketinggian muka airtanah,
3. kemungkinan munculnya gas-gas berbahaya (CO2, H2S),
4. kekuatan dinding lubang, dan
5. kekerasan batuan dasar.

2.2

Trenching (Pembuatan Paritan)


Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam
observasi singkapan atau dalam pencarian sumber (badan) bijih/endapan.
1. Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan
cara menggali tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang
perlapisan (terutama pada endapan berlapis). Informasi yang diperoleh
antara lain; jurus bidang perlapisan, kemiringan lapisan, ketebalan
lapisan, karakteristik perlapisan (ada split atau sisipan), serta dapat
sebagai lokasi sampling.
2. Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat berupa
series dengan arah paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan
bijih, sehingga batas zona bijih tersebut dapat diketahui (lihat Gambar 2.2.
Informasi yang dapat diperoleh antara lain: adanya zona alterasi, zona
mineralisasi, arah relatif (umum) jurus dan kemiringan, serta dapat
sebagai lokasi sampling. Dengan mengkorelasikan series paritan uji
tersebut
diketahui.

diharapkan

zona

bijih/minerasisasi/badan

endapan

dapat

30

TP-6
30

TP-5

HB IV-2
20

HB IV-1

TP-4
TR-D.3

Garis singkapan
batubara
48

HB I-8

TR-C1

TR-D.2

30

TR-D.1

Singkapan
Pemboran dangkal
Paritan uji

HB III-3
30

TR-C.4

HB III-2
TR-C.3
HB III-1
48
TR-C.2
TP-3
TR-C1
TR-B2

HB I-8
HB I-7
48
TR-B1
TR-2

Sumber : Google.com

Gambar 2.2
Sketsa Lokasi Pembuatan Paritan Pada Garis Singkapan Batubara

Pada dasarnya maksud dan tujuannya sama dengan penyelidikan yang


mempergunakan sumur uji. Yang berbeda adalah bentuknya, parit uji digali
memanjang di permukaan bumi dengan bentuk penampang trapesium dan
kedalamannya 2-3 m, sedang panjangnya tergantung dari lebar atau tebal
singkapan endapan bahan galian yang sedang dicari dan jumlah (volume) contoh
batuan (samples) yang ingin diperoleh. Berbeda dengan sumur uji, bila jumlah
parit uji yang dibuat banyak dan daerahnya mudah dijangkau oleh peralatan
mekanis, maka penggalian parit uji dapat dilakukan dengan dragline atau
hydraulic excavator (back hoe).
Untuk menemukan urat bijih yang tersembunyi di bawah material
penutup sebaiknya digali dua atau lebih parit uji yang saling tegak lurus arahnya
agar kemungkinan untuk menemukan urat bijih itu lebih besar. Selanjutnya untuk
menentukan bentuk dan ukuran urat bijih yang lebih tepat dibuat parit-parit uji
yang saling sejajar dan tegak lurus terhadap jurus urat bijihnya.
Pembuatan trenching (paritan) ini dilakukan dengan kondisi umum
sebagai berikut :
1. Terbatas pada overburden yang tipis,
2. Kedalaman penggalian umumnya 22,5 m (dapat dengan tenaga
manusia atau dengan menggunakan eksavator/back hoe),
3. Pada kondisi lereng (miring) dapat dibuat mulai dari bagian yang rendah,
sehingga dapat terjadi mekanisme self drainage (pengeringan langsung).

2.3

Tracing float

Float

adalah

fragmen-fragmen

atau

pecahan-pecahan

(potongan-

potongan) dari badan bijih yang lapuk dan tererosi. Akibat adanya gaya gravitasi
dan aliran air, maka float ini ditransport ke tempat-tempat yang lebih rendah (ke
arah hilir). Pada umumnya, float ini banyak terdapat pada aliran sungai-sungai.

Fragmen batuan termineralisasi


yang tertransport ke sungai
sebagai FLOAT

Sungai

Sumber : Google.com

Gambar 2.3
Sketsa proses terbentuknya float

Tracing (penjejakan perunutan) float ini pada dasarnya merupakan


kegiatan pengamatan pada pecahan-pecahan (potongan-potongan) batuan
seukuran kerakal sampai dengan boulder yang terdapat pada sungai-sungai
dimana dengan berjalan ke arah hulu, maka diharapkan dapat ditemukan asal
dari pecahan (float) tersebut.
Intensitas,

ukuran,

dan

bentuk

butiran

float

yang

mengandung

mineralisasi (termineralisasi) dapat digunakan sebagai indikator untuk menduga


jarak float terhadap sumbernya. Selain itu sifat dan karakteristik sungai seperti
kuat arus, banjir, atau limpasan juga dapat menjadi faktor pendukung.
Selain dengan tracing float, dapat juga dilakukan tracing dengan
pendulangan (tracing with panning). Pada tracing float, material yang menjadi
panduan berukuran kasar (besar), sedangkan dengan menggunakan dulang
ditujukan untuk material-material yang berukuran halus (pasir s/d kerikil). Secara
konseptual tracing dengan pendulangan ini mirip dengan tracing float.

