Anda di halaman 1dari 33

Analisa Jurnal

IMPLEMENTASI FAKTA KE DALAM PRAKTEK :


PERKEMBANGAN SEBUAH SARANA UNTUK MENINGKATKAN PERAWATAN
GAWAT DARURAT PADA KASUS STROKE AKUT
Bree McGilivray, RN, BN, GCertEmergNurs
Julie Considine, RN, RM, BN, GDipNurs(AcuteCare), MNurs, PhD. FRCNA

BAB I
PENDAHULUAN
2.1

Latar Belakang
Stroke merupakan isu global yang meningkat yang menempati kasus terbanyak
dalam masyarakat dan unit pelayanan kesehatan. Stroke adalah masalah neurologik
primer di AS dan di dunia. Meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan
pada insiden dalam beberapa tahun terakhir, stroke adalah peringkat ketiga penyebab
kematian, dengan laju mortalitas 18% sampai 37% untuk stroke pertama dan sebesar
62% untuk stroke selanjutnya.
Angka kejadian stroke semakin meningkat akibat dari peningkatan jumlah usia tua
dan peningkatan harapan hidup. Data stroke dunia menunjukkan bahwa 15 juta orang
mampu bertahan dari stroke setiap tahunnya, 5 juta orang meninggal dan 5 juta orang
hidup dengan cacat permanen. Perkembangan penyakit ini di perkirakan meningkat dari
38 juta orang pada tahun 1990 menjadi 61 juta orang pada tahun 2020.Terdapat kirakira 2 juta orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai beberapa kecacatan; dari
angka ini, 40% memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Penemuan dan penanganan sedini mungkin penderita / di rumah (pra-rumah sakit)
maupun di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit sebagai suatu sistem organisasi
manajemen stroke yang komprehensif sangat membutuhkan tindakan yang efektif dan
efisien. Asuhan medik dan asuhan keperawatan secara umum, pencegahan komplikasi,
dan fisioterapi lebih dini juga merupakan landasan utama manajemen stroke secara
komprehensif.
Bagian terpenting dari managemen stroke akut dan pengurangan stroke yang
mengancam jiwa adalah untuk mencegah komplikasi yang ditimbulkan pada 24-48 jam
pertama. Waktu yang dihabiskan cukup panjang selama berada di unit gawat darurat
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

mengindikasikan

bahwa banyak aspek dari managemen stroke merupakan

tanggungjawab dari perawat emergensi.


Kapasitas untuk merawat sroke iskemik akut lebih besar berada di rumah sakit
katagori A (akses segera untuk CT scan, akses HDU dan bedah saraf yang siap sedia
dan lokasi geografis unit stroke) . yang memiliki rasio 6% jika dibandingkan rumah
sakit kategori B (akses cepat, CT scan, akses HDU, lokasi geografis unit stroke tetapi
tanpa bedah saraf yang siap sedia) sebagai tambahan, manajemen dari tim spesialis
multidisiplin merupakan faktor kunci dalam meningkatkan harapan hidup untuk pasien
dengan stroke akut.
Sebuah pedoman untuk manajemen perawatan emergency stroke pertama kali
dikembangkan pada bulan juni tahun 2007 dan kemudian di revisi pada bulan januari
2009. Perkembangan awal pedoman dibuat sebagai respon dari 3 faktor utama yaitu :
jumlah dari pasien dengan stroke akut semakin meningkat sehingga stroke akan menjadi
kasus yang lebih banyak ditemukan di ugd, adanya berbagai observasi terhadap variabel
manajemen stroke di UGD TNH dan manajemen perawatan emergency stroke akut
yang berbasis fakta merupakan satu cara untuk menunjukkan beberapa keterbatasan dari
perawatan stroke yang terorganisasi.
2.2

Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui pedoman untuk perawatan emergency stroke akut sehingga dapat
digunakan untuk menangani pasien dengan stroke akut.
1.2.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui definisi stroke
2) Untuk mengetahui penyebab/faktor predisposisi stroke
3) Untuk mengetahui klasifikasi stroke
4) Untuk mengetahui gejala klinis stroke
5) Untuk mengetahui pemeriksaan fisik pada pasien stroke
6) Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada pasien stroke
7) Untuk mengetahui terapi atau tindakan penanganan stroke
8) Untuk mengetahui manajemen penanganan emergency stroke akut di ugd

Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

2.3

Manfaat

1.3.1 Manfaat secara Praktis


Hasil analisis jurnal ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi bagi tim
kesehatan kegawatdaruratan untuk melaksanakan manajemen penanganan emergency stroke
akut dengan tepat.
1.3.2 Manfaat secara Teoritis
Hasil analisis jurnal ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan di bidang Ilmu Keperawatan Gawat Darurat khususnya dalam penatalaksanaan
kegawatdaruratan pada pasien stroke akut di UGD.

Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengertian Stroke
a. Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak sebagai
akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai
dengan daerah otak yang terganggu (WHO, 1989).
b. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke
dapat terjadi akibat pembentukan trombus disuatu arteri serebrum akibat embolus
yang mengalir keotak dan tempat lain ditubuh atau akibat perdarahan otak
(Elizabeth J. Corwin, 2001).
c. Stroke adalah disfungsi neurology yang mempunyai awitan yang mendadak dan
berlangsung 24 jam sehari sebagai akibat dari cedera cerebrovaskuler (Huddak and
Gallo, 1996).
d. Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya supplay
darah kebagian otak (Brunner and Suddarth, 2001).
e. Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
system suplai arteri otak ( Sylvia A. Price, 2006 )

2.2

Penyebab / Faktor Predisposisi


a. Perdarahan serebri
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab kasus
gangguan pembuluh darah otak dan merupakan persepuluh dari semua kasus
penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria
serebri.
b. Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka
penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu
aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan
mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995)
c. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).

Trombosis sinus dura


Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

Diseksi arteri karotis atau vertebralis

Vaskulitis sistem saraf pusat

Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)

Kondisi hyperkoagulasi

Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)

Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)

Miksoma atrium.

Selain itu juga terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya
stroke secara umum diantaranya :
faktor usia
Menurunnya elastisitas pembuluh darah dan atherosclerosis biasanya
sering menyerang usia ini
Faktor resiko medis

Hipertensi

Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,


fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)

Kolesterol tinggi

Obesitas

Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)

Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)

Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan


kadar estrogen tinggi)

Penyalahgunaan obat ( kokain)

Konsumsi alkohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002;2131).

Prilaku hidup tidak sehat


antara lain : merokok baik aktif maupun pasif, makan makanan cepat saji,
mengkonsumsi alcohol, kurang olahraga, narkoba dan obesitas.
2.3

Klasifikasi
a. Stroke iskemik adalah stroke yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.

Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

b. Stroke hemoragik adalah terjadi apabila lesi vascular intra sereberum


mengalami rupture sehingga terjadi pendarahan ke dalam ruang sub araknoid
atau langsung ke jaringan otak.
- Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
- Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak).

Gambar 1. Hemoragik intrakranium


2.4

Gejala klinis:
Manifestasi klinis yang sering terjadi pada stroke hemoragik antara lain : sakit
kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang.
Sembilan puluh persen menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila
perdarahan besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan
meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan
sampai ke sistem ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon,
atau mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital
(Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005). Penimbunan darah yang cukup banyak (100
ml) di bagian hemisfer serebri masih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejalagejala klinis yang nyata. Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak
5 ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian. Bila perdarahan serebri akibat
aneurisma yang pecah biasanya pasien masih muda, dan 20 % mempunyai lebih dari
satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

Manifestasi klinisnya defisit neurologik stroke :


No
1.

