Anda di halaman 1dari 19

ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR AUDIT

INVESTIGATIF
ATRIBUT SEORANG AKUNTAN
Atribut seorang akuntan forensik dalam melakukan investigasi terhadap Fraud :
1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur. Dari awal
upayakan menduga siapakah pelaku kecurangan.
2. Fokus pada pengumpulan bukti dan barang bukti untuk proses pengadilan. Auditor
harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan.
3. Kreatif dalam menerapkan teknik investigatif, berpikir seperti pelaku fraud, jangan
dapat ditebak.
4. Auditor fraud

harus

tahu

bahwa

banyak

kecurangan

dilakukan

dengan

persekongkolan sehingga harus memiliki indra atau intuisi yang tajam untuk
merumuskan teori mengenai persekongkolan
5. Mengenali pola fraud yang memungkinkan investigator menerapkan teknik
investigatif yang ampuh
KARAKTERISTIK SEORANG PEMERIKSA FRAUD
Menurut ACFE, Pemeriksa Fraud adalah profesi gabungan antara pengacara, akuntan,
kriminolog, dan detektif (investigator). Pemeriksa Fraud harus memiliki keahlian teknis,
kemampuan mengumpulkan fakta dari saksi secara fair, tidak memihak, sahih, dan akurat
serta mampu melaporkan fakta-fakta secara akurat dan lengkap.
Selain itu seorang investigator juga harus memiliki kualifikasi tertentu antara lain :
-

Tidak gagabah atau sifat kehati-hatian


Menjaga kerahasiaan pekerjaan
Kreatif
Pantang menyerah
Berani
Jujur
Memiliki kemampuan pendekatan manusia
Ketangguhan mencari informasi seluas-luasnya

KUALITAS AKUNTAN FORENSIK


1. Kreatif

Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lainmenganggap situasi normal dan
mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu tidak perlu merupakan situasi
bisnis yang normal.
2. Rasa ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apakah yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian
peristiwa dan situasi.
3. Tak pantang menyerah
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta tidak mendukung, dan
ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh.
4. Akal Sehat
Kemempuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata
5. Business Sense
Kemempuan untuk memahami bagaimana business sesungguhnya berjalan, dan bukan
sekedar bagaimana transaksi tersebut dicatat
6. Percaya diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita dapat bertahan di bawah
tekanan cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan
pembela).
INDEPENDEN, OBJEKTIF, SKEPTIS
Independen adalah keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak
tergantung pada orang lain. Dalam SPAP (IAI, 2001: 220.1) auditor diharuskan bersikap
independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk
kepentingan umum (dibedakan di dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern).
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah
pengaruh pihak lain
Skeptisme merupakan sikap/pikiran selalu mempertanyakan atau mengasumsikan kerentanan
terhadap suatu kecurangan tetapi juga tidak membenarkan kejujuran yang absolut.

KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK


Kode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kata-kata atau tulisan yang
disepakati untuk maksud tertentu sedangkan Etik merupakan norma dan asas yg diterima
oleh kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku.

Kode etik berisi nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi profesi. Eksistensi
profesi bisa terwujud apabila adanya :
-

Integritas (sikap jujur, walaupun tidak diketahui orang lain)


Rasa hormat dan kehormatan (respect dan honor)
Nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya (trust) dari pengguna dan
stakeholder lainnya.

Kode etik mengatur hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan pemakai
jasanya, stakeholder lainnya dan masyarakat.
Tiga wilayah tingkah manusia menurut Lord John Flecther Moulton
1. Wilayah hukum positif
Wilayah dimana seseorang patuh karena ada hukum dan adanya hukuman bagi yang
tidak patuh.
2. Wilayah kebebasaan (free choice)
Wilayah dimana seseorang mempunyai kebebasan penuh dalam menentukan
sikapnya.
3. Wilayah kesopan-santunan (manners) atau etik
Dalam wilayah ini tidak ada hukum yang memaksakan tindak tanduk kita, namun kita
merasakan bahwa kita tidak bebas memilih/melakukan apa yang kita inginkan.
Wilayah ini sering disebut wilayah kepatuhan yang tidak dapat dipaksakan.
Kepatuhan ini adalah kepatuhan seseorang terhadap hal-hal yang tidak dipaksakan
kepadanya untuk diikutinya.
STANDAR AUDIT INVESTIGATIF
Standar adalah ukuran mutu, dengan standar ini pihak yang diaudit (auditee), pihak yang
memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat mengukur mutu kerja si auditor.
K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett merumuskan beberapa standar untuk melakukan
investigasi terhadap fraud yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan.
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui (accepted best practices)
Dalam hal ini tersirat dua hal, yang pertama adanya upaya membandingkan antara
praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik saat itu (Benchmarking) ,
yang kedua upaya benchmarking dilakukan terus menerus untuk mencari solusi terbaik.
2. Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti tadi
dapat diterima di pengadilan
3. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan
jejak audit tersedia

Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari
untuk memastikan bahwa investigasi telah dilakukan dengan benar. Referensi ini juga
membantu perusahaan dalam upaya perbaikan sehingga accepted best practise dpat
dilaksanakan.
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormatinya.
Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai, yang
bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya.
5. Beban pembuktian pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan, dan pada
penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum
administratif maupun hukum pidana.
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau
dari segi waktu.
Dalam melakukan invetigasi, kita menghadapi keterbatasan waktu. Dalam menghormati
asas praduga tak bersalah, hak dan kebebasan seseorang harus dihormati. Sehingga
membuka peluang untuk menghancurkan dan menghilangkan barang bukti.
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan,
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga,
pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol,
dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, melibatkan dan/atau melapor ke polisi,
kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.
STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
Badan Pemeriksa Keuangan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mencantumkan
beberapa standar yang berkenaan dengan penemuan fraud.
Pemeriksa harus merancang metodologi dan posedur pemeriksaan dengan menentukan
peraturan perundang-undangan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap tujuan
pemeriksaan, dan harus memperhitungkan resiko bahwa penyimpangan dari ketentuan
perundang-undangan, dan kecurangan maupun penyalahgunaan wewenang dapat terjadi.
Guna menetapkan suatu ketentuan peraturan perunang-undangan yang berpengaruh
signifikan terhadap tujuan pemeriksaan, pemeriksa dapat menggunkan pendekatan :
a. Ubah setiap tujuan pemeriksaan menjadi beberapa pertanyaan tentang aspek tertentu dari
program yang diperiksa (tujuan, pengendalian intern, kegiatan, operasi, output, outcome)
b. Identifikasi ketentuan perundang-undangan yang terkait langsung dengan aspek tertentu

yang menjadi bahan pertanyaan tadi


c. Tentukan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara
signifikan dapat memengaruhi jawaban atas pertanyaan tadi.
Pemeriksa dapat mengandalkan pekerjaan penasihat hukum dalam hal :
1. Menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh signifikan
terhadap tujuan pemeriksaan.
2. Merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan
3. Mengevaluasi hasil pengujian tersebut, pemeriksa juga dapat mengandalkan hasil kerja
penasihat hukum, apabila tujuan pemeriksa mensyaratkan adanya pengujian untuk menilai
kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
Dalam merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan pemeriksa harus menilai resiko kemungkinan terjadinya penyimpangan, mencakup
pertimbangan apakan entitas mempunyai sistem pengendalian yang efektif untk mencegah
atau mendeteksi teradinya penyimpangan dari peraturan perundang-undangan, apabila
diperoleh bukti yang cukup mengenai efektivitas pengendalian maka luas pengujian akan
kepatuhan dapat dikurangi.
Dalam merencanakan pemeriksaan, pemeriksa harus menggunkan skeptisme profesional
dalam menilai resiko-resiko yang secara signifikan dapat mempengaruhi tujuan pemeriksa
misalnya dengan memperhatikan faktor-faktor terjadinya kecurangan seperti keinginan atau
tekanan ynag dialami seseorang untuk melakukan kecurangan, kesempatan yang
memungkinkan terjadinya kecurngan, serta alasan atau sifat seseorang tersebut. Ketika
pemeriksa mengidentifiksi faktor-faktor atau resiko-resiko kecurangan secara signifikan
dapat mempengaruhi tujuan atau hasil pemeriksaan, pemerika harus merespon masalah
tersebut dengan merancang prosedur untuk bisa memberikan keyakinan memadai bahwa
kecurngan tersebut dapat dideteksi.
Apabila terdapat informasi yang menjadi perhatian pemeriksa dalam mengidentifikasi bahwa
kecurangan telah terjadi, maka pemeriksa harus mempertimbangkan apakah kecurangan
tersebut secara signifikan mempengaruhi tujuan pemeriksaan, apabila ternyata mempengaruhi
, maka pemeriksa harus memperluas seperlunya langkah-langkah prosedur pemeriksaan
untuk : (1) menentukan apakah kecurangan mungkin terjadi dan (2) apabila memang telah
terjadi apakah hal tersebut mempengaruhi tujuan pemeriksaan.
Kondisi-kondisi berikut dapat mengindikasikan risiko terjadinya kecurangan :
a. Lemahnya manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang ada atau
tidak bisa mengawasi proses pengendalian

