Anda di halaman 1dari 25

Deep Vein Thrombosis (DVT)

Definisi(12)
Deep vein thrombosis adalah keadaan dimana terbentuk bekuan darah di
dalam vena yang terletak pada bagian yang dalam dari tubuh.
Insiden
Beberapa studi terakhir menunjukkan insiden DVT yang lebih besar pada
pasien traumatis. Spain et al mengidentifikasikan 184 pasien trauma risiko tinggi
yang menerima profilaksis DVT, baik dengan kompresi pneumatic bertahap
ataupun, ketika cedera ekstremitas bawah menghambat penggunaannya, dengan
footpump. Alat pneumatic digunakan pada 118 pasien dan footpumpdigunakan
pada 66 pasien, dengan tanpa adanya perbedaan pada skor umur-keparahan danstatus
respiratorik. Insiden DVT secara umum adalah 5,4% dengan tanpaperbedaan di antara dua
kelompok. Laporan lain oleh Napolitano et al, sebuahpenelitian selama 5 tahun yang
mengevaluasi insiden, risk faktor, dan efikasi dariprofilaksis untuk DVT dan pasien trauma.
Pasien berisiko tinggi diperiksa setiapdua minggu dengan venous duplex scan, dan profilaksis
DVT diberikan melaluipenyuntikan low molecul weight heparin dan kompresi pneumatik. 10%
kejadianDVT asimptomatik ditemukan pada grup ini.(2)
Retrospektif studi yang dilakukan oleh Meyer et al meneliti 183 pasienmultiple trauma dan
261 venous duplex scan. Semua pasien mendapatkanprofilaksis baik dengan kompresi pneumatik
maupun dengan low molecul weight
heparin. Dari 261 hasil scan, 6% dinyatakan positif DVT tungkai bawah, dan 25%
yang lain memiliki thrombus yangterlokalisir di vena betis. Pada pasien yangsimptomatik 15%
positif DVT dan pada pasien yang asimptomatik didapatkan 5%yang positif. Pasien dengan
cederas pine memiliki insiden DVT sebesar 18%.(2)
Usia dewasa lebih rentan untuk terjadinya trombosis daripada anak-anak.(1)
DVT terutama terjadi pada kaki namun dapat juga terjadi pada lengan.(13)

Etiologi(14)
Darah seharusnya mengalir, jika alirannya terganggu maka berpotensi untukterjadinya
bekuan darah. Darah di vena secara konstan membentuk bekuanmikroskopis yang secara rutin
dihancurkan di dalam tubuh. Jika keseimbanganantara pembentukan dan penghancuran ini
terganggu maka pembekuan darahdapat terjadi. Thrombus dapat terbentuk jika satu atau
kombinasi dari situasi-situasi berikut ini terjadi:
1.Immobilitas (menyebabkan stasis vena)
a.Bepergian duduk dalam jangka waktu yang lama, misalnya
penerbangan yang lama (economy calss syndrome), bepergian
dengan mobil, atau kereta.
b.Rawat inap di rumah sakit.
c.Trauma pada tungkai bawah dengan atau tanpa operasi atau bebat.
d.Kehamilan, termasuk 6-8 minggu post partum
e. obesitas
2. Hiperkoagulabilitas
a.Pengobatan (misalnya: obat KB, estrogen)
b. Merokok
c. Predisposisi genetic
d. Polisitemia
e. Kanker
3.Trauma pada vena (menyebabkan kerusakan pada dinding vena)
a.Fraktur pada tungkai
b.Memar pada tungkai
c.Komplikasi dari prosedur invasif pada vena
Ketiga hal ini, stasis vena, kerusakan dinding vena, dan hiperkoagulabilitas,
dikenal sebagai Triad Virchow-penyebab dari DVT.(13)

Gambar 11 Triad Virchow


Patofisiologi(1,14)
Stasis vena dapat teradi ketika aliran darah menjadi lambat atau berhentisepenuhnya.
Immobilitas yang berhubungan dengan bed rest yang lama, generalanesthesia, atau berpergian
yang lama dapat memperlambat kontraksi berulangdari otot pembuluh darah yang membantu
memompa darah melalui vena dankembali ke paru-paru. Ketika darah terkumpul di vena, faktorfaktor pembekuandarah terakumulasi dan terbentuklah bekuan darah. Gagal jantung
kongestif,obesitas, dan stroke dapat mengarah pada stasis vena.
Trauma pada dinding pembuluh darah mengekspos atau merusak lapisanendothelial dari
pembuluh darah, hal ini mencetuskan mekanisme pembekuandarah sehigga menyebabkan
terakumulasinya komponen darah di tempat trauma.Penyebabnya termasuk fraktur, luka bakar,
central venous catheter, multiplevenipuncture, infuse i.v. dari larutan yang iritatif, DVT yang
sebelumnya ada, dantindakan operasi.
Hiperkoagulabilitas, peningkatan kecenderungan terjadinya bekuan darah,juga memberi
kontribusi pada terjadinya DVT. Gangguan pembekuan darahturunan, termasuk defisiensi
antitrombin III, protein C, atau protein S, dapatmengarah ke meningkatnya pembentukkan
thrombus. Selain itu trauma, kanker,kehamilan, penggunaan kontrasepsi estrogen, usia tua, dan
sepsis juga dapatmeningkatkan pembentukan thrombus. Pasien post operasi biasanya
berisikomengalami hiperkoagulabilitas karena kemampuan tubuh untuk melawan bekuandarah
berkurang sampai dengan 10 hari post operasi.

Gambar 12 Pembekuan Darah pada Trauma Vena(14)

Gambar 13 Pembekuan Darah Pada Vena(


Signs and Symtomps
Gejala yang dapat muncul pada DVT terutama yang terjadi pada betis adalah:(16)
1. Nyeri
2.Pembengkakan pada bagian distal tungkai
3.Nyeri di sepanjang vena (di daerah midline posterior)
4. Hangat
5.Kemerahan, pucat, atau kebiruan dari kulit pada tungkai yang terkena
6.Dorsofleksi pada tungkai memperberat nyerinya (Homans sign)

Namun, hanya kurang dari 50% kasus DVT yang dapat didiagnosis secara klinis
karena itu pemeriksaan klinis pada DVT kurang dapat diharapkan untuk diagnosis.(1,

Pemeriksaan Penunjang(9)
Pemilihan pemeriksaan penunjang untuk DVT tergantung dari tanda, gejala, faktor
risiko, ketersediaan alat, dan tenaga ahli yang ada untuk melakukan dan
menginterpretasikan pemeriksaan.(9)
Panduannya adalah:(9)

1.Pemeriksaan untuk DVT simtomatis pada paha atau vena poplitea: USG
2.Pasien risiko tinggi dengan kemungkinan asimtomatis : MRI
3.Didapatkan tanda dan gejala pada tungkai bawah bilateral : USG harus dilakukansebagai skrining
awal; pertimbangkan MRI untuk kecurigaan perluasan padapelvis dan abdomen
4.Riwayat DVT : USG pada pemeriksaan sebelumnya; jika tidak tersedia, lakukan
MRI atau venografi untuk membedakan DVT akut atau kronis.
5.Pemeriksaan untuk patologi ekstravaskular : MRI
6.Pemeriksaan DVT betis (< 20% DVT pada betis meluas ke paha atas atau venapopliteal) : jika
USG pada paha hasilnya negatif, dapat dilakukan venografi/MRIuntuk mengevaluasi vena betis
secara langsung.
Venogram adalah pameriksaan yang paling membantu untuk melokalisir tempattrombosis.
Metode lain yang dapat digunakan adalah impedance plethysmografi danDoppler ultrasound.(1)
Diagnosis(9)
Karena tanda dan gejala klinis telah diketahui tidak dapat dipercaya untuk diagnosisDVT
maka pemeriksaan objektif diperlukan untuk memutuskan tindakan secepatnyasehingga tidak
terjadi penundaan diagnosis dan terapi.
Venografi dengan kontras adalah gold standard, tetapi prosedur tersebut invasif dan
mempunyai risiko.
Impedance plethysmografi memiliki kelebihan karena biayanya yang murah, relatifakurat,
dan efisien pada tes serial; ini mengacu pada akurasinya yang lebih dari 90%.Bagaimanapun,
ketidakmampuan tes tersebut untuk membedakan kompresi intra atauekstravaskular telah
menimbulkan pertanyaan mengenai sensitivitasnya.
Duplex ultrasonografi telah menjadi skrining primer untuk evaluasi DVT. Akurasinyauntuk
mendiagnosis dapat dibandingkan dengan venografi. Duplex ultrasonografimemiliki sensitivitas
dan spesifisitas kurang lebih 95% untuk DVT femoral dan poplitealDVT, namun kurang akurat
untuk mendetekasi DVT betis dan pelvis. Sonografi
penggunaannya bergantung pada operator dan spesifisitasnya kurang untuk kasus-kasus
DVT rekuren dan sensitivitasnya hanya kurang lebih 66% untuk DVT asimtomatis.

MRI telah menjadi alat yang berguna untuk mendiagnosis DVT secara akurat.Trombus vana
dapat terlihat dengan teknik spin echo konvensional. Aliran darah normalmemiliki intensitas
sinyal yang rendah (tampak gelap); trombus memiliki intensitas yanglebih tinggi. Teknik
gradient echo (aliran darah normal memiliki intensitas yang tinggi,tampak putih pada gambar;
trombus memiliki intensitas rendah) memiliki spesifisitasyang lebih tinggi untuk DVT (100%
dibandingkan 75% pada spin echo), namunsensitivitas keduanya adalah sama.
Pada prospekif studi dari 61 pasien, hasil diagnosis dengan MRI lebih baik daripada
venografi untuk pelvis, sama dengan venografi untuk paha, dan lebih buruk untuk betis
Manajemen
Tujuan utama dari penanganan DVT adalah:
1.Menghentikan pertumbuhan bekuan darah(15,16)
2.Mencegah pecahnya bekuan darah di dalam vena yang dapat bergerak ke paru dan
menyebabkan emboli paru(15,16)
3.Mengurangi kemungkinan terbentuknya bekuan darah baru(15)
4.Meluruhkan bekuan darah (terkadang)(16)
Segera setelah diagnosis ditegakkan, pasien harus segera diobati dengan antikoagulanyang
sesuai. Antikoagulan yang dapat mencegah pembentukan bekuan darah lebih lanjutadalah:(1,16)
1.Injeksi heparin: obat yang bekerja cepat mencegah pembentukan bekuan darah
baru; diberikan beberapa hari.
2.Warfarin (oral): secara lambat mencegah pembentukan bekuan darah baru;
biasanya diberikan beberapa bulan.
3.Enzim fibrinolitik: membantu meluruhkan bekuan darah yang utama. Yang
termasuk golongan ini adalah:
a. Streptokinase
b. Urokinase
c. tPA
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah pemasangan filter pada vena cava
inferior. Vena cava adalah vena besar. Darah dari tubuh bagian bawah kembali ke jantung

melalui vena ini. Filter tersebut dapat mencegah bekuan darah yang pecah dapat sampai
ke jantung.(16)
Gambar 17 DVT dengan Pemasangan Greenfield Filter(15)
Tindakan suportif yang dapat dilakukan meliputi:(16)
1.
Bedrest
2.
Elevasi tungkai yang terkena di atas jantung.
3.
Memakai compression stocking sesuai anjuran dokter.
Prognosis(13)
Dengan pengawasan yang cermat maka prognosisnya baik.
Komplikasi(13)
Komplikasi yang perlu diperhatikan adalah emboli paru. Gejalanya adalah nafas
yangdangkal, nyeri dada seperti ditusuk, takikardi, bloody sputum, dan hipotensi. Jikademikian
maka diagnosis perlu segera ditegakkan dan dilakukan terapi untuk emboliparunya.
Selain itu perlu juga diperhatikan kemungkinan perdarahan karena penggunaan obat

Preventif(9)
Metode fisik :
1. Elastic stocking
2.Intermitent compression device
Intermitent compression devicemeningkatkan aliran darah ke vena femoralis
dan meningkatkan aktivitas fibrinolitik. Ini menguntungkan bagi pasien yang tidak
dapat kontraindikatif terhadap antikoagulan.
Metode farmakologis :
1. Coumadin
Coumadin kurang dapat diterima secara luas karena risiko perdarahannya,keharusan untuk
monitoring laboratorium, dan efeknya baru timbul setelah 3-4hari setelah terapi dimulai.
2.Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH menunjukkan keuntungan yang besar dalam profilaksis dan
pengobatan DVT.
3. Dextran
Dextran, suatu koloid, dapat menurunkan viskositas plasma, menghambatfungsi platelet, dan
mengurangi polimerisasi fibrin. Komplikasi utamapenggunaan dextran adalah overload cairan,
anafilaksis, dan toksisitas pada renal.
Gambar 18 Pencegahan DVT dan Emboli Pulmonal


Fat Embolism Syndrome (FES)
Definisi
Menurut Salter, FES adalah sindrom yang terdiri dari suaturespiratory distress
syndrome dan hipoksia arterial yang berat yang disebabkan oleh adanya suatu emboli
lemak yang sistemik.(1)
Menurut Harry B. Skinner et al, FES adalah manifestasi orthopedic khusus dariacute
respiratory distress syndrome(ARDS) yang disebabkan oleh lepasnya lemak sumsum
tulang ke dalam sirkulasi yang dapat muncul setelah terjadinya fraktur.(2)
Menurut

Mark

F.

Sloane,

FES

adalah

sindrom

yang

ditandai

dengan

insufisiensirespiratorik, abnormalitas saraf pusat, dan petekhie yang biasanya muncul 24-72
jamsetelah kejadian pencetus yang biasanya adalah trauma tulang panjang atau pelvis.(9)
Dapat disimpulkan bahwa FES adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh lepasnyalemak
sumsum tulang ke dalam sirkulasi sehingga menyebabkan suatu embolisasi lemakyang sistemik
dan ditandai dengan insufisiensi respiratorik (ARDS), hipoksia arterialberat, abnormalitas saraf
pusat, dan petekhie yang muncul 24-72 jam setelah kejadianpencetus yang biasanya adalah
trauma tulang panjang atau pelvis.
Gambar 19 Histologi Emboli Lemak(
Insiden
Insiden dari FES dan angka kematian karena FES belum dapat ditentukan denganjelas. Hal
yang seringkali membingungkan adalah karena studi yang ada berkonsentrasipada pasien dengan
cedera multipel dan seringkali dengan problem kesehatan yang telahada. FES dapt terjadi pada
semua umur dan jenis kelamin meskipun tampaknya lebihsering terjadi pada dewasa muda,
mungkin karena predileksinya terhadap kecelakaankendaraan bermotor. FES paling sering terjadi

setelah fraktur pada tulang panjang,terutama femur dan tibia. Insiden FES pada fraktur tulang
panjang bervariasi dari 1hingga 20%. Namun embolisasi lemak dapat terjadi tanpa manifestasi
klinis dari FES.(9,18)
Risiko terjadinya FES terbesar pada pasien dengan cedera multipel terutama pasiendengan
fraktur femur yang juga mengalami fraktur tulang panjang yang lain. Magerl et al(1966) meneliti
4.197 fraktur dan menemukan insiden dari FES adalah 0,9% sedangkanpenelitian yang serupa
oleh Peltier et al (1974) menemukan insiden sebesar 1%-2,2%untuk fraktur tibia dan femur.(18)
Namun studi yang lebih baru dilakukan oleh Ganong (1991) menemukan angkakejadian
yang lebih tinggi pada fraktur tibia dan femurpada pemain ski muda yang sehat.Secara
keseluruhan, insiden dari FES adalah 23%(13 dan 56 fraktur tibial dan femoral).Insiden pada
FES adalah 19% pada fraktur tibia dan 75% pada fraktur femur. Selain itu,fraktur tibia dengan
displace transversal memiliki angka kejadian FES sebesar 33%. Padastudi ini tidak ada pasien
yang memerlukan ventilasi mekanik dan mortalitasnya adalah0%.(18)
Telah dicatat bahwa fraktur tertutup memiliki insiden FES yang lebih tinggi daripadafraktur
terbuka. Hal ini dilaporkan oleh Collins et al (1968) yang meneliti lebih dari 40pasien dengan
fraktur terbuka femur yang dirawat selama perang Vietnam. Hanya 1pasien yang menderita FES.
Hal ini diperkirakan karena tekanan tulang intramedularlebih rendah pada fraktur terbuka
sehingga mereduksi adanya emboli lemak yangterdorong masuk ke aliran darah.(18)
Studi oleh Herndon et al (1974) menemukan bahwa emboli lemak mungkin terjadipada
semua kasus Total Hip Replacement yangmenggunakan methylmethacrylatecement ketika
memasukkan komponen femoral, namun gambaran FES selama Total HipReplacement dan Total
Knee Replacement sekali lagi tidak tampak dengan jelas

Etiologi(2,17,18)

Trauma pada tulang panjang dan penekanan pada tulang pada operasi orthopedicmisalnya
hip arthroplasty atau pemasangan intramedulary rod merupakan etiologi dariterjadinya suatu
FES.
Patogenesis(18)
Penyebab

sesungguhnya

dari

FES

belum

dapat

dimengerti

sepenuhnya

karena

sangatkompleks dan mungin multifaktorial. Ada teori mekanik dan teori biokimia yang
tidakdapat berdiri sendiri. Di sini akan dijelaskan beberapa teori yang ada.
Teori infiltrasi
Teori ini mengatakan bahwa partikel lemak dari kanal medularis dapat masuk kedalam sirkulasi
vena dari lokasi fraktur dan kemudian mengembolisasi paru danterkadang ke pembuluh darah
besar melalui sirkulasi pulmonal atau melalui patenforamen ovale. Teori ini dikuatkan dengan
fakta bahwa droplet lemak telahditemukan pada hematoma dari fraktur dan embolisasi lemak
dari paru telah terbuktiterjadi pada fraktur eksperimental dan setelah perusakkan medulla tanpa
fraktur.Telah dibuktikan pula bahwa droplet lemak terjadi pada aliran darah mengikutisuatu
fraktur dan operasi orthopedic serta pewarnaan vital dari sel medulladitemukan pada paru di
dalam sebuah raktur eksperimental.
Pada 1956 Peltier meneliti komposisi lemak dari tulang panjang manusia danmenemukan
proporsi FFA yang beragam yang cocok denganyang ditemukan padaemboli pulmonal post
fraktur. Hal ini kemudian dikonfirmasi oleh Jones danSakovich (1966) dengan penelitian pada
kelinci.
Lemak
dari kanal
medularis
Sirkulasi
vena
Sirkulasi
pulmonal /
PDA
Sistemik
Gambar 20 Teori Infiltrasi
Teori de-emulsifikasi

Teori ini mengatakan bahwa ada infiltrasi lemak intravaskuler yang mengikutisebuah fraktur. Hal
ini memicu aktivitas lipase yang mengarah pada de-emulsifikasidan presipitasi pada lemak darah
yang dapat menyumbat aliran darah. Teori inidiajukan oleh Kronke (1956) ketika dia mendeteksi
50-70% peningkatan titer lipasepada 100 pasien fraktur yang berisiko.
Infiltrasi
lemak
intravaskuler
Aktivasi
lipase
Deemulsifikasi
dan
presipitasi
Sumbatan
aliran
darah
Gambar 21 Teori De-emulsifikasi
Teori koalisi
Teori mengatakan bahwa mengikuti suatu traumatic stress terdapat pelepasankatekolamin dan
kortikosteroid yang menyebabkan pembebasan lemak dari depotlemak. Lemak yang dibebaskan
mungkin cukup banyak untuk membanjirimekanisme transport dan membuat chylomicron tidak
stabil yang akhirnyabergabung menjadi partikel yang lebih besar sehingga menyumbat kapilerkapilerkecil.
Traumatik
stress
Pelepasan
katekolamin
dan
kortikosteroid
Pembebasan
lemak
Chylomicron

tidak stabil
Bergabung
menjadi
partikel yang
lebih besar
Sumbatan
kapiler-kapiler
kecil
Gambar 22 Teori Koalisi

Teori koagulasi
Pasien dengan trauma, terutama dengan beberapa fraktur tulang panjang, seringkaliberada dalam
keadaan shok hemoragis. Hal ini memperlambat mikrosirkulasi yangmeningkatkan viskositas
dan menurunkan suspensi stabilitas dari komponen selulerdarah. Hal ini dikenal sebagai
pengendapan (sludging). Perubahan inimenyebabkan kapiler paru dan otak bertindak sebagai
filter endapan .
Fraktur
dengan
shock
hemoraghis
Perlambatan
mikrosirkulasi
Sludging:
-peningkatan
viskositas
-penurunan
suspensi
stabilitas
Penyumbatan
vascular
otak
dan

paru (filter)
Gambar 23 Teori Koagulasi 1
Selain itu, terdapat keadaan hiperkoagulabilitaskarena sumsum tulang adalahstimulus besar
untuk aktivasi sistem pembekuan darah. Adhesi platelet jugameningkat dan hal ini menyebabkan
penumpukannya di paru dan menyebabkanturunnya jumlah platelet di tempat lain. Peltier (1969)
mengatakan bahwa plateletini memiliki afinitas terhadap lemak netral dan membentuk agregat
pada partikellemak. Terjadinya obstruksi mekanik dan rilis dari komponen vasoaktif
misalnyahistamine dan serotonin telah dirasakan sebagai kolapsnya sirkulasi kapiler
danfragmentasi dari membran pembuluh darah.
Fraktur
tulang
panjang
(kerusakan
sumsum
tulang)
Aktivasi
system
pembekuan
darah
Peningkatan
adhesi
platelet
Penumpukanplatelet diparu
Agregasi
dengan
komponen
lemak
Gambar 24 Teori Koagulasi 2
Peran dari Free Fatty Acid (FFA) dan CRP
Hasil kerja Peltier mengatakan bahwa kerusakan primer pada kapiler disebabkanoleh hidrolisis
dari lemak netral menjadi FFA yang sangat hitotoksik. FFAmenyebabkan respon inflamasi
neutrofil dan pengaruh histotoksik ini dipotensiasifenomena sludging dan agregasi platelet.
Hasil kerja Hulman (1995) mengatakan bahwa CRP dapat memiliki peran dalamemboli lemak.
CRP disintesis di hati dan berhubungan dengan berbagai proseskeradangan dan malignansi. CRP

juga terbentuk ketika trauma. Chylomicrondiketahui mengalami calcium dependent agglutination


dengan bantuan CRP dan halini mungkin berperan penting pada emboli lemak in vivo.
Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, tedapat berbagai teori mengenaipatogenesa dari
FES dan semua ini mungkin dapat diterapkan pada tingkatan tertentukarena penyebabnya
mungkin mutifaktorial.
Signs and Symtomps
FES adalah suatu kelainan multisistem, namun terutama mempengaruhi paru danotak.
Tidaklah mungkin untuk mendiagnosis FES hanya berdasarkan suatu tandapatognomonis, gejala
atau perhitungan laboratoris, namun diagnosis memerlukan evaluasidari semua parameter, tanda,
dan gejala. FES tampak dalam 24 jam pada 50-60% kasusdan 90% kasus dalam 3 hari.(18)

Sistem respiratorik
Didapatkan peningkatan insiden dari ARDS pada pasien cidera multipeldengan fraktur
tulang panjang. Bagaimanapun hal ini belum tentu berhubungandengam FES namun dapat
berhubungan dengan faktor lain misalnya traumathoraks, penyakit kardiovaskuler, dan anemia.
(18 )
Range penemuan pada pemeriksaan respirasi mulai dari asimtomatikhipoksemia sampai
distress pulmonal yang memerlukan bantuan ventilator.Bagaimanapun tanda dan gejala
umumnya adalah hiperventilasi denganpeningkatan frekuensi pernafasan dan takikardi. Pasien
dapat menjadi sianosis jikahipoksia tidak diperbaiki. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
rales halusinspiratoir.(1

FES diduga sebagai reaksi dari jaringan paru, shock, hiperkoagulabilitas, danmobilisasi
lemak. Halini mengarah pada oklusi vascular, perdarahan interstisialparenkimal, dan
mikroatelektasis. Hal ini meningkatkan ketidak cocokanventilasi-perfusi yang dapat dideteksi
pada BGA. BGA menunjukkan respiratorialkalosis dan penurunan tekanan parsial oksigen ,
biasanya kurang dari 60 mmHg.
(9,18)

Perubahan radiografis secara klasik menunjukkan bayangan flokulen multipel(snow storm


appearance) namun terkadang difus groundglass appearance dapatterlihat. Jika pemeriksaan
dilanjutkan, perubahan X foto dapat berkomplikasidengan infeksi atau cardiogenic pulmonary
oedema.(18 )

Sistem saraf pusat


Pasien dapat mengalami perubahan kesadaran mulai dari disorientasi ringansampai keadaan
kebingungan akut yang dapat berkembang menjadi stupor dankoma. Kejang fokal atau general
dapat terjadi. Yang lebih jarang, defek neurologisfokal dapat terjadi, termasuk pupil anisokhor,
hemiplegic, skotomata, apraksia,afasia, dan deviasi konjugae. Penemuan ini, jika ada, biasanya
mengikutiperubahan

kognisi.

Etiologi

dari

disfungsi

neurologis

diperkirakan

karena

emboliarterial melalui paten foramen ovale dan pulmonary arteriovenous shunt. Secarapatologis,
perdarahan petekhial difus berhubungan dengan adanya globulus lemakmikrovaskular dapat
terlihat terutama pada cerebral white matter. CT scan danMRI otak menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Meskipunkerusakan fokalpermanent dapat tampak, penyembuhan neurologis
biasanya terjadi.(9)

Sistem kardiovaskuler
Takikardi adalah tanda yang pasti terdapat pada semua pasien dengan FES.Hal ini
disebabkan regangan ventrikel kanan dan resisten terhadap terapi. Namunbanyak hal lain pada
pasien trauma yang dapat menyebabkan takikardi.(18)
Emboli lemak sistemik dapat mempengaruhi jantung dan menyebabkannekrosis myocardial.
Hal ini dapat dideteksi dengan perubahan EKG nonspesifikmisalnya ST depresi, gelombang T
datar, AV blok, dan pola bundle branch blok.Namun hal ini jarang terjadi(1

Mata(18)
Retinopati dan tampak pada + 50% pasien dengan FES cerebral. Adams(1971)
menggambarkan perubahan ini terjadi pada 24 jam pertama dan terdiri darieksudat cotton-wool

dan perdarahan kecil (seringkali streaky) di sepanjangpembuluh darah dan di daerah macula.
Juga didapatkan edema difus dankepucatan yang juga terjadi di zona macula.
Pasien biasanya menggambarkan terdapat kapas di dapan mata mereka dan
pemeriksaan biasanya menemukan skotomata pada lapangan pandang.
Sebagian besar penemuan ini akan hilang dalam beberapa minggu, namun
beberapa pasien memiliki residual skotomata.
Bagaimanapun, pasien dengan perdarahan retina dan eksudat setelah traumamemiliki FES.
Beberapa pasien mengalami kompresi thoraks dan perubahanretina mungkin dikarenakan
peningkatan tekanan vena dan intrathoraksik.

Kulit
Petekhie pada kulit dan kantung konjungtiva seringkali dianggap sebagaidiagnostic yang
bernilai dari FES. Petekhie muncul pada 20-50 pasien dan terjadi48-72 jam setelah cedera.
Petekhie biasanya muncul pada leher, thoraks anterior,dan axila, serta konjungtiva.(2,18)
Etiologi dari petekhie belum sepenuhnya dimengerti dan terdapat berbagaiteori yang muncul
mulai dari obstruksi mekanik simple dari kapiler kulit sampaitrombositopeni purpura murni yang
tidak berhubungan dengan lemak di sistemkardiovaskuler.(18)

Demam sistemik
Tanda awal yang sangat umum dari FES adalah peningkatan suhu yangseringkali ringan
namun dapat mencapai 39oC. Tanda relative non spesifik dandiperkirakan efek langsung dari
purpura serebri dan edema serebral yangmenyebabkan dekompensasi dari mekanisme sentral
pengontrol metabolisme.Infeksi paru yang terjadi kemudian dapat menyebabkan tambahan
peningkatansuhu.
Pemeriksaan penunjang
1.Blood Gas Analysis (BGA)
Menunjukkan PaO2 yang rendah biasanya di bawah 60 mmHg denganrespiratori alkalosis.
Penampakan PaO2 yang rendah biasanya menentukan onsetdari manifestasi klinis yang lain
sehingga monitoring pasien yang memiliki risikoadalah keharusan.(9,18)
2.Pemeriksaan urine dan sputum
Bisa didapatkan globulus lemak pada sediaan namun keduanya tidak
terpercaya ataupun patognomonis.(18)

3. Pemeriksaan darah
Pada fase akut dapat terjadi peningkatan FDP, trombositopeni, danabnormalitas koagulasi.
Hal ini mungkin dikarenakan lemak menyebabkanpelepasan tromboplastin. Selain itu, pasien
juga sering mengalami anemia ringan.
(18)
4. Tes biokimia
Mungkin didapatkan hipokalsemi karena saponikasi dari sirkulasi untuk
melepaskan FFA.(18)
5.Foto polos dada
Perubahan radiografis secara klasik menunjukkan bayangan flokulen multipel(snow storm
appearance) namun terkadang difus groundglass appearance dapatterlihat. Jika pemeriksaan
dilanjutkan, perubahan X foto dapat berkomplikasidengan infeksi atau cardiogenic pulmonary
oedema.(1,18)
6. EKG
EKG dapat menunjukkan bukti adanya peregangan ventrikel kanan atau polaiskemik jika
otot jantung ikut terlibat. Hal ini dapat dideteksi dengan perubahanEKG nonspesifik misalnya ST
depresi, gelombang T datar, AV blok, dan polabundle branch blok. Namun hal ini jarang terjadi.
(18)
7. Tes enzim
Tes ini telah digunakan, kadar lipoproteinlipase meningkat, namun kadarnyadapat tetap
tinggi setelah 5-8 hari dimana tanda klinis mulai menghilang sehinggates ini tidak membantu
diagnosis.(18)
8. Transesofageal echocardiografi
Transesofageal echocardiografi telah digunakan untuk memonitor jumlahemboli yang
terlepas pada pasien yang menjalani prosedur intrameduler yanginvasive.(9,18)
9. Bronchioalveolar lavage
Bronchioalveolar lavage digunakan untuk menampilkan lemak intrapulmonal.Persentase
yang tinggi dari sel-sel bronkhoalveolar yang menunjukkan adanyalemak intraseluler ( 5% )
mendukung diagnosis dari FES.(9)
10. Pulmonary artery catheter

Masson dan Ruggieri (1985) menyarankan penggunaan Pulmonary arterycatheter untuk


mengambil sample dari darah kapiler pulmonal untuk menentukankonten lemaknya.(9)
11. CT scan dan MRI
Mungkin dapat membantu untuk menemukan etiologi untuk kelainan
pulmonal dan disfungsi serebral.(9)
Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium seringkali terlalu sensitive dan tidak sensitive dan tidakspesifik
sehingga diagnosis dari FES secara esensial adalah diagnosis klinis. Namununtuk membantu
diagnosis maka dapat dipakai kriteria dari Gurd (Gurds Criteria).
Menurut kriteria Gurd, diagnosis membutuhkan setidaknya 1 tanda dari kriteria
mayor dan setidaknya 4 tanda dari criteria minor. Kriteria ini telah sedikit
dimodifikasi dari kriteria gurd yang sebenarnya.(19)
Kriteria mayor :
1.Petekhie axiler atau subkonjungtival
2.Terjadi sebentar saja ( 4 6 jam) pada 50-60% dari kasus
3.Hipoksemia PaO2 di bawah 60 mmHg
4.Depresi saraf pusat yang tidak sesuai dengan hipokseminya, dan edemam
pulmonal
Kriteria minor
1.Takikardi lebih dari 110 bpm
2.Demam lebih dari 38,5oC
3.Emboli tampak pada retina pada pemeriksaan fundoskopi
4.Lemak terdeteksi pada urine
5.Penurunan hematokrit atau jumlah platelet yang mendadak dan tidak diketahui
penyebabnya
6.Peningkatan LED atau viskositas plasma
7.Gumpalan lemak tampak pada sputum
Diagnosis deferensial meliputi emboli pulmonal, kontusi jantung atau paru, shock
septic, hipervolemi, cedera intracranial, aspirasi pneumonitis, ARDS, dan reaksi transfusi.
(18)
Manajemen

FES adalah suatu self limiting disease dan terapinya terutama adalah suportif dengankunci
suksesnya adalah oksigenasi dari jaringan perifer. Selain itu, pada penanganan awalpasien
trauma, ada hal-hal yang harus dialakukan untuk menurunkan insiden dankeparahan dari FES.
Fraktur tulang panjang perlu distabilisasi secepatnya dan seefektifmungkin dengan menggunakan
air splints dan transport yang hati-hati dari tempatkejadian. Setelah sampai di rumah sakit,
dilakukan immobilisasi awal meliputi traksi,bebat, atau reduksi terbuka dan fiksasi internal
sangat diperlukan.(9,18)
1.Oksigen dengan masker
PaO2 harus diperiksa setiap hari selama 5 hari pada pasien dengan risiko tinggiFES, dan
pasien-pasien tersebut harus diberi oksigen tambahan sesuai keperluandan bila perlu berikan
continous positive aeropressure melalui masker.(18)
2. Suportif ventilator mekanik
Ini digunakan jika PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 60 mmHg atau jika
terjadi distress respiratorik, hiperkarbia, dan kelelahan.(
3.Volume sirkulasi yang adekuat
Volume sirkulasi yang adekuat harus dijamin selama fase akut dari FES yangmengikuti
trauma karena shock yang tidak tertangani menyebabkan prognosisyang buruk pada FES.(18)
Jika stabilitas sirkulasi dapat dipertahankan, kemudian diikuti penerapan yangtepat dari
restriksi cairan dan diuretic, mungkin dapat meningkatkan oksigenasidarah melalui menurunkan
cairan paru ekstravaskuler. Hal ini dapat dipantaudengan CVP monitor.(18)
4.Aspirin, Mini-dose heparin, dan Dextran
Obat-obat ini mungkin perlu dibatasi penggunaannya pada penurunan adhesiplatelet namun
tidak digunakan secara rutin karena dapat menyebabkanperdarahan ulang dari lokasi trauma.(18)
5. Steroid
Penggunaan steroid merupakan suatu kontroversi namun penggunaan nyatelah ditunjukkan
dalam beberapa studi misalnya oleh Schonfeld et al (1983)membawa keuntungan.
Bagaimanapun, steroid mungkin akan membawakeuntungan yang lebih jika diberikan
secepatnya dari onset munculnya FES.Penelitian yang lebih jauh diperlukan untuk mengevaluasi
hal ini.(18)
Prognosis

Kebanyakan kasus FES sembuh dengan oksigenasi yang adekuat dan penggunaandiuretic
dan garam serta restriksi air. Resolusi dari tampilan klinis terjadi setelah 2-3minggu kemudian.
Kematian lebih karena kegagalan nafas daripada kegagalan sarafpusat, ginjal, atau sequele
jantung. Prognosisnya, kecuali untuk kasus yang fulminan,adalah sangat baik. Pada pasien
dengan koma dan ganguan nafas mortalitasnya adalah20%.(18)
Preventif
Riska et al (1976) menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa insiden FES dapatdireduksi
secara bermakna dengan immobilisasi yang adekuat dari fraktur mulai daritransport dan operasi
fiksasi dini dari frakur tulang panjang.(
Keparahan dari sindrom klinik juga dapat direduksi dengan oksigen profilaksis.(18 )
BGA berulang pada 48 jam pertama pada pasien ini adalah petunjuk tunggal yang
paling bermakna untuk diagnosis dan manajemen.(18)
Kortikosteroid dapat digunakan untuk profilaksis hanya pada pasien dengan risikoFES yang
tinggi. Misalnya pasien dengan fraktur tulang panjang atau pelvis, terutamapada fraktur tertutup.
Metilprednisolon 1,5 mg/kg IV dapat diberikan setiap 8 jam untuk 6dosis.(20)
Strategi lain yang dapat dilakukan untuk mencegah FES adalah mengurangipeningkatan
tekanan intraoseus selama prosedur orthopedic dengan tujuan untukmengurangi intravasasi
lemak intrameduler dan debris yang lain.

Anda mungkin juga menyukai