Anda di halaman 1dari 30

1

Nama: Muhammad Hakam Al Hasby


NIM: 2013730150
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usia remaja merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa.
Pada masa ini, remaja banyak mengalami perubahan baik secara fisik maupun secara
psikologis yang mengakibatkan perubahan sikap dan tingkah laku remaja tersebut,
seperti mulai memperhatikan penampilan diri, tertarik dengan lawan jenis, berusaha
menarik perhatian, dan timbul perasaan cinta yang kemudian akan menimbulkan
dorongan seksual (Imran dalam Adnani dan Citra, 2009).
Terjadinya perubahan fisik pada remaja diikuti dengan perubahan sistem
reproduksinya, hal ini sering sekali kurang disadari oleh remaja sehingga mereka
tidak memahami dan mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan agar kesehatannya
terjaga. Saat ini banyak remaja kurang mendapatkan penerangan mengenai kesehatan
reproduksi.Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih sangat rendah.
Berdasarkan survey BKKBN tahun diperkirakan 17,1% perempuan dan 10,4% lakilaki mengetahui secara benar tentang masa subur dan resiko kehamilan (BKKBN,
2008).Pengetahuan yang rendah tentang kesehatan reproduksi akibat dari kurangnya
informasi mengenai kesehatan reproduksi dapat meningkatkan resiko terjadinya
Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), abortus, dan infeksi menular seksual.
Salah satu resiko kurangnya pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi adalah kehamilan yang tidak diinginkan dimana kehamilan sering kali
berakhir dengan aborsi.Hasil surveiBadan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) (2010) mengatakan bahwa rata-rata dari 100 remaja di wilayah
Jabodetabek, sekitar 54% pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Kejadian
seks pranikah di Surabaya mencapai 47%, di Bandung dan Medan 52%.Perilaku seks
bebas di kalangan remaja berefek pada kasus infeksi penularan HIV/AIDS yang
cenderung berkembang di Indonesia.(BKKBN, 2010)
Dampak lain yang dapat ditimbulkan akibat ketidaktahuan mengenai
informasi kesehatan reproduksi yang baik adalah terjadi penyimpangan perilaku

seksual, yaitu melakukan berbagai penyimpangan hubungan seksual. Hal ini tentunya
beresiko menyebabkan terjadinya Infeksi Menular Seksual (IMS).
Berdasarkan penelitian WHO pada tahun 2005 tercatat 448 juta kasus baru
infeksi menular seksual (sifilis, gonorrhea, klamydia, dan trichomonas) yang terjadi
pada orang dewasa berusia 15 49 tahun. Hal inimenunjukkan bahwa kelompok
umur yang paling banyak menderita IMS adalah kelompok belia. Remaja merupakan
kelompok yang berisiko untuk terkena IMS, diperkirakan 1 dari setiap 20 remaja
tertular IMS dengan persentase tertinggi terjadi pada usia 15-24 tahun (Soetjiningsih,
2011. Azhari, 2002).
Berdasarkan dari fakta yang ada dapat terlihat bahwa kecenderungan remaja
untuk melakukan berbagai tindakan yang membahayakan kesehatan mereka sendiri
semakin meningkat, namun di sisi lain ternyata pengetahuan para remaja itu sendiri
mengenai aspek kesehatan reproduksi masih sangat rendah, sehingga remaja perlu
untuk diberikan pendidikan mengenai kesehatan reproduksi. Pendidikan reproduksi
yang dimaksud adalah memberikan informasi kepada remaja sehingga para remaja
tahu bagaimana cara menghindari terjadinya hubungan seksual sebelum waktunya
dan membentuk remaja yang mempunyai sikap dan perilaku seksual yang sehat dan
bertanggung jawab (Imran (2000) dalam Adnani dan Citra, 2009). Pada umumnya,
anak remaja terdapat pada kelompok siswa SMU dimana pada masa ini terjadi
peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa.Berbagai masalah kesehatan
reproduksi dapat terjadi pada anak SMU. Salah satu SMU yang terdapat di kabupaten
Cianjur adalah SMA N 1 Cilaku Cianjur, untuk itu peneliti merasa tertarik untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa kelas XII IPA SMA N 1 Cilaku Cianjur
mengenai kesehatan reproduksi.

B. Rumusan Masalah

Masih rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan


masih tingginya jumlah siswa SMP dan SMA yang melakukan hubungan seks di luar
nikah maka dirasa perlu untuk mengetahui bagaimanakah hubungan pengetahuan
siswa-siswi SMA N 1 Cilaku Cianjur mengenai kesehatan reproduksi remaja Dengan
IMS.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan siswa SMA


N 1 Cilaku Cianjur mengenai kesehatan reproduksi remaja dengan penyakit IMS dan
bahaya seks bebas berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tingkat kelas.
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Responden
Menambah pengetahuan responden mengenai kesehatan reproduksi
remajaserta resiko yang dapat ditimbulkan akibat penyimpangan
hubungan seksual.
2.

Bagi Pemerintah Kabupaten Cianjur


Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai suatu masukan
dalam program kerja pemerintah demi terciptanya masyarakat yang
sehat.

3.

Bagi Peneliti
Sebagai proses pembelajaran dan menambah pengalaman dalam
melakukan sebuah penelitian serta meningkatkan pengetahuan peneliti
sehubungan dengan kesehatan reproduksi.

