Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sindrom pre-eklampsi menjadi etiologi terbanyak kematian ibu hingga 35%
kehamilan di negara berkembang. Sindrom ini dapat mengakibatkan kelahiran
prematur, karena plasenta harus dikeluarkan segera untuk menyelamatkan ibu. 1
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa sebanyak 10% ibu
hamil di Dunia menderita hipertensi bahkan pre-eklampsi dan eklampsi. Penyakit
ini menjadi salah satu fokus dalam proyek Millenium Development Goals
(MDGs).2
Pre-eklampsi adalah sindrom yang terjadi pada kehamilan dengan
hipertensi dan proteinuria hingga dapat mengakibatkan kematian pada ibu dan
bayi. Pre-eklampsi ditandai dengan kelainan plasenta, edema serebral, gagal
ginjal, dan HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Platelet).
Kelainan ini sering berkaitan dengan iskemia uteroplasenta dan keluarnya zat
toksik dari plasenta ke sirkulasi ibu.3
Selama kehamilan normal, sel-sel sitotrofoblas dari embrio akan
mengalami pseudovasculo-genesis, yaitu perubahan fenotip dari epitel ke endotel.
Sebagai akibatnya sitotrofoblas menginvasi spiral arteri uterin maternal
menggantikan lapisan endotel pembuluh darah. Remodeling arteri spiralis uterus
menyebabkan pelebaran pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan aliran
darah ke dalam intervilli plasenta yang memungkinkan pertukaran gas dan nutrisi
dari ibu ke janin. Pada wanita dengan pre-eklampsia mengalami abnormalitas
pseudovasculogenesis menyebabkan invasi arteri spiralis uterus menjadi dangkal
dan sangat terbatas, diameter pembuluh menyempit sehingga pertukaran oksigen
dan nutrisi menjadi terhambat. Maka plasenta menjadi semakin hipoksia selama
kehamilan. Iskemia plasenta akan mengaktivasi sel endotel yang mengakibatkan
vasokonstriksi, angiogenesis abnormal, dan kerusakan organ seperti hipertensi,
proteinuria dan edema.4

The National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE)


melaporkan ibu hamil yang memiliki faktor resiko tinggi untuk terjadi preeklampsi seperti hipertensi pada kehamilan,penyakit ginjal kronis,sindrom
antifosfolipid,diabetes melitus tipe 1 atau 2. Faktor resiko menengah seperti
kehamilan pertama,kehamilan pada usia >40 tahun,jarak kehamilan >10
tahun,indeks massa tubuh >35 kg/m2 dan faktor keturunan pada keluarga. Bila
ditemukan faktor resiko pre-eklampsi pada kunjungan pertama antenatal care
akan dilakukan pemeriksaan penanda biokimia serum maternal seperti Alfafeto
protein (AFP),human Corionic Gonadotropin (hCG), inhibin-A dan pregnancyassociated plasma protein A (PAPP-A) yang dikombinasikan dengan uterine
artery Doppler yang didapatkan abnormal.5
Pregnancy-associated plasma protein A (PAPP-A) merupakan salah satu
protein yang disintesis oleh

sincytiotrofoblast plasenta dan biasa digunakan

sebagai penanda pada pemeriksaan rutin untuk deteksi dini sindrom down pada
trimester pertama kehamilan. Penanda ini juga dapat memprediksi perkembangan
onset awal sindrom pre-eklampsi. Protein PAPP-A merupakan makromolekul
glikoprotein (Mr 400 kDa) penting dalam kehamilan. Penanda PAPP-A ditemukan
dalam serum maternal dengan bentuk kompleks heterotetramerik 2:2 dengan
proMBP (proform of eosinophil major basic protein) berat struktur menjadi 500
kDa yang disebut PAPP-A/proMBP. Gen PAPP-A terdapat pada kromosom
9q33.1. Dengan panjang 200 kb DNA dan terdapat 22 exon.8
Hampir seluruh (99%) PAPP-A membentuk ikatan kovalen kompleks 2:2
dengan proMBP selama kehamilan. Substrat PAPP-A berfungsi sebagai enzim
protease IGFBP (insulin-like growth factor binding protein) sehingga IGF dapat
berinteraksi

