Anda di halaman 1dari 14

Pertambangan bawah tanah memiliki dampak yang lebih rendah terhadap

lingkungan secara keseluruhan dibandingkan tambang permukaan. Dampak paling serius


dari tambang bawah tanah mungkin adalah gas metana yang harus dibuang keluar dari
tambang untuk membuat tambang aman bagi para pekerja. Metana adalah gas rumah kaca
yang kuat, yang berarti bahwa berdasarkan beratnya gas ini memiliki potensi memicu
pemanasan global jauh lebih tinggi dibandingkan gas rumah kaca lainnya.
Tanah di atas terowongan tambang juga bisa runtuh, dan air asam dapat mengalir dari
tambang bawah tanah yang telah ditinggalkan. Penambangan batubara bawah tanah adalah
profesi yang berbahaya, penambang batubara dapat terluka atau tewas dalam kecelakaan
pertambangan, terutama di negara tanpa peraturan keselamatan dan prosedur yang ketat.
Penambang juga bisa menderita penyakit paru-paru akibat debu batubara di tambang.
Emisi dari Pembakaran Batubara
Pembakaran batubara menghasilkan emisi yang mempengaruhi lingkungan dan kesehatan
manusia. Emisi utama yang dihasilkan dari pembakaran batubara adalah:

Sulfur dioksida (SO2), yang berkontribusi terhadap hujan asam dan penyakit
pernafasan.

Nitrogen oksida (NOx), yang berkontribusi terhadap penyakit pernapasan dan asap.

Partikulat, yang berkontribusi terhadap asap, kabut, penyakit pernapasan dan


penyakit paru-paru.

Karbon dioksida (CO2), yang merupakan gas emisi rumah kaca utama dari
pembakaran bahan bakar fosil (batubara, minyak, dan gas alam).

Merkuri dan logam berat lainnya, yang telah dikaitkan dengan kerusakan baik
neurologis dan perkembangan pada manusia dan hewan. Konsentrasi merkuri di udara
biasanya rendah dan memiliki dampak yang kecil. Namun, ketika merkuri memasuki air baik secara langsung atau melalui deposisi dari udara - proses biologis mengubahnya
menjadi metilmerkuri, suatu bahan kimia yang sangat beracun yang terakumulasi pada ikan
dan hewan (termasuk manusia) yang makan ikan.

Fly ash dan bottom ash merupakan residu yang terjadi ketika batubara dibakar di
pembangkit listrik. Di masa lalu, fly ash langsung dilepaskan ke udara melalui cerobong
asap, tetapi berdasarkan hukum, kini polutan ini harus ditangkap oleh perangkat kontrol
polusi, seperti scrubber. Fly ash umumnya disimpan pada pembangkit listrik batubara atau
ditempatkan di tempat pembuangan sampah.
Mengurangi
Dampak
Penggunaan
Batubara
Undang-undang mengenai air dan udara bersih memaksa industri untuk mengurangi polutan
yang
dilepaskan
ke
udara
dan
air.
Industri telah menemukan beberapa cara untuk mengurangi nitrogen oksida belerang,
(NOx), dan kotoran lainnya dari batubara. Mereka telah menemukan cara yang lebih efektif
untuk membersihkan batubara setelah ditambang, dan konsumen batubara telah bergeser
ke
arah
penggunaan
batubara
rendah belerang.
Pembangkit listrik menggunakan peralatan desulfurisasi gas buang, juga dikenal
sebagaiscrubber, untuk membersihkan sulfur dari asap sebelum meninggalkan cerobong

