Anda di halaman 1dari 21

NASKAH UJIAN

I.

IDENTITAS PASIEN
Tn. K, laki-laki, 33

tahun, Islam, belum menikah, bekerja sebagai penjual

minyak tanah di Pekan Baru, pendidikan terakhir SMP, suku lampung, tinggal di
Gunung Sugih Lampung Tengah, masuk rumah sakit pada tanggal 26 Mei 2016
dengan nomor CM. 029XXX. Dilakukan pemeriksaan pada tanggal 30 Agustus
2016 pada pukul 11.00 WIB.
II.

PEMERIKSAAN PSIKIATRI
Dilakukan autoanamnesis dari pasien dan alloanamnesis dari kakak ipar korban
Tn.B usia 44 tahun, pendidikan terakhir SMA.
II.1 Keluhan Utama
Mengamuk sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
II.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli RSJ Provinsi Lampung diantar keluarga dengan
keluhan mengamuk sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, membakar
rumah, merusak barang, terkadang berbicara sendiri, sering melihat
bayangan wanita dan mendengar bisikan, dan sulit tidur.
Menurut keluarga pasien, pasien mengalami perubahan sikap sejak tahun
2010 saat bekerja di Pekan Baru. Pasien sering telanjang keluar rumah,
ngomong sendiri, mengamuk sehingga oleh kakak ipar pasien dibawa
kembali ke Lampung, dirumah pasien memukul ibunya, tiba-tiba mengejar
dan memukul setiap orang dilihatnya, sehingga pasien dibawa oleh
keluarganya ke Rumah Sakit Jiwa dan sempat dirawat inap beberapa bulan.
Menurut keluarga pasien, pasien mengalami perubahan perilaku setelah
pasien mengalami kecelakaan, mobil yang dikendarai pasien masuk kedalam
jurang di Pekan Baru mobil membawa minyak tanah, tetapi pasien tidak
mengalami luka serius. Menurut pasien sejak kecelakaan tersebut pasien
merasa semakin takut, pasien takut ditangkap oleh polisi, merasa teman
disekitar pasien ingin membunuh pasien, sering ngomong sendiri, jarang

tidur, tertawa sendiri, pasien juga sering mendengar suara perempuan dan
laki-laki yang membisiki pasien mengenai hal-hal baik dan buruk. Pasien
juga sering melihat bayangan seorang wanita berambut panjang yang
menyuruh pasien tidak keluar rumah dan melakukan hal-hal buruk.
Menurut keluarga pasien selama 6 tahun ini pasien sudah 3 kali dirawat inap
di Rumah sakit jiwa, pasien sempat diikat didapur selama 1 bulan, jarang
kontrol dan terakhir kontrol tanggal 19 januari 2016. Tanggal 26 Mei 2016
pasien dibawa oleh keluarganya ke poli untuk kontrol dikarenakan 3 hari
sebelumnya pasien kembali mengamuk, awalnya pasien sering melamun,
ngomong sendiri, memukul ibunya, lalu pasien mau membakar rumahnya,
tetapi apabila ditanya oleh keluarga alasannya pasien hanya diam saja sejak
saat itu pasien diikat dan 3 hari setelahnya pasien baru dibawa berobat ke
rumah sakit jiwa karena keluarga terkendala oleh biaya dan kendaraan.
Menurut pasien, pasien dibawa ke rumah sakit jiwa karena merasa dirinya
marah dan mengamuk. Pasien memecahkan jam dinding, memukul ibunya,
membakar gorden rumah, menurutnya pasien melakukan hal tersebut
dikarenakan pasien melihat bayangan perempuan yang mengganggunya,
bayangan perempuan itu menyentuh pasien, dan melarang pasien untuk
tidak pergi kemana-mana. Pasien juga merasa bahwa pasien dapat membaca
pikiran orang lain dan merasa bahwa seluruh masyarakat desa membenci
pasien beserta keluarganya.
II.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya
II.3.1 Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien memiliki gangguan jiwa sejak tahun 2010
II.3.2 Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Menurut keluarga pasien pasien sebelum sakit sering mengkonsumsi
alkohol dan ganja. Menurut pasien saat bekerja di Pekan Baru hampir
setiap hari pasien mengkonsumsi alkohol dan sering mengkonsumsi
pil inex, ganja, dan shabu sejak usia 15 tahun sampai usia 27 tahun,
pasien sempat berhenti mengkonsumsi obat-obatan tersebut selama

