akan hal itu. Mendengar hal itu, teman-teman yang lain tertawa terbahak-bahak. Petrus merasa
muak. Ia ingin pergi dari tempat itu. Ia benci menyaksikan kenapa semua orang tak bisa bersenangsenang tanpa melakukan dosa. Ia merasa aneh dan tiba-tiba asing pada diri sendiri. Gadis pujaannya
yang sedari tadi duduk di hadapannya di seberang api, menatapnya, lengan kurus seorang pria
melingkar di pinggang gadis itu. Petrus tak peduli. Ia beranjak pergi.
Petrus berlari sekencang-kencangnya. Rumahnya masih jauh. Malam ini ia merasa begitu berbeda. Ia
berusaha melupakan wajah gadis itu yang selalu menghantuinya dan segala tentang temantemannya. Ia tak ingin pulang ke rumah, juga tak ingin berada di antara teman-temannya itu Ia ingin
bebas. Bebas seperti burung yang terbang menjelajahi angkasa tinggi. Kegelisahannya berangsur
menghilang, ia tak lagi berlari, tapi berjalan. Senyuman terkembang di wajahnya yang tirus. Ia
menuju sebuah pohon besar yang terletak di atas bukit yang menaungi kota itu. Di sana ia
menemukan kedamaian, ketika melepaskan pandangan yang luas dan megah, serta kaki langit yang
menyentuh permukaan laut. Seolah semua pikiran yang memenuhi kepalanya menghilang begitu saja.
Petrus menyandarkan tubuhnya yang lelah dan menyeka keringat yang membasahi dahinya. Ia
tersenyum ketika sesosok bercahaya putih cemerlang duduk di sampingnya, ikut menikmati
pemandangan malam dari atas bukit. Petrus merasa tenang dan damai, bahkan lebih dari yang bisa ia
ungkapkan.
Cerpen Karangan: Patrick Andromeda
Facebook: Patrick Andromeda