asap mereka. Selain itu, industri dan pemerintah bekerjasama untuk mengembangkan
teknologi yang dapat menghilangkan kotoran dari batubara atau yang membuat batubara
lebih
hemat
energi
sehingga
lebih
sedikit
yang
dibakar.
Peralatan-peralatan ditujukan terutama untuk mengurangi polutan, yaitu SO2
(sepertiscrubber), NOx (seperti catalytic converter), dan materi partikulat (seperti debu
elektrostatis dan baghouses) juga mampu mengurangi emisi merkuri dari beberapa jenis
batubara. Para ilmuwan juga bekerja mencari cara yang baru untuk mengurangi emisi
merkuri
dari
pembakaran
batubara
di
pembangkit
listrik.
Penelitian juga dilakukan untuk mengatasi emisi karbon dioksida dari pembakaran batubara.
Misalnya, carbon
capture memisahkan
CO2
dari
sumber
emisinya.
Pemakaian ulang dan daur ulang juga dapat mengurangi dampak lingkungan batubara.
Tanah yang sebelumnya digunakan untuk pertambangan batubara bisa dipakai untuk
keperluan lain seperti bandara, tempat pembuangan sampah, dan lapangan golf. Limbah
produk yang ditangkap oleh scrubber dapat digunakan untuk menghasilkan produk lain
seperti semen dan gipsum sintetis.
http://www.indoenergi.com/2012/07/batubara-dan-dampaknya-pada-lingkungan.html

Kerusakan akibat pembangunan

Tinggalkan komentar

Pada hakekatnya hubungan manusia dengan alam harus seimbang, manusia


sangat bergantung pada seluruh hasil dari alam. Contoh paling sederhana adalah
air, jika tidak ada air di bumi ini maka tidak akan ditemukan kehidupan di
dalamnya. Dalam konteks pembangunan seringkali manusia tidak memikirkan
akibat yang terjadi dengan alam atau lingkungan sekitarnya. Memang dalam
suatu proyek/proses pembangunan seringkali kita mengorbankan
lingkungan/alam demi melancarkan proses pembangunan. Contohnya antara lain
penebangan hutan, penggalian tanah dll. Serta bisa juga merugikan orang
orang/penduduk yang ada di sekitar proyek tersebut. Berikut adalah contohcontoh kerusakan/masalah yang ditimbulkan akibat pembangunan.
Pertambangan

Contoh gambar di atas merupakan salah satu dampak kerusakan lingkungan


yang sangat parah. Luasan tanah ratusan hektar dilubangi untuk mengambil
bahan tambang dan mineral yang ada di perut bumi. Proses penambangan yang
berkelanjutan seperti ini sangat disayangkan karena kerusakan yang ditimbulkan
tidak dapat kembali seperti semula. Jenis jenis kerusakan/masalah yang timbul
akibat lahan tambang tersebut antara lain:

Lahan bekas tambang tidak dapat dipergunakan kembali

Bisa terjadi pergeseran tanah

Polusi udara

Ekosistem di sekitar tambang terganggu

Bisa terjadi konflik antara warga dengan pekerja/petugas tambang

Dll

Aktivitas Pertambangan
Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor
22 tahun 2010 yang dimaksud dengan pertambangan adalah sebagian atau
seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,

eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan dan pemurnian,


pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok
Pertambangan, Bagian Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967
disebutkan bahwa pembagian bahan-bahan galian (bahan tambang) terdiri dari:
a. Golongan bahan galian yang strategis atau golongan A berarti strategis untuk
pertahanan dan keamanan serta perekonomian Negara. Seperti; minyak bumi,
aspal dan lain-lain.
b. Golongan bahan galian vital atau golongan B berarti menjamin hajat hidup
orang banyak seperti; emas, besi, pasir besi, dan lain-lain.
c. Golongan bahan yang tidak termasuk dalam golongan A dan B yakni; galian C
yang sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional,
seperti nitrat, asbes, batu apung, batu kali, pasir, tras, dampal dan lain-lain