setahun, menurut pasien saat berhenti pasien tidak merasakan gejala


apapun.
II.3.3 Riwayat Penyakit Medis Umum
Menurut keluarga pasien, pasien sempat kecelakaan saat membawa
muatan minyak tanah di Pekan Baru mobil pasien masuk ke jurang,
tetapi pasien tidak mengalami luka-luka untuk hasil pemeriksaan
medis keluarga pasien tidak mengetahui. Pasien mengatakan menurut
hasil pemeriksaan medis, pasien tidak mengalami kelainan.
II.4 Riwayat Tumbuh Kembang
II.4.1 Periode Prenatal dan Perinatal (0-1 tahun)
Tidak didapatkan informasi
II.4.2 Periode Sebelum Masa Kanak (1-6tahun)
Tidak didapatkan informasi
II.4.3 Periode Masa Kanak awal - akhir (6-12 tahun)
Tidak didapatkan informasi
II.4.4 Periode Masa Remaja awal- akhir (12-18 tahun)
Menurut keluarga, pasien sering membantu orang tua bekerja sebagai
buruh. Pasien memiliki bebrapa teman akrab dan sering bermain
bersama teman-temannya.

II.5 Periode Dewasa


II.5.1 Riwayat Pendidikan
Pasien merupakan lulusan SMP, menempuh pendidikan SD dalam
kurun waktu 6 tahun dan SMP selama 3 tahun. Pasien selalu naik
kelas.
II.5.2 Riwayat Pekerjaan
Setelah umur 15 tahun sudah mulai bekerja untuk membantu orang
tua. Pasien mulai bekerja sebagai penjual minyak tanah di Pekan Baru
sebelum masuk rumah sakit.
II.5.3 Riwayat Hukum
Pasien tidak pernah terjerat masalah hukum.
II.5.4 Riwayat Perkawinan

Pasien belum menikah sampai sekarang.


II.5.5 Riwayat Kehidupan Beragama
Pasien beragama Islam, namun pasien tidak rutin melaksanakan
ibadah seperti sholat 5 waktu dan puasa.
II.5.6 Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak kesembilan dari sepuluh bersaudara. Pasien
tinggal bersam ibu kandung pasien, ayah pasien sudah meninggal. Di
dalam keluarga, tidak terdapat anggota keluarga yang memiliki
keluhan seperti yang dirasakan oleh pasien.
Skema pedigree

Keterangan:
= Laki-Laki
= perempuan
= meninggal dunia
= penyakit yang sama
= pasien
II.5.7 Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga
Pasien tinggal bersama ibu kandung. Biaya hidup ditanggung oleh kakakkakak pasien.
III. STATUS MENTAL
III.1 Deskripsi Umum
III.1.1 Penampilan
Seorang laki-laki sesuai dengan usia, berperawakan kurus, kesan gizi
cukup, terlihat rapi, memakai pakaian seragam RSJ Provinsi Lampung
berwarna biru, kulit sawo matang, kuku rapi, perawatan diri cukup.
III.1.2 Sikap terhadap pemeriksaan : kooperatif
III.1.3 Kesadaran: jernih (compos mentis)

III.1.4 Perilaku dan aktivitas psikomotor


Selama wawancara pasien dalam keadaan tenang, kontak mata baik,
sesekali

menggerakkan

kedua

matanya

untuk

melirik

orang

disekitarnya.
III.1.5 Pembicaraan
Spontan, lancar, intonasi normal, volume cukup , kualitas cukup,
artikulasi kurang jelas, kuantitas cukup, amplitudo baik.
III.1.6 Keadaan Afektif
a. Mood
: eutimia
b. Afek
: terbatas
c. Keserasian
: appropriate
III.1.7 Gangguan Persepsi :
a. Halusinasi
Riwayat halusinasi auditorik (pasien mendengar suara-suara, berupa
perintah), riwayat halusinasi taktil (pasien merasa tubuhnya disentuh
oleh wanita) dan halusinasi visual (pasien melihat sesosok wanita
berambut panjang ).
b. Ilusi
Tidak ada.
c. Derealisasi
Tidak ada.
d. Depersonalisasi
Tidak ada
III.1.8 Proses Berpikir :
1.
Arus pikiran :
a. Produktivitas
: Cukup, pasien membutuh waktu beberapa
untuk menjawab saat diajukan pertanyaan
b. Kontinuitas
: Koheren, mampu memberikan jawaban
sesuai pertanyaan.
c. Relevansi
: Relevan
d. Hendaya berbahasa
: Tidak ada
2. Isi pikiran
a. Waham
b. Obsesif
c. Kompulsif

