Anda di halaman 1dari 10

EKSPRESI EMOSI

Mendeteksi Emosi
Setiap orang dapat berkomuikasi nonverbal sebaik berkomunikasi secara verbal. Banyak di
antara kita yang cukup baik dalam membaca isyarat non-verbal untuk menguraikan emosi
tersebut dalam film diam yang tua. Kita terutama baik dalam memdeteksi ancaman. Walaupun
ketika mendengarkan emosi yang disampaikan dalam bahasa yang berbeda, banyak orang yang
dapat mendeteksi kemarahan. (Scherer et al., 2001).
Pengalaman bisa membuat kita sensitive dengan berbagai jenis emosi, yang ditunjukkan
dengan percobaan menggunakan serangkaian wajah yang yang bermetamorfosis dari marah
hingga takut (atau sedih). Melihat berbagai jenis wajah tersebut, secara fisik anak-anak yang
dilecehkan lebih cepat melihat sinyal kemarahan dibandingkan anak-anak yang lain. Terlihat
wajah dengan 40% kemarahan an 60% ketakutan, mereka lebih mungkin merasakan kemarahan
sebagai ketakutan. Persepsi mereka menjadi lebih sensitif menyesuaikan dengan kemarahan yang
tidak dilewatkan oleh anak-anak yang tidak tersiksa.
Susah untuk mengontrol otot wajah menyatakan tanda emosi yang anda coba untuk
sembunyikan. Mengangkat hanya bagian dakam pada alis mata, yang beberapa orang lakukan
secara sadar, menyatakan sedih atau khawatir. Alis mata naik dan tertarik bersama menandakan
takut. Otot aktif di bawah mata dan pipi yang mengangkat menandakan senyum yang alami.
Otak kita merupakan detektor yang lebih menakjubkan tentang ekspresi halus. Walaupun
kemampuan otak kita mendeteksi emosi, kita mendapatkan kesulitan untuk mendeteksi ekpresi
yang menipu (Porter & ten Brinke, 2008). Orang-orang di seluruh dunia percaya salah satu tanda
kebohongan adalah mencegah tatapan seseorang (Bond et al., 2006). Selain itu, bertentangan
dengan klaim bahwa beberapa ahli bisa melihat kebohongan, penelitian yang ada mengindikasi
bahwa sebenarnya tidak ada satupun yang dapat mendapatkan kesempatan yang banyak (Bond &
DePaulo, 2008).
Beberapa dari kita, bagaimanapun, lebih sensitif daripada tanda fisik orang lain. Rosenthal
dan Hall melaporkan bahwa, memberikan irisan tipis, banyak orang yang lebij baik mendeteksi
emosi dibandingkan yang lain. Sikap tertutup (introvert) cenderung unggul dalam membaca

emosi orang lain, walaupun extraverts secara umum lebih muda untuk dibaca (Ambady et al.,
1995).
Gestur, ekspresi wajah, dan nada bicara, semuanya tidak ada pada basis komunikasi
komputer. Komunikasi e-mail terkadang termasuk emoticon samping, seperti ;-) untuk member
tahu kedip mata atau :-( untuk mengerutkan kening. Tetapi, pesan e-mail dan diskusi internet
sebaliknya kekurangan isyarat nonverbal untuk status, kepribadian, dan usia. Tidak ada satupun
yang tahu bagaimana wajah dan suara anda, atau apapun mengenai latar belakang anda, anda
hanya dinilai berdasarkan kata-kata anda.
Ketika pertemuan tatap muka pertama sahabat e-mail, orang sering terkejut dengan orang
yang mereka temui. Dalam komunikasi komputer juga mudah dalam salah membaca komunikasi
e-mail, ketika tidak adanya ekspresi emoticon yang dapat membuat emosi ambigu. Jadi bisa
absennya beberapa nuansa vocal oleh sinyal yang menjelaskan pernyataan itu serius, bercanda
atau sarkastis. Penelitian
oleh Justin Kruger dan rekan-rekannya (2005) menunjukkan bahwa komunikator sering berpikir
mereka "hanya bercanda" niat sama jelas, apakah e -mailed atau berbicara. Tapi mereka
umumnya menunjukkan egosentrisme dengan tidak meramalkan salah tafsir dalam ketiadaan
isyarat nonverbal.
Jenis Kelamin, Emosi, dan Kebiasaan NonVerbal
Dalam pikiran wanita, seperti yang banyak dipercaya, lebih superior daripada pria? Mari
dipertimbangkan: Ketika Jackie Larsen meninggalkan Grand Marais, Minesota, kelompok
berdoa gereja pada April 2001 pagi, dia bertemu Christoper Bono, seorang pemuda yang rapi dan
berperilaku baik. Mobil bono rusak, dan dia berkata dia mencari tumpangan untuk menemui
temannya di Thunder Bay. Ketika Bono akhirnya muncul di toko Larsen, dimana dia memiliki
janji untuk membantu membantu Bono menelepon temannya, ia merasa sakit pada perutnya.
Secara intuisi merasakan bahwa ada yang salah pada pemuda ini, dia menyadari bahwa mereka
berbicara diluar pada sisi jalan. Saya berkata, Saya seorang ibu, dan saya harus berbicara
padamu seperti seorang ibu. . . . Saya dapat melihat dari perilakumu bahwa kamu memiliki ibu
yang baik. Ketika disebutkan mengenai ibunya, Bono tertuju padanya. Saya tidak tahu dimana
ibu saya berada, katanya.

Ketika pembicaraan berakhir, Larsen mengajak Bono kembali ke gereja untuk bertemu
dengan pastor. Dia juga memanggil polisi dan menyugesti bahwa mereka dapat melacak jejak
ibunya. Mobilnya juga didaftarkan atas nama ibunya di southern Illinois. Ketika polisi datang ke
apartemennya, mereka menemukan darah berceceran dan Lucia Bono meninggal di dalam
bathub. Christopher Bono, 16, merupakan tersangka atas pembuhuhan pertamanya (Biggs,2001)
Apakah sebuah kebetulan ketika Larsen melihat sifat Bono yang tenang, adalah seorang
wanita? Beberapa psikologis mungkin berkata tidak. Pada analasisnya dari 125 data dari
sensitivitas untuk sifat nonverbal, Judith Hall (1984,1987) melihat bahwa, ketika diberikan
potongan kecil, wanita biasanya mengalahkan pria saat membaca emosi orang. Sensitivitas
nonverbal wanita juga memberikan mereka tepi di spot berbohong (DePaulo, 1994). Dan wanita
telah melampaui pria dalam penilaian sebuah hubungan pasangan pria-wanita apakah pasangan
yang romantic atau bukan, dan menilai yang mana dari dua orang dalam foto yang merupakan
supervisor lain. (Barnes & Sternberg, 1989)
Sensitivitas nonverbal wanita membantunya menjelaskan emosinya yang paling hebat.
Diundang oleh Lisa Feldman Barrett dan rekannya (2000) untuk mendeskripsikan apa perasaan
mereka pada situasi tertentu, pria mendisekripsikan reaksi emosi yang simple. Mungkin kamu
ingin mencoba pada dirimu sendiri: Tanya beberapa orang apa yang mereka rasakan ketikan
mengatakan selamat tinggal kepada temannya setelah kelulusan. Barret menyugesti bahwa kamu
lebih sering mendengan pria mengatakan, Saya akan merasa sedih, dan mendengar ekspresi
wanita dengan emosi yang lebih kompleks: Itu akan menjadi hal yang indah sekaligus pahit;
aku akan merasa senang dan sedih.
Kemampuan wanita untuk membaca emosi orang lain mungkin juga mengarah pada
respon emosi mereka yang hebat baik dalam situasi positif maupun negative (Grossman & Wood,
1993; Sprecher & Sedikides, 1993; Stoppard & Gruchy, 1993). Dalam penilitian 23,000 orang
dari 26 kultur disekeliling dunia, wanita lebih membuka perasaan mereka dibanding wanita
(Costa et al., 2001). Hal tersebut membantu presepsi kuat yang menyebutkan bahwa secara
emosional wanita lebih natural- sebuah presepsi yang diekspresikan oleh 100 persen dari orang
Amerika usia 18-29 tahun (Newport, 2001).

Satu pengecualian: Kemarahan menyerang sebagian orang sebagai emosi maskulin.


Tanya seseorang untuk membanyangkan wajah marah, lalu Tanya mereka: Jika pria, seperti yang
terlihat pada 3 dalam 4 mahasiswa Universitas Arizona State (Becker et al., 2007)? Peneliti juga
menemuka bahwa orang lebih cepat merasa marah pada wajah pria. Dan jika wajah aslinya
terlihat seperti marah, kebanyakan orang mempersepsikannya sebagai pria. Jika tersenyum, di
presepsikannya sebagai wanita.
Ketika survey,wanita tidak jauh berbeda dibanding pria untuk mendeskripsikan diri mereka
simpatik. Ketika anda punya empati, anda mengindentifikasi sesama dan membayangkan
bagaimana rasanya menjadi diri mereka. Anda gembira dengan mereka yang bergembira dan dan
menangis dengan mereka yang menangis. Pengukuran secara psikologi untuk empati, seperti
detak jantung seseorang ketika melihat kesedihan orang lain, memberitahukan bahwa
gender gap yang kecil ditemukan dalam survey
(Eisenberg&Lennon,1983).

Meskipun

demikian,

Wanita lebih mungkin untuk mengekspresikan empati


untuk menangis dan sedih saat melihat orang
mengalami kesedihan Ann Kring dan Albert Gordon
(1998) melihat perbedaan gender ini dalam sebuah
rekaman video yang memperlihatkan pelajar pria dan
wanita sedang menonton potongan film yang sedih
(Anak kecil dengan orang tua yang sudah meninggal),
gembira (Komedi slap-stick), menakutkan (seorang
pria hampir jatuh dari gedung yang tinggi). Seperti

Gambar 41.3 Gender dan keekspresifan.


Walaupun pelajar pria dan wanita tidak

gambar 41.3 jelaskan, reaksi dari wanita lebih

terlalu berbeda dalam emosi yang dilaporkan

terlihat dalam setiap tipe film. Wanita juga

secara pribadi atau respon secara psikologi

cenderung

saat menonton film yang emosional, wajah

untuk

mengalami

kejadian

yang

emosional (seperti melihat gambar mutilasi) lebih


dalam dengan aktivasi otak pada area yang sensitif

wanita jauh lebih menunjukkan


perasaan/emosi

untuk emosi- dan kemudian mengingat kejadian lebih baik pada 3 minggu kemudian.
Dalam penyelidikan selanjutnya dari gender dan ekpresi wajah, Harold Hill dan Alan
Johnston (2001) menganimasikan sebuah gambar dari beberapa kepala dengan ekspresi

(meyeringai,benturan kepala,alis mata yang dinaikkan) yang sudah secara digital diambil dari
wajah murid Universitas London ketika mereka membaca lelucon. Meskipun tidak memberikan
petunjuk secara anatomi untuk gendernya, peninjau dapat dengan sering mendeteksi gender dari
tanda ekpresi.

Culture and Emotional Expression


Arti dari gestur bervariasi sesuai dengan kebudayaan. Beberapa tahun lalu, psikologis Otto
Klineberg (1938) mengamati bahwa dalam kebudayaan China, orang orang bertepuk tangan
untuk menunjukkan rasa khawatir dan kecewa, tertawa hebat untuk menunjukkan kemarahan,
dan mengeluarkan lidah mereka untuk menujukkan keterkejutan. Dengan cara yang sama,.
acungan jempol dan perkataan Oke pada orang Amerika Utara dianggap sebagai penghinaan
dalam kebudayaan lain (Ketika mantan presiden Amerika Serikat Richard Nixon membuat tanda
tersebut di Brazil, dia tidak menyadari bahwa dia sedang memberikan hinaan yang kasar)
Pentingnya definisi kultural dari gestur didemonstrasikan pada 1968,

saat Korea Utara

mempublikasikan foto pekerja yang seharusnya bahagia dari kapal mata-mata Amerika Serikat.
Dalam foto itu, 3 orang mengangkat jari tengah mereka; mereka telah diberitahu
penawan/penyandera bahwa tanda itu berarti memberikan pesan semoga beruntung dalam
budaya Hawaii (Fleming & Scott, 1991)
Apakah ekspresi wajah juga mempunyai arti yang berbeda dalam setiap kebudayaan? Untuk
mengetahuinya, 2 tim investigasi yang di pimpin oleh Paul Ekman, Wallace Friesen, dan
lainnya (1975,1987,1994) dan yang lainnya dari Carroll Izard (1977,1994) menunjukkan
gambar dari bermacam-macam ekpresi wajah kepada orang di belahan bumi lain dan meminta
kepada mereka untuk menebak perasaan/emosi dari gambar tersebut. Anda bisa mencoba
pencocokan ini sendiri dengan memasangkan 6 emosi/perasaan dengan 6 wajah dari gambar 41.4
pada halaman selanjutnya.
Tanpa memperhatikan latar belakang kebudayaan anda, anda mungkin bisa melakukannya lebih
baik. Pengertian sebuah senyum adalah sama untuk setiap orang. Begitu pula dengan amarah,
dan untuk sedikit luas ekpresi dasar lainnya (Elfenbein & Ambady,1999). (Tidak ada budaya
dimana orang cemberut ketika mereka senang) Dengan begitu, sebuah penglihatan secara sekilas

pada ekpresi spontan dari kompetitor pada olimpiade judo memberikan petunjuk yang bagus
untuk menentukan pemenang, tidak peduli dari mana asal negara mereka (Matsumoto &
Willingham,2006).

Apakah orang-orang dari budaya yang berbeda berbagi kesamaan ini karena mereka
berbagi pengalaman, seperti film Amerika atau BBC dan siaran CNN? Sepertinya tidak. Ekman
dan timnya meminta orang-orang di New Guinea untuk menampilkan berbagai emosi dalam
menanggapi pernyataan seperti, "Berpura-pura anak Anda telah meninggal." Ketika para peneliti
menunjukkan kaset reaksi wajah masyarakat New Guinea untuk mahasiswa di Amerika Utara,
para siswa membacanya mudah.
Ekspresi wajah memang mengandung beberapa aksen nonverbal yang memberikan
petunjuk tentang budaya seseorang (Marsh et al., 2003). Jadi tidak mengherankan bahwa data
dari 182 studi menunjukkan sedikit peningkatan akurasi ketika orang menilai emosi dari budaya
mereka sendiri (Elfenbein & Ambady 2002, 2003a, b). Namun, tanda-tanda emosi umumnya
lintas budaya. Bahkan emosi display rules (seperti mengekspresikan emosi lebih ke rekan
anggota kelompok daripada orang luar) budaya dunia silang (Matsumoto et al., 2008).
Ekspresi wajah anak-anak, juga terlihat universal bahkan jika mereka adalah anak-anak
buta yang belum pernah melihat wajah (Eibl -Eibesfeldt, 1971). Orang buta sejak lahir secara
spontan menunjukkan ekspresi wajah umum yang terkait dengan emosi seperti sukacita, sedih,