Defisit neurologi
Defisit lapang penglihatan
a) Homonimus Hemlanopsia
b) Kehilangan penglihatan
perifer.
c) Diplopia

2.

Defisit Motorik
a)
b)
c)
d)
e)

Hemiparesis
Hemiplegia
Ataksia
Disatria
Disfagia

Manifestasi
a) Tidak menyadari orang atau objek,
mengabaikan salah satu sisi tubuh,
kesulitan menilai jarak
b) Kesulitan melihat pada malam hari,
tidak menyadari objek atau batas objek.
c) Penglihatan ganda
a) Kelemahan wajah, lengan, dan kaki
pada sisi yang sama.
b) Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada
sisi yang sama.
c) Berjalan tidak mantap, tidak mampu

3.

Defisit sensori :

menyatukan kaki.
d) Kesulitan dalam membentuk kata
e) Kesulitan dalam menelan.
Kesemutan

4.

Parastesia
Defisit verbal

a) Tidak mampu membentuk kata yang

a) Fasia ekspresif
b) Fasia reseptif
c) Afasia global

5.

Defisit kognitif

dapat dipahami
b) Tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan, mampu berbicara tapi
tidak masuk akal
c) Kombinasi afasia reseptif dan ekspresif
Kehilangan memori jangka pendek dan
panjang, penurunan lapang perhatian, tidak
mampu berkonsentrasi, dan

6.

Defisit Emosional

perubahan penilaian.
Kehilangan
kontrol

diri,

labilitas

emosional, depresi, menarik diri, takut,


bermusuhan, dan perasaan isolasi.

Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

Gambar 2. Gejala-gejala dari stroke


2.5

Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anmnesis ytang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis,
pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem (B1 B6) dengan focus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan keluhan dari klien.
Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan
bicara yaitu sulit dimngerti kadang tidak bisa bicara dan pada tanda tanda
vital : tekanan darah meningkat dan denyut nadi bervariasi
B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronki pada klien dengan peningkatan
produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien strok dengan penurunan tingkat kesadaran Koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi torak didapatkan taktil vremitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
B2 (Blood)
Pengkajian

pada

system

kardiovaskuler

didapatkan

renjatan

(syok

hipovolemik) yang sering terjadi pada klien strok. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah
>200mmHg)
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

B3 (Brain)
Disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggungjawab untuk menghasikan
bicara). Atraksia (ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didpatkan Stroke
menyebabkan berbagai deficit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder dan aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Peningkatan B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada system
lainnya

Pengkajian tingkat kesadaran :


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator yang paling
sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien strok biasanya berkisar pada
tingkat latergi, stupor dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

Pengkajian fungsi serebral :


Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal dan hemisfer

Ekspresi Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, nilai


gaya bicara. ekspresi wajah dan aktivitas motorik klien. Pada klien

strok tahap lanjut biasanya ststus mental klien mengalami perubahan.


Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori,
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

damage yang kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang

tidak begitu nyata


Kemapuan bahasa : penurunan kemampuan bahasa tergantung pada
daerah lesi yang mempengaruhi fungsi serebral. Lesi pada daerah
hemisfer yang dominan pada bagian porterior dari girus temporallis
superior ( area wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak
dapat memahami bahasa lisan dan bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broka) didapatkan
disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disatria (kesulitan
berbicara, ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang jika
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi
ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa dan kurang motivasi yang menyebabkan klien ini
menghadapi masalah prustasi dalam program rehabilitasi mereka.
Depresi umum terjadi danmungkin diperberat oleh respon alamiah
klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masala psikologis lain juga
umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, permusuhan,

prustasi, dendam dan kurang kerjasama.


Hemisfer : strok hemisfer kanan didapatkan hemiparase sebelah kiri
tubuh, penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi
kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi berlawanan tersebut.
Pada strok hemisfer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku
lambat dan sangat hati hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan,
disfagia global, afasia dan mudah frustasi.

Pengkajian saraf cranial :


Pemeriksaan ini meliputi pemerikasaan saraf cranial I XII

Saraf I (Oftaktorius) : biasanya pada klien stroke tidak ada kalinan

pada fungsi penciuman


Saraf II (Optikus) : disfungsi persepsi fisual karena gangguan jara
sensori primer diantara mata dan kortek fisual. Gangguan hubungan
fisual- spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada klien denga hemiplegia kiri

. klien

Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena

ketidakmampuan dalam menyocokkan pakaian ke bagian tubuh


Saraf III (Okulomotori), IV (troklearis) dan VI (Abdusen) : jika akibat
stroke mengakibatkan paralilsis, pada satu sisi otot otot okularis
didpatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi

yang sakit
Saraf V (Trigeminus) : pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta

kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus


Saraf VII (fasialis) : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli

persepsi
Saraf IX (Glosofaringeal) dan X (vagus) : kemampuan menelan

kurang baik dan kesulitan membuka mulut


Saraf XI (asesorius) : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan

trapezius
Saraf XII (hipoglosus) : lidah simetris, terdapat defiasi pada satu sisi
dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

Pengkajian sistem motorik :


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas atau UMM dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motorik . oleh karena UMM
bersilangan, gangguan control motor volunteer dapat menunjukkan kerusakan
pada UMM di sisi yang berlawanan dari otak.

Inspeksi umum didpatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)


karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau

kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.


Fasikulasi didapatkan pada oot otot ekstremitas
Tonus otot didapatkan meningkat
Kekuatan otot pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan

otot pada sisi sakit didapatkan tingkat nol


Keseimbangan dan koordinasi didapatkan mengalami gangguan karena
hemiparese dan hemiplegia.

Pengkajian reflek :
Pemerikasaan reflek terdiri atas pemerikasaan reflek profunda dan
pemeriksaan reflek patologis.
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

Pemeriksaan reflek profunda : pengetukan pada tendon, ligamnetum

atau periosteum derajat reflek pada respon normal.


Pemeriksaan reflek patologis : pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang setelah beberapa hari reflek fisiologis akan

muncul kembali didahului dengan reflek patologis.


Gerakan involunter tidak ditemukan adanya tremor, TIC dan distonia.
Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum
terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan suhu tubuh
yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder apabila areal fokal kortika
yang peka.

Pengkajian sistem sensori ;


Dapat terjadi hemihipestesi. Pada pasien terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepesi fisual karena gangguan jara
sensori primer diantara mata dan kortek fisual.
Gangguan hubungan fisual spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih
objek dengan area spasial ) sering terlihat pada klien hemiplagia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karene ketidakmampuan
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Kehilangan sensori stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau
mungkin lebih berat, dengan kehilangn propriosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimuli fisuan, taktil dan audiotorius).
B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi,

ketidakmampuan

mengkomunikasikan

kebutuhan,

dan

ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan


kontrol motorik dan postural. Kadang control sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini dilakukan katerisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
B5 (Bowel)

Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual


muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.
Adanya inkontinensia alvi Yng berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
B6 (Bone)
Stroke merupakan penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan control
volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor volunteer pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas
pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang
berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/hemiplegic, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
2.6

Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan laboratorium :

pemeriksaan pungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal dan


biasanya ada trombosis, emboli cerebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan
cairan

yang

mengandung

darah

menunukkan

adanya

hemoragic

subarachnoid atau perdarahan intrakranial. Kadar protein total meninggkat


pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi

pemeriksaan darah rutin

pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.


Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali

pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

b) Pemeriksaan radiology :
-

Angiografi cerebral : membantu menentukan penyebab srtoke secara


spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau
ruptur

CT Scan : Menunjukkan secara spesifik letak dari edema hematoma,


iskemia dan adanya infark.

MRI (Magnetic Imaging Resonance) : menunjukkan daerah yang


mengalami infark, hemoragic, mal formasi arteriovena (MAV) atau
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.

Ultrasonografi Dopler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah


sistem arteri karotis, arteriosklerotik)

EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan


mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik

Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal


daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombisis serebral, klasifikasi partial dinding aneurisma pada
perdarahan subarachnoid.

2.7

Teraphy atau Tindakan Penanganan

Terapy Farmakologi
Anti koagulasi dapat diberikan pada stroke nonhemoragic, meskipun heparinisasi
pada pasien dengan stroke iskemik akut mempunyai potensi untuk menyebabkan
komplikasi hemoragic. Heparinoid dengan berat molekul rendah (HBMR)
menawarkan alternatif pada penggunaan heparin dan dapat menurunkan
kecendrungan perdarahan pada penggunaannya. HBMR ini masi dalam tahap
percobaan, tetapi uji klinik sangat baik dan cukup memberi harapan. Heparinoids
harus diberikan dalam 24 jam sejak awitan gejala-gejala dan diberikan secara
intravena, seperti halnya pemberian heparin. Obat ini memberikan efek anti
trombotik, namun menyebabkan perubahan yang tidak signifikan dalam masa
protrombin pasien serta masa tromboplastin parsial.

Intervensi Pembedahan
Episode iskemik transien sering dipandang sebagai peringatan bahaya stroke
karena oklusi pembuluh darah. Sebagian pasien dengan panyakit aterosklerosis
pembuluh ekatrakranial atau intrakranial dapat menjadi calon yang akan
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

mengalami pembedahan. Endarterektomi dapat memberikan keuntungan pada


pasien dengan penyempitan pembuluh.
Pembedahan

bypass

kranial

mencakup

pembentukan

anastomosis

arteri

ekstrakranial yang memperdarahi kulit kepala ke arteri intrakranial distal ke


tempat yang tersumbat. Prosedur ini sering dilakukan bila keterlibatan intrakranial
adalah anastomosis arteri temporalis superior ke arteri serebral mediana (STAMCA). Sehungga terbentuk kolateral ke area otak yang diperdarahi oleh arteri
serebra mediana. Banyak tindakan anastomosis STA-MCA dilakukan dengan
harapan dapat mencegah stroke dimasa mendatang pada orang-orang dengan
iskemia serebral fokal umilateral yang menunjukkan TIA.
2.8

Manajemen Emergency Stroke Akut di UGD

Tindakan Medis Di Instalasi Gawat Darurat


Perbaikan jalan nafas, proteksi terhadap risiko gagal nafas, oksigenasi, serta
perbaikan fungsi sirkulasi harus sudah diberikan pada penanganan pra-rumah sakit
baik oleh dokter maupun paramedis yang menanganinya pertama kali.
Antitrombotik atau antikoagulan antikoagulan tidak boleh diberikan sebelum
pemeriksaan CT Scan atau MRI kepala untuk memastikan diagnosis patologis
strokenya. Obat-obat anti hipertensi hanya diberikan jika tekanan darah lebih dari
220/120 mmHg, khususnya pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda gagal
jantung atau iskemia miokard.

Triase, Stabilisasi Dan Evaluasi


Di UGD, evaluasi harus segera dilakukan secara simultan oleh dokter spesialis
saraf dan dokter instalasi gawat darurat. Assessment tersebut meliputi fungsi
neurologis dan fungsi vital yang dilaksanakan bersama tindakan kedaruratan
sesuai kondisi pasien saat itu sebagai basic life support.
Manajemen kedaruratan pasien stroke akut meliputi tiga proses secara paralel,
yaitu;
1) Manajemen

terhadap

kondisi mengancam

yang

dapat

menyebabkan

perburukan maupun komplikasi pada fase akut,


2) Evaluasi medik maupun neurologik dengan peralatan pencitraan terkini, dan
3) Manajemen terhadap strokenya dengan pemberian terapi primer.
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

Pemeriksaan awal yang harus dilakukan di ruang gawat darurat adalah


pemeriksaan fungsi pernafasan, tekanan darah, fungsi jantung, dan analisis gas
darah. Secara simultan dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan darah
rutin, kimia darah, pemeriksaan koagulasi darah serta fungsi hematologi lain;
bersamaan dengan tindakan tersebut dipasang jalur intravena dengan cairan
elektrolit standar hingga diganti dengan cairan lainnya sesuai hasil pemeriksaan
kimia darah; selanjutnya dilakukan pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG).
Segera dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI untuk memastikan
diagnosis

patologisnya.

Pemberian

antitrombotik

dilakukan

dengan

mempertimbangkan beberapa fungsi koagulasi, jika akan diberi antikoagulan oral,


harus didahului pemeriksaan International Normalized Ratio (INR).

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

Ringkasan Jurnal
Latar belakang:
Stroke merupakan isu global yang meningkat yang menempati kasus terbanyak dalam
masyarakat dan unit pelayanan kesehatan. Bagian terpenting dari managemen stroke
akut dan pengurangan stroke yang mengancam jiwa adalah untuk mencegah komplikasi
yang ditimbulkan pada 24-48 jam pertama. Waktu yang dihabiskan cukup panjang
selama berada di unit gawat darurat mengindikasikan

bahwa banyak aspek dari

managemen stroke merupakan tanggungjawab dari perawat emergensi.


Tujuan:
Tujuan dari makalah ini adalah untuk: 1) menguji fakta-fakta yang berkaitan dalam
perawatan stroke akut, 2) mengidentifikasi elemen berbasis fakta dalam perawatan
kegawatdaruratan stroke, 3) menggunakan perawatan kegawatdaruratan stroke berbasis
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