b. Pemisahan tugas yang tidak jelas


c. Transaksi-transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan
d. Kasus di mana pegawai cenderung menolak liburanatau menolak promosi
e. Dokumen-dokumennya hilangatau tidak jelas, atau manajemen selalu menunda
memberikan informasi tanpa alasan yang jelas
f. Informasi yang salah atau membingungkan
g. Pengalaman pemeriksaan atau investigasi yang lalu dengan temuan mengenai kegiatankegiatan yang perlu dipertanyakan atau bersifat kriminal.
Ketidakpatutan berbeda dengan kecurangan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan, maka mungkin saja tidak ada hukum, atau ketentuan peraturan
perundang-undangan yang dilanggar.
Apabila indikasi terjadinya ketidakpatutan memang ada dan akan mempengaruhi hasil
pemeriksaan secara signifikan, pemeriksa harus memperluas langkah dan prosedur
pemeriksaan, untuk:
(1). Menentukan apakah ketidakpatutan memang benar-benar terjadi, dan
(2) Apabila memang benar-benar terjadi, maka pemeriksa harus menentukan pengaruhnya
terhadap hasil pemeriksaan karena penentuan bahwa telah terjadinya ketidakpatutan
itu bersifat subjektif, pemeriksa tidak diharapkan untuk memberikan keyakinan yang
memadai dalam mendeteksi adanya ketidakpatutan.
Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam menelusuri indikasi
adanya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundangan-undangan atau
ketidakpatutan, tanpa mencampuri proses investigasi atau proses hukum selanjutnya, atau
kedua-duanya.
Suatu pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai tandar Pemriksaan ini akan memberikan
keyakinan yang memadai bahwa telah dilakukan deteksi ataspenyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan atau kecurangan yang secara signifikan dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan.
STANDAR AKUNTANSI FORENSIK
1. Independensi
Akuntan Forensik harus independen dalam melaksanakan tugas dan bertanggung jawab
langsung kepada siapa penugasan tersebut diterima (dewan komisaris/lembaga penegak

hukum/pengadilan), pihak yang menerima laporannya atau counterpart-nya harus


ditegaskan dalam kontrak.
2. Objektivitas
Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam melaksanakan telaah akuntansi
forensiknya.
3. Kemahiran Profesional
Akuntansi Forensik harus dilaksanakan dengan kemahiran dan kehati-hatian profesional :
a. Sumber daya manuasi yang ada harus memiliki keahlian teknis, pendidikan dan
pengalaman yang sesuai denganpenugasan
b. Pengetahuan, pengalaman, keahlian dan disiplin
c. Supervisi
Dalam hal lebih dari satu akuntan forensik dalam penugasan, seseorang harus bertindak
sebagai in charge yang bertanggung jawab mengarahkan penugasan dan memastikan
bahwa rencana kerja dilaksanakan sebagaimana seharusrnya dan didokumentasikan
dengan baik.
d. Kepatuhan terhadap standar perilaku
e. Hubungan manusia
Seorang akuntan forensik harus mempunyai interpersonal skills dalam hubungan
keseharian maupun dalam melakukan wawancara dan interogasi.
f. Komunikasi
Akuntan forensik harus mempunyai kemampuan yang baik dalam mengkomunikasikan
temuannya secara lisan maupun tertulis.
g. Pendidikan berkelanjutan
h. Kehati-hatian profesional
4. Lingkup Penugasan
Akuntan forensik harus mengkaji dan memahami apakah dia mempunyai keahlian
profesional dalam pelaksanaan tugasnya, lingkup penugasan ini dicantuman dalam kontrak.
5. Pelaksanaan Tugas Telaahan, meliputi :
- perumusan permasalahan dan evaluasinya
- perencanaan
- pengumpulan bukti
- evaluasi bukti
- komunikasi hasil penugasan

STANDAR AUDIT INVESTIGATIF


Standar adalah ukuran mutu, dengan standar ini pihak yang diaudit (auditee), pihak yang
memakai laporan audit, dan pihak-pihak lain dapat mengukur mutu kerja si auditor.
K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett merumuskan beberapa standar untuk melakukan
investigasi terhadap fraud yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan.
1. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik terbaik yang diakui (accepted best practices)
Dalam hal ini tersirat dua hal, yang pertama adanya upaya membandingkan antara
praktik-praktik yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik saat itu (Benchmarking) ,
yang kedua upaya benchmarking dilakukan terus menerus untuk mencari solusi terbaik.
2. Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care) sehingga bukti-bukti tadi
dapat diterima di pengadilan
3. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan
jejak audit tersedia
Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di kemudian hari
untuk memastikan bahwa investigasi telah dilakukan dengan benar. Referensi ini juga
membantu perusahaan dalam upaya perbaikan sehingga accepted best practise dpat
dilaksanakan.
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai dan senantiasa
menghormatinya.
Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi pegawai, yang
bersangkutan dapat menuntut perusahaan dan investigatornya.
5. Beban pembuktian pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan, dan pada
penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum
administratif maupun hukum pidana.
6. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau
dari segi waktu.
Dalam melakukan invetigasi, kita menghadapi keterbatasan waktu. Dalam menghormati
asas praduga tak bersalah, hak dan kebebasan seseorang harus dihormati. Sehingga
membuka peluang untuk menghancurkan dan menghilangkan barang bukti.
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan,
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontak dengan pihak ketiga,
pengamanan mengenai hal-hal yang bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol,
dokumentasi dan penyelenggaraan catatan, melibatkan dan/atau melapor ke polisi,

kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.


STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
Badan Pemeriksa Keuangan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mencantumkan
beberapa standar yang berkenaan dengan penemuan fraud.
Pemeriksa harus merancang metodologi dan posedur pemeriksaan dengan menentukan
peraturan perundang-undangan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap tujuan
pemeriksaan, dan harus memperhitungkan resiko bahwa penyimpangan dari ketentuan
perundang-undangan, dan kecurangan maupun penyalahgunaan wewenang dapat terjadi.
Guna menetapkan suatu ketentuan peraturan perunang-undangan yang berpengaruh
signifikan terhadap tujuan pemeriksaan, pemeriksa dapat menggunkan pendekatan :
a. Ubah setiap tujuan pemeriksaan menjadi beberapa pertanyaan tentang aspek tertentu
dari program yang diperiksa (tujuan, pengendalian intern, kegiatan, operasi, output,
outcome)
b. Identifikasi ketentuan perundang-undangan yang terkait langsung dengan aspek
tertentu yang menjadi bahan pertanyaan tadi
c. Tentukan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang secara
signifikan dapat memengaruhi jawaban atas pertanyaan tadi.
Pemeriksa dapat mengandalkan pekerjaan penasihat hukum dalam hal :
1. Menentukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh signifikan
terhadap tujuan pemeriksaan.
2. Merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap ketentuan perundangundangan
3. Mengevaluasi hasil pengujian tersebut, pemeriksa juga dapat mengandalkan hasil kerja
penasihat hukum, apabila tujuan pemeriksa mensyaratkan adanya pengujian untuk
menilai kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
Dalam merancang pengujian untuk menilai kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan pemeriksa harus menilai resiko kemungkinan terjadinya penyimpangan, mencakup
pertimbangan apakan entitas mempunyai sistem pengendalian yang efektif untk mencegah
atau mendeteksi teradinya penyimpangan dari peraturan perundang-undangan, apabila
diperoleh bukti yang cukup mengenai efektivitas pengendalian maka luas pengujian akan
kepatuhan dapat dikurangi.
Dalam merencanakan pemeriksaan, pemeriksa harus menggunkan skeptisme profesional
dalam menilai resiko-resiko yang secara signifikan dapat mempengaruhi tujuan pemeriksa

misalnya dengan memperhatikan faktor-faktor terjadinya kecurangan seperti keinginan atau


tekanan ynag dialami seseorang untuk melakukan kecurangan, kesempatan yang
memungkinkan terjadinya kecurngan, serta alasan atau sifat seseorang tersebut. Ketika
pemeriksa mengidentifiksi faktor-faktor atau resiko-resiko kecurangan secara signifikan
dapat mempengaruhi tujuan atau hasil pemeriksaan, pemerika harus merespon masalah
tersebut dengan merancang prosedur untuk bisa memberikan keyakinan memadai bahwa
kecurngan tersebut dapat dideteksi.
Apabila terdapat informasi yang menjadi perhatian pemeriksa dalam mengidentifikasi bahwa
kecurangan telah terjadi, maka pemeriksa harus mempertimbangkan apakah kecurangan
tersebut secara signifikan mempengaruhi tujuan pemeriksaan, apabila ternyata mempengaruhi
, maka pemeriksa harus memperluas seperlunya langkah-langkah prosedur pemeriksaan
untuk : (1) menentukan apakah kecurangan mungkin terjadi dan (2) apabila memang telah
terjadi apakah hal tersebut mempengaruhi tujuan pemeriksaan.
Kondisi-kondisi berikut dapat mengindikasikan risiko terjadinya kecurangan :
a. Lemahnya manajemen yang tidak bisa menerapkan pengendalian intern yang ada atau
tidak bisa mengawasi proses pengendalian
b. Pemisahan tugas yang tidak jelas
c. Transaksi-transaksi yang tidak lazim dan tanpa penjelasan yang memuaskan
d. Kasus di mana pegawai cenderung menolak liburanatau menolak promosi
e. Dokumen-dokumennya hilangatau tidak jelas, atau manajemen selalu menunda
memberikan informasi tanpa alasan yang jelas
f. Informasi yang salah atau membingungkan
g. Pengalaman pemeriksaan atau investigasi yang lalu dengan temuan mengenai kegiatankegiatan yang perlu dipertanyakan atau bersifat kriminal.

Ketidakpatutan berbeda dengan kecurangan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan


perundang-undangan, maka mungkin saja tidak ada hukum, atau ketentuan peraturan
perundang-undangan yang dilanggar.
Apabila indikasi terjadinya ketidakpatutan memang ada dan akan mempengaruhi hasil
pemeriksaan secara signifikan, pemeriksa harus memperluas langkah dan prosedur
pemeriksaan, untuk:
(1) Menentukan apakah ketidakpatutan memang benar-benar terjadi, dan
(2) Apabila memang benar-benar terjadi, maka pemeriksa harus menentukan pengaruhnya

terhadap hasil pemeriksaan karena penentuan bahwa telah terjadinya ketidakpatutan


itu bersifat subjektif, pemeriksa tidak diharapkan untuk memberikan keyakinan yang
memadai dalam mendeteksi adanya ketidakpatutan.
Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam menelusuri indikasi
adanya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundangan-undangan atau
ketidakpatutan, tanpa mencampuri proses investigasi atau proses hukum selanjutnya, atau
kedua-duanya.
Suatu pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai tandar Pemriksaan ini akan memberikan
keyakinan yang memadai bahwa telah dilakukan deteksi ataspenyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan atau kecurangan yang secara signifikan dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan.
STANDAR AKUNTANSI FORENSIK
1. Independensi
Akuntan Forensik harus independen dalam melaksanakan tugas dan bertanggung jawab
langsung kepada siapa penugasan tersebut diterima (dewan komisaris/lembaga penegak
hukum/pengadilan), pihak yang menerima laporannya atau counterpart-nya harus
ditegaskan dalam kontrak.
2. Objektivitas
Akuntan forensik harus objektif (tidak berpihak) dalam melaksanakan telaah akuntansi
forensiknya.
3. Kemahiran Profesional
Akuntansi Forensik harus dilaksanakan dengan kemahiran dan kehati-hatian profesional :
a. Sumber daya manuasi yang ada harus memiliki keahlian teknis, pendidikan dan
pengalaman yang sesuai denganpenugasan
b. Pengetahuan, pengalaman, keahlian dan disiplin
c. Supervisi
Dalam hal lebih dari satu akuntan forensik dalam penugasan, seseorang harus bertindak
sebagai in charge yang bertanggung jawab mengarahkan penugasan dan memastikan
bahwa rencana kerja dilaksanakan sebagaimana seharusrnya dan didokumentasikan
dengan baik.
d. Kepatuhan terhadap standar perilaku
e. Hubungan manusia
Seorang akuntan forensik harus mempunyai interpersonal skills dalam hubungan

keseharian maupun dalam melakukan wawancara dan interogasi.


f. Komunikasi
Akuntan forensik harus mempunyai kemampuan yang baik dalam mengkomunikasikan
temuannya secara lisan maupun tertulis.
g. Pendidikan berkelanjutan
h. Kehati-hatian profesional
4. Lingkup Penugasan
Akuntan forensik harus mengkaji dan memahami apakah dia mempunyai keahlian
profesional dalam pelaksanaan tugasnya, lingkup penugasan ini dicantuman dalam kontrak.
5. Pelaksanaan Tugas Telaahan, meliputi :
- perumusan permasalahan dan evaluasinya
- perencanaan
- pengumpulan bukti
- evaluasi bukti
- komunikasi hasil penugasan
PERNYATAAN PERANG TERHADAP KECURANGAN
Kecurangan adalah tindakan yang membawa kerugian yang tidak sedikit bagi suatu
organisasi. Untuk itu, perusahaan harus mengupayakan suatu tindakan untuk mencegah
terjadinya tindak kecurangan. Ada 4 tindakan yang bisa dilakukan oleh perusahaan yaitu :
- Pencegahan kecurangan
- Pendeteksian kecurangan
- Investigasi kecurangan
- Tindak lanjut secara hukum dan upaya penyelesaiannya
Investigasi kecurangan dan tindak lanjut secara hukum merupakan tindakan yang
memerlukan biaya lebih tinggi dibandingkan dengan pencegahan dan pendeteksian
kecurangan.
a. Pencegahan Kecurangan
Merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi kerugian akibat kecurangan.
Organisasi harus bertindak tegas terhadap para pelaku kecurangan sehingga orang lain
tidak akan berani untuk melakukan kecurangan lagi. Usaha pencegahan selain

mengurangi tindak kecurangan juga memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan
itu sendiri.
Faktor-faktor yang ada dalam segitiga kecurangan terkadang sangat kuat untuk
memotivasi seseorang melakukan kecurangan, bahkan tindakan pencegahan yang
dilakukan perusahaan terlihat seperti tidak bermanfaat.
Ada dua aktivitas dasar dalam pencegahan tindakan kecurangan
Menciptakan budaya jujur dan beretika. Mengandung 5 elemen penting.
-

