Cerebral Palsy Spastic Athetoid Quadriplegi Di Pediatric and Neurodevelopmental Therapy Centre (PNTC)
Cerebral Palsy Spastic Athetoid Quadriplegi Di Pediatric and Neurodevelopmental Therapy Centre (PNTC)
Naskah Publikasi
Disusun Oleh :
MUHAMMAD KHAIRIL ICHSAN
J100141011
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa tumbuh kembang anak adalah masa yang sangat riskan bagi
setiap kehidupan anak, maka sangat penting untuk memperhatikan semua
aspek yang mendukung maupun yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Masalah tumbuh kembang anak yang sering dijumpai
salah satunya adalah cerebral palsy (CP). CP merupakan kelainan atau
kerusakan pada otak yang bersifat non-progresif yang terjadi pada proses
tumbuh kembang. Kelainan atau kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat di
dalam kandungan (pre-natal), selama proses melahirkan (natal), atau setelah
proses kelahiran (post-natal). CP dapat menyebabkan gangguan sikap
(postur), kontrol gerak, gangguan kekuatan otot yang biasanya disertai
gangguan neurologik berupa kelumpuhan, spastik, gangguan basal ganglia,
cerebellum, dan kelainan mental (mental retardation) (Mardiani, 2006).
Fisioterapi berperan dalam meningkatkan kemampuan fungsional
agar
penderita
mampu
hidup
mandiri
sehingga
dapat
mengurangi
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari dan mengambil suatu
kesimpulan tentang kondisi CP spastic athetoid quadriplegi diantaranya:
untuk mengetahui pengaruh terapi latihan dengan metode NDT dalam
menurunkan spastisitas dan meningkatkan kontrol dan keseimbangan gerak
dalam upaya meningkatkan kemampuan fungsional pada CP spastic athetoid
quadriplegi.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Deskripsi Kasus
1. Definisi
Cerebral palsy (CP) adalah kelainan yang disebabkan oleh
kerusakan otak yang mengakibatkan kelainan pada fungsi gerak dan
koordinasi, psikologis, dan kognitif sehingga mempengaruhi proses belajar
mengajar. Ini sesuai dengan teori yang disampaikan dalam The American
Academy of Cerebral Paslsy (Mohammad Efendi, 2006:118).
Menurut kamus kedokteran Dorlan (2005) definisi spastic adalah
bersifat atau ditandai dengan spasme hipertonik, dengan demikian otot-otot
dan gerakan kaku. Sedangkan athetoid dikenal juga dengan istilah diskinetik
atau gerak yang gerakannya tidak terkontol, sikapnya abnormal, dan
gerakannya involunter atau dengan sendirinya. Reflex neonatalnya menetap
dikarenakan kerusakan terjadi di ganglia basalis (daerah yang mengatur
gerakan). Quadriplegi, keempat anggota gerak tubuh terserang semuanya
(Mangunsong, 2011). Jadi, CP spastic athetoid quadriplegi adalah gerakan
yang tidak terkontrol yang bersifat involunter dan hipertonus pada keempat
anggota gerak terserang semua.
B.
Modalitas Fisioterapi
Neuro Development Treatment (NDT) menekankan pada adanya
hubungan antara normal postural reflex mechanism (mekanisme reflex
postural normal). Konsep dasarnya adalah sebagai berikut: (1) normal
postural
tone
merupakan
kualitas
normal
tonus
postural
untuk
berlebihan
dengan
menggunakan sikap
hambat reflek atau Reflex Inhibitory Postures (RIP), (2) fasilitasi pola gerak
normal menggunakan teknik tertentu yang berfungsi untuk mempermudah
reaksi-reaksi automatif dan gerak motorik yang benar, (3) stimulasi yang
merupakan suatu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot
melaui propioceptif dan taktil (Waspada, 2010).
PROSES FISIOTERAPI
A. Pengkajian Fisioterapi
Pasien bernama Giftven Gilbert, umur 3 tahun 5 bulan, jenis kelamin
laki-laki. Keluhan utama pasien belum bisa duduk sendiri, merangkan,
berdiri, dan berjalan. Pasien juga sering kaku dan tegang pada kedua tangan
dan kaki. Terapai dilakukan sebanyak 6 (enam) kali terapi untuk melihat
penurunan spastisitas dan peningkatan fungsionalnya.
