seksual, yaitu melakukan berbagai penyimpangan hubungan seksual. Hal ini tentunya
beresiko menyebabkan terjadinya Infeksi Menular Seksual (IMS).
Berdasarkan penelitian WHO pada tahun 2005 tercatat 448 juta kasus baru
infeksi menular seksual (sifilis, gonorrhea, klamydia, dan trichomonas) yang terjadi
pada orang dewasa berusia 15 49 tahun. Hal inimenunjukkan bahwa kelompok
umur yang paling banyak menderita IMS adalah kelompok belia. Remaja merupakan
kelompok yang berisiko untuk terkena IMS, diperkirakan 1 dari setiap 20 remaja
tertular IMS dengan persentase tertinggi terjadi pada usia 15-24 tahun (Soetjiningsih,
2011. Azhari, 2002).
Berdasarkan dari fakta yang ada dapat terlihat bahwa kecenderungan remaja
untuk melakukan berbagai tindakan yang membahayakan kesehatan mereka sendiri
semakin meningkat, namun di sisi lain ternyata pengetahuan para remaja itu sendiri
mengenai aspek kesehatan reproduksi masih sangat rendah, sehingga remaja perlu
untuk diberikan pendidikan mengenai kesehatan reproduksi. Pendidikan reproduksi
yang dimaksud adalah memberikan informasi kepada remaja sehingga para remaja
tahu bagaimana cara menghindari terjadinya hubungan seksual sebelum waktunya
dan membentuk remaja yang mempunyai sikap dan perilaku seksual yang sehat dan
bertanggung jawab (Imran (2000) dalam Adnani dan Citra, 2009). Pada umumnya,
anak remaja terdapat pada kelompok siswa SMU dimana pada masa ini terjadi
peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa.Berbagai masalah kesehatan
reproduksi dapat terjadi pada anak SMU. Salah satu SMU yang terdapat di kabupaten
Cianjur adalah SMA N 1 Cilaku Cianjur, untuk itu peneliti merasa tertarik untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa kelas XII IPA SMA N 1 Cilaku Cianjur
mengenai kesehatan reproduksi.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Bagi Responden
Menambah pengetahuan responden mengenai kesehatan reproduksi
remajaserta resiko yang dapat ditimbulkan akibat penyimpangan
hubungan seksual.
2.
3.
Bagi Peneliti
Sebagai proses pembelajaran dan menambah pengalaman dalam
melakukan sebuah penelitian serta meningkatkan pengetahuan peneliti
sehubungan dengan kesehatan reproduksi.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi secara umum didefinisikan sebagai kondisi sehat dari
sistem fungsi dan proses alat reproduksi yang kita miliki. Pengertian sehat tersebut
tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat
secara mental dan sosiokultural. (BKKBN, 2004)
Kesehatan reproduksi adalah ilmu yang mempelajari alat dan fungsi
reproduksi, baik pada laki-laki maupun perempuan, yang merupakan bagian integral
dari sistem tubuh manusia lainnya serta hubungannya secara timbal balik dengan
lingkungannya. (Pangkahila, 2005)
Kesehatan reproduksi adalah suatu kondisi yang sempurna dari fisik, mental dan keadaan sosial
(tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan/kecacatan) dalam setiap persoalan yang berhubungan
dengan sistem, fungsi serta proses reproduksi. Konsep dan definisi lainnya yang juga disepakati dan
berkaitan dengan kesehatan reproduksi, yaitu kesehatan seksual, hak seksual, dan hak reproduksi.
(Imamah, 2009)
bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan
seksualitas dalam bentuk yang wajar.
3. Remaja
Remaja adalah individu baik perempuan, maupun laki-laki yang berada pada
masa/usia antara anak-anak dan dewasa.United Nations menyebut remaja bagi
mereka yang berusia 15-24 tahun (BKKBN, 2001). Di Indonesia, batasan remaja
mendekati batasan PBB tentang pemuda kurun usia 14-24 tahun yang dikemukakan
dalam Sensus Penduduk (Arma, 2007).