BAB II
KAJIAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi secara umum didefinisikan sebagai kondisi sehat dari
sistem fungsi dan proses alat reproduksi yang kita miliki. Pengertian sehat tersebut
tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat
secara mental dan sosiokultural. (BKKBN, 2004)
Kesehatan reproduksi adalah ilmu yang mempelajari alat dan fungsi
reproduksi, baik pada laki-laki maupun perempuan, yang merupakan bagian integral
dari sistem tubuh manusia lainnya serta hubungannya secara timbal balik dengan
lingkungannya. (Pangkahila, 2005)
Kesehatan reproduksi adalah suatu kondisi yang sempurna dari fisik, mental dan keadaan sosial
(tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan/kecacatan) dalam setiap persoalan yang berhubungan
dengan sistem, fungsi serta proses reproduksi. Konsep dan definisi lainnya yang juga disepakati dan
berkaitan dengan kesehatan reproduksi, yaitu kesehatan seksual, hak seksual, dan hak reproduksi.
(Imamah, 2009)

2. Kesehatan Reproduksi Remaja


Kesehatan reproduksi remaja secara umum didefinisikan sebagai kondisi
sehat dan sistem, fungsi, dan proses alat reproduksi yang dimiliki oleh remaja.
Remaja perlu memahami tentang kesehatan reproduksi, khususnya kesehatan
reproduksi remaja, karena keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi mempunyai konsekuensi atau akibat jangka panjang dalam perkembangan
dan kehidupan sosial remaja (BKKBN, 2008).
Menurut Arma (2007), pendidikan seksual adalah suatu kegiatan pendidikan
yang berusaha untuk memberikan pengetahuan agar remaja dapat mengubah perilaku
seksualnya ke arah yang lebih bertanggung jawab.
Menurut Mutadin (2002), pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau
pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang
bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini

bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan
seksualitas dalam bentuk yang wajar.
3. Remaja
Remaja adalah individu baik perempuan, maupun laki-laki yang berada pada
masa/usia antara anak-anak dan dewasa.United Nations menyebut remaja bagi
mereka yang berusia 15-24 tahun (BKKBN, 2001). Di Indonesia, batasan remaja
mendekati batasan PBB tentang pemuda kurun usia 14-24 tahun yang dikemukakan
dalam Sensus Penduduk (Arma, 2007).
Masa remaja adalah merupakan masa peralihan baik secara fisik, psikis
maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa.Remaja adalah asset sumber
daya manusia yang merupakan tulang punggung penerus generasi di masa
mendatang. Bila dilihat dari komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis
kelamin, jumlah remaja menempati posisi yang lebih besar dibanding dengan
komposisi umur lainnya. Besarnya jumlah penduduk usia remaja ini adalah
merupakan peluang dan bukan menjadi masalah bagi pemerintah.
J.J. Rosseau membagi perkembangan jiwa manusia menurut perkembangan
perasaan dan membaginya dalam 4 tahap, yaitu (Arma, 2007):
1. Umur 0-4 atau 5 tahun : masa kanak-kanak (infancy).
2. Umur 5-12 tahun

: masa bandel (savage stage).

3. Umur 12-15 tahun

: bangkitnya akal (rasio), nalar (reason) dan kesadaran


(self consciousness).

4. Umur 15-20 tahun

: masa kesempurnaan remaja (adolescence proper) dan


merupakan puncak perkembangan emosi.

4. Tumbuh Kembang Remaja

Individu pada masa remaja akan mengalami situasi pubertas, dimana ia akan
mengalami

perubahan

yang

mencolok

secara

fisik

maupun

secara

emosional/psikologis dibandingkan dengan masa sebelumnya, yaitu masa kanakkanak.


a. Perkembangan Fisik (Biologik) Remaja

Pada masa remaja, seseorang mengalami pertumbuhan fisik yang lebih cepat
dibandingkan dengan masa sebelumnya.Hal ini terlihat pada organ seksualnya,
dimana biologik sampai pada kesiapan untuk melanjutkan keturunan.
Pada wanita, ciri sekunder individu dewasa terjadi karena beberapa jenis
hormon/zat dalam tubuh, terutama estrogen dan progesterone, mulai berperan aktif
sehingga mulai tumbuh payudara, pinggul mulai melebar dan membesar. Disamping
itu, akan mulai tumbuh rambut halus di sekitar ketiak dan vagina/kemaluan, dan
perubahan lainnya seperti, kulit dan rambut mulai berminyak, keringat bertambah
banyak, lengan dan tungkai kaki bertambah panjang, tulang-tulang wajah mulai
memanjang dan membesar, dan lainnya (BKKBN, 2001). Pada wanita, kedua indung
telur (ovarium) akan menghasilkan sel telur (ovum). Hormon kelamin wanita
mempersiapkan rahim (uterus) untuk menerima hasil konsepsi bila sel telur dibuahi
oleh sperma, juga mempersiapkan vagina sebagai penerima penis saat bersenggama.
Sejak saat ini wanita akan mengalami ovulasi dan menstruasi. Ovulasi adalah proses
keluarnya ovum dari ovarium, dan jika tidak dibuahi, maka ovumakan mati dan
terjadilah menstruasi. Menstruasi adalah peristiwa alamiah keluarnya darah dari
vagina yang berasal dari uterus akibat lepasnya endometrium sebagai akibat dari
ovum yang tidak dibuahi (Arma, 2007).
Sama halnya dengan perempuan, ciri seks sekunder pada laki-laki terutama
akan disebabkan oleh hormon testosterone yang menyebabkan tumbuhnya rambut di
sekitar ketiak dan kemaluan, tumbuh jenggot dan kumis, terjadi perubahan suara
menjadi berat, tubuh bertambah berat dan tinggi, keringat bertambah banyak, kulit
dan rambut mulai berminyak, lengan dan tungkai kaki bertambah panjang, pundak
dan dada bertambah besar dan bidang, tumbuh jakun, penis dan buah zakar
membesar, dan lainnya (BKKBN, 2001). Pada pria, sejak usia ini testis akan
menghasilkan sperma yang tersimpan dalam skrotum. Kelenjar testisakan
menghasilkan sperma, dan penis dapat digunakan untuk bersenggama dalam
perkawinan. Seorang pria dapat menghasilkan puluhan sampai jutaan sperma sekali
ejakulasi dan mengalami mimpi basah, dimana sperma keluar dengan sendirinya
secara alamiah (Arma, 2007).
Perubahan fisik baik pada remaja perempuan maupun pada remaja laki-laki
akan berhenti pada usia sekitar 20 tahun, yang berakibat tubuh tidak akan bertambah