(Foto-foto kerusakan akibat aktivitas


pertambangan)
Penebangan hutan untuk membuka lahan

Penggunaan sumberdaya alam yang tidak sesuai dengan karakteristik dan


dinamikanya, juga kecenderungan untuk mengabaikan eksternalitasnya sehingga
sumberdaya alam dan ongkos eksploitasinya cenderung dihargai lebih rendah
(under value) dapat berakibat pada kerusakan sumberdaya alam yang
bersangkutan, yang apabila tidak segera dilakukan kebijakan untuk
pencegahannya dapat saja menyebabkan sumberdaya tersebut terdeplesi.
Kerusakan sumberdaya hutan merupakan salah satu contoh ilustratif yang
mudah kita cermati.
Pengrusakan hutan adalah semua kegiatan yang menyebabkan timbulnya
kerusakan pada sumberdaya hutan baik yang disebabkan oleh api (kebakaran),
bencana alam, penyakit dan juga termasuk usaha eksploitasi sumberdaya hutan
secara berlebihan.
Ada beberapa indikasi yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi apakah
tingkat kerusakan hutan yang berlangsung selama ini telah terlalu tinggi.
Diantaranya adalah laju pemanfaatan hutan, biaya eksploitasi (produksi) / unit,
nilai kelangkaan (Royalty), elastisitas substitusi dan gejala-gejala lingkungan.
Secara umum semakin tinggi laju pemanfaatan hutan maka semakin besar pula
pengurangan terhadap stok awal sumberdaya hutan yang bersangkutan.Sebagai
contoh diberikan data perhitungan perubahan stok sumberdaya hutan Indonesia.
Pada tabel tersebut tampak bahwa pada tahun 1985 stok sumberdaya hutan di
Indonesia telah berkurang sebanyak 94 juta meter kubik yaitu 2.845 milyar US $
(Tidak termasuk yang dipanen sebanyak 27 juta meter kubik, yaitu 1.312 milyar

US $).
(foto kerusakan akibat pembukaan lahan hutan)

Faktor pembangunan menjadi salah satu akibat dari pembukaan lahan hutan.
Keinginan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Faktor kualitas sumber daya manusia juga dapat menentukan. Jika
SDM nya sadar akan lingkungan dan alam, maka tidah akan terjadi hal hal yang
meruikan tersebut. Beberapa faktor yang mendukung penebangan hutan antara
lain:
Konstruksi dan bangunan
Penebangan pohon tentu untuk mencari kayu. Kayu digunakan sebagai bahan
bangunan, mebel, dan produk kertas, yang pada akhirnya memiliki dampak yang
besar pada kehidupan hutan. Pohon juga ditebang untuk mengakomodasi
perluasan daerah perkotaan. Hal ini mengakibatkan hilangnya kawasan hutan
dan deforestasi besar-besaran.
Pertanian dan peternakan
Hutan juga ditebang untuk membuka lahan untuk menanam tanaman,
membangun pertanian, dan juga peternakan. Peternakan besar tentunya juga
akan membutuhkan lahan yang luas.
Tujuan komersial
Beberapa penyebab lainnya adalah membersihkan hutan untuk mengeksploitasi
minyak dan pertambangan dan untuk membuat jalan raya. Kebakaran hutan
dapat terjadi secara alami atau dalam banyak kasus merupakan upaya yang
disengaja oleh manusia untuk membersihkan hutan. Sebagian besar waktu,
hutan-hutan ini dapat sembuh, tetapi biasanya lahan yang dibuka digunakan
untuk keperluan konstruksi dan pertanian. Hal ini menyebabkan hilangnya hutan

dan hilangnya habitat satwa liar setempat.

(pembalakan liar)
Pencemaran limbah
Pencemaran limbah terjadi salah satunya dari kegiatan pembangunan/konstruksi.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan
tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik
dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah
dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan
manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya
keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik
limbah.
Karakteristik limbah:

Berukuran mikro

Dinamis

Berdampak luas (penyebarannya)

Berdampak jangka panjang (antar generasi)

Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah:

Volume limbah

Kandungan bahan pencemar

Frekuensi pembuangan limbah

Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4


1.

Limbah cair

2.

Limbah padat

3.