bukti yang direkomendasikan untuk mengembangkan suatu pedoman untuk


managemen perawatan kegawatdaruratan stroke akut.
Hasil: pemberian perawatan pada stroke akut haruslah berfokus pada pengambilan
keputusan triage yang optimal, surveilans fisiologi, managemen cairan dan perujukan
cepat ke spesialis.
Simpulan:
Pedoman dalam perawatan kegawatdaruratan pasien dengan stroke akut akan
meningkat, dan sangatlah penting agar perawat emergensi melaksanakan perawatan
berbasis fakta dengan tujuan untuk meningkatkan harapan pasien. Pedoman dan alat
pendukung keputusan untuk digunakan dalam perawatan emergensi haruslah
dilaksanakan dan memiliki perlengkapan klinis level tinggi untuk hasil yang maksimum
dalam lingkungan klinis yang sibuk.
Pendahuluan :
Stroke merupakan isu global yang meningkat yang menempati kasus terbanyak
dalam masyarakat dan unit pelayanan kesehatan. Angka kejadian stroke semakin
meningkat akibat dari peningkatan jumlah usia tua dan peningkatan harapan hidup.
Data stroke dunia menunjukkan bahwa 15 juta orang mampu bertahan dari stroke setiap
tahunnya, 5 juta orang meninggal dan 5 juta orang hidup dengan cacat permanen.
Perkembangan penyakit ini di perkirakan meningkat dari 38 juta orang pada tahun 1990
menjadi 61 juta orang pada tahun 2020
Setiap tahun, 48 ribu penduduk Australia mengalami stroke dan 9 ribu lainnya
meninggal dalam kurun waktu 1 bulan setelah stroke. Disamping itu sepertiga pasien
dengan stroke meninggal dalam kurun waktu 12 bulan dan pada 10 tahun berikutnya
lebih dari setengah juta orang di Australia akan terkena stroke, di mana 70% akan
mengalami serangan pertama stroke dan 30% akan mengalami serangan stroke lainnya
dalam waktu 1 tahun sebagai tambahan, stroke merupakan penyebab utama dari
kecacatan dan masalah kesehatan di Australia. Pemberian trombolisis akan bermanfaat
pada pasien dengan stroke iskemik akut ketika digunakan dalam kurun waktu 3 jam
dari awitan gejala dan penelitian terbaru menyarankan agar digunakan dalam kurun
waktu 4,5 jam setelah awitan gejala.
Kapasitas untuk merawat sroke iskemik akut lebih besar berada di rumah sakit
katagori A (akses segera untuk CT scan, akses HDU dan bedah saraf yang siap sedia
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

dan lokasi geografis unit stroke) . yang memiliki rasio 6% jika dibandingkan rumah
sakit kategori B( akses cepat, CT scan, akses HDU, lokasi geografis unit stroke tetapi
tanpa bedah saraf yang siap sedia) sebagai tambahan, manajemen dari tim spesialis
multidisiplin merupakan faktor kunci dalam meningkatkan harapan hidup untuk pasien
dengan stroke akut. Meskipun demikian, telah diketahui bahwa pasien yang
mendapatkan perawatan di unit stroke memiliki tingkat mortalitas yang lebih rendah
dan sebagian besar hidup tanpa perlu bantuan, 41% dari rumah sakit yang telah di
survey tidak memliki unti stroke khusus Di UGD pasien akan mengalami kesulitan dan
keterlambatan untuk mendapatkan izin rawat inap dan lamanya perawatan di UGD
merupakan kunci yang mempengaruhi lamanya pasien untuk dilakukan rawat inap
Bagian yang terpenting dari manajemen stroke akut dan pengurangan kematian akibat
stroke adalah mencegah komplikasi yang timbul selama 24-48 jam.
Sebuah pedoman untuk manajemen perawatan emergency stroke pertama kali
dikembangkan pada bulan juni tahun 2007 dan kemudian di revisi pada bulan januari
2009. Perkembangan awal pedoman di buat sebagai respon dari 3 faktor utama i)
jumlah dari pasien dengan stroke akut semakin meningkat sehingga stroke akan
menjadi kasus yang lebih banyak ditemukan di ugd, ii) adanya berbagai observasi
terhadap variabel manajemen stroke di UGD TNH dan iii) manajemen perawatan
emergency stroke akut yang berbasis fakta merupakan satu cara untuk menunjukkan
beberapa keterbatasan dari perawatan stroke yang terorganisasi.
KONTEKS LOKAL
Di Northen health perawatan stroke akut dilayani di The Northen Hospital
dengan fasilitas 300 tempat tidur dengan rumah sakit katagori B. Ini berarti The
Northen Hospital (TNH) memilliki akses cepat untuk CT SCAN, akses HDU, lokasi
geografis unit stroke tetapi tanpa bedah saraf yang siap sedia Dewasa ini pemberian
trombolisis tidak dianjurkan sebagai pengobatan stroke iskemik akut karena
keterbatasan infrastruktur organisasi, keterbatasan kemampuan neuro-imaging spesialis,
keterbatasan fasilitas yang diberikan oleh unit keperawatan kritis, rendahnya
kemampuan dalam unit perawatan stroke dan tidak adanya perawat spesialis yang
menangani stroke.
REVIEW PEDOMAN TERKINI

Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

Terdapat berbagai macam pedoman yang digunakan dalam manajemen stroke


akut. Kebanyakan keperawatan stroke akut diarahkan pada UGD khususnya neuroimaging dan pengkajian untuk diberikan trombolisis namun demikian sangat diperlukan
manajemen untuk perawatan stroke akut secara langsung yang sesuai diterapkan
diruangan UGD harus didiskuasikan lebih lanjut. Panduan tersebut meliputi evaluasi
kembali berdasarkan fakta-fakta yang dilakukan sekurangnya 10 tahun
TRIAGE
Triage adalah titik di mana perawatan darurat dimulai dan keputusan triage
adalah kunci determinan lintasan perawatan untuk pasien dengan stroke akut aktual
atau potensial. Prioritas utama triage UGD adalah untuk memfasilitasi penilaian cepat
dan identifikasi pasien yang mungkin memenuhi untuk trombolisis atau transfer
trombolisis. Tidak ada rekomendasi khusus tentang triage UGD pasien dengan stroke
akut aktual atau potensial. Asosiasi jantung Amerika/ Pedoman Asosiasi Stroke
Amerika (2007) merekomendasikan bahwa pasien dengan stroke akut dicurigai harus
ditriage dengan prioritas yang sama seperti pasien dengan infark miokard akut atau
trauma serius, terlepas dari defisit tingkat keparahan.

EVALUASI SEGERA
Royal College dari physicians menyatakan pencitraan harus dilaksanakan dalam
waktu 24 jam dari gejala awal tapi harus segera dilaksanakan jika pasien: i) mengalami
antikoagulasi atau memiliki kecenderungan pendarahan yang diketahui, ii) memiliki
penurunan tingkat kesadaran, iii) memiliki variabel atau, gejala progresif leher pegal,
demam atau sakit kepala parah atau iv) jika trombolisis atau anticoagulasi awal adalah
pilihan pengobatan. Pengamatan praktek yang biasa dilakukan di TNH menyarankan
agar dilakukan CT scan segera saat perawatan di UGD bagi mayoritas pasien dengan
stroke.
PENGKAJIAN AWAL
Perawat emergency memainkan peran yang sangat penting dalam menurunkan
kematian akibat stroke dengan cara mencegah komplikasi pertama 24-48 jam setelah
terjadi serangan stroke. Pada initial assement di semua UGD pasien datang dengan
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

mengutamakan pemeriksaaan dari ABCD. Pengkajian pada pernafasaan sangat khas


meliputi pengkajian pada respirasi, kemampuan bernafas, saturasi oksigen, auskultasi
nada.
Pengkajian pada sirkulasi meliputi pengkajian nadi, tekanan darah, ritme
jantung menggunakan monitor jantung dan ECG. ECG abnormal memperlihatkan
diatas 60% menderita serebral infack dan 50% pasien menderita intra cerebral
haemoragic. Perubahan ECG seperti inverse gelombang T dapat terjadi pada 75%
pasien dengan akut stroke dan aritmia jantung dapat terjadi karena peningkatan respon
simpatis ,penurunan respon parasimpatis, dan pengeluaran katekolamin.
Hipertermi pada fase awal stroke akut meningkatkan kematian dan luas infark
sehingga pemantauan temperature dan menejemen secara aktif hipertermi yang terjadi
sangat penting dalam perawatan gawat darurat stroke.
Pengontrolan gliserin merupakan aspek penting dalam manajeman penyakit
yang serius. Kadar glukosa darah menunjukan aktual atau stroke potensial. Pertama, hal
yang sangat penting dalam mengatasi hipoglikemi adalah penanganan yang lebih
mudah mengetahui gejala dan tanda terjadi stroke. Kedua, diabetes merupakan factor
signifikan yang dapat meningkatkan terjadinya stroke dan beberapa pasien dengan
diabetes tipe II sulit untuk terdiagnosa. Ketiga hiperglikemi menyebabkan peningkatan
meluasnya infark cerebral dan memperburuk keadaan pasien. Kadar gula darah yang
melebihi 8 mmol/L diprediksikan sebagai pendukung kematian pada stroke, selain
dipengaruhi oleh usia, keperahan stroke dan jenis troke yang dialami. Stroke yang
disertai hiperglikemi menyebabkan penurunan fungsi sehingga pemantauan glukosa
darah dan menejemen aktif hiperglikemi di UGD memberikan hasil yang signifikan.
PENGKAJIAN UNIT STROKE
Faktor kunci dalam manajemen UGD. Stroke akut adalah rujukan pasien ke unit
stroke dan staf kesehatan. Perawatan stroke akut harus disediakan oleh unit stroke yang
dipimpin oleh seorang dokter dan didukung oleh sebuah tim. Terdapat bukti yang
sangat kuat yaitu perawatan stroke dalam sebuah unit stroke yang terorganisasi
meningkatkan hasil yang baik pada pasien. Bagaimanapun juga tantangan untuk UGD
adalah untuk mereplikasi perawatan pasien ini ketika ada keterbatasan dalam
menangani pasien di RS.

Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

Rujukan staf kesehatan untuk penilaian kemampuan menelan, hidrasi dan nutrisi
dan mobilitas penting dalam 24-48 jam pertama stroke akut. Dysphagia terjadi pada
lebih dari 50% pasien dengan stroke akut dan berhubungan dengan komplikasi seperti
aspirasi, pneumonia, dehidrasi dan malnutrisi. Pengawasan dysphagia oleh staf terlatih
pada 24 jam pertama harus dilakukan sebelum pasien diberikan makanan atau cairan.
Pasien yang gagal harus dirujuk ke pathologist untuk penanganan yang komperehensif,
jadi rujukan UGD ke pathologist adalah komponen kunci dalam perawatan stroke pada
pasien yang mengalami keterlambatan transfer pada unit stroke.
Penilaian ahli gizi pada hidrasi dan malnutrisi adalah komponen penting pada
perawatan stroke akut. Dehidrasi sangat umum setelah stroke dikarenakan nihilnya
status oral sampai penilaian menelan selesai, kelainan menelan dan kurangnya status
nutrisional pada pasien stroke berkaitan erat dengan naiknya angka kematian. Dehidrasi
dan malnutrisi berhubungan dengan buruknya outcome pasien dengan stroke akut.
Semua pasien stroke akut diawasi status nutrisii dan pasien dengan resiko malnutrisi
(termasuk dysphagia) harus ditangani oleh ahli gizi dalam 48 jam untuk perencanaan
manajemen. Walaupun jarang beberapa pasien dalam UGD selama 48 jam jadi rujukan
ahli gizi mungkin menjadi bagian dari kedaruratan keperawatan. Lebih dalam lagi
mungkin juga diperlukan prioritas bagi pasien dengan resiko tinggi dehidrasi atau
malnutrisi dan juga rujukan lebih awal pada ahli gizi pasien dengan dysphagia atau
masalah nutrisi. Rujukan staf kesehatan dari UGD sebagai bagian dari implementasi
petunjuk stroke, sebuah rujukan sistem elektronik diaktifkan pada semua komputer
UGD dan staf perawat diberikan petunjuk cara menggunakan.
Kebanyakan pasien dengan sindrom akut menghabiskan banyak waktu di
tempat tidur dan kebenaran ini juga berlaku di UGD. Di atas 50% pasien meninggal
pada 30 hari pertama setelah terjadi stroke iskemik yang merupakan komplikasi selama
imobilisasi dan lebih dari 62% komplikasi terjadi pada minggu pertama. Mobilisasi
segera (kurang dari 24 jam) dapat mencegah komplikasi yang berhubungan
dengan imobilitas (thrombosis vena, kontraktur dan trauma tekan) sehingga
menjadi peran UGD untuk mengkonsultasikan pasien dengan fisioterapi untuk
pasien dengan keterlambatan transfer menuju stroke unit.
Mobilisasi dini dapat memberikan hasil kesehatan yang positif pada pasien
dengan

stroke

menguntungkan,

akut.

Dalam

mobilisasi

hal

dini

ini

dapat

menurunkan

memberikan
resiko

fungsi

yang

komplikasi

yang

Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

berhubungan dengan imobilitas seperti pneumonia, thrombosis vena dalam,


emboli paru dan ulkus. Selain itu imobilisasi dini setelah stroke menurunkan
angka kematian dan angka kesakitan yang berhubungan dengan stroke dan
memperbaiki pemulihan psikologi dengan penurunan angka depresi dan
kecemasan.
Meskipun panduan stroke diserahkan secara tepat pada fisiotherapi, namun
keefektifan mobilisasi pada pasien yang terserang stroke akut di UGD masih belum
diketahui secara pasti. Hasil dari studi multi centre, rehabilisasi dini pada stroke dapat
menunjukkan praktek mobilisasi di ruang UGD.
Inkontinensia urine atau fekal dapat terjadi pada stroke yang menyebabkan
kondisi yang buruk seperti kelemahan, kerusakan kognitif dan penurunan mobilitas.
Inkontinensia berhubungan dengan komplikasi stroke seperti depresi, dapat menjadi
fraktor pencetus yang merugikan seperti terjatuh, atau dapat memperpanjang proses
kesembuhan. Pengkajian yang akurat pada penyebab inkontinensia adalah memastikan
target vital yang mengalami kerusakan dan intervensi yang tepat. Walaupun pengkajian
sangat terbatas di UGD, penting untuk menghindari penggunaan kateter indwelling
pada pasien inkontinensia. 63% penggunaan cateter urin tidak tepat dilakukan di UGD
karena menyebabkan infeksi nosokomial dan sepsis. Perawat emergency memerlukan
pengertian yang tepat untuk mengganti pengguanaan kateter urin dan kesesuaian
intervensi.
PENCEGAHAN KOMPLIKASI
Pasien yang terserang stroke akut didukung oleh jumlah komplikasi dan
pencegahan komplikasi sebagai dasar penyembuhan stroke. Pada minggu pertama
serangan stroke akut merupakan pasien yang berisiko dengan thrombosis vena dalam
dan emboli pulmonal.resiko thrombosis vena dalam terjadi pada stroke sekitar 25-50%
dan pada emboli paru umumnya merupakan penyebab kematian ke 3 setelah stroke.
Factor resiko vena tromboemboli meliputi penurunan angka kesakitan, keparahan
stroke,umur,dehidrasi dan keterlambatan prophylaxis vena tromboemboli. Strategi
penjegahan vena tromboemboli terjadinya stroke meliputi mobilisasi dini,hidrasi yang
adekuat, penggunaan antitrombotic, dan pasien dengan stroke iskemic,, terapi anti
platelet dan beberapa organisasi mempunyai pengkajian resiko vena tromboemboli dan
program prophilaxis yang harus dilaksanakan di UGD untuk pasien dengan stroke akut
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

Manajemen Keperawatan Gawat Darurat Pada Stroke Akut


Definisi

Gejala-gejala neurologist yg berlangsung lebih lama dari 24jam, baik karena


penyumbatan arteri otak atau pendarahan ke dalam atau disekitar otak.
Triage
1. Stroke merupakan keadaan darurat medis
2. Pasien yang diduga atau stroke sebenarnya harus ATS triage untuk kategori 2
3. Menggunakan kriteria FAST untuk mengidentifikasi stroke.
Fascial weakness/ kelemahan wajah (apakah pasien bisa tersenyum), Arm
weakness/ kelemahan lengan (apakah pasien dapat mengangkat kedua tangan),
Speech difficulty/ kesulitan bicara (apakah pasien dapat berbicara dengan jelas &
mengerti apa yang Anda katakan) , Time to act/ waktu untuk bertindak (harus
dilihat <10 menit).
4. Pasien dengan gejala TIA berkepanjangan (> 60 menit) harus triage sebagai
stroke.
5. Menggunakan ABCD stratifikasi risiko untuk mengidentifikasi pasien dengan TIA
pada stroke risiko tinggi. Age/ Usia (> 60 yrs), Blood pressure/ tekanan darah
(SBP> 140 mmHg dan / atau DBP> 90 mmHg), Clinical Hx/ klinis HX (sepihak
kelemahan, pidato keterlibatan, Duration/ durasi (> 10 menit) / diabetes.
Pengkajian Awal
Airway/ Jalan Nafas :

Tingkat kesadaran

Tanpa ada cairan

Breathing/ Pernafasan

Frekuensi pernafasan

Upaya pernafasan

Oksigen tambahan jika SpO2 <92%.


Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

Auskultasi dada

Circulation/ Sirkulasi

Denyut jantung

Tekanan darah,

12 lead ECG, mempertimbangkan pemantauan jika aritmia jantung / EKG


kelainan,

IV kanula, mempertimbangkan jika tanda-tanda klinis dehidrasi / pemeliharaan


cairan jika nil secara lisan (mendiskusikan dengan staf medis)
Disability/ Ketidakmampuan

Pengamatan neurologis (GCS & pupils).

Kadar gula darah.


Lain-lain

Temperatur
Parameter

Airway/Breathing
-

Stridor/jalan nafas terganggu.

RR < 8 atau >30.

SpO2 < 90% dengan O2 > 10 ltr/menit.

Circulation
-

HR < 40 atau > 150.

Tekanan sistolik > 210 mmHg/<90 mmHg.

Tekanan diastolik > 120 mmHg.

Disability
-

GCS < 13 atau penurunan GCS > 2 poin.

Kejang.

BSL > 8 mmol/L


Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

Temperatur > 37,80C.


Perawatan Berkelanjutan

Disarankan:
Tanda-tanda vital (RR, HR, bp, sp02,

Rasional:
Hipoksia meningkatkan cedera otak, stroke

suhu) semua observasi per jam selama 4

akut hypertermia dalam meningkatkan risiko

jam dan 2 jam jika normal, laporan

hasil yang buruk, kematian dan infark

kelainan (lihat halaman 1), terus tanda-

ukuran, mengidentifikasi dan

tanda vital setiap jam jika normal

memperlakukan couses lain dari hipertension


(nyeri, muntah, kemih rentention)

Observasi Neurology
jam untuk 2 jam pertama
setiap jamnya untuk 2 jam berikut
empat jam selama 24 jam
jika terjadi penurunan GCS , observasi
neurologi dilakukan jam dan
memberitahukan staf medis
Tingkat gula darah
4 jam jika tidak ada diabetes
Laporkan jika ada ketidaknormalan
Manajemen cairan
Mempertahankan cairan IV jika tidak ada
asupan oral
Penanganan dehidrasi jika ada tanda klinis
bertujuan untuk mempertahankan

Hiperglikemia berhubungan dengan


peningkatan kematian dan penurunan
penurunan fungsi
Tingkat glukosa darah > 8 mmol/L diketahui
sebagai pencetus kematian
Kerusakan haemokonsentrasi mengganggu
aliran darah otak sehingga cairan yang
adekuat diperlukan untuk mencegah
dehidrasi

normovolaemia dan tidak terlalu terbebani


mempertahankan keseimbangan cairan
Vena- thrombosis- prophilaxis emboli
Kebijakan UGD/TNH

risiko DVT stroke 25-50%

Pengkajian tekanan dan prophilaxis


Kebijakan UGD/TNH

Risiko daerah tekanan meningkat akibat


Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

imobilisasi
Gangguan menelan dihubungkan dengan

Tanpa asupan oral


Pengkajian menelan

peningkatan kematian akibat stroke

Perawatan ekstremitas
mencegah subluksasi Bahu ( tidak menarik

Perawatan ekstremitas minimal dapat

bahu / mempertimbangkan kerah dan

mengakibatkan subuxation sendi, nyeri bahu,

manset )

penurunan fungsional

CT scan kepala
Memeriksa CT scan kepala sebelum
meninggalkan UGD
Aspirin
300mg oral/ NGT tanpa perdarahan
Mempertimbangkan clopidogrel jika alergi

Aspirin <48 jam setelah stroke akut


mengurangi kematian dini dan stroke

berulang
dengan aspirin
Pasien dengan stroke akut memiliki risiko signifikan ulkus tekan karena
meningkatnya usia, imobilitas, inkontinensia, status gizi yang buruk, kerusakan kognitif
dan diabetes. pencegahan ulkus tekan adalah komponen fundamental dari perawatan,
dan penilaian risiko ulkus tekan, pengawasan kulit, perubahan posisi yang sering, dan
penggunaan perangkat seperti kasur alternatif harus sudah menjadi bagian dari praktik
keperawatan darurat untuk pasien dengan gangguan mobilitas dan faktor-faktor risiko
lain. Pasien dengan stroke akut akan meningkatkan risiko jatuh karena masalah spasial,
gangguan mobilitas, kerusakan kognitif, inkontinensia dan dehidrasi. Perawatan
ekstremitas yang kurang pada pasien dengan stroke akut dapat mengakibatkan
subluksasi sendi, nyeri bahu, penurunan fungsional.
PERKEMBANGAN ALAT
Dalam

rangka

meningkatkan

manajemen

perawatan

darurat

stroke,

rekomendasi yang diuraikan dalam makalah ini dimasukkan ke dalam satu halaman
(double sided) ringkasan dokumen yang berjudul 'manajemen perawatan darurat akut
stroke'. pedoman ini dikembangkan pada Juni 2007 dan direvisi pada Januari 2009
dalam terang bukti-bukti baru dan tambahan referensi. Meskipun elemen dari pedoman
stroke mungkin tampak mencerminkan praktik keperawatan darurat biasa, penting
untuk mengenali tingkat tinggi sementara staf (kasual staf perawat, perawat dan
mahasiswa pascasarjana) yang menyediakan perawatan untuk pasien dengan stroke
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

akut dan bahwa pasien dengan stroke akut saat ini membuat sebagian kecil dari total
sensus pasien. Pedoman stroke ini ditujukan untuk membantu semua tingkat staf untuk
memberikan perawatan yang optimal untuk pasien dengan stroke akut.
Pedoman tersebut digunakan sebagai bukti legal dan bukti terbaik yang
tersedia untuk memandu pengambilan keputusan diruang triage. Rekomendasi
tentang penilaian
rekomendasi spesifik

awal didasarkan pada


yang

berhubungan

pendekatan survey
dengan parameter.

primer

dengan

Rekomendasi untuk

perawatan berkelanjutan difokuskan pada pemantauan fisiologis (tanda-tanda vital,


observasi neurologis dan

kontrol gylcaemic),

manajemen cairan,

manajemen

risiko (VTE, tekanan borok, menelan aman dan perawatan anggota tubuh).
Penerapan

pedoman ini

didukung

oleh tutorial

yang dilakukan

selama perawatan di-waktu pelayanan pendidikan dan dipromosikan oleh pemimpin


setempat.

Dalam prosem pemberian

3 minggu sampai
menghabiskan

semua staf
waktu di

pendidikan

perawat telah

diulangi selama

menghadiri.

Para

periode

peneliti juga

staf bidangklinis mengingatkan tentang pedoman

dan pedoman itu dimuat ke Pedoman Klinis ED intranet. Evaluasi efek dari panduan
ini dijelaskan di tempat lain.

KESIMPULAN
Peran perawat emergensi dalam perawatan stroke akan meningkat dan ini
penting bahwa perawatan darurat stroke berbasis fakta memberikan perawatan dalam
rangka untuk mengoptimalkan hasil pasien. Perawatan darurat pasien dengan stroke
akut adalah penting terlepas dari apakah pasien memenuhi syarat untuk trombolisis
dan berfungsi untuk memberi kekuasaan efek pengobatan rt-PA pada pasien yang
memenuhi kriteria inklusi tetapi juga akan mengoptimalkan hasil bagi pasien yang
tidak calon trombolisis. Pedoman dan alat-alat pendukung keputusan yang digunakan
dalam perawatan darurat harus praktis dan memiliki tingkat utilitas klinis untuk
penyerapan maksimal dalam lingkungan klinis yang sibuk.

3.2

Analisis Jurnal
Jurnal ini membahas mengenai pedoman dalam perawatan kegawatdaruratan
pasien dengan stroke akut berdasarkan fakta yang ada, dimana penelitian ini dilakukan
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

2 tempat yaitu di Northen hospital (TNH) dan Northern Health Clinical , pinggiran kota
Melbourne, hal tersebut dirasakan sesuai sebab Northen Health memiliki kapasitas 613
bed yang sesuai untuk perawatan penyakit akut, sub akut, dan rumah sakit ini tergolong
rumah sakit katagori B oleh National Stoke Audit. Selain itu juga memiliki fasilitas
CT scan yang cepat danlokasi yang strategis.
Dalam jurnal sangat jelas dipaparkan bagaimana pedoman yang digunakan dalam
memberikan tindakan darurat pada pasien stroke akut yang

secara

terperinci

setiap

bagian dari pedoman tersebut dijelaskan pada setiap paragraf jurnal. Namun, dari cara
penyajian tampak kurang optimal karena jurnal kurang menarik bila ditampilkan dalam
bentuk narasi
Kelebihan jurnal ini adalah mampu memberikan gambaran tentang segala
tindakan yang dilakukan bila menghadapi pasien dengan stroke akut dari pre hospital
hingga sampai di rumah sakit Ada tujuh tahapan terapi stroke akut, tahapan tersebut
meliputi: pengenalan gejala dan tanda-tanda stroke oleh penderita, keluarga atau orang
di sekitar penderita, sistem komunikasi yang baik antara masyarakat dan rumah sakit
dan fasilitas pengiriman penderita ke rumah sakit. Berdasarkan hasil penelitian
dinyatakan bahwa pelayanan ambulans darurat merupakan komponen paling signifikan
yang berhubungan dengan kecepatan penderita stroke tiba di rumah sakit. Yang tidak
kalah pentingnya adalah bagian triage dari instalasi rawat darurat, yang harus segera
melakukan evaluasi penderita, termasuk pemeriksaan CT-scan kepala, penentuan
diagnosis dan rencana penanganan, dan pengobatan umum termasuk tindakan bedah
bila diperlukan.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pedoman implementasi penangan stroke di
kanada yang berjudul A Resource for Implementation of Canadian Best Practice
Recommendations for Stroke Care yang menyatakan penanganan stroke paling efektif
dalam waktu 24-48 jam pertama selain itu juga diuraikan bahwa penemuan dan
penanganan sedini mungkin penderita di rumah (pra-rumah sakit) maupun di ruang
gawat darurat rumah sakit sebagai suatu sistem organisasi manajemen stroke yang
komprehensif sangat membutuhkan tindakan yang efektif dan efisien. Penegakan
diagnosis jenis patologis stroke dengan segera saat ini sangat mungkin karena adanya
dokter spesialis saraf maupun tersedianya layanan CT Scan, sehingga manajemennya
akan lebih cepat sesuai dengan jenis patologisnya, dan menghasilkan outcome yang
lebih baik. Asuhan medik dan asuhan keperawatan secara umum, pencegahan
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

komplikasi, dan fisioterapi lebih dini juga merupakan landasan utama manajemen
stroke secara komprehensif (The Canadian Stroke Stategy: 2009).
Pernyataan serupa diungkapkan oleh Setyopranoto, 2010 tentang Manajemen
umum Stroke di ruang rawat darurat dijelaskan bahwa perbaikan jalan nafas, proteksi
terhadap risiko gagal nafas, oksigenasi, serta perbaikan fungsi sirkulasi harus sudah
diberikan pada penanganan pra-rumah sakit baik oleh dokter maupun paramedis yang
menanganinya pertama kali. Antitrombotik atau antikoagulan tidak boleh diberikan
sebelum pemeriksaan CT Scan atau MRI kepala untuk memastikan diagnosis patologis
strokenya. Obat-obat anti hipertensi hanya diberikan jika tekanan darah lebih dari
220/120 mmHg, khususnya pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda gagal jantung
atau iskemia miokard
Dalam jurnal dipaparkan mengenai metode TRIAGE yang dilakukan sebelum
pengkajian awal, dengan menggunakan criteria FAST yaitu: Facial weakness, Arm
Weakness, Speech Dificulity, Time to Act dan menggunakan ABCD stratifikasi risiko
untuk mengidentifikasi pasien dengan TIA ( Age, Blood Pressure, Clinical Hx,
Duration ). Sementara berdasarkan hasil observasi dilapangan dalam pengkajian pasien
stroke menggunakan pengkajian awal yaitu ABCD ( Airway, Bhreating, Circulating.
and Disability), hal ini dirasakan tidak sejalan dengan yang dipaparkan pada jurnal.
Selain itu dilapangan juga ditemukan semua tindakan yang ada dilakukan secara
simultan dengan tindakan yang mengancam nyawa sebagai prioritas.
Selain itu dalam jurnal juga disebutkan bahwa penanganan yang harus
diperhatikan pada pasien dengan stroke akut meliputi balance cairan, pemantauan kadar
glukosa darah, serta pemberian antitrombotik. Sedangkan di lapangan tidak bisa
diberikan secara optimal karena banyaknya jumlah pasien yang ada pada triage. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena Rumah Sakit Sanglah merupakan rumah sakit rujukan
di seluruh Bali. Selain itu
3.3

Implikasi Keperawatan
Implikasi keperawatan yang dapat diambil dalam jurnal ini adalah diharapkan
dalam menangani pasien selama fase akut stoke di UGD, perawat emergency harus
mengetahui manajemen penanganan stroke akut dengan benar, sehingga dapat
memberikan perawatan dan penanganan awal yang optimal kepada pasien. Manajemen
tersebut meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi triage dengan menggunakan
metode FAST ( Facial weaknes, Arm weakness, Speech Difficulity, Time to act ),
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

melakukan initial assessment ABCD, perawatan berkelanjutan sperti TTV, observasi


neurology, pemantauan gula darah, manajemen cairan secara berkala. Selain itu perawat
juga diharapkan mampu menanggulangi factor risiko yang akan memperburuk kondisi
pasien seperti DVT ataupun luka tekan. Manajemen tersebut harus dikuasai oleh
perawat yang dilaksanakan secara simultan, komprehensif dan terintegrasi, sehingga
diharapkan

menurunkan

angka

kecacatan,

morbiditas,

dan

mortalitas

serta

meningkatkan kemadirian pasien jika pulang


Perawat memikili andil yang besar dalam pencegahan komplikasi dari stroke akut.
Adapun pemeriksaan umum selama fase akut dan deteksi klinis yang efektif sebelum
dirujuk ke rumah sakit akan memperbaiki prognosis pasien stroke akut. Manajemen di
tingkat pra rumah sakit, ruang rawat darurat dan pemberian terapi secara dini
mempunyai kontribusi besar terhadap keselamatan pasien. Saat ini sebagian besar
komplikasi stroke akut dapat segera diterapi karena kesiapan deteksi dan
pencegahannya; hal tersebut dapat terlaksana karena dedikasi dan profesionalisme
sumber daya manusia di semua tingkat pelayanan baik di masyarakat maupun rumah
sakit. Oleh karena itu sangat penting untuk perawat melakukan implementasi
berdasarkan fakta yang ada di lapangan, hal ini disebabkan oleh manajemen
penenganan stroke masing-masing pasien berbeda-beda tergantung dari kondisi ketika
pertama kali ditemukan.
BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
1)

Stroke adalah disfungsi neurologis yang memiliki awitan mendadak sebagai


akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai
dengan daerah otak yang terganggu.

2)

Penyebab stroke antara lain perdarahan serebri, pecahnya aneurisma dan penyebab
lain yang dapat menimbulkan infark/perdarahan). Selain itu ada beberapa faktor
risiko stroke yaitu usia, faktor resiko medis (hipertensi, penyakit kardiovaskuler,
kolesterol

tinggi,

obesitas,

peningkatan

hematokrit,

diabetes

melitus,

penyalahgunaan obat serta konsumsi alkohol.


3)

Klasifikasi stroke yaitu stroke iskemik (terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum) dan stroke hemoragik (apabila lesi
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

vascular intra sereberum mengalami rupture sehingga terjadi pendarahan ke dalam


ruang sub araknoid atau langsung ke jaringan otak).
4)

Gejala klinis stroke berupa defisit neurologik meliputi defisit lapang penglihatan,
defisit motorik, defisit sensori, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit
emosional.

5)

Pemeriksaan fisik pada pasien stroke dimulai dari keadaan umum hingga
pemeriksaan per sistem (B1/Breathing, B2/Blood, B3/Brain, B4/Bladder,
B5/Bowel dan B6/Bone.

6)

Pemeriksaan diagnostik pada pasien stroke meliputi pemeriksaan laboratorium


dan pemeriksaan radiology.

7)

Teraphy atau Tindakan Penanganan pada pasien stroke berupa terappi


farmakologis dan intervensi pembedahan.

8)

Manajemen penanganan stroke akut dengan benar harus bener-bener di kuasai,


sehingga dapat memberikan perawatan dan penanganan awal yang optimal kepada
pasien. Manajemen tersebut meliputi kemampuan untuk mengidentifikasi triage
dengan menggunakan metode FAST ( Facial weaknes, Arm weakness, Speech
Difficulity, Time to act ), melakukan initial assessment ABCD, perawatan
berkelanjutan sperti TTV, observasi neurology, pemantauan gula darah,
manajemen cairan secara berkala. Selain itu perawat juga diharapkan mampu
menanggulangi factor risiko yang akan memperburuk kondisi pasien seperti DVT
ataupun luka tekan.Peran perawat emergensi dalam perawatan stroke akan
meningkat dan ini penting bahwa perawatan darurat stroke berbasis fakta
memberikan perawatan dalam rangka untuk mengoptimalkan hasil pasien.
Perawatan darurat pasien dengan stroke akut adalah penting terlepas dari apakah
pasien memenuhi syarat untuk trombolisis dan berfungsi untuk memberi
kekuasaan efek pengobatan rt-PA pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi
tetapi juga akan mengoptimalkan hasil bagi pasien yang tidak calon trombolisis.
Pedoman dan alat-alat pendukung keputusan yang digunakan dalam perawatan
darurat harus praktis dan memiliki tingkat utilitas klinis untuk penyerapan
maksimal dalam lingkungan klinis yang sibuk. Selain itu, deteksi dini dan
tindakan cepat terhadap komplikasi neurologik merupakan salah satu faktor yang
akan meningkatkan survival pasien stroke. Tindakan tersebut membutuhkan
sarana prasarana medis yang lengkap, sumber daya manusia yang terlatih, serta
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

monitoring kondisi neurologik secara kontinyu baik di unit stroke, maupun di


ruang neurointensif.
4.2

Saran
1)

Perawat hendaknya berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk


memberikan penanganan emergency pada pasien stroke akut dengan tepat
sehingga meningkatkan harapan hidup pasien.

2)

Instalasi Gawat Darurat hendaknya dapat melakukan manajemen emergency yang


tepat sesuai pedoman dalam menangani pasien dengan stroke akut.

3)

Rumah sakit hendaknya mampu menyediakan fasilitas yang memadai sebagai alat
dalam melakukan pemeriksaan penunjang yang penting bagi perawatan pasien
stroke.

DAFTAR PUSTAKA
Ritarwan, Kiking. 2003. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke yang
Dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan. Available online
http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-kiking.pdf akses : 13 Februari 2012.
Setyopranoto, Ismail. 2010. Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UGM / Unit Stroke RSUP Dr
Sardjito. Available online
http://clinicalupdates2010.files.wordpress.com/2010/03/microsoft-word-materi-drismail.pdf akses : 13 Februari 2012.
McGillivray et all. Implementation of evidence into practice: Development of a tool to
improve emergency nursing care of acute stroke. Australasian Emergency Nursing
Journal (2009) 12, 110119.
The Canadian Stroke Strategy. 2009. A Guide to the Implementation of Stroke Unit Care.
Available online (http://strokebestpractices.ca/wp-content/uploads/2010/11/CSSStroke-Unit-Resource_EN-Final2-for-print.pdf). Akses: 12 februari 2012
Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Analisa Jurnal

Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996
Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan,
Jakarta, EGC, 1993
Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC ,2002
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000
Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996
Emergency Nurses Association. 2005. Emergency Care. USA. Elsevier

Kelompok E2 PSIK FK UNUD

Anda mungkin juga menyukai