tinggi lagi, payudara tidak akan membesar lagi, dan pinggul tidak akan bertambah
lebar (BKKBN, 2001).
b. Perkembangan Psikososial Remaja

Kesadaran akan bentuk fisik yang bukan lagi anak-anak akan menjadikan
remaja sadar meninggalkan tingkah laku anak-anaknya dan mengikuti norma, serta
aturan yang berlaku (Arma, 2007). Perubahan psikologis terjadi disebabkan oleh
adanya perubahan-perubahan kebutuhan, konflik nilai antara keluarga dan dunia luar,
serta terjadinya perubahan fisik. Perubahan psikologis yang dimaksud seperti remaja
menjadi sangat sensitif, sering bersikap irasional, mudah tersinggung, bahkan stress
(BKKBN, 2008).
Menurut Havigrust aspek psikologis yang menyertai masa remaja adalah
(Arma, 2007):
1. Menerima kenyataan (realitas) jasmani.
2. Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebaya.
3. Menjalankan peran-peran sosial menurut jenis kelamin sesuaikan dengan norma.
4. Mencapai kebebasan emosional (tidak tergantung) pada orang tua atau orang
dewasa lain.
5. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep untuk bermasyarakat.
6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan atau jabatan.
7. Mencapai kebebasan ekonomi, merasa mampu hidup dengan nafkah sendiri.
8. Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan.
5. Infeksi Menular Seksual
Infeksi menular seksual adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan
seksual yang lebih berisiko bila hubungan seksual dilakukan dengan berganti-ganti
pasangan, baik melalui vagina, oral, maupun anal (BKKBN, 2008).
Infeksi menular seksual menyebabkan infeksi alat reproduksi yang harus
dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar dan
menyebabkan penderitaan, sakit berkepanjangan, kemandulan, dan kematian.
Oleh karena bentuk dan letak alat kelamin yang menonjol, pada laki-laki
gejala penyakit menular seksual lebih mudah dikenali, dilihat, dan dirasakan,

sedangkan pada perempuan sebagian besar tanpa gejala, sehingga sering kali tidak
disadari.
Gejala IMS pada laki-laki diantaranya adalah bintil-bintil berisi cairan, lecet,
atau borok pada penis/alat kelamin; luka tidak sakit, keras, dan berwarna merah pada
alat kelamin; adanya kutil atau tumbuh daging seperti jengger ayam; rasa gatal yang
hebat sepanjang alat kelamin; rasa sakit yang hebat saat buang air kecil; kencing
nanah atau darah yang berbau busuk; bengkak panas dan nyeri pada pangkal paha.
Sedangkan gejala IMS pada perempuan antara lain rasa sakit atau nyeri pada saat
kencing atau berhubungan seksual, rasa nyeri pada perut bagian bawah pengeluaran
lendir pada vagina, keputihan berwarna putih susu, bergumpal, dan disertai rasa gatal
dan kemerahan pada alat kelamin atau sekitarnya; keputihan yang berbusa,
kehijauan, berbau busuk, dan gatal; timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan
seksual; bintil-bintil berisi cairan, lecet, atau borok pada alat.
Beberapa pencegahan terjadinya infeksi menular seksual adalah dengan tidak
melakukan hubungan seksual sebelum menikah, kemudian menghindari hubungan
seksual yang tidak aman atau berisiko, selalu menggunakan kondom untuk mencegah
penularan penyakit menular seksual, serta selalu menjaga kebersihan alat kelamin
(BKKBN, 2001)
6. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Hasil penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2005),
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru),
didalam diri orang tersebut menjadi proses yang berurutan yakni:
1.

Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari


dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2.

Interest, dimana orang merasa tertarik terhadap stimulus atau


objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

3.

Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya


stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.

4.

Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai


dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

5.

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.


Pengetahuan seseorang individu terhadap sesuatu dapat berubah dan berkembang
sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman, dan tinggi rendahnya mobilitas materi
informasi tentang sesuatu di lingkungannya.Pengetahuan yang dicakup dalam daerah
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 2007):
1. Tahu (know) adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
dengan menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan.
2. Memahami (comprehension) adalah kemampuan untuk memahami secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application) adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
4. Analisis (analysis) adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek
ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.
5. Sintesis

(synthesis)

adalah

kemampuan

untuk

meletakkan

atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.


6. Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
7. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja

10

Pengetahuan remaja terhadap reproduksi sehat sangat tergantung pada


informasi yang diterima baik dari penyuluhan maupun dari media massa serta
kemampuan untuk menyerap dan menginterpretasikan informasi tersebut.
Pendidikan seksualitas adalah suatu kegiatan pendidikan yang berusaha untuk
memberikan pengetahuan agar remaja dapat mengubah perilaku seksualnya kearah
yang lebih bertanggung jawab. Sekolah sebagai institusi formal yang merupakan
tempat sebagian besar kelompok remaja adalah wadah yang tepat untuk memberikan
pengetahuan kepada remaja tentang kesehatan reproduksi atau perilaku seksual yang
sehat dan aman melalui pendidikan yang dimasukkan dalam kurikulum.
Pada dasarnya, tujuan pendidikan kesehatan reproduksi remaja adalah untuk
membekali para remaja dalam menghadapi gejolak biologisnya agar mereka tidak
melakukan hubungan seks sebelum menikah karena mengetahui risiko yang dapat
mereka hadapi.Seandainya mereka tetap melakukannya juga (tidak semua orang
dapat dicegah untuk melakukannya), mereka dapat mencegah risiko buruk yang
dapat terjadi. Jika risiko terjadi juga, mereka akan menghadapinya secara
bertanggung jawab.

B. Kerangka Teori

Pengetahuan
Kesehatan Reproduksi
Faktor internal:
1. Pendidikan
Kesehatan
2. Umur

Faktor eksternal:
1. Lingkungan
2. Sosial budaya
3. Informasi

Gambar 1 . Kerangka Teori

11

C. Kerangka Konsep Penelitian

Tingkat Pengetahuan
Reproduksi
Remaja SMA N 1 Cilaku
Cianjur XII IPA

Sumber Informasi

Tingkat kejadian
IMS

Umur
Jenis kelamin
Kelas

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan kerangka konsep di atas akan diteliti Pengetahuan Kesehatan
Reproduksi remaja SMA N 1 Cilaku Cianjur tahun 2015 dengan Tingkat kejadian
IMS di SMA N 1 Cilaku Cianjur tahun 2015

D. Hipotesis
1. Adanya hubungan Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan Infeksi
Menular Seksual.
2. Tidak adanya hubungan Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan Infeksi
Menular Seksual.
3. Adanya hubungan usia dengan Infeksi Menular Seksual.
4. Tidak adanya hubungan usia dengan Infeksi Menular Seksual.
5. Adanya hubungan jenis kelamin dengan Infeksi Menular Seksual.
6. Tidak adanya hubungan jenis kelamin dengan Infeksi Menular Seksual.

12

7. Adanya hubungan kelas dengan Infeksi Menular seksual.


8. Tidak adanya hubungan kelas dengan Infeksi Menular seksual.

13

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Model Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

1.

Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis studi deskriptif, yaitu untuk

mengetahui hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dengan IMS pada remaja di


SMA N 1 Cilaku Cianjur XII IPA.

2.

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di SMA N 1 Cilaku Cianjur di Jalan Perintis

Kemerdekaan No 1, Cilaku, Cianjur .Pemilihan tempat dilakukan secara purposive,


yaitu ditentukan sendiri oleh peneliti. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober
sampai dengan bulan Desember tahun 2015.
3. Rancangan penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode survey analitic karena peneliti
mencoba menganalisis adanya hubungan antar variabel.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectiona karena
mempelajari dinamika hubungan atau korelasi antara faktor-faktor risiko dengan
dampak atau efeknya. Faktor risiko dan dampak atau efeknya diobservasi pada
waktuyang bersamaan artinya setiap subyek penelitian diobservasi hanya satu kali
saja dan faktor risiko serta dampak diukur menurut keadaan atau status pada
observasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan
kesehatan reproduksi dengan tigkat kejadian Infeksi Menular Seksual.

4. Variabel dan Definisi Operasional Variabel


No

Variabel

Defenisi

Alat ukur

Hasil ukur

Skala

14

ukur
1

Infeksi
Menular
Seksual.

Variabel Independen
Infeksi yang
Data yang
1. IMS
ditularkan
sudah ada
2. Non IMS
melalui
dari
hubungan
sekolah.
seksual yang
lebih berisiko
bila hubungan
seksual
dilakukan
dengan
berganti-ganti
pasangan, baik
melalui vagina,
oral, maupun
anal

Nominal

Sumber : (BKKBN,
2008)

Pengeta
huan
kesehata
n
reprodu
ksi

Variabel Dependen
Kondisi sehat
Kuisioner Total skor dari
pertanyaan
dan sistem,
fungsi, dan
yang diberikan
proses alat
akan dibagi
reproduksi yang
menjadi 3
dimiliki oleh
kategori, yaitu:
remaja. Remaja
1. Baik : jika
perlu
total nilai
memahami
yang
tentang
kesehatan
diperoleh
reproduksi,
>75% (skor
khususnya
kesehatan
16-20)
reproduksi
2. Sedang :
remaja, karena
jika total
keputusannilai yang
keputusan yang
3.
diperoleh40
berkaitan
dengan
-75% (skor
kesehatan
8-15)
reproduksi
4. Kurang :
mempunyai
jika total
konsekuensi
atau akibat
nilai yang
jangka panjang
diperoleh
dalam

Ordinal

15

<40% (skor

perkembangan
dan kehidupan
sosial remaja.

0-7)

Sumber: (BKKBN,
2008).

Usia

Bilangan umur
yang terkait
dengan kejadian
IMS akibat
kurang nya
pengetahuan
terhadap
kesehatan
reproduksi.