Masa remaja adalah merupakan masa peralihan baik secara fisik, psikis
maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa.Remaja adalah asset sumber
daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi di masa
mendatang. Bila dilihat dari komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis
kelamin, jumlah remaja menempati posisi yang lebih besar dibanding dengan
komposisi umur lainnya. Besarnya jumlah penduduk usia remaja ini adalah
merupakan peluang dan bukan menjadi masalah bagi pemerintah.
J.J. Rosseau membagi perkembangan jiwa manusia menurut perkembangan
perasaan dan membaginya dalam 4 tahap, yaitu (Arma, 2007):
1. Umur 0-4 atau 5 tahun : masa kanak-kanak (infancy).
2. Umur 5-12 tahun
Individu pada masa remaja akan mengalami situasi pubertas, dimana ia akan
mengalami
perubahan
yang
mencolok
secara
fisik
maupun
secara
Pada masa remaja, seseorang mengalami pertumbuhan fisik yang lebih cepat
dibandingkan dengan masa sebelumnya.Hal ini terlihat pada organ seksualnya,
dimana biologik sampai pada kesiapan untuk melanjutkan keturunan.
Pada wanita, ciri sekunder individu dewasa terjadi karena beberapa jenis
hormon/zat dalam tubuh, terutama estrogen dan progesterone, mulai berperan aktif
sehingga mulai tumbuh payudara, pinggul mulai melebar dan membesar. Disamping
itu, akan mulai tumbuh rambut halus di sekitar ketiak dan vagina/kemaluan, dan
perubahan lainnya seperti, kulit dan rambut mulai berminyak, keringat bertambah
banyak, lengan dan tungkai kaki bertambah panjang, tulang-tulang wajah mulai
memanjang dan membesar, dan lainnya (BKKBN, 2001). Pada wanita, kedua indung
telur (ovarium) akan menghasilkan sel telur (ovum). Hormon kelamin wanita
mempersiapkan rahim (uterus) untuk menerima hasil konsepsi bila sel telur dibuahi
oleh sperma, juga mempersiapkan vagina sebagai penerima penis saat bersenggama.
Sejak saat ini wanita akan mengalami ovulasi dan menstruasi. Ovulasi adalah proses
keluarnya ovum dari ovarium, dan jika tidak dibuahi, maka ovumakan mati dan
terjadilah menstruasi. Menstruasi adalah peristiwa alamiah keluarnya darah dari
vagina yang berasal dari uterus akibat lepasnya endometrium sebagai akibat dari
ovum yang tidak dibuahi (Arma, 2007).
Sama halnya dengan perempuan, ciri seks sekunder pada laki-laki terutama
akan disebabkan oleh hormon testosterone yang menyebabkan tumbuhnya rambut di
sekitar ketiak dan kemaluan, tumbuh jenggot dan kumis, terjadi perubahan suara
menjadi berat, tubuh bertambah berat dan tinggi, keringat bertambah banyak, kulit
dan rambut mulai berminyak, lengan dan tungkai kaki bertambah panjang, pundak
dan dada bertambah besar dan bidang, tumbuh jakun, penis dan buah zakar
membesar, dan lainnya (BKKBN, 2001). Pada pria, sejak usia ini testis akan
menghasilkan sperma yang tersimpan dalam skrotum. Kelenjar testisakan
menghasilkan sperma, dan penis dapat digunakan untuk bersenggama dalam
perkawinan. Seorang pria dapat menghasilkan puluhan sampai jutaan sperma sekali
ejakulasi dan mengalami mimpi basah, dimana sperma keluar dengan sendirinya
secara alamiah (Arma, 2007).
Perubahan fisik baik pada remaja perempuan maupun pada remaja laki-laki
akan berhenti pada usia sekitar 20 tahun, yang berakibat tubuh tidak akan bertambah
tinggi lagi, payudara tidak akan membesar lagi, dan pinggul tidak akan bertambah
lebar (BKKBN, 2001).
b. Perkembangan Psikososial Remaja
Kesadaran akan bentuk fisik yang bukan lagi anak-anak akan menjadikan
remaja sadar meninggalkan tingkah laku anak-anaknya dan mengikuti norma, serta
aturan yang berlaku (Arma, 2007). Perubahan psikologis terjadi disebabkan oleh
adanya perubahan-perubahan kebutuhan, konflik nilai antara keluarga dan dunia luar,
serta terjadinya perubahan fisik. Perubahan psikologis yang dimaksud seperti remaja
menjadi sangat sensitif, sering bersikap irasional, mudah tersinggung, bahkan stress
(BKKBN, 2008).
Menurut Havigrust aspek psikologis yang menyertai masa remaja adalah
(Arma, 2007):
1. Menerima kenyataan (realitas) jasmani.
2. Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebaya.
3. Menjalankan peran-peran sosial menurut jenis kelamin sesuaikan dengan norma.
4. Mencapai kebebasan emosional (tidak tergantung) pada orang tua atau orang
dewasa lain.
5. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep untuk bermasyarakat.
6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan atau jabatan.
7. Mencapai kebebasan ekonomi, merasa mampu hidup dengan nafkah sendiri.
8. Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan.
5. Infeksi Menular Seksual
Infeksi menular seksual adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan
seksual yang lebih berisiko bila hubungan seksual dilakukan dengan berganti-ganti
pasangan, baik melalui vagina, oral, maupun anal (BKKBN, 2008).
Infeksi menular seksual menyebabkan infeksi alat reproduksi yang harus
dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan
menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan, dan kematian.
Oleh karena bentuk dan letak alat kelamin yang menonjol, pada laki-laki
gejala penyakit menular seksual lebih mudah dikenali, dilihat, dan dirasakan,
sedangkan pada perempuan sebagian besar tanpa gejala, sehingga sering kali tidak
disadari.
Gejala IMS pada laki-laki diantaranya adalah bintil-bintil berisi cairan, lecet,
atau borok pada penis/alat kelamin; luka tidak sakit, keras, dan berwarna merah pada
alat kelamin; adanya kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam; rasa gatal yang
hebat sepanjang alat kelamin; rasa sakit yang hebat saat buang air kecil; kencing
nanah atau darah yang berbau busuk; bengkak panas dan nyeri pada pangkal paha.
Sedangkan gejala IMS pada perempuan antara lain rasa sakit atau nyeri pada saat
kencing atau berhubungan seksual, rasa nyeri pada perut bagian bawah pengeluaran
lendir pada vagina, keputihan berwarna putih susu, bergumpal, dan disertai rasa gatal
dan kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya; keputihan yang berbusa,
kehijauan, berbau busuk, dan gatal; timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan
seksual; bintil-bintil berisi cairan, lecet, atau borok pada alat.
Beberapa pencegahan terjadinya infeksi menular seksual adalah dengan tidak
melakukan hubungan seksual sebelum menikah, kemudian menghindari hubungan
seksual yang tidak aman atau berisiko, selalu menggunakan kondom untuk mencegah
penularan penyakit menular seksual, serta selalu menjaga kebersihan alat kelamin
(BKKBN, 2001)
6. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Hasil penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2005),
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru),
didalam diri orang tersebut menjadi proses yang berurutan yakni:
1.
2.
3.
4.
5.
(synthesis)
adalah
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
10
B. Kerangka Teori
Pengetahuan
Kesehatan Reproduksi
Faktor internal:
1. Pendidikan
Kesehatan
2. Umur
Faktor eksternal:
1. Lingkungan
2. Sosial budaya
3. Informasi
11
Tingkat Pengetahuan
Reproduksi
Remaja SMA N 1 Cilaku
Cianjur XII IPA
Sumber Informasi
Tingkat kejadian
IMS
Umur
Jenis kelamin
Kelas
D. Hipotesis
1. Adanya hubungan Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan Infeksi
Menular Seksual.
2. Tidak adanya hubungan Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan Infeksi
Menular Seksual.
3. Adanya hubungan usia dengan Infeksi Menular Seksual.
4. Tidak adanya hubungan usia dengan Infeksi Menular Seksual.
5. Adanya hubungan jenis kelamin dengan Infeksi Menular Seksual.
6. Tidak adanya hubungan jenis kelamin dengan Infeksi Menular Seksual.
12
13
BAB III
METODE PENELITIAN
1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis studi deskriptif, yaitu untuk
2.
Variabel
Defenisi
Alat ukur
Hasil ukur
Skala
14
ukur
1
Infeksi
Menular
Seksual.
Variabel Independen
Infeksi yang
Data yang
1. IMS
ditularkan
sudah ada
2. Non IMS
melalui
dari
hubungan
sekolah.
seksual yang
lebih berisiko
bila hubungan
seksual
dilakukan
dengan
berganti-ganti
pasangan, baik
melalui vagina,
oral, maupun
anal
Nominal
Sumber : (BKKBN,
2008)
Pengeta
huan
kesehata
n
reprodu
ksi
Variabel Dependen
Kondisi sehat
Kuisioner Total skor dari
pertanyaan
dan sistem,
fungsi, dan
yang diberikan
proses alat
akan dibagi
reproduksi yang
menjadi 3
dimiliki oleh
kategori, yaitu:
remaja. Remaja
1. Baik : jika
perlu
total nilai
memahami
yang
tentang
kesehatan
diperoleh
reproduksi,
>75% (skor
khususnya
kesehatan
16-20)
reproduksi
2. Sedang :
remaja, karena
jika total
keputusannilai yang
keputusan yang
3.
diperoleh40
berkaitan
dengan
-75% (skor
kesehatan
8-15)
reproduksi
4. Kurang :
mempunyai
jika total
konsekuensi
atau akibat
nilai yang
jangka panjang
diperoleh
dalam
Ordinal
15
<40% (skor
perkembangan
dan kehidupan
sosial remaja.
0-7)
Sumber: (BKKBN,
2008).
Usia
Bilangan umur
yang terkait
dengan kejadian
IMS akibat
kurang nya
pengetahuan
terhadap
kesehatan
reproduksi.
Interval
Sumber: Depkes RI
Jenis
kelamin
Peran sosial
dimana peran
laki-laki dan
perempuan
ditentukan
perbedaan
fungsi, tanggun
g jawab lakilaki dan
perempuan
sebagai hasil
konstruksi
sosial yang
dapat berubah
atau diubah
sesuai
perubahan
zaman. (WHO
1998)
Kuisioner
1. Laki-laki
2. Perempuan
Nominal
Sumber Sumber
informas informasi
i
mencakup apa
saja yang dapat
digunakan
untuk
membantu tiap
orang untuk
belajar dan
Lembaran
kuesioner
ordinal
-Baik : jika
total nilai
yang diperoleh
16
manampilkan
kompetensinya,
sumber
informasi
meliputi, pesan,
orang, bahan,
alat, teknik, dan
latar
Sumber: .
(Association for
Education
Communication
and
Technology;1994).
Menurut Dirjen
Dikti (1983: 12
>75% (skor
16-20)
-Sedang : jika
total nilai
yang
diperoleh4075% (skor 815)
-Kurang : jika total
nilai yang diperoleh
<40% (skor 0-7)
Cilaku Cianjur. Untuk data ordinal, teknik penarikan sampel akan dilakukan secaraa
non-probability sampling, yaitu consecutive sampling, dimana responden yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sampel yang diinginkan peneliti
berkesempatan menjadi sampel penelitian hingga terpenuhinya jumlah sampel yang
telah ditentukan peneliti.
1) Kriteria inklusi :
a) Bersedia menjadi responden
b) Siswa/I SMA N 1 Cilaku Cianjur Kelas XII IPA
2) Kriteria eksklusi
a) Responden dalam keadaan tidak sehat ( jiwa dan raga )
b) Bukan Siswa/I SMA N 1 Cilaku Cianjur Kelas XII IPA.
b. Sampel Penelitian
17
N. Z 1 - /2 . p . (1-p)
(N-1) . d + Z2 . 1-/2 . p. (1-p )
Keterangan :
N
= Populasi
N. Z. 1 - /2 . p . (1- p)
(N-1) . d + Z2 . 1-/2 . p . (1- p )
=
Maka besar n (sampel) dibulatkan menjadi 70 siswa
Keterangan: Dimana n adalah seluruh murid kelas XII IPA.
18
identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi
sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada
kuisioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa, tahap ketiga
processing yaitu memasukkan data dari kuisioner kedalam program komputer
dengan menggunakan program SPSS versi 22,0 tahap keempat adalah melakukan
cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada
kesalahan atau tidak. Data akan disajikan dalam bentuk tabel.
8.
Alat Ukur
Alat ukur dalam penelitian adalah kuesioner dengan 20 pertanyaan, yaitu 20
9.
Cara Ukur
Cara ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
memiliki makna skor 1 untuk pertanyaan yang dijawab benar dan skor 0 untuk
pertanyaan yang dijawab salah. Skor maksimum yang didapati jika responden
menjawab seluruh pertanyaan dengan benar adalah 20.
2. Sedang
3. Kurang
secara
(Sastroasmoro, 2007).
matematis
baik
ditambah,
dibagi
ataupun
dikalikan
19
Langkah-langkah penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswasiswi SMAN 1 Cilaku Cianjur mengenai kesehatan reproduksi dengan IMS
di
20
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Frekuensi
Persen
15
14
20
16
20
28
17
23
32.9
18
13
18.6
To1tal
70
100
21
Tabel 2. Distribusi Jenis Kelamin Responden Remaja Kelas XII IPA SMAN 1
Cilaku Cianjur
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Frekuensi
34
36
70
Persen
48.6
51,4
100
perempuan
(51,4%).
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Kelas XII IPA SMAN 1 Cilaku
Cianjur
Kelas
XII IPA1
XII IPA 2
XII IPA 3
Total
Frekuensi
20
25
25
70
Persen
28.6
35.7
35.7
100
22
Pertanyaan
Benar (%)
Salah (%)
Pengetahuan responden
1
55 (78,57)
15 (21,43)
43 (61,42)
27 (38,58)
47 (67,14)
23 (32,86)
66 (94,28)
4 (5,72)
68 (97,14)
2 (2,86)
pada laki-laki
5
65 (92,8)
5 (7,2)
69 (98,57)
1 (1,43)
Pengertian menstruasi/haid
67 (95,71)
3 (4,29)
69 (98,57)
1 (1,43)
10
Buah
33 (47,14)
37 (52,86)
58 (82,85)
12 (17,15)
zakar
(testis)
sebagai
organ
12
66 (94,28)
4 (5,72)
13
57 (81,43)
13 (18,57)
14
52 (74,28)
18 (25,72)
15
60 (85,71)
10 (14,29)
16
52 (74,28)
18 (25,72)
17
36 (51,43)
34 (48,57)
18
31 (44,28)
39 (55,72)
19
21 (30)
49 (70)
15 (21,43)
55 (78,57)
aman
20
23
jawaban benar secara berturut-turut adalah 47,14 % (33 responden), 44,28% (31
responden), 30% (21 responden), dan 32,86% (23 responden).
Frekuensi
31
39
70
Persen
44.3
55.7
100
2. Analisis Bivariat
IMS
24
IM
n
Baik
Sedang
Kurang
S
4
33
2
Non IMS
31
0
0
0,000
BAB V
PEMBAHASAN
A.
