4034 PDF
4034 PDF
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
APARIMINTA HERNING
G0006042
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan kebutuhan akan kesehatan dan pengaruh dari media massa,
akhir-akhir ini masyarakat mulai lebih memberikan perhatian terhadap
kesehatan tubuhnya. Hal tersebut menimbulkan fenomena semakin maraknya
penggunaan vitamin dan suplemen kesehatan (Nelson, 2003). Yusmarini
(2004) menyatakan bahwa diantara suplemen yang mulai banyak digunakan
adalah bubuk kedelai yang berasal dari olahan kedelai putih (Glycine max).
Bubuk kedelai putih (Glycine max) dapat memberikan beberapa manfaat
apabila dikonsumsi oleh masyarakat. Rivas et al. (2002) menyebutkan bahwa
dengan konsumsi bubuk kedelai putih (Glycine max) selama 3 bulan
didapatkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 18,4 10,7 mmHg dan
diastolik sebesar 15,9 9,8 mmHg pada penderita hipertensi ringan sampai
dengan sedang. Sedangkan konsumsi 375 ml suplemen bubuk kedelai putih
(Glycine max) termasuk dalam strategi yang efektif untuk mempertahankan
densitas mineral tulang pada perempuan usia 14-16 tahun (Ho et al., 2005).
Efek dari bubuk kedelai terhadap penurunan risiko kanker prostat telah
ditunjukkan oleh Jacobsen et al. (2004) sebesar 70% di daerah Kalifornia,
Amerika Serikat. Suplementasi bubuk kedelai putih (Glycine max) pada
wanita menopause dapat menyebabkan terjadinya penurunan keluhan nyeri
otot dan sendi sebesar 33%. Hanachi et al. (2007) menyatakan bahwa setelah
penggunaan bubuk kedelai didapatkan peningkatan Total Antioksidan Status
(TAS) dalam serum sebanyak 642.8866.9 mol/l yang diukur dengan ferric
reducing ability of plasma assay (FRAP assay). Selain itu, tubuh dapat
memperoleh efek perlindungan terhadap kerusakan DNA limfosit akibat stress
oksidatif, sehingga fungsi dari sistem imun dapat ditingkatkan (Mitchell dan
Collins, 1999).
Dengan beragam manfaat yang dimilikinya, bubuk kedelai putih (Glycine
max) menjadi salah satu bisnis besar di dunia modern saat ini. Sering kali
pihak produsen tidak memberikan hak pada konsumen sebagai pengguna jasa
layanan kesehatan untuk memperoleh informasi mengenai efek samping
produk yang mereka gunakan (Abdalla, 2004). Ketika suatu produk
dikonsumsi oleh masyarakat secara terus menerus karena tertarik dengan
manfaat yang ditawarkan dan produk tersebut tidak menjelaskan mengenai
efek samping yang dapat terjadi, tentunya masyarakat menjadi dirugikan.
Salah satu efek dari konsumsi bubuk kedelai putih (Glycine max) adalah
penurunan kadar glukosa darah, karena pada bubuk kedelai putih (Glycine
max) terdapat isoflavon (Busby et al., 2002). Cheng et al. (2004)
menyebutkan bahwa pada wanita post menopause setelah mendapatkan
isoflavon sebesar 100 mg ditambah dengan estrogen selama 6 bulan dapat
menyebabkan terjadinya hipoglikemi, ditunjukkan dengan kadar glukosa
darah puasa yang menjadi 85% dari kadar glukosa darah puasa awal. Data ini
menunjang keberadaan efek samping bubuk kedelai putih (Glycine max),
terkait dengan penggunaan bubuk kedelai putih (Glycine max) yang tidak
hanya oleh pasien dengan kadar glukosa darah tinggi tetapi juga oleh
masyarakat yang memiliki kadar glukosa darah normal.
Apabila kadar glukosa darah rendah dapat terjadi kelainan fungsi berbagai
sistem organ tubuh. Pada awalnya, tubuh secara otomatis memberikan respon
terhadap penurunan kadar glukosa darah dengan melepaskan epinefrin
(adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin akan
merangsang pelepasan glukosa dari cadangan tubuh, tetapi juga menyebabkan
gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, kegelisahan,
gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar). Karena
sumber energi otak yang utama adalah glukosa, maka apabila kadar glukosa
darah turun akan terjadi gangguan fungsi otak yang berakibat pusing, bingung,
lelah, lemah, sakit kepala, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan,
kejang, koma, dan dapat diikuti kematian (Liza, 2007).
Melihat beratnya gejala hipoglikemia, peneliti bermaksud untuk
menyelidiki efek penurunan kadar glukosa darah oleh bubuk kedelai putih
(Glycine max) pada tikus putih dengan kadar glukosa darah normal.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat efek penurunan kadar glukosa darah oleh bubuk kedelai
putih (Glycine max) pada tikus putih dengan kadar glukosa darah normal?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efek penurunan kadar glukosa darah oleh bubuk kedelai
putih (Glycine max) pada tikus putih dengan kadar glukosa darah normal.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang
lebih mendalam mengenai efek penurunan kadar glukosa darah oleh
bubuk kedelai putih (Glycine max) pada subjek dengan kadar glukosa
darah normal.
b. Menambah pengetahuan tentang bubuk kedelai sehubungan dengan
perannya sebagai suplemen yang mulai banyak digunakan oleh
masyarakat.
2. Manfaat Aplikatif
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian
selanjutnya mengenai bubuk kedelai.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kedelai Putih
a.
Taksonomi
Klasifikasi tanaman kedelai putih adalah sebagai berikut
kerajaan
Plantae
filum
Magnoliophyta
kelas
Magnoliopsida
ordo
Fabales
famili
Fabaceae
subfamili
Faboideae
genus
Glycine
spesies
b. Deskripsi Tanaman
Bentuk daun tanaman kedelai bulat telur dengan kedua ujungnya
membentuk sudut lancip dan bersusun tiga menyebar (kanan - kiri depan) dalam satu untaian ranting yang menghubungkan batang
pohon. Buah kedelai berbentuk polong. Bunga kedelai termasuk bunga
sempurna, akan tetapi tidak semua bunga dapat menjadi polong
walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60%
bunga rontok sebelum membentuk polong. Baik kulit luar buah polong
resistensi
perifer
yang
dapat
berpengaruh
pada
10
11
dengan
peroxisome
proliferatoractivated
receptors
12
otot skelet., Stimulasi PPARs tersebut akan merubah transkripsi gengen peka insulin yang terlibat dalam transport, penggunaan glukosa,
dan bertanggung jawab terhadap perbaikan sensitivitas reseptor insulin
sehingga sensitivitas insulin terhadap kenaikan glukosa darah
meningkat. Kenaikan sensitivitas insulin ini dapat menyebabkan
penurunan kadar glukosa darah (Mezei et al., 2003).
Genistein meningkatkan dengan cepat sekresi insulin yang
distimulasi oleh glukosa / glucose-stimulated insulin secretion (GSIS)
pada sel-sel yang menskresi insulin/ insulin-secreting cell lines (INS-1
dan MIN6) serta pada sel islet pankreas. Sesuai dengan efeknya pada
GSIS, genistein meningkatkan cAMP intraselular yang menimbulkan
peningkatan aktivitas adenilat siklase dan mengaktivasi fosforilasi
protein kinase A (PKA) pada INS-1, MIN-6, dan sel islet pankreas.
Genestein 10 nmol/l dapat meningkatkan sekresi insulin walaupun
efek maksimal dicapai pada dosis genistein 5 mol/l (Liu et al., 2006).
Genistein meningkatkan sekresi insulin dari sel beta pulau
langerhans. Insulin dan IGF-1, menstimulasi ambilan glukosa dengan
meningkatkan ekspresi transpor glukosa dalam sel. IGF-1 merupakan
suatu hormon protein polipeptida yang diproduksi di hati, mempunyai
struktur yang sama dengan insulin dan efek yang menyerupai insulin
(Lane et al., 2002). Efek tersebut didapat dari ikatan IGF-1 dengan
reseptor spesifik IGF-1 dan reseptor insulin pada beberapa tipe sel.
Seperti reseptor insulin, reseptor IGF-1 merupakan reseptor tirosin
13
14
15
glukosa
dehidrogenase
maupun
heksokinase.
Enzim
16
terakhir. Nilai normal glukosa darah dua jam postprandial ialah < 140
mg/dl (Guyton,2000).
b. Penyakit
Beberapa jenis penyakit dapat mempengaruhi metabolisme
glukosa. Diantaranya yaitu penyakit penkreas dan hati, infeksi, dan
keganasan.
17
18
19
dan
diasilgliserol. Inositol
1,4,5-tripospat
(IP3)
20
21
22
23
i. Obat
Kenaikan kadar glukosa darah dapat terjadi pada penggunaan
beberapa jenis obat. Diantaranya adalah kortikosteroid karena
merupakan racun yang mempengaruhi pembentukan insulin dengan
menyebabkan kerusakan sel beta pankreas sehingga produksi insulin
berkurang., beta bloker, produk yang mengandung estrogen, INH, dan
obat diuretik seperti furosemide serta thiazide (Putranti, 2008).
Penurunan kadar glukosa darah juga dapat disebabkan oleh
berbagai jenis obat. Konsumsi insulin dan obat hipoglikemia oral
(terutama sulfonilurea) paling sering menjadi penyebab penurunan
tersebut, terkadang penurunan kadar glukosa darah dapat pula terjadi
setelah konsumsi kinin, pentamidine, salisilat, dan sulfonamide
(Sugondo, 2007).
Konsumsi insulin atau obat hipoglikemia oral dengan dosis
berlebihan dapat mengakibatkan hipoglikemia. Hipoglikemia dapat
pula terjadi apabila konsumsi obat tersebut diikuti oleh keterlambatan
makan atau tidak makan, makan dengan karbohidrat (roti, nasi,
kentang) yang kurang, latihan jasmani yang terlalu keras dan terlalu
lama, dalam keadaan sakit, dan minum alkohol saat perut kosong
(Nike, 2009).
Obat hipoglikemia oral dibagi menjadi tiga golongan. Yaitu
pemicu sekresi insulin (jenis sulfonilurea dan glinid), penambah
sensitivitas terhadap insulin (metformin dan tiazolidindion) serta
24
penghambat
absorpsi
glukosa
melalui
hambatan
glukosidase
reaktif.
Hipoglikemia
murni
merupakan
gejala
25
26
penyakit,hormon, genetik,
jenis kelamin laki-laki, dan
obat
Isoflavon:
menghambat absorpsi glukosa
pada usus, meningkatkan jumlah
reseptor insulin dan afinitasnya,
meningkatkan produksi hormon
insulin dan Insulin-Like Growth
Factor 1 (IGF-1)
Kadar glukosa
darah turun
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran
27
C. Hipotesis
Bubuk kedelai putih (Glycine max) mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah pada tikus putih dengan kadar glukosa darah normal.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar
dengan jenis kelamin jantan, umur 6-8 minggu, berat badan kurang lebih 200
gram, sehat, dan aktif.
Sampel akan di bagi dalam tiga kelompok. Jumlah sampel dihitung dengan
rumus Federer:
(n-1)(t-1) > 15
dimana :
n = besar sampel
t = jumlah kelompok
hasil penghitungan :
(n-1)(3-1) > 15
2n-2 > 15
2n > 15+2
2n > 17
n > 8,5
28
29
Besar sampel minimal untuk tiap kelompok adalah 9 ekor tikus putih dan 2 ekor
tikus putih sebagai cadangan pada tiap-tiap kelompoknya. Jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah 33 ekor tikus putih (Rattus norvegicus).
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel hewan uji dilakukan dengan purposive sampling,
sedangkan pembagian subjek ke dalam kelompok menggunakan randomisasi..
E. Variabel Penelitian
Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
2. Variabel terikat
3. Variabel luar :
a. dapat dikendalikan
30
31
c.
Aktifitas Fisik
Tinggi rendahnya aktifitas fisik dapat mempengaruhi kadar glukosa
darah tikus putih. Hal ini mampu dikendalikan dengan pemilihan
subjek tikus putih yang mempunyai aktivitas fisik normal dan ukuran
kandang tikus putih yang sama sehingga aktivitas tikus putih dapat
dibatasi serta seragam.
32
d.
Obat
Konsumsi obat dapat menaikkan/ menurunkan kadar glukosa darah.
Faktor obat dapat dikendalikan dengan cara tidak memberikan obat
apapun pada tikus putih selama penelitian berlangsung dan menjaga
kebersihan tikus putih serta kandangnya sehingga tikus putih dalam
kondisi sehat dan tidak perlu diberikan obat.
33
34
G. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah eksperimental pre and post test control group
design.
33 ekor tikus putih
Randomisasi
kontrol
II
GD1
GD1
GD1
Aquades
Dosis 1
Dosis 2
GD2
GD2
GD2
Adaptasi 3 hari
Perlakuan 5 hari
Analisa statistik
Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian
Keterangan:
Kontrol
II
35
GD1
Aquades
Dosis 1
Dosis 2
Analisis
36
b. Aquades
c. Pakan pellet dan air PAM
I. Penentuan Dosis
Menurut penelitian Song et al. (2002) dengan pemberian flavonoid 1 mg/
kg BB tikus putih (setara dengan 0,2 mg/ 200 gr BB tikus putih) selama 5 hari
dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 3 %. Pada produk bubuk
kedelai yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan isoflavon sebesar 6
mg tiap 50 mg takaran sajinya bagi manusia (setara dengan 0,2 mg/ 200 gr BB
tikus putih). Sehingga, lama perlakuan yang diberikan adalah 5 hari.
Perlakuan diberikan dalam 2 dosis. Dosis yang pertama disesuaikan
dengan anjuran konsumsi produk tersebut untuk manusia, yaitu 50 gr bubuk
kedelai putih ditambah 250 ml (satu gelas) air hangat/ 38oC untuk tiap
penyajian. Sedangkan dosis yang kedua (100 gr) digunakan untuk melihat
konsumsi berlebihan produk pada masyarakat.
Konversi dosis dari manusia (70 kg) ke tikus putih (200gr) adalah 0,018
(Harmita dan Maksum, 2005). Sedangkan berat rata-rata orang Indonesia 50
kg (Suwandi, 2006). Sjabana (2006) menyebutkan bahwa kapasitas lambung
tikus putih (100 gr) adalah 5 ml aquades.
Sehingga, melalui konversi dosis didapatkan
dosis 1: 0,018 x 70/50 x 50 gr = 1 gr/ 200 grBB/ hari
dosis 2: 0,018 x 70/50 x 100 gr = 3 gr/ 200 gr BB/ hari
yang dilarutkan dalam 5 ml air.
37
J. Cara Kerja
1. Hewan coba diperoleh dari Universitas Setia Budi (USB) Surakarta. Mulamula dilakukan adaptasi selama 3 hari dengan kondisi tempat penelitian,
diadakan penimbangan, serta dilakukan pengelompokan secara random
menjadi 3 kelompok. Tiap kelompok terdiri atas 11 ekor tikus putih,
a. kelompok kontrol :
b. kelompok I
c. kelompok II
Semua kelompok tikus putih tersebut diberikan pakan pellet standar BR-2
dan minum air PAM secara adlibitum.
2. Setelah tikus putih dipuasakan selama kurang lebih 12 jam (terhitung
mulai jam 20.00 pada malam hari ke-0), lalu masing-masing diambil
darahnya sekitar 0,5 ml melalui sinus orbitalis pada hari ke-1 dan dihitung
kadar glukosa darah awal (GD1). Pengambilan sampel darah sekitar pukul
08.00.
3. Mulai hari ke-2, dilakukan perlakuan secara oral dengan spuit needle
feeding. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :
a. kelompok kontrol diberi aquades 5 ml
b. kelompok I diberi bubuk kedelai putih 1 gr/ 200 grBB/ hari yang
dilarutkan dalam 5 ml aquades 38oC.
c. kelompok II diberi bubuk kedelai putih 3 gr/ 200 grBB/ hari yang
dilarutkan dalam 5 ml aquades 38oC.
Pemberian perlakuan sebanyak satu kali sehari (pukul 08.00).
38
4. Setelah tikus putih dipuasakan selama 12 jam, pada hari ke-7 diambil
darahnya melalui sinus orbitalis untuk mengetahui kadar glukosa darah
akhir (GD2).
5. Membandingkan rata-rata kadar glukosa darah hasil penelitian dari semua
kelompok, dilanjutkan dengan analisa data.
K. Analisis Data
Data diolah menggunakan program komputer SPSS versi 16. Data yang
didapat dianalisis secara statistik dengan uji Oneway ANOVA. ANOVA
merupakan uji parametrik, sehingga asumsi penggunaan uji parametrik harus
dipenuhi, yaitu: sebaran normal dan variansi untuk lebih dari 2 kelompok
harus homogen (Wahjuda, 2009).
Uji Oneway ANOVA digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan rerata kadar glukosa darah di antara tiga kelompok perlakuan. Jika
terdapat perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan Post-hoc multiple
comparisons test uji Least Significance Difference (LSD) untuk melihat lebih
jelas letak perbedaan antar kelompok perlakuan. Sedangkan untuk mengetahui
besar penurunan kadar glukosa darah pada tiap-tiap kelompok digunakan
paired samples t test (uji t berpasangan). Derajat kemaknaan yang digunakan
adalah = 0,05.
Namun, apabila data berbeda (sebaran tidak normal/ sebaran normal tetapi
varians berbeda) sehingga tidak memenuhi syarat untuk uji statistik Anova,
digunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis, dengan batas kemaknaan p <
0,05. Dan jika terdapat perbedaan bermakna maka perbedaan antar kelompok
39
ditentukan lebih lanjut dengan alat uji Post-hoc untuk uji Kruskal-Wallis yaitu
Two Independent Samples Test uji Mann-whitney U (Raflizar et al., 2006).
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratrium Biokimia Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sebelum dan setelah pemberian
perlakuan selama 5 hari dilakukan pengambilan sampel darah tikus putih
melalui sinus orbitalis. Kemudian dilakukan penghitungan kadar glukosa
darah di Laboratorium Farmasi Universitas Setia Budi.
Penelitian mengenai efek pemberian bubuk kedelai putih (Glycine max)
terhadap kadar glukosa darah tikus putih menunjukkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.1 Rerata Kadar Glukosa Darah Tikus Putih
Kelompok
Rerata
Simpangan Baku
Sebelum Perlakuan
(mg/dl)
Rerata
Simpangan Baku
Setelah Perlakuan
(mg/dl)
Rerata
Simpangan Baku
Penurunan
(mg/dl)
11
79,18 7,92
86,82 7,33
-7,63 6,89
II
11
75,73 7,03
73,63 6,77
2,09 8,24
III
11
76,81 7,93
73,09 8,04
3,64 5,55
keterangan:
Kelompok I
Kelompok II :
40
41
Kelompok III :
90
85
80
Glukosa darah
(gr/dl)
Pre Test
Post Test
75
70
65
I
II
III
Kelompok
42
43
Tabel 4.2 Hasil Uji t Berpasangan Kadar Glukosa Darah Sebelum (GD1) dan
Sesudah Perlakuan (GD2)
Kelompok
Keterangan
Signifikansi
0,004
< 0,05
Signifikan
II
0,420
> 0,05
Tidak siginifikan
III
0,050
= 0,05
Tidak siginifikan
siginifikan secara statistik. Pada kelompok dengan perlakuan dosis 1 dan dosis
2 didapatkan penurunan kadar glukosa darah yang tidak siginifikan. Akan
tetapi dari hasil analisis dengan uji t berpasangan tersebut, diketahui bahwa
dosis 2 menurunkan kadar glukosa darah lebih besar secara statistik.
44
BAB V
PEMBAHASAN
Pemeriksaan kadar glukosa darah sebelum perlakuan (GD1) dilakukan
pada hari pertama.Variasi kadar glukosa darah sebelum perlakuan yang terjadi
pada ketiga kelompok tikus putih dapat disebabkan oleh adanya variabel-variabel
luar yang mempengaruhi. Hasil uji statistik Oneway ANOVA terhadap kadar
glukosa darah sebelum perlakuan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
bermakna pada rerata semua kelompok (lampiran 1). Dapat disimpulkan bahwa
kadar glukosa darah ketiga kelompok sebelum perlakuan tersebut homogen dan
keberadaan variabel- variabel luar dapat disingkirkan.
Pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan setelah lima hari perlakuan
dengan aquades, dosis 1, dan dosis 2 bubuk kedelai putih (GD2). Dari hasil uji
homogenitas variansi diketahui bahwa dalam tiap kelompok perbedaan perubahan
kadar glukosa darah tikus putih tidak signifikan. Dapat dikatakan bahwa efek
perlakuan yang diterima tikus putih dalam tiap kelompoknya relatif homogen.
Hasil uji statistik Oneway ANOVA terhadap kadar glukosa darah setelah
perlakuan, menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara rerata ketiga
kelompok. Dari Post-hoc multiple comparisons test uji Least Significance
Difference (LSD) diketahui adanya perbedaan rerata penurunan kadar glukosa
darah yang bermakna pada kelompok perlakuan dengan aquades terhadap
kelompok perlakuan dengan bubuk kedelai putih (lampiran 2). Hal ini dapat
dijelaskan dari tabel 4.1 dan gambar 4.1, dimana rerata tikus putih dengan
perlakuan aquades mengalami peningkatan kadar glukosa darah, sedangkan rerata
44
45
tikus putih dengan perlakuan bubuk kedelai putih (Glycine max) menunjukkan
penurunan pada kadar glukosa darahnya.
Kemudian untuk mengetahui efektifitas perlakuan dalam menurunkan
kadar glukosa darah tikus putih, maka hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
sebelum (GD1) dan setelah perlakuan (GD2) semua kelompok dianalisis dengan
uji t Berpasangan (tabel 4.2). Glukosa darah pada kelompok perlakuan dengan
aquades mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat disebabkan karena
aquades merupakan kontrol negatif yang tidak memiliki efek menurunkan kadar
glukosa darah.Ditambah dengan stres yang dialami tikus putih akibat pemberian
perlakuan selama 5 hari dengan spuit needle feeding, pengambilan darah melalui
sinus orbitalis, dan kemungkinan adanya infeksi akibat pengambilan darah
tersebut. Stres ini dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah pada tikus
putih.
Kelompok perlakuan dengan bubuk kedelai putih (Glycine max) dosis 1 gr/
200 grBB dan 3 gr/ 200grBB menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang
tidak signifikan antara kadar glukosa darah sebelum dan sesudah perlakuan (tabel
4.2). Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi disebabkan oleh isoflavon
(terutama genestein) yang banyak terdapat di dalam bubuk kedelai putih (Glycine
max). Penurunan yang tidak signifikan kemungkinan dipengaruhi oleh mekanisme
adaptasi terhadap perubahan kadar glukosa darah oleh tikus putih sehat yang
digunakan dalam penelitian ini, diantaranya yaitu mekanisme adaptasi hormonal.
Ketika kadar glukosa darah menurun, hormon glukagon dan tiroid dapat
meningkatkannya
kembali
dengan
memacu
proses
glikogenolisis
di
46
dalam liver. Kecepatan absorpsi glukosa di dalam usus juga dapat ditingkatkan
oleh hormon tiroid. Ditambah dengan adanya stres yang dialami tikus putih dalam
penelitian ini. Katekolamin mempermudah respon fight or flight terhadap stres
bersama dengan glukortikoid, growth hormone, dan glukagon. Adanya respon
fight or flight ini meningkatkan kadar glukosa darah melalui peningkatan
glikogenolisis otot, pada hepar produksi glukosa, glukoneogensis, dan
glikogenolisis meningkat sedangkan sintesa glikogen menurun.
Dari tabel 4.2 dapat terlihat bahwa bubuk kedelai putih (Glycine max) dengan
dosis 3 gr/ 200 grBB mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus putih lebih
besar dibanding dengan dosis 1 gr/ 200 grBB. Dosis 1 gr/ 200 grBB sudah
merupakan dosis yang mampu menurunkan kadar glukosa darah. Pada dosis yang
lebih besar kadar isoflavon dalam bubuk kedelai putih (Glycine max) semakin
tinggi, sehingga dapat memberikan efek penurunan yang lebih nyata dari kadar
glukosa darah sebelum perlakuan (yang dianggap sebagai kadar glukosa darah
normal).
Hipoglikemia dapat terjadi apabila kadar glukosa darah <60 mg/dl. Dikatakan
hipoglikemia apabila pada manusia terjadi penurunan kadar glukosa darah sebesar
16-46 % dari kadar glukosa darah awal yang normal (70-110 mg/dl).
Pada
penelitian ini, perlakuan dengan bubuk kedelai putih dosis 1 memberikan rerata
penurunan 2,09 mg/dl (3 % dari kadar glukosa darah sebelum perlakuan).
Perlakuan dengan bubuk kedelai putih dosis 2 memberikan rerata penurunan 3,64
mg/dl (5 % dari kadar glukosa darah sebelum perlakuan). Penurunan kadar
47
glukosa darah yang didapatkan dalam penelitian ini tidak memberikan reaksi
hipoglikemia pada hewan coba yang digunakan.
Penelitian Song et al (2002) selama 5 hari menggunakan hewan uji tikus,
diketahui bahwa dengan pemberian flavonoid 1 mg/kgBB sudah dapat terjadi
penghambatan absorbsi glukosa melalui GLUT2 in vivo sehingga kadar glukosa
darah turun sebesar 3%, dan dengan dosis 65 mg/kgBB kadar glukosa darah
menjadi 60% dari kadar glukosa darah awal. Hal ini menunjukkan kesesuaian
penelitian mengenai efek penurunan kadar glukosa darah oleh kedelai putih
(Glycine max) dengan penelitian sebelumnya. Besarnya dosis juga mempengaruhi
besarnya penurunan yang dihasilkan.
Isoflavon dapat menurunkan kadar glukosa darah melalui beberapa
mekanisme selain menghambat absorbsi glukosa melalui GLUT2 pada usus
(Franzon et al., 2004). Wagner et al. (2007) menyatakan bahwa dengan pemberian
genestein, terjadi aktivasi dan peningkatan ekspresi peroxisome proliferator
activated receptors (PPARs). Stimulasi PPARs meningkatkan sensitivitas insulin
terhadap kenaikan kadar glukosa darah sehingga dapat menyebabkan penurunan
kadar glukosa darah (Mezei et al., 2003). Genistein meningkatkan sekresi insulin
dan Insulin-Like Growth Factor 1 (IGF-1). IGF-1 merupakan suatu hormon
protein polipeptida yang mempunyai struktur yang sama dengan insulin dan efek
yang menyerupai insulin, sehingga dapat menstimulasi ambilan glukosa dengan
meningkatkan ekspresi transpor glukosa dalam sel (Lane et al., 2002). Efek
tersebut didapat dari ikatan IGF-1 dengan reseptor spesifik IGF-1 dan reseptor
insulin pada beberapa tipe sel, walaupun ikatan pada reseptor insulin mempunyai
48
afinitas yang lebih rendah dibandingkan ikatan dengan reseptor IGF-1 (Scarth,
2006). Genistein juga dapat meningkatkan dengan cepat sekresi insulin yang
distimulasi oleh glukosa / glucose-stimulated insulin secretion (GSIS) pada sel-sel
yang menskresi insulin/ insulin-secreting cell lines (INS-1 dan MIN6) serta pada
sel islet pankreas (Liu et al., 2006).
Melihat beberapa macam mekanisme kerja isoflavon dalam bubuk kedelai
putih (Glycine max) yang dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih
dengan kadar glukosa darah normal pada penelitian ini, untuk mengetahui
mekanisme yang paling memungkinkan maka masih perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut.
49
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Terdapat efek penurunan kadar glukosa darah oleh bubuk kedelai putih
(Glycine max) yang siginfikan secara statistik pada tikus putih dengan kadar
glukosa darah normal.
B. Saran
Setelah dilakukan penelitian ini, maka peneliti menyarankan:
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai dampak kronis dari konsumsi bubuk
kedelai putih (Glycine max) terhadap kadar glukosa darah pada subjek
dengan kadar glukosa darah normal.
2. Penelitian selanjutnya, sebaiknya menggunakan hewan uji yang lebih
tinggi, kemudian diujikan pada manusia, sehingga efek penurunan kadar
glukosa darah oleh bubuk kedelai putih (Glycine max) dapat lebih diamati
lalu diwaspadai oleh masyarakat.
3. Penggunaan bubuk kedelai putih (Glycine max) sehari-hari oleh
masyarakat, hendaknya sesuai dengan takaran dosis yang dianjurkan dan
diimbangi dengan
49
50
DAFTAR PUSTAKA
Abdalla
U.A.
2004.
Mencintai
Hidup,
Mencintai
http://islamlib.com/id/artikel/mencintai-hidup-mencintai-tubuh/
2009).
Tubuh.
(4 Mei
Cryer
Daz D.Y. 2007. Kedelai Sumber Makanan dengan Sejuta Manfaat Bagi
Kesehatan
Tubuh.
http://microsite.detik.com/metabolis-indonesia/
webtorial.html (12 Mei 2009).
Fahri., Chasbi., Sutarno., Listyawati., Shanti. 2005. Kadar Glukosa Darah dan
Kolesterol Total Darah tikus Putih (Rattus norvegicus L.,) Hiperglikemik
Setelah Pemberian Ekstrak Metanol Akar Meniran (Phillanthus niruri L.).
Biofarmasi. Surakarta: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret
Surakarta. 3:3.
50
51
Franzon R., Chiarani F., Mendes R.H., Klein A.B., Wyse A.T.S. 2004. Dietary
soy prevents brain Na+, K+-ATPase reduction in streptozotocin diabetic
rats. Elsevier. 69:117-12.
Gloyn A.L., Nordam K., Willemsen M.A.A.P., Ellard S., Lam W.W.K., Campbell
I.W., Midgley P., Shiota C., Buettger C., Magnuson M.A., Matschinsky
F.M., Hattersley A.T. 2003. Insights Into the Biochemical and Genetic
Basis of Glucokinase Activation From Naturally Occurring Hypoglycemia
Mutations. Diabetes. 52(9). 2433-40.
Guyton A.C. 2000. Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-10. Jakarta: EGC, hal 1221-31.
Hanachi P., Golkho P., Ahmadi A., Barantalab F. 2007. The effect of soymilk on
alkaline phosphatase, total antioxidant levels, and vasomotor symptoms in
menopause women. Iranian Journal of Basic Medical Sciences. 10(3):
162-68.
Harmita, Maksum R. 2005. Analisa Hayati. Cetakan ke-2. Farmasi FMIPA
Univesitas Indonesia. Jakarta, hal: 56.
Harna.
Ho S.C., Guldan G.S.,Yu J.W.R., Tse M.M., Sham A., Cheng J. 2005. A
prospective study of the effects of 1-year calcium-fortified soy milk
supplementation on dietary calcium intake and bone health in chinese
adolescent girls aged 14 to 16. Osteoporos Int. 16: 190716.
Indriani D. 2004. Faktor Pencetus Diabetes Mellitus (DM) Hasil Pemeriksaan
pada Pasien di Laboratorium Poliklinik Rumah Bersalin Muhammadiyah
Desa Sumberpucung Kecamatan Sumberpucung Kabupaten Malang.
Universitas Muhammadiyah Malang. Thesis.
Jacobsen B.K., Knutsen S.F., Fraser G.E. 2004. Does high soy milk intake reduce
prostate cancer incidence?. Cancer Causes dan Control. 9:553-7.
Kusdiarjo S. dan Sunarto. 2002. TTG.Membuat Kerupuk Singkong & Keripik
Kedelai. Edisi ke-1. Jakarta: Kanisius, hal:10.
Lane R.H., Dvorak B., MacLennan N.K., Dvorakova K., Halpern M.D., Pham
T.D., Philipps A.F.2002. IGF alters jejunal glucose transporter expression
and serum glucose levels in immature rats. American Journal of
Physiology. Regulatory, Integrative and Comparative Physiology. 283:
145060.
52
Lee J.H., Renita M., Ronald J., Fiorito., Martin S.K., Schwartz S.J., Vodovotz Y.
2004. Isoflavone characterization and antioxidant activity of ohio
soybeans. J. Agric. Food Chem. 52 : 2647-51.
Lili. 2008. Nutritional Food Safety. www.lily.staff.ugm.ac.id/dl/index.php?file
(23 Juli 2009).
Lindner V., Kim S.K., Karas R.H. 2004. Increased expression of estrogen receptor
beta mRNA in male blood vessels after vascular injury. Circ Res.83: 224
9.
Liu D., Zhen W., Yang Z., Carter J.D., Si H., Reynolds1 K.A. 2006. Genistein
acutely stimulates insulin secretion in pancreatic b-cells through a cAMPdependent protein kinase pathway. 55(4): 1043-50.
Liza. 2007. Hipoglikemia. http : // drlizakedokteran.blogspot.com / 2007 / 12 /
hipoglikemia.html (14 Juli 2009).
Mardon J., Mathey J., Coulibaly K.S., Puel C., Davico M.J., Lebecque P.,
Horcajada M.N., Coxam V. 2008. Influence of Lifelong Soy Isoflavones
Consumption on Bone Mass in The Rat. Exp Biol Med. 233: 229-37.
Mashhudi A.M. 2004. Sehat dengan Berpuasa. http://www. suaramerdeka. com/
harian/ 0411/ 07/ nas07.htm (13 April 2009)
Mezei O., Banz W.J., Steger R.W., Peluso M.R., Winters T.A, Shay N. 2003. Soy
isoflavones exert antidiabetic and hypolipidemic effects through the PPAR
pathways in obese zucker rats and murine RAW 264.7 Cells. J. Nutr. 133:
123843.
Mitchell J.H. dan Collins A.R. 1999. Effects of a soy milk supplement on plasma
cholesterol levels and oxidative DNA damage in men . a pilot study. Eur J
Nutr. 38:1438.
Morito K., Hirose T., Kinjo J., Hirakawa T., Okawa M., Nohara T., Ogawa S.,
Inoue S., Muramatsu M., Masamune Y. 2001. Interaction of
phytoestrogens with estrogen receptors and . Biol. Pharm. Bull. 24(4):
35156
Murphy P. A., Song T., Buseman G., Barua K., Beecher G.R., Trainer D., Holden
J. Isoflavones in retail and institutional soy foods. J. Agric. Food Chem.
1999. 47: 2697-2704.
Murray R.K., Granner D.K., Mayes P.A. 2003. Biokimia Harper. Edisi ke-25.
Jakarta: EGC, hal: 145-170.
53
Purwanto E.R. 2009. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin. http://ekapunk.blogspot.com/2009/03/tumbang-janin.html (21 Juli 2009).
Putranti K.H.A. 2008. Analisis preferensi dan persepsi konsumen susu khusus
diabetes Indriani. Institut Pertanian Bogor. Thesis.
Putri A. 2007. Hipoglikemia. http : / / sweetpee. wordpress. com/ 2007 /03 /02/
hipoglikemia / (14 Juli 2009).
Raflizar, Adimunca C., Tuminah S. 2006. Dekok daun paliasa (Kleinhovia hospita
Linn) sebagai obat radang hati akut. Cermin Dunia Kedokteran.150:10-14.
Rivas M., Garay R.P., Escanero J.F., Cia P., Alda J.O. 2002. Soy milk lowers
blood pressure in men and women with mild to moderate essential
hypertension. J.Nutr. 132: 1900-02.
Ross J.A. dan Kasum C.M. 2002. Dietary flavonoids: bioavailability, metabolic
effects, and safety. Annu Rev Nutr. 22: 19 34.
Rowe J.W., Young J.B., Minaker K.L., Stevens A.L., Pallotta J., and Landsberg
L. 2002. Effect of insulin and glucose infusions on sympathetic nervous
system activity in normal man. Am Diabetes Assoc.159:567-74.
Scarth J. 2006. "Modulation of the growth hormone-insulin-like growth factor
(GH-IGF) axis by pharmaceutical, nutraceutical and environmental
xenobiotics: an emerging role for xenobiotic-metabolizing enzymes and
the transcription factors regulating their expression. A review".
Xenobiotica. 36(2-3): 119218.
54
Y.
2001.
Karbohidrat.
http://www2.kompas.com/kompascetak/0106/29/IPTEK/karb35.htm (9Maret 2009).
2009.
Peranan
Isoflavon
dan
Kacang
Kedelai.
http://www.smallcrab.com/kesehatan/25-healthy/504- peranan- isoflavondan-kacang-kedelai (12 Mei 2009).
Yusmarini, R.E. 2004. Evaluasi mutu soygurt yang dibuat dengan penambahan
beberapa jenis gula.. Jurnal Natur Indonesia. 6(2): 104-10.