Kuesioner 1.Diatas 17 tahun.


2.Di bawah 17 tahun.

Interval

Sumber: Depkes RI

Jenis
kelamin

Peran sosial
dimana peran
laki-laki dan
perempuan
ditentukan
perbedaan
fungsi, tanggun
g jawab lakilaki dan
perempuan
sebagai hasil
konstruksi
sosial yang
dapat berubah
atau diubah
sesuai
perubahan
zaman. (WHO
1998)

Kuisioner

1. Laki-laki
2. Perempuan

Nominal

Sumber Sumber
informas informasi
i
mencakup apa
saja yang dapat
digunakan
untuk
membantu tiap
orang untuk
belajar dan

Lembaran
kuesioner

Total skor dari


pertanyaan
yang diberikan
dan akan dibagi
menjadi 3
kategori, yaitu:

ordinal

-Baik : jika
total nilai
yang diperoleh

16

manampilkan
kompetensinya,
sumber
informasi
meliputi, pesan,
orang, bahan,
alat, teknik, dan
latar
Sumber: .
(Association for
Education
Communication
and
Technology;1994).
Menurut Dirjen
Dikti (1983: 12

>75% (skor
16-20)
-Sedang : jika
total nilai
yang
diperoleh4075% (skor 815)
-Kurang : jika total
nilai yang diperoleh
<40% (skor 0-7)

Tabel 3.1 Definisi dan Variabel Operasional


5.

Populasi dan Sampel Penelitian


a. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah murid dari 3 kelas XII IPA SMA N 1

Cilaku Cianjur. Untuk data ordinal, teknik penarikan sampel akan dilakukan secaraa
non-probability sampling, yaitu consecutive sampling, dimana responden yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sampel yang diinginkan peneliti
berkesempatan menjadi sampel penelitian hingga terpenuhinya jumlah sampel yang
telah ditentukan peneliti.
1) Kriteria inklusi :
a) Bersedia menjadi responden
b) Siswa/I SMA N 1 Cilaku Cianjur Kelas XII IPA
2) Kriteria eksklusi
a) Responden dalam keadaan tidak sehat ( jiwa dan raga )
b) Bukan Siswa/I SMA N 1 Cilaku Cianjur Kelas XII IPA.

b. Sampel Penelitian

Besar sampel minimal dihitung dengan menggunakan rumus:

17

N. Z 1 - /2 . p . (1-p)
(N-1) . d + Z2 . 1-/2 . p. (1-p )

Keterangan :
N

= Populasi

Z 1 - /2 = Nilai distribusi normal baku dengan tertentu


n

= Besar sampel yang diinginkan

= Nilai Proporsi di populasi

= Kesalahan (absolute) yang dapat ditolerir


Dari persamaan di atas dapat ditentukan jumlah sampel sebagai berikut:
n

N. Z. 1 - /2 . p . (1- p)
(N-1) . d + Z2 . 1-/2 . p . (1- p )

=
Maka besar n (sampel) dibulatkan menjadi 70 siswa
Keterangan: Dimana n adalah seluruh murid kelas XII IPA.

6. Teknik pengumpulan data


Pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari:
Data primer yang diperoleh langsung dari responden berdasarkan kuesioner yang
ada. Peneliti melakukan pendekatan kepada calon responden dan menjelaskan tujuan
dan prosedur penelitian. Peneliti menanyakan kesediaan responden untuk menjadi
subjek dalam penelitian. Setelah itu peneliti membagikan kuesioner pada responden
dan menunggu sampai responden selesai mengisi kuesioner (kira-kira kurang dari 10
menit). Lalu peneliti mengecek kelengkapan kuesioner yang diberikan apakah sudah
diisi dengan lengkap oleh responden. Bila semua data yang dibutuhkan peneliti telah
dikumpulkan, selanjutnya peneliti akan menganalisa data.

7. Pengolahan dan Analisa data


Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisa data melalui beberapa
tahapan, antara lain tahap pertama editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan

18

identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi
sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada
kuisioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa, tahap ketiga
processing yaitu memasukkan data dari kuisioner kedalam program komputer
dengan menggunakan program SPSS versi 22,0 tahap keempat adalah melakukan
cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada
kesalahan atau tidak. Data akan disajikan dalam bentuk tabel.

8.

Alat Ukur
Alat ukur dalam penelitian adalah kuesioner dengan 20 pertanyaan, yaitu 20

pertanyaan untuk pengetahuan.

9.

Cara Ukur
Cara ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

memiliki makna skor 1 untuk pertanyaan yang dijawab benar dan skor 0 untuk
pertanyaan yang dijawab salah. Skor maksimum yang didapati jika responden
menjawab seluruh pertanyaan dengan benar adalah 20.

10. Hasil Ukur


Hasil ukur dalam penelitian ini adalah jumlah total skor dari pertanyaan yang
diberikan dan akan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Baik

: jika total nilai yang diperoleh > 75 % (skor 16 20)

2. Sedang

: jika total nilai yang diperoleh 40 75 % (skor 8 15)

3. Kurang

: jika total nilai yang diperoleh < 40 % (skor 0 7)

11. Skala Ukur


Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal. Pada skala ordinal
terdapat data dengan informasi peringkat, dengan nilai variabel yang tidak dapat
dimanipulasi

secara

(Sastroasmoro, 2007).

matematis

baik

ditambah,

dibagi

ataupun

dikalikan

19

12. Tahapan Penelitian

Langkah-langkah penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswasiswi SMAN 1 Cilaku Cianjur mengenai kesehatan reproduksi dengan IMS

di

Kecamatan Cianjur Tahun 2015 adalah sebagai berikut:


a. Survei lapangan, meliputi pemerintahan setempat dan lokasi penelitian,
antara lain :
1) Melapor ke Kepala Sekolah SMAN 1 Cilaku Cianjur.
b. Pengisian kuesioner
Pengisian kuesioner dilakukan dengan mengumpulkan siswa-siswi
SMAN 1 Cilaku Cianjur di aula sekolah tersebut
13.

Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini dilakukan 2 jenis penghitungan, yaitu:


a. Analisis Univariat.
b. Analisis Bivariat.

20

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Tempat Penelitian


1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SMA Negri 1 Cilaku Cianjur yang berlokasi di Jalan
Perintis Kemerdekaan No 1 , Cilaku, Cianjur. Lembaga pendidikan ini berdiri pada
tahun 1987 dan sekarang Kepala Sekolah adalah Drs. Rachmat Urip Sudirman, M.Si.
Jumlah murid 248 remaja. Murid kelas XII IPA yang terbagi dalam 5 kelas. Dari 248
murid tersebut, diketahui jumlah murid laki-laki adalah 114 remaja dan murid
perempuan adalah 134 orang.
2. Deskripsi Karakteristik Responden
Jumlah responden yang terlibat dalam studi ini adalah sebanyak 70
responden.
B. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
Tabel 1. Distribusi Usia Responden Remaja Kelas XII IPA SMAN 1 Cilaku
Cianjur
Usia

Frekuensi

Persen

15

14

20

16

20

28

17

23

32.9

18

13

18.6

To1tal

70

100

Distribusi responden berdasarkan usia berkisar rata-rata 15 18 tahun dengan


rata-rata umur responden adalah 16,8 tahun. Jumlah responden berusia 15 tahun, 16
tahun, 17 tahun, dan 18 tahun secara berturut-turut adalah 14 responden (20%), 20
responden (28,6%), 23 responden (32,8%), dan 13 responden (18,6%).

21

Tabel 2. Distribusi Jenis Kelamin Responden Remaja Kelas XII IPA SMAN 1
Cilaku Cianjur
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total

Frekuensi
34
36
70

Persen
48.6
51,4
100

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa 34 (48,6%)


responden

kelamin laki-laki dan 36 responden berjenis kelamin

perempuan

(51,4%).
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Kelas XII IPA SMAN 1 Cilaku
Cianjur
Kelas
XII IPA1
XII IPA 2
XII IPA 3
Total

Frekuensi
20
25
25
70

Persen
28.6
35.7
35.7
100

Distribusi responden berdasarkan kelas diketahui bahwa 20 responden


(28,2%) berasal dari kelas XII IPA 1. Responden yang berasal dari kelas XII IPA 2
dan XII IPA 3 memiliki jumlah yang sama, yaitu 25 responden (35,7%).
Tabel 4 Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pada Remaja
SMAN 1 Cilaku Cianjur Kelas XII IPA
Pengetahuan
Frekuensi
Persen
Baik
35
50
Kurang
2
2.9
Sedang
33
47.1
Total
70
100
Tabel 5. menunjukkan bahwa teman sebaya memberikan persentase terbesar
sebagai sumber informasi bagi remaja, yaitu 95,7% sebanyak 67 responden,
sedangkan orang tua memberi kontribusi yang paling kecil, yaitu 34 responden dari
total keseluruhan responden yang ada (48,5%).

22

Tabel 5. Tabel Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Kuisioner


No

Frekuensi Jawaban Responden

Pertanyaan

Benar (%)

Salah (%)

Pengetahuan responden
1

Pengertian kesehatan reproduksi remaja

55 (78,57)

15 (21,43)

Perubahan fisik umum remaja

43 (61,42)

27 (38,58)

Perubahan psikologis remaja

47 (67,14)

23 (32,86)

Mimpi basah sebagai tanda pubertas

66 (94,28)

4 (5,72)

68 (97,14)

2 (2,86)

pada laki-laki
5

Menstruasi sebagai tanda pubertas pada


perempuan

Perubahan fisik pada remaja perempuan

65 (92,8)

5 (7,2)

Perubahan fisik pada remaja laki-laki

69 (98,57)

1 (1,43)

Pengertian menstruasi/haid

67 (95,71)

3 (4,29)

Pengertian mimpi basah

69 (98,57)

1 (1,43)

10

Buah

33 (47,14)

37 (52,86)

58 (82,85)

12 (17,15)

zakar

(testis)

sebagai

organ

penghasil sperma pada laki-laki


11

Indung telur (ovarium) sebagai organ


penghasil sel telur pada perempuan

12

Proses terjadinya kehamilan

66 (94,28)

4 (5,72)

13

Usia reproduktif laki-laki

57 (81,43)

13 (18,57)

14

Usia reproduktif perempuan

52 (74,28)

18 (25,72)

15

Usia optimal perempuan untuk hamil

60 (85,71)

10 (14,29)

16

Pengertian hubungan seksual pranikah

52 (74,28)

18 (25,72)

17

Akibat hubungan seksual pranikah

36 (51,43)

34 (48,57)

18

Dampak kehamilan usia remaja

31 (44,28)

39 (55,72)

19

Dampak aborsi dengan cara yang tidak

21 (30)

49 (70)

15 (21,43)

55 (78,57)

aman
20

Penyakit infeksi menular seksual

Responden diberikan skor untuk tiap-tiap pertanyaan yang dijawab, yaitu 1


untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah.
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa terdapat 4 pertanyaan dengan persentase jawaban
benar dibawah 50%, yaitu pertanyaan nomor 10, 18, 19, dan 20. Dengan persentase

23

jawaban benar secara berturut-turut adalah 47,14 % (33 responden), 44,28% (31
responden), 30% (21 responden), dan 32,86% (23 responden).