Pembahasan Penelian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
25
mengenai kesehatan reproduksi masih belum memadai. Dan juga hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitiian yang dilakukan oleh Anita Zuliyani (2005) menunjukan
bahwa penelitian didapatkan hubungan negatif antara religiusitas dengan perilaku
seksual pranikah, yang artinya semakin tinggi religiusitas maka akan semakin rendah
perilaku seksual pranikah. Dan juga hasil peneltian inisejalan dengan penelitian
Haryanto (2012) Tingkat pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi
sebelum menerima pendidikan kesehatan masih kurang, setelah menerima
pendidikan kesehatan ada peningkatan pengetahuan. Siswa mempunyai sikap yang
positif terhadap kesehatan reproduksi dan pendidikan kesehatan tidak mempunyai
pengaruh terhadap sikap siswa. Menurut penelitian dari Mahyudi Noor (2011) ada
hubungan antara pengetahuan dan sikap seksual pranikah dengan pembinaan
pelayanan kesehatan reproduksi remaja.
26
36
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini dapat
disimpulkan yaitu:
1. Jika dilihat dari sudut pandang Gambaran pengetahuan remaja SMA Negri
1 Cilaku Cianjur kelas XII IPA mengenai kesehatan reproduksi dan bahaya
seks bebas adalah 35 responden (50%) berpengetahuan baik, 33 responden
(47,14%)
berpengetahuan
sedang,
dan
responden
(2,85%)
berpengetahuan rendah.
2. Media informasi terbanyak yang digunakan siswa untuk memperoleh
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah teman sebaya, yaitu
sekitar 67 responden (95,7%), sedangkan media informasi yang paling
sedikit digunakan oleh siswa untuk memperoleh pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi remaja adalah orang tua, yaitu34 responden (48,5%).
3. Jadi, dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan mengenai kesehatan
reproduksi berpengaruh terhadap angka kejadian IMS jika dilihat dari data
kejadian IMS pasda tahun 2015.
B. Saran
1. Diharapkan peran orang tua dan guru sebagai pembimbng dan sumber
informasi utama mengenai kesehatan reproduksi dan seks bebas sebaiknya
lebih dominan dalam kehidupan seksual remaja.
2. Dengan tingginya peran teman sebaya sebagai sumber informasi mengenai
kesehatan
reproduksi
di
kalangan
remaja,
diharapkan
dilakukan
36
36
DAFTAR PUSTAKA
Adnani, H dan Citra , 2009. Motivasi Belajar dan Sumber-Sumber Informasi
Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Remaja di SMUN
2 Banguntapan Bantul. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta.
Arma, A.J.A., 2007. Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Perilaku Seks Remaja
dan Pengetahuan Kespro Sebagai Alternatif Penangkalnya. Info Kesehatan
Masyarakat : The Journal of Public Health. 11 (2) : 189- 197.
Asfriyati. 2005. Masalah Kehamilan Pranikah Pada Remaja Ditinjau Dari
Kesehatan Reproduksi. Info Kesehatan Masyarakat, 9(1):61-62.
Azhari, 2002. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. Fakultas
Sriwijaya Palembang.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2001. Remaja Mengenal
Dirinya. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2004. Remaja Hari Ini Adalah
Pemimpin Masa Depan. BKKBN. Jakarta.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2008. Gender Dalam Kesehatan
Reproduksi. Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan.
Imamah. 2009. Perempuan dan Kesehatan Reproduksi. Egalita 4(2): 199 206.
Kartika, Riske Chandra. Kamidah. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja
tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seks Pranikah pada Siswa
Kelas XI di SMAN Colomandu. Gaster 10 (1): 77 84.
Manuaba, I.B.G., 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:EGC.
Mutadin, Zainun, 2002.
http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=385.
[diakses
36
Outlook
16.
Available
from: