Disusun Oleh :
Nama
: Ririn Ridayani
NIM
:1507113575
kemudian berkembang menjadai lapisan penetrasi (Lapisan, Brutu, Bruda, Buras). Yahun
1980 diperkenalkan perkerasan jalan dengan aspal emulsi dan butas, tetapi dalam
pelaksanaan atau pemakaian aspal butas terdapat permasalahan dalam hal variasi kadar
aspalnya yang kemudian disempurnakan pada tahun 1990 dengan teknologi beton mastic,
perkembangan konstruksi perkerasan jalan menggunakan aspal panas (hot mix) mulai
berkembang di Indonesia pada tahun 1975, kemudian disusul dengan jenis lain seperti aspal
beton (AC) dan lain-lain.
Konstruksi perkerasan menggunakan semen sebagai bahan pengikat telah ditemukan
pada tahun 1928 di London, tetapi konstruksi perkerasan ini mulai berkembang awal 1900.
Konstruksi perkerasan dengan menggunakan semen atau concrete pavement mulai
dipergunakan di Indonesia secara besar besaran pada awal tahun 1970, yaitu pada
pembangunan jalan tol Prof. Sediyatmo.
Secara umum perkembangan konstruksi perkerasan di Indonesia mulai berkembang
pesat sejak tahun 1970 dimana dimulai diperkenalkannya pembangunan perkerasan jalan
sesuai dengan fungsinya.
Sedangkan perencanaan geometric jalan seperti sekarang ini baru dikenal sekitar
pertengahan tahun 1960 kemudian mengalami perkembangan yang cukup pesat sejak tahun
1980.
1.2 DEFINISI-DEFINISI JALAN
Dalam undang-undang jalan raya no. 13/1980 bahwa jalan adalah :
Suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas.
Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
Jalan Khusus adalah jalan selain dari pada yang termasuk diatas.
Jalan Tol adalah jalan umum yang kepada para pemakainya dikenakan kewajiban
membayar Tol.
Yaitu jalan-jalan yang melayani lalu lintas yang cukup tinggi antara kota-kota
penting dan kota-kota yang lebih kecil, seta melayani daerah-daerah sekitarnya.
Jalan penghubung
Yaitu jalan-jalan untuk keperluan aktifitas daerah, yang juga dipakai sebagai
jalan penghubung antara jalan-jalan dari golongan yang sama atau berlainan.
district).
Jalan kolektor
Yaitu jalan-jalan yang terletak di pusat perdagangan (central business district).
Jalan lokal
Yaitu jalan-jalan yang terletak di pusat daerah perumahan.
Jalan Negara
Yaitu jalan-jalan yang menghubungkan antara ibukota provinsi. Biaya
pembangunan dan perawatannya di tanggung oleh pemerintah pusat.
Jalan kabupaten
Yaitu jalan-jalan yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten atau jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, juga jalan-jalan yang mengubungkan antar desa dalam satu kabupaten.
Tekanan Gandar
7
5
3.50
2.75
1.50
ton
ton
ton
ton
ton
Jalan kelas II
Jalan ini mencakup semua jalan sekunder, walau komposisi lalu lintasnya
terdapat lalu lintas lambat. Jalan kelas II ini berdasarkan komposisi dan sifat lali lintas.
bahu.
Bahu
Jalan perkotaan tanpa kereb umumnya mempunyai bahu pada kedua sisi jalur
lalu lintas. Lebar dan kondisi permukaannya mempengaruhi penggunaan bahu, berupa
penambahan kapasitas dan kecepatan pada arus tertentu. Pertambahan lebar bahu
Komposisi lalu lintas mempengaruhi hubungan kecepatan arus jika arus dan kapasitas
dinyatakan dalam satuan kendaraan/jam, yaitu tergantung pada rasio sepeda motor atau
kendaraan berat dalam arus lalu lintas. Jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam satuan
mobil penumpang (smp), maka kecepatan kendaraan ringan dan kapasitas (smp/jam) tidak
dipengaruhi oleh komposisi arus lalu lintas.
c. Aktifitas samping jalan
Banyak aktifitas samping jalan di Indonesia sering menimbulkan konflik, kadangkadang besar penyebabnya terhadap arus lalu lintas. Aktifitas samping jalan yang
diperhitungkan di dalam penelitian ini adalah factor hambatan samping tang berpengaruh
pada kapasitas jalan dan kecepatan lalu lintas dalam kota.
Ada beberapa cara dalam menentukan faktor hambatan samping, antara lain:
Ditentukan dengan rata-rata yang rinci melalui hasil pengamatan mengenai frekwensi
hambatan samping per 200 meter pada sisi segmen yang diamati. Kemudian frekwensi
kejadian tersebut dikalikan dengan bobot relative dari tipe kejadian, dan
Bila data yang didapat kurang rinci, maka kelas hambatan samping ditentukan dengan
pengamatan visual dengan kondisi rata-rata yang sesungguhnya pada lokasi untuk
periode yang diamati.
DAFTAR PUSTAKA
http://e-journal.uajy.ac.id/5115/4/3TS13343.pdf