: Ada, waham paranoid


: Tidak ada
: Tidak ada

III.1.9 Kesadaran dan Kognisi


a. Kesadaran: compos mentis
b. Orientasi (waktu, tempat, dan orang) : Baik
c. Daya ingat : Jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek, dan
d.
e.
f.
g.
h.

jangka segera baik.


Daya konsentrasi : baik
Kemampuan membaca dan menulis : baik
Kemampuan visuospasial : baik
Pikiran abstrak : kurang
Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan

: Sesuai

dengan taraf pendidikan pasien


III.1.10 Daya Nilai
a. Norma sosial
b. Uji daya nilai
c. Penilaian realitas

: baik
: kurang
: kurang

III.1.11 Tilikan
Tilikan 1 (satu). Penyangkalan total terhadap penyakitnya.
III.1.12 Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Status Internus
Keadaan

umum

baik.

Fungsi

pernafasan,

kardiovaskular,

dan

gastrointerstinal dalam batas normal.

B. Tanda-tanda vital
Tensi: 120/80 mmHg
Nadi :83 x/menit
RR
:18 x/menit
Suhu : 36,7C
C. Pemeriksaan Fisik
Mata
: Tidak ditemukan kelainan
Mulut
: adanya labioschisis sinistra
Hidung
: Tidak ditemukan kelainan
Telinga
: Tidak ditemukan kelainan
Paru
: Tidak ditemukan kelainan

Jantung

: Tidak ditemukan kelainan

Abdomen

: Tidak ditemukan kelainan

D. Status Neurologis

Sistem sensorik : dalam batas normal


Sistem motorik : dalam batas normal
Fungsi luhur
: dalam batas normal

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Telah dilakukan pemeriksaan terhadap Tn. K, laki-laki, 33 tahun, Islam, belum
menikah, bekerja sebagai penjual minyak tanah di Pekan Baru, pendidikan
terakhir SMP, suku Lampung, tinggal di Gunung Sugih Lampung Tengah,
masuk rumah sakit pada tanggal 26 Mei 2016 datang bersama, ibukandung,
kakak kandung dan kakak ipar pasien.
Menurut keluarga pasien, pasien mengalami perubahan sikap sejak tahun 2010
saat bekerja di Pekan Baru. Pasien sering telanjang keluar rumah, ngomong
sendiri, mengamuk sehingga oleh kakak ipar pasien dibawa kembali ke
Lampung, dirumah pasien memukul ibunya, tiba-tiba mengejar dan memukul
setiap orang dilihatnya, sehingga pasien dibawa oleh keluarganya ke Rumah
Sakit Jiwa dan sempat dirawat inap beberapa bulan. Menurut keluarga pasien,
pasien mengalami perubahan perilaku setelah pasien mengalami kecelakaan,
mobil yang dikendarai pasien masuk kedalam jurang di Pekan Baru mobil
membawa minyak tanah, tetapi pasien tidak mengalami luka serius. Menurut
pasien sejak kecelakaan tersebut pasien merasa semakin takut, pasien takut
ditangkap oleh polisi, merasa teman disekitar pasien ingin membunuh pasien,
sering ngomong sendiri, tertawa sendiri, pasien juga sering mendengar suara
perempuan dan laki-laki yang membisiki pasien mengenai hal-hal baik dan
buruk. Pasien juga sering melihat bayangan seorang wanita berambut panjang
yang menyuruh pasien tidak keluar rumah dan melakukan hal-hal buruk.

Menurut keluarga pasien selama 6 tahun ini pasien sudah 3 kali dirawat inap di
Rumah sakit jiwa, pasien sempat diikat didapur selama 1 bulan, jarang kontrol
dan terakhir kontrol tanggal 19 januari 2016. Tanggal 26 Mei 2016 pasien
dibawa oleh keluarganya ke poli untuk kontrol dikarenakan 3 hari sebelumnya
pasien kembali mengamuk, awalnya pasien sering melamun, ngomong sendiri,
memukul ibunya, lalu pasien mau membakar rumahnya, tetapi apabila ditanya
oleh keluarga alasannya pasien hanya diam saja sejak saat itu pasien diikat dan 3
hari setelahnya pasien baru dibawa berobat ke rumah sakit jiwa karena keluarga
terkendala oleh biaya dan kendaraan.
Menurut pasien, pasien dibawa ke rumah sakit jiwa karena merasa dirinya
marah dan mengamuk. Pasien memecahkan jam dinding, memukul ibunya,
membakar gorden rumah, menurutnya pasien melakukan hal tersebut
dikarenakan pasien melihat bayangan perempuan yang mengganggunya,
bayangan perempuan itu menyentuh pasien, dan melarang pasien untuk tidak
pergi kemana-mana. Pasien juga merasa bahwa pasien dapat membaca pikiran
orang lain dan merasa bahwa seluruh masyarakat desa membenci pasien beserta
keluarganya.

Selama wawancara pasien dalam keadaan tenang, kontak mata baik, sesekali
menggerakkan kedua matanya untuk melirik orang disekitarnya, Wawancara
secara spontan, lancar, intonasi normal, volume cukup, kualitas cukup, artikulasi
tidak jelas, kuantitas cukup, amplitudo baik. Didapatkan riwayat halusinasi
auditorik, riwayat halusinasi taktil dan halusinasi visual, isi piker terdapat
waham paranoid.
VI. FORMULASI DIAGNOSIS
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi dan isi pikir yang
bermakna serta menimbulkan suatu distress dan disability dalam pekerjaan dan
kehidupan sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini
mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan rekam

medis, tidak ditemukan riwayat trauma kepala, demam tinggi, kejang ataupun
kelainan organik. Ada riwayat penggunaan zat psikoaktif tetapi tidak ada
tampilan klinis putus zat. Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan
diagnosis gangguan mental organik (F.0) dan penggunaan zat psikoaktif
(F.1).
Pada pasien didapatkan riwayat waham paranoid. Selain itu ditemukan pula
gangguan persepsi berupa halusinasi visual, riwayat halusinasi taktil dan
auditorik. Pembicaraan dan perilaku pasien menjadi kacau. Pasien mengalami
gangguan jiwa sejak tahun 2010. Data ini menjadi dasar untuk mendiagnosis aksis
I skizofrenia paranoid (F.20.0).
Pasien menyelesaikan pendidikan hingga lulus SMP, tidak pernah tinggal kelas,
kemudian setelahnya tidak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar. Sehingga dapat disingkirkan kemungkinan aksis II
diagnosis retardasi mental (F70). Sedangkan jenis kepribadian pasien belum
dapat didiagnosis karena pemeriksa hanya bertemu dengan pasien sebanyak satu
kali.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan, sehingga tidak
mempengaruhi masalah kejiwaan pasien oleh karena itu untuk saat ini tidak ada
diagnosis pada Aksis III.
Pasien memiliki masalah dengan kehidupan pribadinya, pasien ingin berumah
tangga sebagai stresor pada Aksis IV.
Penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi dalam kehidupannya
menggunakan GAF (Global Assessment of Functioning) Scale. Menurut PPDGJ
III, pada aksis V didapatkan GAF saat dirawat (GAF current) adalah 60-51,
yaitu gejala sedang dan disabilitas sedang dalam menjalani aktivitas seharihari. GAF HLPY (Highest Level Past Year) dan pada saat wawancara dengan
kakak kandung pasien didapatkan skor GAF HLPY 70-61 (gejala minimal,
berfungsi baik) sebagai aksis V.
VII.

EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : Skizofrenia paranoid (F.20.0).

VIII.

Aksis II : Sampai saat ini tidak ada diagnosis


Aksis III : Sampai saat ini tidak ada diagnosis
Aksis IV: Masalah berkaitan dengan keinginannya berumah tangga
Aksis V : GAF 60 51 (current)
GAF 70-61 (HLPY)

DAFTAR PROBLEM
a. Organobiologik: Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang bermakna,
tetapi diduga terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter. Oleh karena itu
pasien memerlukan psikofarmakologi.
b. Psikologik: Ditemukan hendaya dalam menilai realita berupa halusinasi
c.

visual dan auditorik membutuhkan psikoterapi.


Psikoedukasi: Ditemukan adanya hendaya dalam pemahaman keluarga
terhadap keadaan pasien sehingga keluarga membutuhkan psikoedukasi.

IX.

PROGNOSIS
a. Quo ad vitam
b. Quo ad functionam
c. Quo ad sanationam

: Dubia ad bonam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam

X. RENCANA TERAPI
a.
Psikofarmaka :
Antipsikosis Generasi II (APG II) : Risperidone 2x 2 mg (dosis yang

biasa digunakan 2-6 mg per hari).


Jika timbul efek samping berupa gejala extrapiramidal dapat diberikan
Trihexypenidyl 2x2 mg (dosis awal 1-2 mg per hari dan ditingkatkan

b.

menjadi 2 mg per hari dengan selang waktu 3-5 hari )


Chlorpromazine 1 x 50 mg (malam hari K/P)
Psikoterapi
Ventilasi :
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan keluhan
dan isi hati serta pikiran sehingga mengurangi beban pasien.
Konseling:
Memberikan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya dan
memahami kondisinya lebih baik dan menganjurkan untuk berobat
teratur.

10

Sosioterapi:
Memberi penjelasan pada keluarga pasien dan orang sekitar pasien
untuk memberi dorongan dan menciptakan lingkungan yang
kondusif.

11

XI.

DISKUSI
1.

Apakah diagnosa pada kasus ini sudah tepat?


Diagnosa pada pasien ini sudah tepat, karena pada pasien ditemukan adanya
gangguan persepsi dan isi pikir yang bermakna serta menimbulkan suatu
distress (penderitaan) dan disability (hendaya) dalam pekerjaan dan
kehidupan sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini
mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan data-data yang didapat melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik tidak ditemukan riwayat trauma kepala, demam tinggi atau kejang
sebelumnya ataupun kelainan organik. Ada riwayat penggunaan zat
psikoaktif tetapi tidak ada riwayat tampilan putus zat. Hal ini dapat
menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis gangguan mental
organik (F0) dan penggunaan zat psikoaktif (F1).
Pada pasien didapatkan riwayat waham dikendalikan. Selain itu ditemukan
pula gangguan persepsi berupa halusinasi visual, riwayat halusinasi taktil
dan auditorik. Pembicaraan dan perilaku pasien menjadi kacau. Data ini
menjadi dasar untuk mendiagnosis aksis I skizofrenia paranoid (F.20.0).
Hal ini sesuai dengan pedoman diagnosis dalam PPDGJ III yang dapat
dijelaskan bahwa untuk menegakkan diagnosis skizofrenia harus ada
sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jalas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau jelas).1
1. Salah satu dari:
a. thought of echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
b.

walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau


thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

c.

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan


thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga

orang lain atau umum mengetahuinya;


2. Salah satu dari:
a. delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

12

b.

delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

c.

suatu kekuatan tertentu dari luar; atau


delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; atau (tentang dirinya :
secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke

d.

pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus;


delusional perception : pengalaman inderawi yang tak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik

atau mukjizat;
3. Halusinasi auditorik:
a. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

4.

b.

perilaku pasien, atau


Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara

c.

berbagai suara yang berbicara), atau


Jenis suara halusinasi lain yang berasala dari salah satu bagian

tubuh
Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).1

Atau paling sedikit dua gejala ini yang harus selalu ada secara jelas:
a.

Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila


disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau

b.

berbulan-bulan terus-menerus;
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang

c.

tidak relevan, atau neologisme;


Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
posisi

tubuh

tertentu

(posturing),

atau

fleksibilitas

cerea,

negativisme, mutisme, dan stupor;

13

d.

Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang


jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.1

Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal); Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatau, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.1
Kriteria diagnostik skizofrenia tipe paranoid:
a)

Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,


atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit,

b)

mendengung, atau bunyi tawa.


Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang

c)

menonjol.
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau
Passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam, adalah yang paling khas.1

Secara klasik, skizofrenia tipe paranoid ditandai terutama oleh adanya


waham kejar atau waham kebesaran. Pasien skizofrenik paranoid biasanya
lebih tua daripada pasien skizofrenik katatonik jika mereka mengalami
episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau
30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat membantu
mereka melewati penyakitnya. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan
regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional, dan
perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.2

14

Pasien skizofrenia paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati


dan tidak ramah. Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau agresif.
Pasien skizofrenia paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka
sendiri secara adekuat didalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak
terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.2
Pasien menyelesaikan pendidikan hingga lulus SMP, tidak pernah tinggal
kelas, kemudian setelahnya tidak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar. Sehingga dapat disingkirkan kemungkinan aksis
II diagnosis retardasi mental (F70). Sedangkan jenis kepribadian pasien
belum dapat didiagnosis karena pemeriksa hanya bertemu dengan pasien
sebanyak satu kali.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan riwayat penyakit
fisik. Oleh karena itu aksis III tidak ada diagnosis. Pasien memiliki
keinginan untuk berumah tangga merupakan masalah pada sebagai Aksis
IV.

Pada aksis V. Penilaian terhadap kemampuan pasien untuk berfungsi dalam


kehidupannya menggunakan GAF (Global Assessment of Functioning)
Scale. Menurut PPDGJ III, pada aksis V didapatkan GAF saat dirawat
(GAF current) adalah 60-51, yaitu gejala sedang dan disabilitas sedang
dalam menjalani aktivitas sehari-hari. GAF HLPY (Highest Level Past
Year) adalah 70-61 (gejala minimal, berfungsi baik) sebagai aksis V.
2.

Bagaimanakah pertimbangan untuk pemberian rencana terapi pada


pasien ini?
Pada pasien ini diberikan pengobatan berupa kombinasi Risperidone.
Risperidone termasuk antipsikotik turunan benzisoxazole. Risperidone
merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi

15

terhadap reseptor serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone


berikatan dengan reseptor 1-adrenergik. Risperidone tidak memiliki
afinitas terhadap reseptor kolinergik. Meskipun risperidone merupakan
antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia, hal
tersebut menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik dan induksi
katalepsi dibanding neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin
sentral yang seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya efek
samping ekstrapiramidal, dia memperluas aktivitas terapeutik terhadap
gejala negatif dan afektif dari skizofrenia.
Farmakokinetik
Risperidone diabsorpsi sempurna setelah pemberian oral, konsentrasi plasma
puncak dicapai setelah 1-2 jam. Absorpsi risperidone tidak dipengaruhi oleh
makanan. Hidroksilasi merupakan jalur metabolisme terpenting yang
mengubah risperidone menjadi 9-hidroxylrisperidone yang aktif.
Waktu paruh eliminasi dari fraksi antipsikotik yang aktif adalah 24 jam.
Studi risperidone dosis tunggal menunjukkan konsentrasi zat aktif dalam
plasma yang lebih tinggi dan eliminasi yang lebih lambat pada lanjut usia
dan pada pasien dengan gangguan ginjal. Konsentrasi plasma tetap normal
pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
Rencana terapi yang diberikan adalah risperidon 2 x 2 mg selama lima hari,
lalu dievaluasi setiap dua minggu mengenai kondisi pasien dan bila perlu
dinaikkan sampai dosis optimal. Alasan penggunaan risperidon pada pasien
ini adalah untuk mengobati gejala psikotik yang dialami oleh pasien pasien.
Risperidon memiliki efek samping yang kecil untuk terjadinya sindrom
ekstrapiramidal dan efek sedatif, juga tidak membuat perubahan fungsi
kognitif pada pasien, serta obat ini mudah didapat.
Berdasarkan buku ajar psikiatri FK UI, standar emas pengobatan skizofren
dengan menggunakan terapi APG II (antipsikotik atipikal) yang bermanfaat
baik untuk gejala positif dan gejala negatif dengan efek samping yang lebih

16

ringan serta dapat digunakan secara aman tanpa memerlukan pemantauan


jumlah sel darah putih setiap minggu.
Jika

selama

pengobatan

timbul

efek

samping

berupa

sindrom

ekstrapiramidal sebagai akibat dari pemberian obat antipsikotik walaupun


kemungkinannya

kecil

pada

risperidon,

maka

dapat

diberikan

antikoloinergik misalnya Trihexyphenidil dengan dosis pemberian 2 x 2 mg.


Akan tetapi, pada pasien ini tidak diberikan karena belum didapati adanya
keluhan sindrom ekstrapiramidal selama pasien menjalani pengobatan.
Chlorpromazine adalah golongan obat APG I yang memiliki efek sedatif,
sehingga penggunaan dalam dosis kecil diharapkan dapat mengurangi
keluhan sulit tidur yang dialami pasien.
Pada pasien juga perlu diberikan psikoterapi, karena pada pasien didapatkan
kurangnya perhatian keluarga terhadap pasien. Menurut penelitian
pengobatan hanya dengan obat tidak cukup untuk kesembuhan pasien, tetapi
harus juga diiringi dengan lingkungan keluarga yang mendukung dan sikap
pasien yang menderita. Pada pasien ini diperlukan dorongan dari keluarga
dan lingkungan untuk mendukung kesembuhan pasien. Kedua hal ini
penting untuk kualitas hidup pasien selanjutnya jika ingin hidupnya kembali
baik.
3.

Bagaimanakah hubungan fungsi keluarga dengan keluarga yang


memiliki gangguan mental dan emosional?
Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha
dalam memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya. Keluarga
selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental anggota
keluarga, juga dapat menjadi sumber problem bagi anggota keluarga yang
mengalami persoalan kejiwaan keluarganya.3
Berdasarkan penelitian dari bahan National Mental Health Assosiation
diperoleh bahwa banyak ketidakmengertian ataupun kesalahpahaman
keluarga mengenai gangguan jiwa, keluarga menganggap bahwa seseorang
yang mengalami gangguan jiwa tidak akan pernah sembuh lagi. Namun

17

faktanya, NHMA mengemukakan bahwa orang yang mengalami gangguan


jiwa dapat sembuh dan dapat mulai kembali melakukan aktivitasnya. 4
NMHA mengemukakan hal-hal yang perlu diketahui oleh keluarga agar
dapat menyikapi dan mengontrol emosi dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, yaitu :

Membangun harapan yang realistis dalam keluarga dan kepada


penderita gangguan jiwa sehingga keluarga memiliki kesabaran dan
tetap mendukung anggota keluarganya yang mengalami gangguan
jiwa.

Pendekatan secara spiritual membantu keluarga dalam menghadapi


penderita gangguan jiwa.

Mencari bantuan dari petugas kesehatan ataupun sumber media


lainnya dalam mendapatkan informasi yang benar tentang gangguan
jiwa.

Komunikasi sangat penting untuk membangun kepercayaan antara


keluarga dengan penderita gangguan jiwa. Komunikasi yang baik
secara tidak langsung dapat membuat penderita gangguan jiwa dapat
mengungkapkan perasaan yang dirasakannya dan kelurga diharapkan
mengerti bahwa kondisi yang mereka alami.4

Fungsi dasar keluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan anggota


keluarganya dan masyarakat yang lebih luas, meliputi :

Fungsi afektif adalah fungsi mempertahankan kepribadian dengan


memfasilitasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan
psikologis anggota keluarga, peran keluarga dilaksanakan dengan
baik dengan penuh kasih sayang.

Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialisasi primer anggota


keluarga yang bertujuan untuk menjadikan anggota keluarga yang
produktif dan memberikan status pada anggota keluarga, keluarga
tempat melaksanakan sosialisasi dan interakasi dengan anggotanya.

18

Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi


dan menjaga kelangsungan hidup keluarga, dan menambah sumber
daya manusia.

Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi


kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan untuk
meningkatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Fungsi perawatan mempertahankan keadaan kesehatan anggota


keluarga agar memiliki produktivitas yang tinggi, fungsi ini
dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.5

4.

Hubungan lingkungan sosial (masyarakat) terhadap kekambuhan pasien


skizofrenia?
Beberapa studi epidemiologi sosial yang menyebutkan jika dukunga
masyarakat dapat mengurangi efek stres, sehingga mengurangi insidensi
penyakit.

Dukungan

masyarakat

merupakan

salah

satu

sumber

penanggulangan terhadap stres yang penting, selain konstitusi, intelegensia,


sumber keuangan, agama, hobi dan cita-cita.2
Ketersediaan dukungan masyarakat berpengaruh positif pada sikap
seseorang terhadap perawatan kesehatan, membantu penyesuaian psikologis
terhadap penyakit, mencegah stres, dan bahkan meningkatkan angka
kelangsungan hidup. Dukungan masyarakat merupakan sebagai faktor yang
bermakna dalam menahan stress bagi pasien yang menderita gangguan jiwa
berat maupun bagi keluarga penderita gangguan jiwa. Adanya dukungan
masyarakat berkorelasi dengan penurunan perawatan ulang bagi penderita
gangguan jiwa berat.6
5.

Bagaimana menilai prognosis pasien ini?


Prognosis pada pasien adalah dubia ad malam karena dari hasil anamnesis,
gejala yang dialami pasien lebih mengarah ke prognosis buruk.
Untuk prognosis pasien sesuai dengan teori 2
1. Good Prognosis

19

No.
Keterangan
1. Onset lambat
2. Faktor pencetus jelas
3. Onset akut
Riwayat sosial dan pekerjaan pramorbid
4.
yang baik
5. Gangguan mood
6. Mempunyai pasangan
7. Riwayat keluarga gangguan mood
8. Sistem pendukung yang baik
9. Gejala positif

Check List

2. Poor Prognosis
No.
Keterangan
1. Onset muda
2. Faktor pencetus tidak jelas
3. Onset kronis
Riwayat sosial, seksual, pekerjaan
4.
pramorbid jelek
5. Perilaku menarik diri, autistic
6. Tidak menikah, cerai/janda/duda
7. Riwayat keluarga skizofrenia
8. Sistem pendukung yang buruk
9. Gejala negative
10. Tanda dan gejala neurologis
11. Tidak ada remisi dalam 3 tahun
12. Banyak relaps
13. Riwayat trauma perinatal
14. Riwayat penyerangan

Check List

Gambaran klinis yang dikaitkan dengan prognosis baik:


a)
b)
c)

Awitan gejala-gejala psikotik aktif terjadi dengan secara mendadak


Awitan terjadi setelah umur 30 tahun, terutama pada perempuan
Fungsi pekerjaan dan sosial premorbid (sebelum sakit) baik. Performa
sebelumnya tetap merupakan prediktor terbaik untuk meramalkan

d)

e)

f)

performa dimasa datang


Kebingungan sangat jelas dan gambaran emosi menonjol, selama
episode akut (simptom positif);
Kemungkinan adanya stressor yang mempresipitasi psikosis akut dan
tidak ada bukti gangguan susunan saraf pusat (SSP)
Tidak ada riwayat keluarga menderita skizofrenia.7

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJIII. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran jiwa FK Unika Atmajaya. 2007.
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri
Ilmu

Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis edisi 7 jilid 1. Jakarta:

Binarupa Aksara.2010.
3. Notosoedirdjo & Latipun. 2005. Kesehatan Mental, Konsep dan
Penerapan. Malang: UMM Press.
4. National Mental Health Assosiation/ NHMA. 2001. A literature review
report. www.nhma.org.
5. Friedman, M.M, Bowden, O & Jones,M. 2010. Keperawatan Keluarga:
Teori dan Praktek: Alih Bahasa, Achir Yani S, Hamid et al: Editor Edisi
Bahasa Indonesia, Estu Tiar Ed.5. Jakarta :EGC.
6. Fitria MS, 2013. Hubungan Antara Faktor Kepatuhan Mengkonsumsi
Obat, Dukungan Keluarga Dan Lingkungan Masyarakat Dengan Tingkat
Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di RSJD Surakarta. Fakultas Ilmu
Kesehatan:Universitas Muhammadiyah Surakarta
7. Amir, Nurmiati. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta. FKUI. 2013

21

Anda mungkin juga menyukai