Limbah gas dan partikel

4.

Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah.


Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:
1.

pengolahan menurut tingkatan perlakuan

2.

pengolahan menurut karakteristik limbah

Berkurangnya lahan terbuka hijau


Proses pembangunan yang dilakukan secara terus-menerus dapat mengancam
lahan terbuka khususnya di daerah perkotaan. Sebagaimana kita ketahui ruang
terbuka hijau sulit sekali atau jarang di temukan di kota-kota di Indonesia. Hal ini
dikarenakan salah satunya dari factor pembangunan dan penyalahgunaan lahan.
Contoh penyalahgunaan lahan terbuka di Jakarta adalah dijadikan sebagai
pemukiman penduduk, factor banyaknya kaum pendatang juga berperan penting
dalam kasus ini.
Ruang terbuka hijau, selayaknya menjadi kebutuhan primer bagi
warga,khususnya mereka yang tinggal di kota. Polusi yang sudah mencemari
tempat tinggal, akan teratasi oleh hadirnya ruang terbuka hijau ini.
Keberadaannya yang telah diatur sedemikian rupa, mestinya memberi pengaruh

banyak bagi kualitas lingkungan di sekitarnya. Tereduksinya polusi air, udara, dan
tanah akan menjadi sedikit dari manfaat yang didapat dengan adanya ruang
terbuka hijau. Kualitas hidup yang semakin menurun karena berbagai masalah
kesehatan bahkan bersumber dari permasalahan kurangnya ruang hijau untuk
mengurangi bahaya pencemaran.

Taman kota, menjadi salah satu bentuk


ruang terbuka hijau yang sangat dibutuhkan fungsinya. Selain sebagai area hijau,
taman kota ,menjadi tempat rekreasi paling mudah dijangkau. Selain
menyegarkan lingkungan dengan mengurangi polusi, keberadaan taman kota
menjadi penting, karena juga berperan sebagai daerah resapan air hujan,
khususnya di kota besar, yang semakin berkurangnya area resapan air hujan.
Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di setiap kota memiliki tiga fungsi penting
yaitu ekologis, sosial-ekonomi dan evakuasi. Dalam UU No. 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang disebutkan, jumlah RTH di setiap kota harus sebesar 30
persen dari luas kota tersebut. Fungsi ekologis RTH yaitu dapat meningkatkan
kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara dan pengatur iklim
mikro. Fungsi lainnya yaitu sosial-ekonomi untuk memberikan fungsi sebagai
ruang interaksi sosial, sarana rekreasi dan sebagai tetenger (landmark) kota.

Pemanasan global
Dunia sedang berada dalam ancaman pemanasan global demikian kata senator
Amerika, Al Gore. Ancaman pemanasan global melibatkan banyak faktor yang
saling berhubungan. Demikian juga dengan perkembangan proyek konstruksi.
Proyek konstruksi dianggap memiliki peran besar terhadap perubahan
lingkungan di permukaan bumi ini, dimulai dari tahap konstruksi hingga tahap
operasional tidak dapat terhindar dari pemanfaatan sumber daya alam yang

jumlahnya semakin terbatas. Dampak lain yang timbul dari penggunaan fasilitas
bangunan serta pemilihan material bangunan yang terkait dengan peningkatan
suhu di bumi. Melihat dari peningkatan pemanasan global yang semakin
memprihatinkan ini sudah saatnya proyek konstruksi perlu dikelola untuk
mengantisipasi agar tidak terjadi kerusakan lingkungan alam yang semakin
parah. Keadaan inipun juga telah didukung dan dilindungi melalui peraturanperaturan perundangan baik dalam skala lokal,nasional maupun internasional.

Sebaliknya, secara langsung pemanasan global juga berpengaruh pada kegiatan


konstruksi. Pengaruh yang bisa dirasakan secara langsung dalam pekerjaan
konstruksi salah satunya misalnya kendala cuaca. Cuaca yang sering berubahubah secara umum bisa menganggu proses konstruksi yang sedang berlangsung.
Misalnya pada saat terjadi banjir, pengiriman logistik akan terganggu. Logistik
yang tidak tepat waktu sampai di lokasi proyek akan menyebabkan waktu
pengerjaan juga terganggu. Demikian juga pada saat pengerjaan, ketika prediksi
waktu hujan dan kering yang berubah secara tidak langsung akan mempengaruhi
waktu pengerjaan. Misalnya dalam skala kecil pengerjaan cor-coran, hujan akan
membuat umur beton coran menjadi lama karena menunggu kering.
Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal
dengan gas rumah kaca, yang terus bertambah di udara, Hal tersebut
disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan industri, khususnya karbondiksida
(CO2) dan chlorofluorocarbon (CFC). Yang terutama adalah karbon dioksida, yang
umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan
penggundulan hutan serta pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh
kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas

industri dan pertanian. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat


adalah gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas
dari matahari. Sementara lautan dan vegetasi menangkap banyak CO2,
kemampuannya untuk menjadi atap sekarang berlebihan akibat emisi. Ini
berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada
di udara bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global.
Edwin dalam http://www.ristek.go.id (2007) mengatakan bahwa pemanasan
global ditandai dengan dua hal yaitu meningkatnya suhu muka bumi dan naiknya
permukaan laut. Selain disebabkan faktor alam, pemicu utama pemanasan global
terjadi karena ulah manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil (batu bara,
minyak bumi, dan gas alam) yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya
ke atmosfer yang dikenal dengan gas efek rumah kaca, yang seharusnya energi
matahari dibuang atau dipantulkan ke angkasa malah disimpan di bumi. Ia
mengatakan bahwa suhu permukaan bumi naik rata-rata 3C per 100 tahun dan
permukaan laut naik 3 cm per 100 tahun. Jika hal ini terus berkelanjutan maka
bisa dipastikan bahwa bumi akan dilanda oleh kemarau yang berkepanjangan.
Konstruksi Berkelanjutan
Konstruksi berkelanjutan merupakan proses konstruksi yang menggunakan
metode atau konsep, bahan bangunan yang tepat, efisien dan ramah lingkungan
di bidang konstruksi. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai respon dalam
penanganan pemanasan global. Dukungan diperlukan di bidang konstruksi
adalah penerapan teknologi. Setiap proyek konstruksi membutuhkan berbagai
sumberdaya proyek yang tidak dapat ditinggalkan, diantaranya adalah: bahan
bangunan, metoda, alat, pekerja, uang. Kelima sumberdaya proyek yang tidak
secara langsung mempengaruhi dalam implementasi proyek pembangunan
berkelanjutan adalah uang, sedangkan empat lainnya berpengaruh langsung.

Dalam merencanakan dan merealisasikan pembangunan berkelanjutan


diperlukan totalitas dari tim proyek dengan cara:
(a) memperbaiki sistem perpindahan dan penyimpanan material serta
mengurangi sisa material konstruksi;
(b) mendaur ulang material seperti top soil, aspal, beton untuk bangunan baru;
(c) menyiapkan persyaratan tata cara instalasi produk dan material untuk
mengantisipasi terjadinya permasalahan kualitas udara;
(d) memberikan pelatihan yang intensif kepada subkontraktor tentang
manajemen sisa konstruksi;
(e) memperhatikan tingkat kelembaban pada berbagai aspek pada saat tahap
konstruksi;
(f) memperhatikan kekerasan tanah pada lokasi pekerjaan untuk menjamin tidak
terjadinya erosi dan sedimentasi;

(g) meminimalkan pengaruh tahap konstruksi, seperti pemadatan dan perusakan


pepohonan dalam lokasi pekerjaan.
(YS)

https://sudiana1526.wordpress.com/2013/11/03/kerusakan-akibat-pembangunan/

Anda mungkin juga menyukai