dengan

reseptornya

dan

membantu

invasi

trofoblast

dan

perkembangan vaskularisasi plasenta dan bantalan plasenta pada trimester


pertama kehamilan. Pada aliran darah materna, protein ini meningkat seiring usia
kehamilan dan menurun setelah melahirkan. PAPP-A dapat dideteksi pada hari ke28 di darah maternal setelah implantasi. 9
Apabila terjadi restriksi pertumbuhan janin dan tidak terkontrolnya
tekanan darah ibu maka terminasi kehamilan merupakan satu-satunya intervensi
sindrom pre-eklampsi dengan tujuan mengeluarkan plasenta yang bersifat toksik

untuk ibu.Kadar PAPPA pada jaringan plasenta pasien pre-eklampsi pada usia
kehamilan 20-40 minggu akan terjadi perubahan sebagai penanda pre-eklampsi
dan dapat dibandingkan dengan kadar PAPPA pada jaringan plasenta pasien tanpa
pre-eklampsi pada usia kehamilan yang sama sebagai kelompok kontrol untuk
mengetahui perbandingan kadar PAPPA.5
Pada pre-eklampsi terjadi iskemia uteroplasenta yang merupakan suatu
kondisi dimana terjadi gangguan suplai darah akibat meningkatnya ROS akan
menyebabkan stres oksidatif yang dapat merusak jaringan plasenta dan terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai darah sehingga terjadilah
hipoksia jaringan yang seringkali menyebabkan kelahiran prematur.6,7
Reactive oxygen species (ROS), produk respirasi aerobik yang normal ada
dalam tubuh yang mengatur fungsi seluler melalui reaksi reduksi oksidasi, namun
ketika ROS ini berlebihan akan menyebabkan stres oksidatif yang dapat merusak
jaringan plasenta. ROS secara fisiologis berperan dalam regulasi jalur transduksi
sinyal dalam folikulogenesis, pematangan oosit, embriogenesis, implantasi
embrionik dan perkembangan fetoplasenta. Pada keadaan hipoksia terjadi
peningkatan ROS. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara antioksidan dan
produksi ROS maka akan menyebabkan stres oksidatif yang akan mempengaruhi
perkembangan sistem reproduksi wanita ke proses patologis. Stres oksidatif yang
diduga sebagai penyebab gangguan yang berhubungan dengan kehamilan
manusia, seperti resorpsi embrionik, keguguran berulang, preeklampsia, restriksi
pertumbuhan intra-uterus, dan kematian janin.13
Senyawa ROS dapat merusak makrobiomolekul seperti asam nukleat
seperti DNA dan RNA, lemak membran, polisakarida, dan protein. Pada protein,
diketahui substansi ini merupakan biomolekul yang sangat penting, karena
senyawa ini menjalankan semua fungsi kehidupan ditingkat sel. Molekul protein
tersusun atas asam-asam amino yang terikat dengan ikatan peptida, kerusakan
pada ikatan tersebut akan merusak protein bersangkutan. Pada proses kerusakan
ini, rantai peptida akan berubah menjadi rantai karbonil. Senyawa karbonil juga
dapat terbentuk akibat kerusakan rantai samping dari asam amino arginin, histidin,
lisin

dan

prolin.14

Pemeriksaan

senyawa

karbonil

berguna

sebagai

indikator/parameter kerusakan jaringan plasenta akibat dari peningkatan senyawa

ROS dan meningkatkan stres oksidatif dengan bertambahnya radikal bebas pada
insufisiensi plasenta penyebab dari sindrom pre-eklampsi.
Penelitian oleh Spences dkk.10yang bertujuan mengetahui indeks pulsatil pada
arteri uterus dengan menilai kadar PAPP-A dikombinasi dengan Doppler
ultrasonography. Diketahui terjadi penurunan kadar PAPP-A pada serum maternal
awal trimester II pada kelompok pre-eklampsi, dibandingkan kehamilan normal.
Studi Lin dkk.11 menyimpulkan kadar PAPP-A meningkat pada kehamilan preeklampsi dengan hipertensi dan albuminuri, ini terjadi pada kehamilan trimester
akhir dengan pre-eklampsia dibandingkan kehamilan normal.
Pada penelitian Odibo dkk.12 diketahui kadar PAPP-A lebih rendah pada preeklampsi dari grup kontrol, sensitivitas untuk memprediksi pada awal atau semua
pre-eklampsia hanya menggunakan pemeriksaan PAPP-A di maternal serum
sebesar 68 % dan 58 %. Menurunnya kadar PAPP-A di serum maternal pada awal
kehamilan pada saat terjadinya invasi plasenta menunjukkan terjadi penurunan
perfusi dan insufisiensi plasenta,kemungkinan ekspresi mRNA PAPP-A pada
plasenta mengalami penurunan hanya pada awal kehamilan dan peningkatan pada
trimester akhir kehamilan.
Penelitian Wagner dkk.15 Pada sel BeWo (kultur sel plasenta) yang dikondisikan
mengalami hipoksia terjadi peningkatan ekspresi kadar PAPP-A akibat dari
plasenta yang patologis,tetapi ekspresi kadar PAPP-A tidak lebih tinggi dari pada
plasenta yang mengalami gangguan perkembangan dan pre-eklampsi.
Pemeriksaan PAPP-A serum maternal sebagai deteksi dini sindrom pre-eklampsi
telah diteliti, tetapi terdapat perbedaan pendapat dengan ekspresi kadar PAPP-A
dan belum ada publikasi penelitian mengenai pemeriksaan PAPP-A sebagai
penapisan sindrom pre-eklampsi di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk melihat salah satu faktor protein penanda insufisiensi plasenta
dengan analisis ekspresi mRNA PAPP-A dan senyawa karbonil plasenta pada
kehamilan normal >37 minggu dan pre-eklampsi pada usia kehamilan 20-40
minggu.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan uraian di atas dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Apakah terdapat perbedaan ekspresi kadar PAPP-A pada jaringan


plasenta kehamilan normal dan sindrom pre-eklampsi

usia

kehamilan 20-40 minggu ?


Apakah terdapat perbedaan stres oksidatif (kadar karbonil) pada
jaringan plasenta kehamilan normal dan sindrom pre-eklampsi usia

kehamilan 20-40 minggu ?


Apakah ada korelasi antara kadar PAPP- A dan senyawa karbonil
pada jaringan plasenta kehamilan normal dengan sindrom preeklampsi usia kehamilan 20-40 minggu ?

1.3 Hipotesis

Terdapat perbedaan kadar ekspresi mRNA PAPP-A pada jaringan


plasenta kehamilan normal dengan sindrom pre-eklampsi usia

kehamilan 20-40 minggu.


Terdapat perbedaan kadar ekspresi PAPP-A pada jaringan plasenta
kehamilan normal dengan sindrom pre-eklampsi usia kehamilan 20-

40 minggu.
Terdapat perbedaan kadar senyawa karbonil pada jaringan plasenta
kehamilan normal dengan sindrom pre-eklampsi usia kehamilan 2040 minggu.

1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan umum
Menganalisis ekspresi kadar PAPP-A dan aktivitas spesifik senyawa karbonil
pada jaringan plasenta kehamilan normal dan sindrom pre-eklampsi usia
kehamilan 20-40 minggu.

1.4.2 Tujuan khusus

Diketahuinya ekspresi relatif mRNA PAPP-A

pada jaringan

plasenta kehamilan normal dengan sindrom pre-eklampsi usia


2

kehamilan 20-40 minggu


Diketahuinya rerata kadar PAPP-A

pada jaringan plasenta

kehamilan normal dengan sindrom pre-eklampsi usia kehamilan


3

20-40 minggu.
Diketahuinya
rerata

kadar

senyawa

indikator/parameter stres oksidatif

karbonil

sebagai

pada jaringan plasenta

kehamilan normal dengan sindrom pre-eklampsi usia kehamilan


4

20-40 minggu
Diketahuinya korelasi antara ekspresi mRNA dan protein PAPP-A
pada jaringan plasenta kehamilan normal dengan sindrom pre-

eklampsi usia kehamilan 20-40 minggu


Diketahuinya korelasi antara kadar senyawa karbonil dengan
ekspresi mRNA PAPP-A pada jaringan plasenta kehamilan normal

dengan sindrom pre-eklampsi usia kehamilan 20-40 minggu


Diketahuinya korelasi antara kadar senyawa karbonil dengan
ekspresi protein PAPP-A pada jaringan plasenta kehamilan normal
dengan sindrom pre-eklampsi usia kehamilan 20-40 minggu.

1.5 Manfaat penelitian


1

Mengetahui kadar PAPP-A pada jaringan plasenta kehamilan normal

dengan sindrom pre-eklampsi usia kehamilan 20-40 minggu .


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam
patogenesis insufisiensi plasenta penyebab sindrom pre-eklampsia
agar menambah pengetahuan untuk pencegahan dan deteksi dini

sindrom pre-eklampsia.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk penelitian

selanjutnya.
Peneliti dapat menerapkan pengetahuan yang didapat selama kuliah,
melatih cara berpikir dan membuat penelitian dengan menerapkan
metode penelitian yang benar.

Anda mungkin juga menyukai