Keteladanan perilaku manajemen puncak. Manajemen harus memperkuat pegawainya


melalui sanksi tegas ketika perilaku yang tidak etis terjadi dalam organisasi dan tidak
lagi bisa ditoleransi.
Penelitian menyatakan bahwa orang yang berbohong memiliki 4 alasan yang
mendasari, karena takut terhadap sanksi yang buruk, ketakutan tersebut kemudian
menyebabkan seseorang untuk terus berbohong, karena melihat contoh-contoh yang
tidak baik mengenai kebohongan karena mereka berpikir bahwa dengan kejujuran
mereka tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Mempekerjakan pegawai yang tepat. Tidak semua orang berbuat jujur atau memiliki
kode etik yang baik. Menurut hasil pnelitian, mayoritas orang memilih untuk
berbohong supaya tidak mendapatkan hasil yang buruk.
Prosedur untuk melakukan seleksi pegawai bisa dimulai dari investigasi latar
belakang calon pegawai, cek referensi yang ditunjukkan oleh calon pegawai, menguji
kejujuran pegawai, dan lain-lain. Model pengembangan etik berikut adalah penjelasan
mengenai mengapa seseorang berbuat tidak etis

Kepemimpinan Etis
Membantu orang lain agar menjadi etis
Keyakinan Etis
Kesediaan untuk mempertahankan etika
Penerapan Etika dalam Situasi Bisnis
Praktik kecurangan, konirmasi yang menyesatkan, dan ketidakwajaran
Pemahaman Etis secara Pribadi
Benar/salah, keadilan, kejujuran, integritas pribadi, rasa hormat pada orang lain

Mengomunikasikan ekspektasi dari kejujuran dan integritas meliputi identifikasi dan


kodifikasi nilai dan etika yang sesuai, pelatihan kesadaran kecurangan yang
membantu pegawai memahami permasalahan yang berpotensi menimbulkan
kecurangan dan bagaimana melaporkan atau menyelesaikannya, mengomunikasikan
ekspektasi yang konsisten mengenai adanya sanksi atas pelanggaran yang terjadi.
Kode etik yang efektif adalah berupa suatu yang tertulis, kemudian dikomunikasikan
ke pelanggan, pegawai, dan pemasok, dan harus dikembangkan untuk mendorong
manajemen dan pegawai agar bertindak etis.

Menciptakan lingkungan kerja yang positif.

Penanganan atas kecurangan yang terjadi. Kebijakan yang efektif untuk menangani
kecurangan adalah harus memastikan bahwa fakta diinvestigasi secara mendalam,
kemudian dilakukan tindakan yang tegas dan konsisten terhadap para pelaku, terdapat
penilaian dan peningkatan atas resiko dan pengendalian, serta komunikasi dan
pelatihan kepada seluruh anggota perusahaan secara terus-menerus.

b. Pendeteksian Kecurangan
Sebagian kecurangan dimulai dari jumlah kecil yang tidak signifikan, dan jika tidak
ketahuan maka akan terus berlanjut ke jumlah yang lebih besar. Kejadian yang membuat
pelaku merasa ketakutan atau terancam akan membuatnya menghentikan kecurangan, tapi
nantinya kecurangan akan berlanjut lagi jika pelaku merasa keadaan sudah kembali aman.
Apabila dalam suatu kasus kecurangan melibatkan manajemen puncak atau owner,
pencegahan akan sulit dilakukan sehingga harus dilakukan pendeteksian kecurangan sejak
dini.
Tidak semua kecurangan dapat dicegah. Oleh karena itu, perusahaan sebaiknya
menerapkan pengendalian preventif untuk mencegah terjadinya kecurangan, maupun
pengendalian detektif untuk menghentikan kecurangan yang telah terjadi sebelum
erkembang menjadi lebih parah.
Cara yang umumnya digunakan untuk mendeteksi kecurangan adalah secara tidak
sengaja, menyediakan beberapa alternative untuk orang yang ingin melaporkan bahwa
tindakan kecurangan tegah terjadi, dan memeriksa catatan dan dokumen transaksi untuk
menentukan apakah ada kejanggalan yang merujuk pada terjadinya kecurangan.

c. Investigasi Kecurangan
Tujuan investigasi ini adalah untuk mengetahui kebenaran apakah indicator yang diamati
menunjukkan tindak kecurangan atau hanya kesalahan yang tidak disengaja. Akan ada
suatu dugaan sebelum seseorang benar-benar tahu apakah kecurangan benar terjadi atau
tidak. Dugaan mengacu pada keseluruhan situasi yang akan membuat pegawai meyakini
bahwa kecurangan tengah terjadi.
Jika investigasi tidak dilakukan dengan benar, amka akan merusak reputasi seseorang dan
pelaku sebenarnya tetap bebas melakukan kecurangan. Ada 4 bukti yang bisa diakumulasi
dalam investigasi kecurangan, yaitu :
-

Bukti testimonial

Bukti dokumentasi

Bukti fisik

Pengamatan pribadi

Investigasi dilakukan dengan melakukan penyelidikan terhadap elemen-elemen yang ada


di segitiga kecurangan. Peneliti akan menemukan adanya tekanan yang dirasakan pelaku,
peluang yang dimiliki, dan rasionalisasi bahwa orang lain telah mendengarnya.
d. Tindak Lanjut secara Hukum
Ada tanda tanya besar ketika terjadi suatu tindakan kecurangan, yaitu mengenai tindakan
apa yang seharusnya diambil oleh perusahaan. Ada 3 alternatif tindakan yang biasanya
diambil perusahaan dan korban kecurangan.
-

Tidak mengambil tindakan hukum

Tindakan secara Pidana. Perusahaan harus bekerjasama dengan lembaga penegakan


hukum agar pegawai yang melakukan kecurangan bisa dikenai sanksi hukum. Namun,
untuk mendapatkan putusan pidana lebih sulit karena bukti yang diperlukan haruslah
bukti di luar keragu-raguan yang beralasan bahwa pelaku sengaja mencuri.

Tindakan secara Perdata. Jarang ditemui pada kasus nyata, karena uang yang dicuri
pelaku biasanya sudah habis dipakai. Namun, tindakan perdata ini lebih umum
dilakukan ketika kecurangan melibatkan organisasi lain.

PENCEGAHAN KECURANGAN

Seseorang apabila ditempatkan di lingkungan integritas yang rendah, pengendalian yang


buruk, akuntabilitas yang longgar, atau tekanan yang tinggi, maka akan semakin terbuka
peluangnya untuk melakukan tindakan yang tidak jujur.
Suatu organisasi dapat menciptakan lingkungan dengan tingkat kecurangan yang rendah dan
tingkat kecurangan yang tinggi. Untuk menciptakan lingkungan dengan tingkat kecurangan
rendah yang baik untuk pencegahan kecurangan, 2 faktor dasar yang diperlukan adalah
penyertaan penciptaan budaya kejujuran, keterbukaan, dan dukungan. Yang kedua
menyertakan penghapusan kesempatan untuk melakukan kecurangan dan menciptakan
ekspektasi bahwa pihak yang terlibat dalam kasus kecurangan akan mendapatkan
sanksi/hukuman.
a. Menciptakan budaya kejujuran, keterbukaan, dan memberi dukungan
-

Mempekerjakan orang yang jujur dan menyediakan pelatihan kesadaran


Melakukan penyaringan terhadap pelamar kerja secara efektif, sehingga hanya calon
pegaawai jujur yang akan dipekerjakan menjadi isu penting bagi perusahaan.
Dengan hukum privat yang ketat saat ini, menjadi penting bagi perusahaan untuk
memiliki kebijakan penyaringan tenaga kerja yang baik verifikasi dan sertifikasi
resume adalah dua strategi yang sebaiknya dilakukan organisasi untuk mencegah
terjadinya kecurangan. Salah satu tanggung jawab yang paling penting dari pemberi
kerja adalah perekrutan dan pengelolaan sumber daya tenaga kerja mereka. Pasar saat
ini menunjukkan bahwa rotasi tenaga kerja cenderung semakin tinggi dan loyalitas
pegawai mungkin menjadi rendah.
Beberapa rekomendasi sebagai bagian dari kebijakan dan praktik perekrutan dan
pengelolaan sumber daya tenaga kerja yang akan sukses dalam mencegah kecuragan
dan klaim kelalaian : pertama, sebelum mempekerjakan pelamar untuk beberapa
posisi, terutama posisi pengelolaan yang utama, pemberi kerja sebaiknya
memverifikasi semua informasi pada resume dan aplikasi yang diajukan oleh pelamar.
Kedua, pemberi kerja sebaiknya mengharuskan semua pelamar untuk memberikan
pernyataan bahwa semua informasi yang ada di aplikasi atau resume adalah benar.
Ketiga, pemberi kerja sebaiknya memberikan pelatihan pada orang-orang yang
terlibat dalam proses perekrutan untuk melakukan wawancara secara lebih terampil
dan terperinci.

Menciptakan lingkungan kerja yang positif

Organisasi yang sangat rentan terhadap terjadinya kecurangan dapat dibedakan dari
organisasi yang kurang rentan dengan membandingkan iklim perusahaan mereka.
Tiga elemen yang berkontribusi dalam penciptaan lingkungan kerja yang positif,
kemudian membuat organisasi akan kurang rentan terhadap terjadinya kecurangan
adalah menciptakan ekspektasi terkait kejujuran melalui kode etik yang cukup baik
yang dimiliki organisasi dan kemudian menyampaikan ekspektasi ini ke seluruh
bagian dalam organisasi, memiliki

kebijakan yang sifatnya terbuka dan mudah

diakses, dan memiliki prosedur operasional dan personel yang positif.