B. Problematika Fisioterapi
Problematika fisioterapi yang dijumpai pada penderita CP spastic
athetoid quadriplegi meliputi: (1) impairment: Permasalahan utama yang
terjadi pada CP spastic athetoid quadriplegi yaitu spastisitas pada AGA dan
AGB dan kontraktur pada kedua tendon achiles, (2) functional limitation:
Keterbatasan fungsional ini diakibatkan oleh adanya gerakan- gerakan yang
tidak terkontrol (involunter) dan keseimbangan gerak yang kurang baik maka
akan mengganggu aktifitas fungsional sehari-hari diantaranya pasien tidak
mampu duduk sendiri, merangkan, jongkok, berdiri, dan berjalan.
C. Pelaksanaan Fisioterapi
1. Inhibisi
Tujuan inhibisi adalah mengurangi spastisitas, pada anak dengan CP
spastic athetoid quadriplegi. Pada kondisi CP spastic athetoid quadriplegi
terdapat pola spastisitas pada lengan dan tungkai. Pada lengan dengan pola
adduksi dan internal rotasi shoulder, fleksi elbow, pronasi lengan bawah,
fleksi dan ulnar deviasi wrist dan fleksi jari-jari. Pada kedua tungkai dengan
pola adduksi dan internal rotasi hip, fleksi knee, plantar fleksi dan inversi
ankle serta fleksi jari-jari. Maka diperlukan inhibisi ke arah kebalikan dari
pola spastic tersebut.
2. Fasilitasi
Upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik
yang sempurna pada tonus otot normal. Adapun teknik-teknik fasilitasi yang
dilakukan meliputi fasilitasi gerakan: (1) fasilitasi berguling, (2) fasilitasi
terlentang ke tengkurap, (3) fasilitasi merayap, (4) fasilitasi terlentang ke
duduk, (5) fasilitasi keseimbangan duduk, (6) fasilitasi dari tengkurap ke
prone kneeling, (7) fasilitasi dari duduk ke jongkok, (8) fasilitasi jongkok ke
berdiri, (9) fasilitasi standing, (10) fasilitasi berjalan.
3. Stimulasi
Stimulasi adalah upaya untuk memperkuat dan meningkatkan
tonus otot melalui propioseptif dan taktil. Teknik yang digunakan dalam
stimulasi adalah teknik proprioseptif dan taktil dengan menggunakan usapan
halus (neurostracture taktil, tendon guard, myofacial), penekanan sendi
(kompresi / aproximasi), traksi sendi, contra-strech otot, dan penahanan
berat (weight bearing)..
HASIL DAN
N PEMBAH
HASAN
A. Hasil
1. Spastiisitas
Sppastisitas paada pasien ttidak mengaalami perubaahan, tidak mengalami
m
peningkatan maupun
n penurunan selama 6 kaali terapi. D
Dari hasil evaalusi terapi
dengan sccala asworthh didapatkann hasil pemerriksaan awall pada shoullder T1 = 2
menjadi T6
T = 2, elboow T1 = 2 m
menjadi T6 = 2, wrist T1 = 2 menjaadi T6 = 2,
hip T1 = 2 menjadi T6 = 2, kneee T1 = 2 menjadi
m
T6 = 2, dan ankkle T1 = 3
menjadi T6
T = 3.
D
Diagram 1:
E
Spaastisitas deng
gan skala asw
worth
Hasil Evaluasi
3
shoulder
elb
bow
wrrist
hip
p
knee
T1
T2
T3
ankle
T4
T5
T6
Diagram 2:
Hasil Evaluasi Fungsi Motorik dengan GMFM
80%
70%
A
B
C
D
E
60%
50%
40%
30%
20%
10%
T1
T2
T3
T4
T5
T6
B. Pembahasan
1. Spastisitas dengan NDT
Stimulasi adalah upaya untuk memperkuat dan meningkatkan
tonus otot melalui propioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan
reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh
gaya gravitasi secara automatic. Stimulasi terhadap otot-otot yang mengalami
hipotonia untuk meningkatkan tonus postural dan tonus otot dinamis
disesuaikan dengan problem motor yang dimiliki pada anak dengan CP.
Sistem taktil merupakan sistem sensory terbesar yang dibentuk oleh reseptor
di kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya,
sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan. Sistem taktil terdiri dari dua komponen,
yaitu protektif dan diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan tugas
dan fungsi sehari-hari. Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi kurang sensitif
terhadap rangsang nyeri, suhu, atau perabaan suatu objek. Anak akan mencari
stimulasi yang lebih dengan menabrak mainan, orang, perabot, atau dengan
mengunyah benda. Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat menyebabkan anak
berada dalam bahaya (Waiman dkk, 2011).
2. Fungsi Motorik (aktivitas fungsional)
Intervensi metode NDT dalam meningkatkan aktifitas fungsional, hal
itu disebabkan oleh efek inhibisi yaitu suatu upaya untuk meningkatkan tonus
otot tehniknya disebut reflek inhibitory patternt. Perubahan tonus postural dan
patternt dapat membangkitkan otot-otot yang hypotone. Membangkitkan sikap
tubuh yang normal dengan tehnik reflek inhibitory patternt. Efek fasilitasi
yaitu upaya mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik yang
mendekati gerak normal dengan tehnik key point of control yang bertujuan
untuk memperbaiki tonus postural yang normal, untuk mengembangkan dan
memelihara tonus postural normal, untuk memudahkan gerakan-gerakan yang
disengaja ketika diperlukan dalam aktifitas sehari-hari. Efek Stimulasi yaitu
upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui proprioseptif
dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi
dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatik
(Dhofirul, 2013).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada kondisi cerebral palsy spastic athetoid quadriplegi dengan
gangguan spastisitas dan keterbatasan aktivitas fungsional. Setelah dilakukan
terapi didapatkan hasil untuk spastisitas tidak mengalami perubahan yaitu
pada shoulder T1 = 2 menjadi T6 = 2, elbow T1 = 2 menjadi T6 = 2, wrist T1
= 2 menjadi T6 = 2, hip T1 = 2 menjadi T6 = 2, knee T1 = 2 menjadi T6 = 2,
dan ankle T1 = 3
fungsional dari T1 pemeriksaan awal (T0) 40,1% dan pada akhir evaluasi
(T6) menjadi 42,1% dari awal sampai akhir mengalami peningkatan sebesar
2%. Hasil terapi pada anak cerebral palsy tidak bisa dilihat dalam waktu yang
singkat, tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Penanganan secara dini
dan intensif akan memberikan hasil yang optimal (Sunusi dan Nara, 2007).
B. SARAN
Pengaturan posisi pasien yang tepat saat melakukan aktifitas maupun
saat istirahat dengan melawan pola spastisitasnya agar otot yang spastik dapat
memanjang dan dapat mencegah terjadinya kontraktur seperti penggunaan
bedslip dan AFO saat bermain dan istirahat guna menghambat spastisitas dan
optimalkan pengawasan orang tua dan seluruh keluarga juga sangat
mendukung dalam upaya keberhasilan pelaksanaan terapi.
\
DAFTAR PUSTAKA
Michael PB & Garth RJ (ed). 2008. Upper Motor Neurone Syndrome and
Spasticity Clinica. New York: Cmbridge University Press
Russel, Dianne. 2002. The Gross Motor Functional Measure (GMFM).
http://www.themcmaster.ca/canchild
Salim, Abdul. 2007. Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Direktorat Ketenagaan
Setiawan, 2009: Hand Out FT C Tepi, Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan,
Surakarta.
Sherwood L. 2009. Fisiologi Manusia. Edisi ke-6. Dialihbahasakan oleh Pendit.
BU. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Snell, R.S. 2007. Neuro Anatomi Klinik;Edisi Kelima,Penerbit Buku Kedokteran
EGC,Jakarta,hal.313
Sunusi, Sudading dan Nara P. 2007. Cerebral Palsy; Diakses
22/7/2010 dari http://www.google.co.id
Tanggal
Sukarno.
Diakses
2002.
Aspek
Neurologik
Gangguan
Berjalan;
Tanggal15/11/2007,dari http://www.google.co.id