ZONA
MI NERALI SASI

Float (konsentrat dulang)


yang tidak termineralisasi
Float (konsentrat dulang)
yang termineralisasi

Sumber : Google.com

Gambar 2.4
Sketsa konseptual pengerjaan metode tracing float dan tracing with panning

Informasi-informasi yang perlu diperhatikan adalah :


1.
2.
3.
4.
5.

Peta jaringan sungai.


Titik-titik (lokasi) pengambilan float.
Titik-titik informasi dimana float termineralisasi/tidak termineralisasi.
Titik-titik informasi kuantitas dan kualitas float.
Lokasi dimana float mulai hilang.
Pada lokasi dimana float mulai hilang, dapat diinterpretasikan bahwa zona

sumber float telah terlewati, sehingga konsentrasi penelitian selanjutnya dapat


dilakukan pada daerah dimana float tersebut mulai hilang. Secara teoritis, pada
daerah dimana float tersebut hilang dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan
menggunakan uji paritan (trenching) dan uji sumuran (test pitting).

BAB III
TUGAS DAN PEMBAHASAN

3.1.
Tugas
1. Membuat rekonstruksi sumur uji dan parit uji
2. Hitung kedudukan lapisan, tebal semu dan tebal sebenarnya
3.2.
1.

Pembahasan
Sumur Uji -03

Tan = 3/1,5
= 63,43
strike = 50 + 90 + 63 = N 203 E

Tan dip = 0,25/1,25 = 11


Tebal Sebenarnya
Seam 1 = 0,15 x sin 11 = 0,02 m
Seam 2 = 2 x sin 11 = 0,38 m

Sumber : Praktikum Teknik Eksplorasi

Gambar 3.1
Sketsa Sumur Uji -01

2.

Parit Uji -04

Strike = 30 + (90-15) = N105 E


Tan app dip = tan dip x sin
Tan 50 = Tan app dip x sin 150
Tan app dip = Tan 50 / sin 150
App dip = 77
Tebal Sebenarnya
TB = 2 x sin 77 = 1,95 m

10

Sumber : Praktikum Teknik Eksplorasi

Gambar 3.2
Sketsa Parit Uji -04

3.

Parit Uji -01

10

11

Strike = 60 + 90 = N150E
Dip = 45

Sumber : Praktikum Teknik Eksplorasi

Gambar 3.3
Sketsa Parit Uji -01

BAB IV

11

12

ANALISA

Pada sumur uji 1 terdapat pebedaan ketabalan terutama pada lapisan


batu lempung hal ini disebabkan karena walaupun masih satu lapisan yang sama
namun dapat terjadi gaya endogen maupun pengikisan yang membuat lapisan
pada tiap dinding sumur uji berbeda. Untuk arah strike didapat dari perhitungan
antara arah sumur uji ditambah dengan sudut penirisan nya. Dip didapat dari
interval kontur dengan beda ketinggian nya.
Pada parit uji 01 karena arah parit sebesar 300 derajat dari muka maka
dapat dihitung bahwa arah parit sebesar 60 derajat dari utara, karena strike
searah dengan arah parit sehingga ditambahkan sudut 90 derajat. Untuk dip nya
karena parit 01 tegak lurus dengan arah pemineralan maka dip yang didapat
merupakan dip sebenarnya.
Pada parit 04 strike didapat sama dengan cara pada parit 01 namun
karena parit 04 tidak tegak lurus dengan arah pemineralan maka dip yang
didapat adalah apparent dip sehingga untuk mencari strike perlu dikurangi oleh
sudut penirisan sebesar 15 derajat.

BAB V
KESIMPULAN
12

13

Dari penjelasan yang telah disampaikan dapat ditarik kesimpulan, yang


diantaranya :

Pada dasarnya sumur uji dan parit uji merupakan penyelidikan yang
bertujuan sama, yaitu pembuktian terhadap bahan galian, yang
membedakan antara sumur uji dan parit uji adalah, jika sumur uji
digunakan lebih kearah vertikal atau dalam, sedangkan parit uji lebih
mengejar kearah horizontal tergantung dari lebar singkapan yang

ditemukan
Dalam pembuatannya sumur uji dan parit uji bisa dilakukan dengan alat
mekanis konvensional seperti cangkul, sekop, dan lain-lain. Tetapi jika
dimensinya akan dibuat lebih besar, penggalian bisa dilakukan oleh alat
mekanis seperti backhoe. Selain itu juga didalam pembuatan sumur uji
dan parit uji ii juga tergantung sama dimensi lapisan atau endapan bahan
galian misalnya perlakukan untuk penyelidikan sumur uji atau parit uji
yang menganalisa urat (vein) dengan endapan laterik.

13

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2015, Teknik Eksplorasi, www.tukangbatu.com. Diakses


pada tanggal 20 Mei 2016.
2. Koesoemadinata, R. P., 2000, Geologi Eksplorasi, Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
3. Muchsin, Ir., M.Sc, H. A. Machali, 2016, Kumpulan Materi Kuliah
Teknik Eksplorasi, Universitas Islam Bandung.

Anda mungkin juga menyukai