-

Mengimplementasikan program dukungan untuk pegawai (Employee Assistance


Programs-EAP)
Salah satu dari tiga elemen segitiga kecurangan adalah tekanan yang dirasakan. Sering
kali, tekanan yang memotivasi kecurangan adalah apa yang dianggap pelaku sebagai
suatu ketidakadilan atau apa yang diyakini tidak memiliki solusi logis yang
memungkinkan. Perusahaan yang memberikan pelatihan mengenai cara yang efektif
untuk menangani tekanan pribadi para pegawainya akan mengeliminasi banyak
potensi kecurangan. Metode yang paling umum dalam membantu pegawai mengatasi
tekanan adalah dengan mengimplementasikan EAP formal.

b. Mengeliminasi kesempatan terjadinya kecurangan


Lima metode dalam mengeliminasi kesempatan kecurangan :
-

Memiliki pengendalian internal yang baik. Lingkungan pengendaian merupakan


fondasi untuk semua komponen pengendalian internal yang memberikan keteraturan
dan struktur pengendalian yang baik. Factor lingkungan pengendalian meliputi
integritas, nilai etis, dan kompetensi orang-orang yang ada di dalam entitas, filosofi
manajemen, dan gaya operasional manajemen. Tidak ada struktur pengendalian
internal yang benar-benar efektif tanpa memperhatikan ketelitian pada desain dan
implementasinya.

Memperkecil kerjasama di antara pegawai dan pelanggan atau pemasok dan


menginformasikan secara jelas kepada pemasok dan pihak lain di luar perusahaan
mengenai kebijakan perusahaan terkait kecurangan. Dua isu terbaru dalam bisnis telah
meningkatkan jumlah kecurangan secara kolusif. Yang pertama adalah meningkatnya
kompleksitas bisnis.Dalam lingkungan yang kompleks, pegawai yang dipercaya
mungkin akan melakukan kegiatan operasional di lingkungan khusus atau terpisah
dari individu lain.

Yang kedua, meningkatnya frekuensi aliansi pemasok, dimana perjanjian lisan


menggantikan dokumentasi secara tertulis dan terjalin hubungan yang lebih dekat
antara pembeli dan pemasok.
-

Mengawasi pegawai dan menyediakan sistem Whistle Blowing. Supaya sistem wistle
blowing berfungsi secara efektif, harus ada elemen-elemen seperti anonimitas,
independensi, akses, dan tindak lanjut.

Membuat ekspektasi hukuman. Kebijakan penuntutan yang tegas dan sesuai untuk
dipublikasikan membuat pegawai tahu bahwa hukuman yang tegas akan dikenakan
terhadap pelaku tidak etis.
Seperti kode etik yang baik mnyampaikan ekspektasi, kebijakan yang kuat mengenai
hukuman membantu mengeliminasi rasionalisasi.

Melakukan tahapan auditing secara proaktif. Organisasi yang melakukan audit


kecurangan secara proaktif meningkatkan kesadaran di antara pegawai bahwa
tindakan mereka selalu ditinjau. Dengan meningkatnya ketakutan akan ketahuan dan
tertangkap, auditing secara proaktif mengurangi perilaku kecurangan. Kemajuan
teknologi saat ini sangat membantu pendeteksian kecurangan secara proaktif.

Setiap metode ini mengurangi kesempatan yang sebenarnya atau kesempatan yang
dirasakan untuk melakukan kecurangan, dan semua itu bersamaan dengan factor budaya
yang telah dijelaskan sebelumnya untuk memberikan program pencegahan kecurangan
yang komprehensif.
Catatan/komentar kritis
Tindakan pencegahan yang telah dilakukan suatu perusahaan terkadang masih tidak begitu
berpengaruh. Karyawan yang melakukan kecurangan mungkin saja mempunyai motivasi
yang lebih kuat meskipun dia tahu tindakannya mengandung resiko besar.
Perusahaan dalam menghadapi kerugian atas kecurangan tentunya harus bertindak lebih tegas
lagi. Tidak perlu ada toleransi untuk perilaku yang tidak etis yang mengindikasikan
kecurangan di perusahaan, juga penanganan di bidang hukum harus dilaksanakan supaya para
pelaku mendapatkan sanksi yang setimpal. Sanksi yang setimpal ini adalah bahwa pelaku
harus bisa mengembalikan semua kerugian yang ditimbulkannya kepada perusahaan dan dia
harus memperbaiki sistem apabila mungkin terjadi kerugian-kerugian lainnya yang menyusul.
Menurut saya tindak lanjut secara perdata akan lebih menguntungkan karena perusahaan
paling tidak bisa mengusahakan untuk mendapatkan ganti rugi.

Di Indonesia sendiri saya melihat tindakan pencegahan korupsi sudah begitu baik dengan
kinerja KPK, namun hukuman yang dijatuhkan kepada tersangka seringkali tidak sepadan
dengan seberapa besar tindakan yang dilakukannya. Mungkin hal tersebut yang membuat
Indonesia terus menerus mendapatkan peringkat yang tinggi dalam hal korupsi. Pemerintah
sudah bisa tegas dalam menghukum para pengedar narkoba, mengapa tidak sekalian para
pelaku korupsi diberi tindakan tegas?

Anda mungkin juga menyukai