Tabel 6. Distribusi Pengetahuan dikalangan Responden Pada Remaja di SMAN


1 Cilaku Cianjur Kelas XII IPA
Pengetahuan
Frekuensi
Persen
Baik
35
50
Kurang
2
2.9
Sedang
33
47.1
Total
70
100
Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan dari 70 responden
adalah 35 responden (50%) berpengetahuan baik, 33 responden (47,1%)
berpengetahuan sedang, dan 2 responden (2,9%) berpengetahuan yang kurang.

Tabel 7. Distribusi Infeksi Menular Seksual dikalangan Responden Pada


Remaja di SMAN 1 Cilaku Cianjur Kelas XII IPA
Infeksei Menular Seksual
IMS
Non IMS
Total

Frekuensi
31
39
70

Persen
44.3
55.7
100

Distribusi responden berdasarkan IMS diketahui bahwa 31 responden


(44.3%) terjangkit IMS. Dan 39 responden (55.7%) tidak terjangkit IMS.

2. Analisis Bivariat

Tabel 1. Hubungan Pengetahuan Dengan Tingkat Kejadian Infeksi Menular


Seksual Pada Remaja kelas XII IPA di SMA Negeri 1 Cilaku Cianjur Tahun
2015
Pengetahua

IMS

24

IM
n
Baik
Sedang
Kurang

S
4
33
2

Non IMS
31
0
0

0,000

Pengetahuan mempunyai hubungan bermakna dengan Infeksei Menular


Seksual dengan P = 0,000 (<0,005) Ho ditolak. Bahwa adanya hubungan
antara pengetahuan dengan Infeksi Menular Seksual.

BAB V
PEMBAHASAN

A.

Pembahasan Penelian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui


pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba (Notoatmodjo, 2007). Dalam penelitian ini telah dilakukan pembagian kuesioner
untuk mengukur tingkat pengetahuan responden.
Hasil Penelitian tingkat pengetahuan dari 70 responden adalah 35 responden
(50%) berpengetahuan baik, 33 (47,14%) responden berpengetahuan sedang, dan 2
responden (2,85%) berpengetahuan yang kurang. Berdasarkan analisa dengan uji
Chi-Square ada hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi dengan tingkat kejadian
IMS pada siswa kelas XII IPA SMA N 1 Cilaku Cianjur Tahun 2015 (P= 0,000)
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartika
dan Kamidah (2013) menunjukkan bahwa yang diteliti memiliki pengetahuan sedang
mengenai kesehatan reproduksi. Hal ini menunjukkan tingkat pengetahuan remaja

25

mengenai kesehatan reproduksi masih belum memadai. Dan juga hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitiian yang dilakukan oleh Anita Zuliyani (2005) menunjukan
bahwa penelitian didapatkan hubungan negatif antara religiusitas dengan perilaku
seksual pranikah, yang artinya semakin tinggi religiusitas maka akan semakin rendah
perilaku seksual pranikah. Dan juga hasil peneltian inisejalan dengan penelitian
Haryanto (2012) Tingkat pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi
sebelum menerima pendidikan kesehatan masih kurang, setelah menerima
pendidikan kesehatan ada peningkatan pengetahuan. Siswa mempunyai sikap yang
positif terhadap kesehatan reproduksi dan pendidikan kesehatan tidak mempunyai
pengaruh terhadap sikap siswa. Menurut penelitian dari Mahyudi Noor (2011) ada
hubungan antara pengetahuan dan sikap seksual pranikah dengan pembinaan
pelayanan kesehatan reproduksi remaja.

Mayoritas responden mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi


adalah dari teman sebaya (95,7%). Berdasarkan table 10. Kontribusi orang tua
sebagai sumber informasi mengenai kesehatan reproduksi masih rendah, hanya
sekitar 48,5%. Hal ini menunjukkan bahwa topik kesehatan reproduksi masih sangat
jarang dan tabu dibicarakan dalam keluarga. Oleh karena itu, remaja cenderung
untuk mencari informasi dari sumber lain yang belum jelas kebenarannya.
Pengetahuan responden mengenai penyakit infeksi menular seksual juga
masih sangat rendah, yaitu 21,43%. Berdasarkan jawaban dalam kuesioner yang
dibagikan, mayoritas siswa-siswi Kelas XII IPA SMA Negri 1 Cilaku Cianjur hanya
mengetahui satu jenis penyakit menular seksual, yaitu HIV/AIDS. Hal ini dapat
disebabkan oleh kurangnya pendidikan seksual pada remaja dan minimnya sumber
informasi yang dapat didapatkan oleh remaja mengenai dampak hubungan seksual
pranikah, seperti kehamilan usia muda, aborsi, dan infeksi menular seksual.
Pendidikan seksual di Indonesia dan sumber informasi mengenai kesehatan
reproduksi juga masih sangat minim sehingga masyarakat cenderung mendapatkan
informasi yang kurang tepat mengenai kesehatan reproduksi. Hal ini menyebabkan
kesadaran akan perilaku seks bebas pada masyarakat masih teramat kurang, selain
dikarenakan adanya norma agama di Indonesia yang masih menganggap
pembicaraan mengenai kesehatan reproduksi itu tabu. Remaja sebagai penerus

26

generasi bangsa selayaknya mendapatkan informasi yang dapat dipercaya, relevan,


dan akurat mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku seksual. Peran orang tua dan
guru sebagai pembimbng dan sumber informasi utama mengenai hal ini sebaiknya
lebih dominan dalam kehidupan seksual remaja.

36

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini dapat
disimpulkan yaitu:
1. Jika dilihat dari sudut pandang Gambaran pengetahuan remaja SMA Negri
1 Cilaku Cianjur kelas XII IPA mengenai kesehatan reproduksi dan bahaya
seks bebas adalah 35 responden (50%) berpengetahuan baik, 33 responden
(47,14%)

berpengetahuan

sedang,

dan

responden

(2,85%)

berpengetahuan rendah.
2. Media informasi terbanyak yang digunakan siswa untuk memperoleh
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah teman sebaya, yaitu
sekitar 67 responden (95,7%), sedangkan media informasi yang paling
sedikit digunakan oleh siswa untuk memperoleh pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi remaja adalah orang tua, yaitu34 responden (48,5%).
3. Jadi, dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan mengenai kesehatan
reproduksi berpengaruh terhadap angka kejadian IMS jika dilihat dari data
kejadian IMS pasda tahun 2015.
B. Saran
1. Diharapkan peran orang tua dan guru sebagai pembimbng dan sumber
informasi utama mengenai kesehatan reproduksi dan seks bebas sebaiknya
lebih dominan dalam kehidupan seksual remaja.
2. Dengan tingginya peran teman sebaya sebagai sumber informasi mengenai
kesehatan

reproduksi

di

kalangan

remaja,

diharapkan

dilakukan

pemberdayaan Pendidikan Remaja Sebaya (PRS) di lingkungan sekolah.


3. Sebaiknya pihak sekolah mengadakan penyuluhan atau pendidikan khusus
mengenai kesehatan reproduksi remaja yang sehat, agar remaja memiliki

36

sikap dan tindakan yang bertanggung jawab mengenai kesehatan


reproduksinya.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besar dan melibatkan beberapa institusi pendidikan agar hasil yang
diperoleh dapat lebih representatif dan dapat digunakan sebagai data dasar
dalam menentukan kebijakan pemerintah terutama di bidang kesehatan
dan pendidikan.
5. Dibutuhkan peran serta dan kerjasama antara guru, orang tua, petugas
medis, masyarakat, dan pemerintah, baik secara formal maupun non
formal guna
6. Memberikan dan melakukan pengawasan terhadap proses reproduksi yang
sehat pada remaja dan penyampaian informasi mengenai kesehatan
reproduksi remaja.

36

DAFTAR PUSTAKA
Adnani, H dan Citra , 2009. Motivasi Belajar dan Sumber-Sumber Informasi
Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Remaja di SMUN
2 Banguntapan Bantul. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta.
Arma, A.J.A., 2007. Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Perilaku Seks Remaja
dan Pengetahuan Kespro Sebagai Alternatif Penangkalnya. Info Kesehatan
Masyarakat : The Journal of Public Health. 11 (2) : 189- 197.
Asfriyati. 2005. Masalah Kehamilan Pranikah Pada Remaja Ditinjau Dari
Kesehatan Reproduksi. Info Kesehatan Masyarakat, 9(1):61-62.
Azhari, 2002. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. Fakultas
Sriwijaya Palembang.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2001. Remaja Mengenal
Dirinya. Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2004. Remaja Hari Ini Adalah
Pemimpin Masa Depan. BKKBN. Jakarta.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2008. Gender Dalam Kesehatan
Reproduksi. Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan.
Imamah. 2009. Perempuan dan Kesehatan Reproduksi. Egalita 4(2): 199 206.
Kartika, Riske Chandra. Kamidah. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja
tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seks Pranikah pada Siswa
Kelas XI di SMAN Colomandu. Gaster 10 (1): 77 84.
Manuaba, I.B.G., 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:EGC.
Mutadin, Zainun, 2002.

Pendidikan Seksual pada Remaja. Diperoleh dari:

http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=385.

[diakses

pada 13 September 2013].


Notoadmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:PT Rineka
Cipta.
Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:PT Rineka
Cipta.
67
3

36

Pangkahila, A., 2007. Perilaku Seksual Remaja. Dalam: Soetjiningsih, ed.


Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:Sagung Seto.
Pangkahila, W., 2005. Peranan Seksologi Dalam Kesehatan Reproduksi. Dalam :
Martaadisoebrata, D, ed. Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta:Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
PATH, 2000. Kesehatan Reproduksi Remaja : Membangun Perubahan Yang
Bermakna.

Outlook

16.

Available

from:

http://www.path.org/files/Indonesian 16-3.pdf [Accesed 13 September


2013].
Pranoto, J., 2009. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Terhadap Tindakan
Hubungan Seksual Pranikah di SMK Negeri X Medan. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Setiyohadi, B., 2006. Kesehatan Remaja. Dalam : Sudoyo, A, ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI.
Soetjiningsih, 2007. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:
Sagung Seto. Hal. 136 137.
Waspodo, D., 2005. Kesehatan Reproduksi Remaja. Dalam : Martaadisoebrata, D.
ed. Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai