STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Data
Pasien
Ayah
Ibu
Nama
An. A
Tn. S
Ny. R
Umur
1 Bulan 20 Hari
29 tahun
22 tahun
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Agama
Islam
Islam
Islam
Suku Bangsa
Jawa
Jawa
Jawa
Jenis Kelamin
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
Wiraswasta
Penghasilan
Rp 6.000.000,-
Keterangan
SMA
SMA
Asuransi
umum
No. RM
Tanggal masuk RS
9 September 2016
II. ANAMNESIS
Data anamnesis diperoleh secara alloanamnesis kepada ibu pasien pada tanggal 10
September 2016 di Ruang PICU 4, jam 11.00
Keluhan Utama
Diare sejak 2 hari yang lalu
Keluhan Tambahan
makanan tertentu. Riwayat penyakit lain, seperti asma, penyakit jantung, penyakit paru, dan
sebagainya disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang mengalami keluhan yang
serupa. Riwayat asma, dan alergi dalam keluarga disangkal.
Riwayat Lingkungan Rumah
OS tinggal bersama dengan ibunya di Rumah orangtua ibunya. Ibu OS mengaku
rumahnya sekitar 10 m x 7 memilki Sumur, Kamar tidur 3, kamar mandi dalam, Dapur,
tempat cucian. Memiliki jendela yang tiap pagi dibuka agar udara masuk. Rumah berada di
kawasan padat penduduk. Sumber Air berasal dari sumur. Tidak ada Got di sekitar rumah.
Kesan : keadaan rumah dan ventilasi cukup baik, keadaan lingkungan rumah cukup
baik.
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah bekerja sebagai wiraswasta di Cikarang dengan penghasilan per bulan Rp
6.000.000,-/bulan. Ayah pasien menanggung 1 orang anak.
: RSU Muhammadiyah
Masa gestasi
Keadaan bayi
: 3400 gram
: 46 cm
Lingkar kepala
: Ibu lupa
Keadaan lahir : Langsung menangis kuat, tidak pucat, dan tidak biru
Kelainan bawaan
: Tidak ada
Air ketuban
: Jernih
Kesan: neonatus aterm, dengan lahir secara per vaginam, bayi dalam keadaan bugar.
Senyum
Tengkurap
Duduk
Merangkak
Berdiri
Berjalan
::::::-
DASAR (umur)
ULANGAN
(umur)
-
BCG
0 bulan
DTP/ DT
POLIO
0 bulan
CAMPAK
0 bulan
HEPATITIS B
Silsilah Keluarga
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: pasien
B. Tanda Vital
Nadi
Laju nafas
Suhu
Tekanan darah
C. Data Antropometri
Berat badan
Tinggi badan
D. Status Generalis
Kepala
Rambut
Mata
: 4 kg
: 54 cm
: mesocephali, LK : 37 cm, ubun-ubun cekung, molase : rambut warna hitam, penyebaran merata, tidak mudah dicabut.
: konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra
(+)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
(-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
gallop (-).
Abdomen
Inspeksi
: Datar, simetris
Auskultasi
: Bising usus (+)
Palpasi
: Supel,nyeri tekan(-),distensi(-),hepatospleenomegali(-)
Perkusi
: Timpani pada seluruh kuadran abdomen.
Genitalia
: jenis kelamin laki laki, tidak ada kelainan.
Anorektal
: tidak dilakukan pemeriksaan.
Ekstremitas :
Superior
Inferior
Akral Dingin
+/+
+/+
Akral Sianosis
-/-
-/-
CRT
Oedem
-/-
-/-
Tonus Otot
Normotonus
Normotonus
Trofi Otot
Normotrofi
Normotrofi
Ref. Fisiologis
Ref. Patologis
Hematologi
Satuan
Hasil
Rujukan
Hemoglobin
8,6 ()
g/dL
10,8 15,6
Leukosit
28,3 ()
103/uL
4,5 13,5
Hematokrit
26,7 ()
35 45
Trombosit
636
103/uL
150 521
Eritrosit
3,0
106/uL
3,8 5,8
RDW
11,5 14,5
MCV
80 - 96
MCH
Pcg
28 - 33
MCHC
g/dl
33 36
V. PEMERIKSAAN KHUSUS
Data Antropometri
Anak laki-laki usia 1 Bulan Pertumbuhan persentil anak menurut CDC sebagai berikut:
20 Hari
1. BB/U= 4/4,2 x 100% = 95,2% (berat badan menurut umur
normal)
Berat badan 4 kg
Panjang Badan 54 cm
Lingkar kepala 37 cm
Kesan : LK 37 cm Mesocephali
VI.
RESUME
Pasien datang ke IGD dengan keluhan Diare sejak 2 hari yang lalu (dari hari Kamis),
frekuensi 7x, konsistensi cair-lunak, terdapat ampas, tidak ada lender dan darah. OS juga
disertai demam terus menerus sejak 3 hari yang lalu (dari hari Rabu), tidak ada kejang, tidak
ada batuk dan pilek, tidak ada mual dan muntah. OS mengaku kemarin sering menangis tapi
sekarang diam saja. Nafsu makan menurun. OS tampak lemah. Riwayat trauma dan alergi
obat ataupun makanan disangkal pasien. BAK Sedikit tapi lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit Berat dengan
kesadaran Soporocoma. Tanda vital didapatkan Nadi 170x/menit, suhu 38,5oC, Laju Nafas
45x/menit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ubun-ubun cekung, Mata Conjuntiva Anemis
dan mata cekung, tampak pernfasan cuping hidung, dan retraksi dinding dada. Pada
pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan penurunan hemoglobin (8,6g/dL),
penurunan hematokrit (26,7%) dan peningkatan Leukosit (28,300/uL).
VII.
MASALAH
Diare Akut
Demam
Lemah
Anemia
Leukositosis
VIII. DIAGNOSA KERJA
1. Sepsis
2. Diare Akut Dehidrasi Berat
3. Gizi Baik
Demam dan Diare
Bacterial Infection
Infeksi Rotavirus
Leukositosis
Bacterial Infection
Status Gizi
Gizi Baik
X. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
Non-medikamentosa
Rawat Inap di PICU
Awasi keadaan umum, dan tanda vital
Edukasi : menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien, pengobatan,
dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi.
Memberikan asupan gizi yang sesuai
XI.
PROGNOSA
Quo ad vitam
Quo ad sanationam
Quo ad fungsionam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad malam
: Dubia ad bonam
PERJALANAN PENYAKIT
9 September 2016 pkl. 17.36 WIB
(IGD)
Hari Perawatan ke-0
Demam (+), muntah (-), mual (-), BAB S
cair (+), ampas (+), lendir (+), darah(-)
BAK (+), makan sedikit, minum (+),
kejang (-), lemas (+)
KU: Tampak sakit Berat, apatis
O
0
TTV: HR 190x/m,RR 56x/m, S 39,3 C
Status generalis:
Kepala: Mesocephali, ubun-ubun cekung
Mata: CA (+/+), SI (-/-), (-/-), Mata
cekung
Sepsis
cekung
Kulit : Turgor kulit baik
Toraks: kussmaul (+), SNV (+/+), rh
(-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen:
Supel,
BU
(+)N,
hepatomegaly (-)
Ekstremitas atas: AH (-/-), OE (-/-) CRT
<2 detik,
Ekstremitas bawah: AH (-/-), OE (-/-)
CRT < 2 detik
A
GEDB
Sepsis
Diare Akut Dehidrasi Berat
Anemia
Sepsis
Sepsis
Anemia
Anemia
Pneumonia
Pneumonia
Diare Akut
Diare Akut
Sepsis
Sepsis
BAB II
ANALISA KASUS
Pasien seorang anak laki-laki berusia 1 bulan 20 hari, di diagnosis dengan Sepsis dan Diare
Akut Dehidrasi Berat. Dasar diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang
Masalah
Anamnesis
Interpretasi
Keadaan
pasien
ditinjau
dari
lendir +, Darah -
kedalam
keadaan
pasien
mengalami
penurun
kesadaran,
ubun-ubun
yang
cekung,
mata
tampak
pasien
Hal
karena
ini
virus
atau
kemungkinan
mengarah ke Sepsis
Pemeriksaan penunjang
Hematologi :
o Hb : 8,6
tampak Leukositosis,
o Ht: 26,7
o Leukosit : 28,3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
SEPSIS PADA ANAK
EPIDEMIOLOGI
Sepsis masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak.1
Berdasarkan studi yang telah dilakukan, mortalitas akibat sepsis telah berkurang dimana
mortalitas akibat sepsis sekarang ialah sekitar 10%. 2 Namun, sepsis berat masih merupakan
penyebab utama kematian pada anak dimana lebih dari 4.300 anak meninggal setiap tahunnya
karena sepsis (7% dari semua kematian pada anak). Biaya perawatan akibat sepsis
diperkirakan mencapai $1.97 biliar dalam setahun.1,3 Insidensi sepsis paling tinggi pada bayi
dibandingkan anak-anak dan 15% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Infeksi yang paling sering berhubungan dengan sepsis ialah infeksi traktus respiratorius
(37%) dan bakteriemia (25%).3 Tabel berikut (tabel 1) menunjukkan insidensi sepsis dalam
satu tahun di Amerika Serikat:
dibandingkan denyut jantung, gangguan kesadaran, capillary refill time (CRT) lebih dari 2
detik, ekstremitas lembab dan dingin, atau penurunan urine output pada anak dengan infeksi.5
Beda dengan populasi dewasa, hipotensi tidak selalu didapatkan pada pasien syok septik
karena pada anak hipotensi merupakan tanda dari late shock atau decompensated shock.
Maka dari itu, bila tidak terdapat hipotensi tetap dapat ditegakkan definisi syok septik namun
bila terdapat hipotensi merupakan konfirmasi adanya keadaan syok pada anak. 1 Tanpa
tatalaksana pasien dengan syok septik akan mengalami multiple organ dysfunction syndrome
(MODS) dan akhirnya kematian. 2 MODS dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi
gangguan fungsi organ yang memerlukan suatu intervensi.6
abnormalitas hitung leukosit (dimana pada populasi dewasa SIRS sudah dapat ditegakkan
bila ditemukan takikardia dan takipnue saja). Selain itu kriteria numerik sebagai batasan
untuk parameter denyut jantung, laju pernapasan, hitung leukosit, dan tekanan darah
dibedakan berdasarkan umur anak; disesuaikan dengan nilai normal anak yang berhubungan
dengan fisiologi anak yang berbeda-beda tergantung dari umur anak (tabel 6).1
Tabel 4: Definisi SIRS, Infeksi, Sepsis, Sepsis Berat, dan Syok Septik 1
Tabel 6: Batasan Nilai Normal Tanda Vital dan Hitung Leukosit Berdasarkan Umur 1
Bradikardia pada bayi baru lahir (kurang dari 7 hari) merupakan tanda dari SIRS
namun pada anak diatas 7 tahun tidak dianggap sebagai tanda dari SIRS karena bradikardia
ditemukan sebagai tanda near-terminal event pada anak lebih dari 7 tahun.1
ETIOLOGI
Sepsis dapat merupakan komplikasi dari suatu infeksi yang lokal maupun dapat
merupakan akibat dari invasi dan kolonisasi patogen yang sangat virulen. Patogen yang dapat
menyebabkan sepsis pada anak bervariasi bergantung pada usia pasien serta status imun
pasien.2-4 Pada neonatus dan bayi kurang dari 2 bulan penyebab sepsis tersering ialah
streptokokus grup B, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, enterovirus, dan herpes
simpleks virus. Pada anak yang lebih dewasa penyebab sepsis tersering ialah Streptococcus
pneumonia, Neisseria meningitidis, dan Staphylococcus aureus baik yang sensitif terhadap
methicilin maupun yang resisten terhadap methicilin, Haemophilus influenzae tipe B,
Salmonella sp., dan Streptokokus grup A (community-acquired organisms).1-4 Bakteri gram
negatif seringkali menyebabkan sepsis pada anak dengan status imun yang buruk maupun
anak yang sedang dirawat di rumah sakit (infeksi nosokomial). Bakteri gram negatif yang
dimaksud ialah Escherichia coli, Pseudomonas, Acinetobacter, Klebsiella, Enterobacter, dan
Serratia. Fungi seperti Candida dan Aspergillus juga sering menyebabkan sepsis pada anak
yang immunocompromised. Sepsis yang disebabkan oleh patogen polimikrobial dapat terjadi
pada pasien dengan risiko tinggi seperti pemasangan kateter, penyakit gastrointestinal,
netropenia, maupun penyakit keganasan. Pseudobakteremia dapat terjadi akibat cairan
intravena, albumin, kriopresipitat, atau komponen darah yang terkontaminasi (biasanya oleh
organisme yang water-borne seperti Bukholderia cepacia, Pseudomonas aeruginosa, dan
Serratia).2-3 Tabel berikut (tabel 7) menerangkan bakteri apa saja yang dapat ditemukan pada
populasi umur tertentu pada anak:
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadinya sepsis pada anak ialah sebagai berikut:
Prematuritas 4
Anak dengan usia diantara 3 bulan sampai 3 tahun 2
Anak dengan cedera yang serius (seperti luka bakar yang luas) 2,4
Anak dengan penyakit yang serius (seperti keganasan, galaktosemia, sindroma
nefrotik, kecanduan obat intravena, infeksi gonokokus pada traktus urinarius) 2,4
Anak yang sedang menjalani terapi antimikroba jangka panjang 2
HIV-AIDS,
asplenia,
defisiensi
komplemen,
atau
neutrophil
Faktor risiko atau faktor predisposisi yang ditemukan pada anak berhubungan dengan
patogen tertentu seperti tertera pada tabel berikut (tabel 8):
PATOGENESIS
darah, serta obstruksi kapiler akibat agregasi komponen seluler. Aktivasi sistem komplemen
juga terjadi sebagai respons host terhadap infeksi. Aktivasi dari sistem komplemen
menyebabkan pengeluaran mediator vasoaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler, vasodilatasi, serta agregasi trombosit. Efek merugikan dari mediator endogen adalah
sebagai berikut:
Akibatnya, terbentuk thrombin yang membantu deposisi fibrin pada mikrosirkulasi yang
memperburuk disfungsi mikrosirkulasi.3
Akibat dari kaskade inflamasi banyak antara lain demam, produksi asam laktat, serta
syok. Demam terjadi karena adanya pirogen baik yang eksogen maupun yang endogen.
Pirogen eksogen yang dimaksud ialah patogen penyebab infeksi, toksin, maupun endotoksin
yang akan masuk ke dalam tubuh mencetuskan respons inflamasi sehingga dihasilkan pirogen
endogen seperti TNF, interleukin, serta metabolit asam arakhidonat tromboksan,
prostaglandin, serta leukotriene. Pirogen endogen akan merangsang pusat pengaturan suhu
yang terletak di hipotalamus sehingga terjadi peningkatan thermostat suhu tubuh. Akibatnya
terjadi kontraksi otot tubuh, aktivitas metabolisme yang meningkat, serta vasokonstriksi
perifer. Ketiga hal ini akan mengkonservasi panas dalam tubuh sehingga terjadi demam.2
Pengeluaran mediator-mediator inflamasi menyebabkan kebutuhan metabolik jaringan
meningkat sedangkan terjadi gangguan perfusi perifer akibat agregasi trombosit dan
koma. Ansietas dan agitasi biasanya merupakan tanda awal dari syok septik. Hipotensi timbul
bila syok sudah tidak terkompensasi lagi oleh usaha tubuh (decompensated shock).2,4-5
Demam perlu dicari sebagai salah satu tanda infeksi. Demam merupakan tanda infeksi
pertama yang muncul pada anak-anak yang immune-competent.3 Suhu tubuh sebaiknya
diukur per rektal karena paling mendekati suhu inti tubuh. Pengkuran suhu tubuh pada aksila,
oral, atau membran timpani seringkali tidak memberikan hasil yang akurat. Demam
didefinisikan sebagai suhu inti tubuh yang lebih atau sama dengan 38.0C. Pada bayi demam
seringkali timbul dipengaruhi oleh over-bundling. Bila over-bundling dicurigai maka bayi
perlu dibebaskan dari pakaian dan dilakukan pengukuran ulang suhu tubuh 15-30 menit
kemudian. Pada bayi atau anak-anak yang immunocompromized dengan infeksi yang serius,
selain ditandai oleh demam, infeksi bisa juga ditandai oleh hipotermia. Hipotermia ialah bila
didapatkan suhu inti tubuh kurang dari 36.0C.1
Gejala klinis lain yang dapat terlihat pada pasien sepsis ialah lesi kulit. Lesi kulit yang
mungkin dapat terlihat pada pasien sepsis antara lain berupa petekie, purpura, eritema yang
difus, ekimosis, ektima gangrenosum, dan gangren perifer yang simetris. Petekie dan purpura
terutama ditemukan pada penderita infeksi mengingokokus. Bila petekie atau purpura disertai
oleh manifestasi perdarahan lainnya maka perlu dicurigai suatu disseminated intravascular
coagulation (DIC). Ektima gangrenosum ditemukan pada infeksi Pseudomona aeruginosa.2,4
Ikterus dapat dijumpai pada beberapa pasien sebagai suatu tanda infeksi atau bila
sudah terjadi MODS.2
Pada pasien dengan asidosis metabolik akan terlihat sesak napas dengan pernapasan
yang cepat dan dalam atau disebut pernapasan Kussmaul.2
Gejala klinis lainnya tergantung dari infeksi fokal yang terjadi pada anak. Anak
dengan meningitis, pneumonia, arthritis, selulitis, serta pielonefritis akan memberikan
gambaran klinis yang berbeda-beda.2
Dari pemeriksaan fisik dapat dinilai beberapa parameter dan ditentuk risiko sepsis
pada pasien baru (tabel 9).8
telah habis terpakai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Hiperglikemia merupakan
hasil dari peningkatan kadar glukokortikoid, katekolamin dan resistensi insulin pada pasien
sepsis. Rangsangan dari luka ataupun sepsis mengaktifkan hipotalamus dan melepaskan
hormon kortikotrofin yang distimulasi oleh pelepasan adrenocorticotropic hormone (ACTH)
dari pituitari anterior. ACTH akan merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan kortisol
dari zona fasciculata dan retikularis adrenal. Pelepasan ACTH juga distimulasi oleh
penurunan tekanan pada baroreseptor di dalam carotid bodies dan lengkung aorta. Pelepasan
katekolamin disebabkan oleh penurunan tekanan darah dan juga rangsangan yang terjadi di
hipotalamus. Formasi retikularis dan dan spinal cord menghantarkan sinyal ke saraf simpatis
post ganglion dan berakhir dengan pelepasan epinefrin dan norepinefrin dari medula adrenal.
Hasil akhir dari proses metabolisme hipotalamus dan kelenjar adrenal berkaitan dengan stress
yang terjadi pada pasien dalam keadaan sepsis atau sakit kritis akan meningkatkan
mekanisme umpan balik hormonal. Respon ini akan menyebabkan resistensi insulin sehingga
tidak mampu mempertahankan keadaan glukosa darah normal.9
Kelaianan elektrolit lainnya dapat berupa hipokalsemia, hipoalbuminemia, asidosis
metabolik, dan serum bikarbonat yang rendah. Asidosis metabolik terjadi akibat
meningkatnya produksi laktat karena metabolisme anarob yang signifikan.2
Pasien dengan respiratory distress syndrome akan menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan AGD berupa penurunan PaO2 yang merupakan tanda gangguan oksigenasi dan
peningkatan PaCO2 yang merupakan tanda adanya gangguan ventilasi. Pada pasien dimana
sudah terjadi MODS dapat ditemukan kelainan pada pemeriksaan fungsi ginjal maupun
pemeriksaan fungsi hati. Analisa cairan tubuh mungkin didapatkan adanya leukosit pada
cairan yang steril, netrofil, atau bahkan dapat ditemukan bakteri.2
Pemeriksaan kultur dilakukan untuk mengetahui etiologi dari sepsis. Pengambilan
spesimen kultur sesuai dengan kecurigaan letak fokus infeksi. Spesimen kultur dapat berupa
darah, urin, cairan serebrospinal, abses, cairan peritoneal, dan lain-lain. Pada anak dengan
sepsis hasil kultur tidak selalu positif.2
Peningkatan dari beberapa marker biokimia sering ditemukan pada pasien dengan
SIRS/ sepsis. Marker biokimia yang dimaksud ialah LED/ erythrocyte sedimentation rate, Creactive protein (CRP), base deficit (BE), interleukin-6, dan kadar prokalsitonin.1 Tabel 10
memuat marker biokimia yang dapat digunakkan secara klinis untuk menegakkan diagnosis
sepsis:
jantung rata-rata < persentil ke-10 untuk usia tanpa adanya reflex vagal, penggunaan
obat-obatan beta-blocker, atau kelainan jantung kongenital
3. Takipnue: laju pernapasan > 2 SD diatas laju pernapasan normal untuk umur ATAU
dibutuhkan bantuan ventilasi mekanis yang tidak berhubungan dengan penyakit
neuromuskular ataupun penggunaan anastesi umum
4. Hitung leukosit meningkat atau menurun: Hitung leukosit meningkat atau menurun
dari nilai normal untuk umur, bukan akibat dari penggunaan kemoterapi ATAU
netrofil batang > 10%
Adanya lesi kulit seperti petekie dan purpura merupakan gambaran klinis yang sugestif
sepsis. Untuk membuktikan adanya suatu infeksi, dilihat dari gejala klinis (anamnesis dan
pemeriksaan fisik) anak selain itu juga perlu ditunjang oleh pemeriksaan penunjang seperti
foto thoraks, pemeriksaan darah, analisa cairan, serta pemeriksaan kultur.2
Standar baku diagnosis sepsis adalah dengan ditemukannya bakteri dalam darah
ditambah dengan gejala klinis berupa gangguan multi organ.7 Ditemukannya bakteri dalam
darah atau hasil kultur yang positif menandakan adanya bakteriemia. Bakteriemia merupakan
suatu diagnosis laboratorik.6 Pada pasien dengan sepsis tidak selalu didapatkan hasil kultur
yang positif.4
malaria, kriptokokosis, Lyme disease, dan rocky mountain spotted fever. Keadaan-keadaan
yang telah disebutkan kadang sulit dibedakan dengan sepsis.4
TATALAKSANA
Prinsip tatalaksana dari suatu sepsis ialah early recognition/ deteksi dini, early
antimicrobial therapy/ pemberian antibiotika secara dini, serta early goal-directed therapy/
terapi tertuju lainnya secara dini. Tatalaksana dini ialah yang terbaik untuk mencegah
komplikasi daripada sepsis dan menurunkan angka mortalitas akibat sepsis. Tatalaksana yang
ditujukkan terhadap mediator-mediator inflamasi yang terlibat dalam SIRS masih dalam
tahap penelitian namun belum ada hasil yang memuaskan.2
Bila diagnosis sepsis sudah ditegakkan, pasien sebaiknya dirawat di ruangan unit
intensive care dimana dapat dilakukan monitoring secara kontinu, serta pemasangan central
venous pressure (CVP) dan arterial blood pressure bila diperlukan. Monitoring pasien
dengan syok septik meliputi monitoring terhadap kesadaran, tanda vital, capillary refill time,
saturasi oksigen, CVP, dan urine output setiap jam. Bila didapatkan kelainan pada parameter
tersebut maka perlu dilakukan resusitasi hingga didapatkan capillary refill time kurang dari 2
detik, denyut nadi normal dan sama kuat dengan denyut jantung, ekstremitas hangat, urine
output > dari 1 ml/kgBB/jam, tekanan darah normal, dan pasien sadar.2
Administrasi antimikroba secara dini dapat menurunkan angka mortalitas. Tujuan dari
pemberian antimikroba ialah untuk pengendalian dari infeksi Pemilihan jenis antimikroba
tergantung dari faktor risiko pasien serta gejala klinis pasien. Pola resistensi bakteri juga
perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis antimikroba.2,4,6 Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan antimikroba ialah sebagai berikut:
empirik.
Area yang endemis terhadap tick atau dicurigai infeksi rikettsia: Tambahkan
doksisiklin kepada regimen antimikroba yang sudah disebutkan diatas.
Toxic shock syndrome: Diberikan penisilin dan klindamisin. Dapat ditambahkan
vankomisin bila dicurigai infeksi Staphylococcus aureus yang resisten terhadap
metisilin.2-3,6
Antibiotika yang digunakan untuk tatalaksana sepsis pada anak beserta dengan dosisnya
dapat dilihat pada tabel berikut ini (tabel 11)10:
inotropik,
koreksi
status
metabolik,
pemberian
kortikosteroid,
serta
oksigen ke jaringan perifer adekuat. Bila terjadi koagulopati, apalagi bila pasien mengalami
perdarahan aktif, dapat dikoreksi dengan transfusi fresh frozen plasma (FFP), kriopresipitat,
atau trombosit.2
Penggunaan obat vasopressor atau inotropik bertujuan menormalkan kerja jantung
untuk mempertahankan cardiac output. Ini karena pada anak dengan sepsis seringkali disertai
cardiac output
yang rendah akibat disfungsi miokardium yang progresif dan hal ini
berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi. Obat pilihan utama ialah dopamin
diberikan 2-5 mcg/kgBB/menit, namun bila syok resisten dopamin dapat diberikan epinefrin
atau norepinefrin. Dobutamin diberikan bila cardiac output rendah. Bila syok resisten
epinefrin atau norepinefrin dapat diberikan nitroprusside, milrinone, atau arginine
vasopressin.2-3 Obat-obat vasopressor yang digunakkan pada sepsis beserta dosisnya dapat
dilihat pada tabel berikut (tabel 12) 10:
berupa
metilprednisolon
30
mg/kgBB/dosis
atau
deksametason
mg/kgBB/dosis secara IV 15-20 menit setelah diagnosis syok septik ditegakkan dan dapat
diulang 4 jam kemudian. Kortikosteroid dihentikkan bila tidak ada respons terhadap obat.4
Bantuan pernapasan diberikan pada pasien dengan acute respiratory distress
syndrome. Ini karena overdistensi paru-paru dapat berakibat dihasilkannya sitokin-sitokin
yang dapat memperburuk kaskade inflamasi. 2 Bila tidak didapatkan tanda ARDS maka cukup
dipastikan bahwa jalan napas terbuka dan diberikan oksigen.4
Renal replacement therapy dapat dipertimbangkan pada anak-anak dengan anuria,
oliguria, atau overload cairan yang hebat.2
Terapi lainnya yang perlu diberikan bersifat suportif berupa pemberian obat-obatan
untuk proteksi lambung dan pemberian obat antipiretik untuk menurunkan demam. Obatobatan untuk proteksi lambung diberikan untuk mencegah terbentuknya stress ulcer. Obat
yang dapat diberikan berupa antasida, H2-reseptor blocker, atau sukralfat. Pemberian
antipiretik ditujukan untuk menurunkan demam karena demam meningkatkan konsumsi
oksigen dan kebutuhan metabolik yang dapat memperburuk perfusi oksigen ke jaringan
perifer, selain itu demam juga dapat meningkatkan ambang kejang pada anak, sehingga
demam perlu diturunkan dengan pemberian antipiretik.3
Pasien dengan sepsis tidak harus dipuasakan kecuali bila ada tanda-tanda kegawatan
seperti penurunan kesadaran dan sesak napas yang berat. Sebaiknya makanan tetap diberikan
secara enteral untuk mencegah atrofi traktus gastrointestinal.3
Tatalaksana yang ditujukan terhadap sistem imunitas tubuh dan mediator-mediator
inflamasi sedang dalam tahap penelitian namun memberikan hasil yang memuaskan untuk
dilakukan secara klinis. Terapi yang dimaksud ialah sebagai berikut:
Intravenous immune globulin (IVIG): IVIG baik yang monoklonal maupun yang
poliklonal diberikan secara intravena dan mengandung antibody terhadap berbagai
endotoksin. Dengan penggunaan IVIG diharapkan dapat menekan kaskade inflamasi
dengan cara menghambat kerja dari endotoksin. Sebuah penelitian telah dilakukan
dimana ditemukan bahwa mortalitas pada pasien yang mendapatkan IVIG lebih
penggunaan IVIG tidak memiliki efek yang signifikan dibandingkan dengan plasebo.
Terapi dengan antibodi monoklonal
Activated protein C: Pemberian Activated protein C telah diteliti memiliki efek
menghambat thrombosis dan inflamasi pada pasien dengan sepsis. Pemberian dari
activated protein C terbukti menurunkan morbiditas pada pasien dengan sepsis
meningokokus namun belum ada data mengenai pemberian pada sepsis yang bukan
disebabkan oleh meningokokus. Namun, pemberian activated protein C berhubungan
yang pelaksanaannya bertempat di IGD atau PICU. 11 Tabel berikutnya (tabel 13) merupakan
rekomendasi surviving sepsis campaign mengenai tatalaksana sepsis pada anak.12-13
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan sepsis atau syok septik ialah
sebagai berikut:
PROGNOSIS
Tingkat mortalitas pada pasien dengan sepsis sekitar 10% tergantung dari letak fokus
infeksi, patogen penyebab infeksi, adanya MODS atau tidak, serta respons imun host
terhadap infeksi. Pasien dengan berat badan lahir rendah dan penyakit kronis memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk terjadi sepsis berat yang merupakan salah satu penyebab kematian
utama pada anak.2 Angka kematian pada keadaan syok septik berkisar antara 40-70% dan
pada keadaan MODS meningkat 90-100%.4 Durasi perawatan rata-rata untuk pasien dengan
diagnosis sepsis ialah 31 hari untuk anak dan 53 hari untuk neonatus dan balita.2
PENCEGAHAN
Pencegahan terjadinya sepsis ialah melalui imunisasi dan pemberian antibiotika
profilaksis bagi anak dengan risiko tinggi. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah
sepsis pada anak ialah sebagai berikut:
DIARE
Definisi Diare
Diare akut merupakan kondisi buang air besar lebih dari 3 kali sehari pada anak
dengan konsistensi tinja cair atau lunak dengan atau tanpa lendir atau darah yang terjadi
selama kurang dari satu minggu.4 WHO (2009) mendefinisikan diare akut sebagai keadaan
pengeluaran feses 3 kali atau lebih, atau kondisi pengeluaran feses yang lebih banyak dari
kondisi normal biasanya pada seseorang.1 Soegijanto (2002) menyebutkan bahwa batasan
diare akut adalah tidak lebih dari satu minggu.1
Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan dunia dan Indonesia. Menurut WHO, diare
merupakan satu dari tujuh penyebab kematian balita di dunia, sebanyak 6 juta anak
meninggal dunia karena diare dan mayoritas terjadi di negara berkembang.2
Soebagyo (2008) menyebutkan di Negara ASEAN, setiap balita mengalami diare 3-4
kali dalam setahun. Sedangkan di Indonesia, Soebagyo juga menjelaskan bahwa kematian
yang terjadi pada balita pada tahun 2008 berkisar pada angka 200.000-400.000 balita. 6
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, diare menjadi penyebab kematian tertinggi bayi dan
balita di Indonesia diikuti oleh pneumonia di urutan kedua dengan angka 42% (bayi), 25,2%
(balita) oleh diare dan 24% (bayi), 15,5% (balita) oleh pneumonia.4,5 SDKI 2002
menyebutkan bahwa di Indonesia 55% kejadian diare terjadi pada balita dengan kisaran 2,5
balita per 1000 balita. 6 Berdasarkan data Depkes tahun 2007, terdapat 100.000 balita
meninggal di Indonesia karena diare. Itu berarti ada sekitar 273 balita meninggal setiap
harinya dan 11 balita meninggal setiap jamnya. 6
Etiologi diare
Diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, parasit, dan jamur.
Tabel berikut merupakan agen-agen etiologi penyebab diare yang terjadi pada anak:
Contoh
Virus
Bakteri
Parasit
Jamur
1)
2)
terkena diare.
Status gizi buruk/malnutrisi8
Pada kondisi malnutrisi, asupan makanan dan absorpsi makanan berkurang
sehingga nutrisi yang masuk ke tubuh berkurang. Hal ini berpengaruh
terhadap daya tahan tubuh anak yang dapat meningkatkan risiko terkena diare.
b. Faktor eksternal
Faktor-faktor dari orang tua pasien yang berisiko mengakibatkan terjadinya diare
yaitu:
1)
2)
3)
4)
Klasifikasi Diare5
Berdasarkan waktu terjadinya diare, diare dapat dibagi menjadi:
Tabel 2. Klasifikasi diare menurut lama waktu
Jenis
Diare
Diare Akut
Diare Kronik
Diare Persisten
Waktu
Kurang
14 hari
Lebih dari
dengan
noninfeksi
14 hari
Lebih dari 14 hari
etiologi
dengan etiologi infeksi
dari
Mekanisme diare
Diare yang terjadi pada anak memiliki mekanisme sebagai berikut:
Tabel 3. Mekanisme diare berdasarkan kondisi intraluminal5
Jenis Diare
Diare Osmotik
Diare Sekretorik
Etiologi
ke
cairan
dalam
intraluminal hipertonis,
stimulasi usus untuk
hiperosmolaritas
mensekresikan cairan
lebih banyak
air dan Na terkumpul di lumen
usus
cairan berlebih di
usus
kadar air melebihi batas
Diare
Dehidrasi
Berat
Tidak
Dehidrasi Berat
Tanda
dan
Gejala
Dua atau lebih Dua atau lebih Dua atau lebih dari
dari tanda berikut dari tanda berikut tanda berikut ini:
ini:
ini:
Letargi
atau
Tidak ada tanda
Gelisah
penurunan
gejala
yang
Mata cowong
kesadaran
cukup
untuk
Kehausan atau
Mata cowong
mengelompokkan
sangat haus
Tidak bisa minum
dalam dehidrasi
Cubitan
kulit
atau
malas
berar atau tak
kembali dengan
minum
berat
lambat
Cubitan
kulit
perut
kembali
dengan
sangat
lambat ( 2 detik)
Rencana
Rencana Terapi A Rencana Terapi B
Terapi
Rencana Terapi C
Akibat Diare8
Diare menyebabkan beberapa kondisi yang merugikan, di antaranya:
a. Dehidrasi
Kondisi dehidrasi merupakan kondisi utama yang harus segera diatasi karena
dapat mengakibatkan beberapa komplikasi seperti: demam, muntah, penyakit
ginjal akut, bahkan kematian.
b. Gangguan keseimbangan asam-basa
c. Hipoglikemi
Keadaan ini dapat terjadi karena kadar glukosa darah menurun dan karena
persediaan glikogen dalam hati berkurang.
d. Gangguan gizi
Kondisi buang air besar yang sering pada pasien diare mengakibatkan asupan
nutrisi berkurang. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan berat badan dalam
waktu yang cepat dan dapat berpengaruh pada status gizi pasien.
e. Gangguan sirkulasi
Penatalaksanaan diare2
Protokol penanganan diare yang ditetapkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
dilakukan berdasarkan kategori/tipe diare yang menyerang pasien.
Pada pasien diare akut tanpa tanda dehidrasi, penanganan yang dilakukan adalah penanganan
dengan rencana terapi A:
RENCANA TERAPI A
Menggunakan cara ini untuk mengajari ibu:
a. Meneruskan mengobati anak diare di rumah
b. Memberikan terapi awal bila terkena diare
Menerangkan empat cara terapi diare di rumah:
1) Memberi cairan lebih banyak dari biasanya untuk mencegah dehidrasi
a. Menggunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit,
makanan yang cair (seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air
matang gunakan larutan oralit untuk anak, seperti dijelaskan di bawah
(catatan: jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan
makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang daripada
makanan cair)
b. Memberikan larutan ini sebanyak anak mau, memberikan jumlah
larutan oralit seperti di bawah
c. Meneruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti
2) Memberi suplementasi zinc
Memberi suplementasi zinc selama 10-14 hari berturut-turut walaupun
anak telah sembuh dari diare. Dapat diberikan dengan cara dikunyah untuk
anak yang lebih besar atau dilarutkan dalam air matang, oralit, atau ASI
untuk bayi:
a. Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) perhari
b. Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) perhari
3) Memberi anak makanan untuk mencegah kurang gizi
a. Meneruskan ASI
b. Bila anak tidak mendapatkan ASI berikan susu yang biasa diberikan.
Untuk anak kurang dari 6 bulan dan tidak mendapatkan ASI dapat
diberikan susu
c. Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapatkan makanan padat:
1) Memberikan bubur, bila mungkin campur dengan kacangkacangan, sayur, daging, atau ikan. Menambahkan 1 atau 2 sendok
teh minyak sayur tiap porsi
2) Memberikan sari buah atau pisang halus untuk menambahkan
kalium
3) Memberikan makanan yang segar. Masak dan haluskan atau
tumbuk makanan dengan baik
4) Membujuk anak untuk makan, memberikan makanan sedikitnya 6
kali sehari
5) Memberikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan
berikan porsi makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu
d. Membawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam
3 hari atau menderita sebagai berikut:
1) BAB cair lebih sering
2) Muntah terus menerus
3) Rasa haus yang nyata
4) Makan atau minum sangat sedikit
5) Timbul demam
6) BAB disertai darah
e. Anak harus diberi oralit di rumah apabila:
1) Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C
2) Tidak dapat kembali lagi kepada petugas kesehatan bila diare
memburuk
3) Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke
petugas kesehatan merupakan kebijakan pemerintah
Formula oralit baru standar WHO:
Tabel 5. Oralit formula baru WHO
ORS osmolaritas terkurang
Konposisi
13.5
2.6
Kalium klorida
1.5
2.9
Berat total
20.5
Pada diare dengan dehidrasi tidak berat, penatalaksanaan diare dilakukan dengan Rencana
Terapi B:
RENCANA TERAPI B
Pada dehidrasi tidak berat, cairan rehidrasi oral diberikan dengan pemantauan
yang dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Mengukur
jumlah rehidrasi oral yang akan diberikan selama 4 jam pertama:
Tabel 6. Jumlah cairan rehidrasi oral 4-6 jam pertama
Umur
> 4 bulan
4-12 bulan
12 bulan 2 tahun
2-5 tahun
Berat
Badan
< 6 kg
6 - < 10 kg
10 - < 12 kg
12-19 kg
Dalam
ml
200-400
400-700
700-900
900-1400
YA
TIDAK
Apakah
saudara
dapat
menggunakan
cairan
intravena
Adakah terapi IV
terdekat (dalam 30
menit)?
YA
1 jam*
5 jam
TIDAK
selama rehidrasi
di perjalanan
1) Memulai
dengan oralit melalui pipa
2) Menilai kembali setiap 1-2 jam. Apabila
nasogastrik/orogastrik. Memberikan
rehidrasi belum tercapai, percepat tetesan
20ml/kg/jam selama 6 jam (total 120ml/kg)
intravena.
2) Menilai keadaan anak setiap 1-2jam:
3) Memberikan
oralit
(5ml/kgBB/jam)
bila
a. Apabila muntah atau perut kembung,
penderita bisa minum, biasanya setelah 3-4
berikan cairan lebih lambat
Apakah
saudara
jam pada bayi atau 1-2 jam pada anak
b. Apabila rehidrasi tidak tercapai setelah
YA
dapat
Segera
merujuk 3
anak
untuk untuk
rehidrasi
melalui
jam, merujuk
terapi
intravena
menggunakan pipa
nasogastrik/orogastrik
atau
intravena
TIPenatalaksaan penting dalam
3) diare
Setelah
selain6 rehidrasi
jam, menilai
yaitu: kembali dan memilih
nasogastrik/
rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C)
orogastrik
untuk
DAK
Dukungan Nutrisi
Makanan tetap diteruskan sesuai usia anak dengan menu sama waktu anak sehat
untuk mengganti nutrisi yang hilang dan mencegah terjadinya gizi buruk. Perbaikan
nafsu makan menandakan kesembuhan. ASI tetap diberikan dengan frekuensi lebih
sering dari biasanya.2
Suplementasi zinc
Zinc diberikan selama 10-14 hari dapat mengurangi lama dan beratnya diare
mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan.2
Manfaat pemberian zinc ialah sebagai berikut:2
-sebagai antioksidan
BAB IV
KESIMPULAN
Sepsis merupakan suatu masalah yang serius pada bayi dan anak. Mortalitas akibat
sepsis di negera-negara berkembang masih sangat tinggi dimana setiap tahunnya lebih dari
6.000.000 bayi dan balita meninggal akibat sepsis. Definisi sepsis pada anak sekarang telah
disusun oleh para pakar dalam bidang sepsis dari 5 negara yang berbeda dalam bentuk
consensus reference dimana definisi sepsis pada anak sedikit berbeda dengan kriteria sepsis
pada dewasa. Parameter penilaian sepsis pada anak dan dewasa sama yakni suhu, denyut
jantung, laju pernapasan, dan hitung leukosit namun nilai-nilai normal pada anak berbeda
dengan nilai dewasa disesuaikan dengan umur anak
Bila seorang pasien dicurigai menderita sepsis, perlu dicari faktor risiko dari sepsis
dan juga dipertimbangkan umur pasien karena etiologi sepsis pada setiap kelompok umur
berbeda-beda.
Prinsip tatalaksana ialah early recognition/ deteksi dini, early antimicrobial therapy/
pemberian antibiotika secara dini, serta early goal-directed therapy/ terapi tertuju lainnya
secara dini. Tatalaksana dini ialah yang terbaik untuk mencegah komplikasi daripada sepsis
dan menurunkan angka mortalitas akibat sepsis.
Jika terdapat klinis Diare perlu diperhatikan tatalaksana nya, agar tidak terjadi
komplikasi yang tidak diinginkan. Salah satunya Dehidrasi. Jika pasien mengalami dehidrasi
diperlukan tatalaksana sesuai derajat dehidrasi. Dan terus memantau keadaan umum dan
Tanda Vital.
DAFTAR PUSTAKA
2. Enrione MA, Powell KR. Sepsis, Septic Shock, and Systemic Inflammatory Response
Syndrome. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. In: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF; editors. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. p.1094-9.
3. Guzman-Cottrill J, Nadel S, Goldstein B. The Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS), Sepsis, and Septic Shock. Principles and Practice of Pediatric
Infectious Diseases. 3rd ed. In: Long SS, Pickering LK, Prober CG; editors.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008.
4. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Sepsis dan Syok Septik. Buku
Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2nd ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. p.35863.
5. Carcillo JA, Fields AI, Task Force Committee Members. Clinical practice variables
for hemodynamic support of pediatric and neonatal patients in septic shock. Crit Care
Med 2002; 30: 1365-78.
6. Fisher RG, Boyce TG. Moffets Pediatric Infectious Diseases: A Problem-Oriented
Approach. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2005. p.354-62.
7. Dewi R. Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan. Maj Kedokt Indon 2011;
61(3): 101-6.
8. BC Childrens Hospital. Clinical Practice Guideline: Pediatric Severe Sepsis 2011.
Available at: https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0CDMQFjAC&
url=http%3A%2F%2Fwww.childhealthbc.ca%2Fguidelines%2Fcategory%2F67sepsis-guidelines%3Fdownload%3D232%253Asepsisguideline&ei=GMHJU9WyK4yPuASXhoKoCg&usg=AFQjCNGvD2WJLwB973Z5
LpMLFNJ3be9XKA&sig2=KQzAVC1f1AiXW_IrbaBMjQ. Accessed 13 July, 2014.
9. Arifin MRA. Hubungan Antara Hiperglikemia dan Mortalitas Pada Anak dengan
Sepsis di Ruang Rawat Inap Intensif RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal
Kedokteran Indonesia 2011; 2(1): 34-8.
10. Simmons ML, Durham SH, Carter CW. Pharmacologic Management of Pediatric
Patients With Sepsis. AACN Advanced Critical Care 2012; 23(4): 437-48.
11. El-wiher N, Cornell TT, Kissoon N, Shanley TP. Management and Treatment
Guidelines for Sepsis in Pediatric Patients. The Open Inflammation Journal 2011; 4:
101-9.
12. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al.
International Guideline for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012.
Critical Care Medicine Journal 2013; 41(2): 613-9.
13. Khilnani P, Singhi A, Lodha R, Santhanam I, Sachdev A, Chugh K, et al. Pediatric
Sepsis Guidelines: Summary for resource-limited countries. Indian J Crit Care Med
2010; 14(1): 41-52.
14. Juffrie M, Mulyani NS. Modul Pelatihan Diare UKK Gastro-Hepatologi IDAI;2009
15. Sudigbia I. Pengantar Diare Akut Anak. Semarang: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro; 1991: 1- 63.
16. Subagyo B, Santoso NB. Diare Akut. In: Juffrie M, Soenarto Sri SY, Oswari Y, Arief
S, Rosalina I, Mulyani N, editors. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010; p. 87-115.
17. Bambang S, Nurtjahjo BS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1: Diare Akut.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;2010; h.87-118.
18. Sinthamurniwaty. Faktor-faktor Risiko Kejadian Diare Akut pada Balita (Studi Kasus
di Kabupaten Semarang) [Tesis]. Semarang (Indonesia): Pascasarjana Universitas
Diponegoro;2006 [cited 2013 Desember 5].