takut, dan marah (Galati et al., 1997). Di seluruh dunia, anak-anak menangis ketika tertekan,
menggelengkan kepala mereka ketika menantang, dan tersenyum ketika mereka senang.
Penemuan bahwa otot-otot wajah berbicara bahasa universal tidak membuat terkejut
perintis peneliti emosi Charles Darwin (1809-1882). Ia berspekulasi bahwa pada zaman
prasejarah, sebelum nenek moyang kita berkomunikasi dengan kata-kata, kemampuan mereka
untuk menyampaikan ancaman, salam, dan pengajuan dengan ekspresi wajah membantu mereka
bertahan hidup. Ia percaya bahwa, semua manusia mengekspresikan emosi dasar dengan ekspresi
wajah yang sama. Mencibir, misalnya, mempertahankan unsur binatang memamerkan giginya
membentak. Ekspresi emosi dapat meningkatkan kelangsungan hidup kita dengan cara lain juga.
Kejutan menaikkan alis dan melebarkan mata, memungkinkan kita untuk menerima informasi
lebih lanjut. Bau menjijikkan merangsang hidung, menutup dari bau busuk.
Senyum juga, adalah fenomena sosial serta refleks emosional. Bowlers jarang tersenyum
ketika mereka mencetak pemogokan-mereka tersenyum ketika mereka berpaling untuk
menghadapi sahabat mereka (Jones et al, 1991; Kraut & Johnston, 1979). Bahkan pemenang
euforia medali emas Olimpiade biasanya tidak tersenyum ketika mereka sedang menunggu
upacara mereka tetapi melakukan saat berinteraksi dengan para pejabat dan menghadapi
kerumunan dan kamera (Fernndez -Dols & Ruiz -Belda, 1995). Sudah adaptif bagi kita untuk
menafsirkan wajah dalam konteks tertentu. Orang menilai wajah marah diatur dalam situasi
menakutkan seperti takut. Mereka menilai wajah menakutkan diatur dalam situasi menyakitkan
(Carroll & Russell, 1996). Sutradara film memanfaatkan fenomena ini dengan menciptakan
konteks dan soundtrack yang memperkuat persepsi kita tentang emosi tertentu
Meskipun budaya berbagi bahasa wajah universal untuk emosi dasar, mereka berbeda dalam
seberapa banyak emosi yang mereka mengekspresikan. Budaya yang mendorong individualitas,
seperti di Eropa Barat, Australia, Selandia Baru, dan Amerika Utara, menampilkan emosi yang
sebagian besar terlihat (van Hemert et al., 2007). Dalam budaya Cina, dimana mendorong orang
untuk menyesuaikan diri dengan orang lain, emosi pribadi kurang tampak ditampilkan (Tsai et
al., 2007). Di Jepang, di mana orang menyimpulkan emosi lebih dari konteks sekitarnya, dan di
mana mata menyampaikan emosi lebih dari mulut, yang begitu ekspresif di Amerika Utara
(Masuda et al, 2008; Yuki et al, 2007). Mata menyampaikan emosi dalam banyak cara. Ketika
seseorang mengajukan pertanyaan yang memerlukan beberapa pemikiran, Anda lebih mungkin

untuk melihat ke atas atau bawah? Di Jepang, orang-orang biasanya melihat ke bawah, yang
menampilkan menghormati orang lain. Kanada biasanya mencari (McCarthy et al., 2006).
Perbedaan budaya juga ada di dalam negara. Irlandia dan Irlandia-Amerika cenderung lebih
ekspresif dari Skandinavia dan mereka Skandinavia keturunan Amerika (Tsai & Chentsova Dutton, 2003). Dan yang mengingatkan kita pelajaran familiar: Seperti peristiwa psikologis yang
paling, emosi dipahami tidak hanya sebagai fenomena biologis dan kognitif, tetapi juga sebagai
fenomena social-budaya (Gambar 41.5)
Efek Ekspresi Wajah
Apakah ekspresi wajah kita
mempengaruhi perasaan kita?
Saat William james
berperang dengan perasaan
depresi dan kesedihan, dia
mulai mempercayai bahwa
kita dapat mengontrol emosi
dengan melalui pergerakan
keluar

(through

outward

movement) dari berbagai emosi yang ingin kita


rasakan. Untuk merasa gembira, dia menyarankan,
duduk dengan gembira, melihat sekitar dengan
gembira, dan bertindak dengan kegembiraan yang telah
ada disana.
Pembelajaran efek dari pengungkapan ekspresi wajah tepat seperti apa yang james telah
perkirakan. Ekspresi tidak hanya menyampaikan emosi, tetapi juga memperkuat dan
mengaturnya. Pada bukunya tahun 1872, The Expression of Emotion in Man and Animas,
Darwin berpendapat bahwa ekspresi bebas mengeluarkan tanda emosi yang memperkuatnya.
dia yang melakukan sikap kekerasan akan meningkatkan kemarahannya.
Apakah Darwin benar? Mari menguji hipotesis Darwin tersebut: lakukan kepalsuan
menyeringai. Lalu pandangan marah. Dapatkah kamu merasakan perbedaan smile theraphy?

peserta dengan berbagai pengalaman. Sebagai contohnya, James Laird dan teman temannya
(1974,1984,1989) dengan halus membujuk murid muridnya untu membuat ekspresi wajah
cemberut dengan meminta mereka untuk mengkontaksikan otot dan menarik alis mereka menjadi
satu. Hasilnya adalah murid muridnya melaporkan merasakan sedikit marah. Orang orang
diperintahkan untuk membentu wajah merea dengan cara yang mengekspresikan emosi juga
akan merasakan emosi tersebut. Contohnya, mereka melaporkan perasaan lebih takut dari pada
marah, muak, atau kesedihan ketika melakukan ekspresi ketakutan: naikkan alis,. Dan buka
mata lebar. Gerakan kepala ke belakang sehingga dagu naik, dan biarkan bibir relax dan terbuka
sedikit. Wajah nukan hanya penampil dari perasaan kita, wajah juga yang mempengaruhi
perasaan kita.
Dengan adanya emosi, facial feedback effect ini tajam dan dapat dideteksi. Murid-murid
di perintahkan untuk tersenyum merasakan perasaan yang lebih senang dan mengembalikan
ingatan perasaan lebih bahagian dibandingkan yang wajahnya mengkerut. Dengan mengaktifkan
otot dengan menahan pulpen menggunakan gigi sudah cukup untuk membuat gambar kartun
lebih menghibur. Tersenyum dengan hati tidak hanya dibuat ole mulut tetapi dengan menaikkan
pipi yang akan mengkerutkan mata meningkatkan perasaan positif terlebih lagi ketika kita berasi
pada sesuatu yang menyenangkan dan lucu (Soussignan,2001). Saat tersenyum kita bahkan akan
lebih cepat mengerti kalimat menyenangkan yang mendeskripsikan peristiwa bahagia (Havas et
al., 2007). Memandang dengan marah maka seluruh dunia akan terasa memandangmu dengan
marah pula.
Dua pembelajaran baru membuktikan daya dari facial feedback. Pada suatu saat, Tifanny
dan teman temannya (2006) menggunakan pensil pada bibir untuk menimbulkan kebahagiaan
saat orang melihat gambar dari wajah. Jika mereka telah melihat wajah warna hitam bukan
warna putih, mereka nantinya dengan implicite Attitude test, menunjukkan prasangka melawan
ras hitam. Perasaan baik telah tersebar melalui hubungan. Studi lain menggunakan injeksi botox
untuk menyamarkan frowning muscle dari 10 pasien depresi (finzi & wesserman,2006). 2 bulan
setelah perawatan, 9 dari 10 nonfrowning patient tidak lagi depresi.
Sara Snordgrass dan kawan-kawan (1986) mengobeservasi fenomena behaviour feeback.
Kita dapat menduplikasi pengalaman pastisipan : berjalan beberapa menit dengan menggunakan
langkah pendek,jalan menyeret, penggunaan tatapan sedih. Sekarang melangkah panjang, dengan

bahu mengayun dan mata melihat lurus kedepan. Dapatkah kamu merasa suasana hati berubah?
Dengan melalui gerakan akan membangunkan emosi.
Satu langkah kecil untuk lebih empati adalah dengan membiarkan wajah kita meniru
ekspresi orang lain (Vaughn & Lanzetta,1981). Bertindak seperti orang lain bertindak membantu
kita merasakan apa yang orang lain rasakan. Peniruan natural dari emosi orang lain membantu
menjelaskan mengapa emosi menular. (Dimberg et al., 2000, Neumann & Strack, 2000).

Anda mungkin juga menyukai