Anda di halaman 1dari 15

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

CEREBRAL PALSY SPASTIC ATHETOID QUADRIPLEGI DI


PEDIATRIC AND NEURODEVELOPMENTAL THERAPY
CENTRE (PNTC)

Naskah Publikasi

Diajukan Guna Melengkapi Tugas


dan Memenuhi Sebagian Persyaratan
Menyelesaikan Progam Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Disusun Oleh :
MUHAMMAD KHAIRIL ICHSAN
J100141011

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

PHYSIOTHERAPY MANAGEMENT IN THE CASE OF CEREBRAL


PALSY SPASTIC ATHETOID QUADRIPLEGIA PEDIATRIC
NEURODEVELOPMENTAL AND THERAPY CENTRE (PNTC)
(Muhammad Khairil Ichsan, J100141011, 2014, 62 pages)
ABSTRACT
Background: Cerebral palsy (CP) is any group of motor disorders that persist,
non-progressive, which occurs in children at the beginning of the growth process
caused by brain damage due to birth trauma or intra uterine pathology. Definition
spastic nature or is characterized by spasms hypertonic, thus muscles and stiff
movements, while also known as athetoid or dyskinetic movements motion not
controlled, abnormal attitude, and involuntary movements or by itself, and
quadriplegia that is fourth member of body motion is attacked altogether. So,
athetoid CP spastic quadriplegia is uncontrolled movements which are involuntary
and hipertonus on all four limbs affected. In addressing these problems with the
modality used is Neuro Developmental Treatment (NDT) which includes
inhibition, stimulation and facilitation.
Objective: To determine the effect of exercise therapy with methods of Neuro
Development Treatment (NDT) in reducing spasticity and improving motion
control and balance in order to improve the functional ability of the CP spastic
athetoid quadriplegia.
Results: After treatment for 6 times the obtained results on the assessment of
spasticity with scale Asworth: shoulder T1 = 2 to T6 = 2, elbow T1 = 2 to T6 = 2,
wrist T1 = 2 to T6 = 2, hip T1 = 2 to T6 = 2, knee T1 2 to T6 = 2, and ankle T1 =
3 becomes T6 = 3. Not to change. On examination of the functional activity of the
GMFM is obtained at the initial examination (T0): 40.1% and at the end of the
evaluation (T6) becomes: 42.1%. From start to finish increased by 2%.
Conclusion: Management of physiotherapy on condition athetoid CP spastic
quadriplegia with exercise therapy using NDT methods showed no decrease
spasticity with Asworth scale and showed improvement of functional ability
invitation GMFM.
Keywords: Cerebral palsy (CP), spastic, athetoid, quadriplegia, Neuro
Development Treatment (NDT), Ashwort, GMFM.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa tumbuh kembang anak adalah masa yang sangat riskan bagi
setiap kehidupan anak, maka sangat penting untuk memperhatikan semua
aspek yang mendukung maupun yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Masalah tumbuh kembang anak yang sering dijumpai
salah satunya adalah cerebral palsy (CP). CP merupakan kelainan atau
kerusakan pada otak yang bersifat non-progresif yang terjadi pada proses
tumbuh kembang. Kelainan atau kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat di
dalam kandungan (pre-natal), selama proses melahirkan (natal), atau setelah
proses kelahiran (post-natal). CP dapat menyebabkan gangguan sikap
(postur), kontrol gerak, gangguan kekuatan otot yang biasanya disertai
gangguan neurologik berupa kelumpuhan, spastik, gangguan basal ganglia,
cerebellum, dan kelainan mental (mental retardation) (Mardiani, 2006).
Fisioterapi berperan dalam meningkatkan kemampuan fungsional
agar

penderita

mampu

hidup

mandiri

sehingga

dapat

mengurangi

ketergantungan terhadap orang lain. Neuro developmental treatment (NDT)


merupakan salah satu pendekatan yang paling umum digunakan untuk
intervensi anak-anak dengan gangguan perkembangan.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang terjadi pada kondisi CP spastic athetoid quadriplegi
sangatlah kompleks, maka penulis dalam hal ini mengambil pembatasan
masalah dengan rumusan permasalahan sebagai berikut: apakah ada pengaruh

terapi latihan dengan metode NDT dalam menurunkan spastisitas dan


meningkatkan kontrol dan keseimbangan gerak dalam upaya meningkatkan
kemampuan fungsional pada CP spastic athetoid quadriplegi?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari dan mengambil suatu
kesimpulan tentang kondisi CP spastic athetoid quadriplegi diantaranya:
untuk mengetahui pengaruh terapi latihan dengan metode NDT dalam
menurunkan spastisitas dan meningkatkan kontrol dan keseimbangan gerak
dalam upaya meningkatkan kemampuan fungsional pada CP spastic athetoid
quadriplegi.

TINJAUAN PUSTAKA
A.

Deskripsi Kasus
1. Definisi
Cerebral palsy (CP) adalah kelainan yang disebabkan oleh
kerusakan otak yang mengakibatkan kelainan pada fungsi gerak dan
koordinasi, psikologis, dan kognitif sehingga mempengaruhi proses belajar
mengajar. Ini sesuai dengan teori yang disampaikan dalam The American
Academy of Cerebral Paslsy (Mohammad Efendi, 2006:118).
Menurut kamus kedokteran Dorlan (2005) definisi spastic adalah
bersifat atau ditandai dengan spasme hipertonik, dengan demikian otot-otot
dan gerakan kaku. Sedangkan athetoid dikenal juga dengan istilah diskinetik
atau gerak yang gerakannya tidak terkontol, sikapnya abnormal, dan
gerakannya involunter atau dengan sendirinya. Reflex neonatalnya menetap
dikarenakan kerusakan terjadi di ganglia basalis (daerah yang mengatur
gerakan). Quadriplegi, keempat anggota gerak tubuh terserang semuanya
(Mangunsong, 2011). Jadi, CP spastic athetoid quadriplegi adalah gerakan
yang tidak terkontrol yang bersifat involunter dan hipertonus pada keempat
anggota gerak terserang semua.

B.

Deskripsi Problematika Fisioterapi


Permasalahan umum yang timbul pada kondisi CP spastic athetoid
quadriplegi adalah adanya spastisitas pada otot-otot AGA dan AGB yang
mengakibatkan gangguan pada fungsinal pasien. Spastisitas adalah suatu
kelainan motorik yang ditandai oleh peningkatan refleks perenggangan

tonik yang terkait dengan perenggangan dan peningkatan refleks tendon


yang berasal dari eksibilitas berlebihan dari refleks regang (Setiawan
2009).
C.

Modalitas Fisioterapi
Neuro Development Treatment (NDT) menekankan pada adanya
hubungan antara normal postural reflex mechanism (mekanisme reflex
postural normal). Konsep dasarnya adalah sebagai berikut: (1) normal
postural

tone

merupakan

kualitas

normal

tonus

postural

untuk

mempertahankan posisi gaya berat selama beberapa waktu untuk memperoleh


gerakan yang lancar dan terkoordinasi, (2) reciprocal innervation yaitu
keseimbangan dan koordinasi antara grup otot agonis dan antagonis dan kerja
sama grup sinergis agar terjadi gerakan yang terarah, dengan tempo dan
gradasi yang tepat, halus serta bertujuan, (3) adanya variasi gerak
mengarahkan ke kemampuan fungsional. Adapun teknik yang digunakan
adalah: (1) inhibisi yaitu suatu upaya untuk menghambat atau menurunkan,
menghentikan tonus otot yang

berlebihan

dengan

menggunakan sikap

hambat reflek atau Reflex Inhibitory Postures (RIP), (2) fasilitasi pola gerak
normal menggunakan teknik tertentu yang berfungsi untuk mempermudah
reaksi-reaksi automatif dan gerak motorik yang benar, (3) stimulasi yang
merupakan suatu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot
melaui propioceptif dan taktil (Waspada, 2010).

PROSES FISIOTERAPI
A. Pengkajian Fisioterapi
Pasien bernama Giftven Gilbert, umur 3 tahun 5 bulan, jenis kelamin
laki-laki. Keluhan utama pasien belum bisa duduk sendiri, merangkan,
berdiri, dan berjalan. Pasien juga sering kaku dan tegang pada kedua tangan
dan kaki. Terapai dilakukan sebanyak 6 (enam) kali terapi untuk melihat
penurunan spastisitas dan peningkatan fungsionalnya.
B. Problematika Fisioterapi
Problematika fisioterapi yang dijumpai pada penderita CP spastic
athetoid quadriplegi meliputi: (1) impairment: Permasalahan utama yang
terjadi pada CP spastic athetoid quadriplegi yaitu spastisitas pada AGA dan
AGB dan kontraktur pada kedua tendon achiles, (2) functional limitation:
Keterbatasan fungsional ini diakibatkan oleh adanya gerakan- gerakan yang
tidak terkontrol (involunter) dan keseimbangan gerak yang kurang baik maka
akan mengganggu aktifitas fungsional sehari-hari diantaranya pasien tidak
mampu duduk sendiri, merangkan, jongkok, berdiri, dan berjalan.
C. Pelaksanaan Fisioterapi
1. Inhibisi
Tujuan inhibisi adalah mengurangi spastisitas, pada anak dengan CP
spastic athetoid quadriplegi. Pada kondisi CP spastic athetoid quadriplegi
terdapat pola spastisitas pada lengan dan tungkai. Pada lengan dengan pola

adduksi dan internal rotasi shoulder, fleksi elbow, pronasi lengan bawah,
fleksi dan ulnar deviasi wrist dan fleksi jari-jari. Pada kedua tungkai dengan
pola adduksi dan internal rotasi hip, fleksi knee, plantar fleksi dan inversi
ankle serta fleksi jari-jari. Maka diperlukan inhibisi ke arah kebalikan dari
pola spastic tersebut.
2. Fasilitasi
Upaya untuk mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik
yang sempurna pada tonus otot normal. Adapun teknik-teknik fasilitasi yang
dilakukan meliputi fasilitasi gerakan: (1) fasilitasi berguling, (2) fasilitasi
terlentang ke tengkurap, (3) fasilitasi merayap, (4) fasilitasi terlentang ke
duduk, (5) fasilitasi keseimbangan duduk, (6) fasilitasi dari tengkurap ke
prone kneeling, (7) fasilitasi dari duduk ke jongkok, (8) fasilitasi jongkok ke
berdiri, (9) fasilitasi standing, (10) fasilitasi berjalan.
3. Stimulasi
Stimulasi adalah upaya untuk memperkuat dan meningkatkan
tonus otot melalui propioseptif dan taktil. Teknik yang digunakan dalam
stimulasi adalah teknik proprioseptif dan taktil dengan menggunakan usapan
halus (neurostracture taktil, tendon guard, myofacial), penekanan sendi
(kompresi / aproximasi), traksi sendi, contra-strech otot, dan penahanan
berat (weight bearing)..

HASIL DAN
N PEMBAH
HASAN
A. Hasil
1. Spastiisitas
Sppastisitas paada pasien ttidak mengaalami perubaahan, tidak mengalami
m
peningkatan maupun
n penurunan selama 6 kaali terapi. D
Dari hasil evaalusi terapi
dengan sccala asworthh didapatkann hasil pemerriksaan awall pada shoullder T1 = 2
menjadi T6
T = 2, elboow T1 = 2 m
menjadi T6 = 2, wrist T1 = 2 menjaadi T6 = 2,
hip T1 = 2 menjadi T6 = 2, kneee T1 = 2 menjadi
m
T6 = 2, dan ankkle T1 = 3
menjadi T6
T = 3.
D
Diagram 1:
E
Spaastisitas deng
gan skala asw
worth
Hasil Evaluasi
3
shoulder
elb
bow

wrrist
hip
p
knee

T1

T2

T3

ankle
T4

T5

T6

2. Fungssi Motorik (aktivitas


(
fu
ungsional)
P
Penilain
aktivvitas fungsiional dengan
n GMFM dappat disimpullkan bahwa
penatalakksanaan terrapi latihan pada kasuss cerebral ppalsy spastiic athetoid
quadriplegi didapatkkan hasil paada pemerikksaan awal (T0):
(
40,1%
% dan pada
valuasi (T6))
akhir ev
peningkaatan 2%.

menjadi: 42,1% darri awal sam


mpai akhir mengalami
m

Diagram 2:
Hasil Evaluasi Fungsi Motorik dengan GMFM

80%
70%
A
B
C
D
E

60%
50%
40%
30%
20%
10%

T1

T2

T3

T4

T5

T6

B. Pembahasan
1. Spastisitas dengan NDT
Stimulasi adalah upaya untuk memperkuat dan meningkatkan
tonus otot melalui propioseptif dan taktil. Berguna untuk meningkatkan
reaksi pada anak, memelihara posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh
gaya gravitasi secara automatic. Stimulasi terhadap otot-otot yang mengalami
hipotonia untuk meningkatkan tonus postural dan tonus otot dinamis
disesuaikan dengan problem motor yang dimiliki pada anak dengan CP.
Sistem taktil merupakan sistem sensory terbesar yang dibentuk oleh reseptor
di kulit, yang mengirim informasi ke otak terhadap rangsangan cahaya,

sentuhan, nyeri, suhu, dan tekanan. Sistem taktil terdiri dari dua komponen,
yaitu protektif dan diskriminatif, yang bekerja sama dalam melakukan tugas
dan fungsi sehari-hari. Bentuk hiposensitif dapat berupa reaksi kurang sensitif
terhadap rangsang nyeri, suhu, atau perabaan suatu objek. Anak akan mencari
stimulasi yang lebih dengan menabrak mainan, orang, perabot, atau dengan
mengunyah benda. Kurangnya reaksi terhadap nyeri dapat menyebabkan anak
berada dalam bahaya (Waiman dkk, 2011).
2. Fungsi Motorik (aktivitas fungsional)
Intervensi metode NDT dalam meningkatkan aktifitas fungsional, hal
itu disebabkan oleh efek inhibisi yaitu suatu upaya untuk meningkatkan tonus
otot tehniknya disebut reflek inhibitory patternt. Perubahan tonus postural dan
patternt dapat membangkitkan otot-otot yang hypotone. Membangkitkan sikap
tubuh yang normal dengan tehnik reflek inhibitory patternt. Efek fasilitasi
yaitu upaya mempermudah reaksi-reaksi automatik dan gerak motorik yang
mendekati gerak normal dengan tehnik key point of control yang bertujuan
untuk memperbaiki tonus postural yang normal, untuk mengembangkan dan
memelihara tonus postural normal, untuk memudahkan gerakan-gerakan yang
disengaja ketika diperlukan dalam aktifitas sehari-hari. Efek Stimulasi yaitu
upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melalui proprioseptif
dan taktil. Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara posisi
dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi secara automatik
(Dhofirul, 2013).

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada kondisi cerebral palsy spastic athetoid quadriplegi dengan
gangguan spastisitas dan keterbatasan aktivitas fungsional. Setelah dilakukan
terapi didapatkan hasil untuk spastisitas tidak mengalami perubahan yaitu
pada shoulder T1 = 2 menjadi T6 = 2, elbow T1 = 2 menjadi T6 = 2, wrist T1
= 2 menjadi T6 = 2, hip T1 = 2 menjadi T6 = 2, knee T1 = 2 menjadi T6 = 2,
dan ankle T1 = 3

menjadi T6 = 3. Dan untuk kemampuan aktivitas

fungsional dari T1 pemeriksaan awal (T0) 40,1% dan pada akhir evaluasi
(T6) menjadi 42,1% dari awal sampai akhir mengalami peningkatan sebesar
2%. Hasil terapi pada anak cerebral palsy tidak bisa dilihat dalam waktu yang
singkat, tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Penanganan secara dini
dan intensif akan memberikan hasil yang optimal (Sunusi dan Nara, 2007).

B. SARAN
Pengaturan posisi pasien yang tepat saat melakukan aktifitas maupun
saat istirahat dengan melawan pola spastisitasnya agar otot yang spastik dapat
memanjang dan dapat mencegah terjadinya kontraktur seperti penggunaan
bedslip dan AFO saat bermain dan istirahat guna menghambat spastisitas dan
optimalkan pengawasan orang tua dan seluruh keluarga juga sangat
mendukung dalam upaya keberhasilan pelaksanaan terapi.
\

DAFTAR PUSTAKA

Al Hazmi, Dhofirul Fadhil. 2013. Kombinasi Neuro Developmental Treatment


Dan Sensory Integration Lebih Baik Daripada Hanya Neuro
Developmental Treatment Untuk Meningkatkan Keseimbangan Berdiri
Anak Down Syndrome. Tesis. Dempasar: Pasca Serjana, Universitas
Udayana.
Anezaki, Hiroshi. 2010. Relaxation Effects Of Snoezelen For Infants with Severe
Motor and Intellectual Disabilities. Mie University Bulletin of The
Faculty of Education. 61: 119-126. Japan
Bobath, K . 1966. The Motor Defisit in Patient with Cerebral Palsy; William
Heinemann Medical Books Ltd, Philadelpia
Dorlan, 2005. Kamus Kedokteran; Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Effendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:
Bumi Aksara, hlm. 119
Indrastuti, L. 2004. Rehabilitasi Medik pada Crebral Palsy, diambil dari
Kumpulan Makalah Seminar Cerebral Palsy Gangguan Gerak dan Mental,
YPAC Semarang dan UNDIP, Semarang
Jupardi, I. 2007. Aspek Neurologik Gangguan Berjalan (online),
(http://koaskamar13.
Wordpress.
com/2007/11/21/aspek-neurologikgangguan-berjalan/. htm, diakses tanggal 12 Januari 2015).
Levitt, S. 2007. Treatment of Cerebral Palsy and Motor Delay. 4nd ed. USA:
Blackwell Publishing
Mangunsong. 2011. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid
Kedua. Depok: LPSP3 UI
Mardiani, E. 2006. Faktor Faktor Risiko Prenatal Dan Perinatal Kejadian
Cerebral Palsy. Skripsi. Semarang: Undip.
Masgutova, S. 2008. Metode Masgutova of Reflex Integrasi untuk Anak
Cerebral
Palsy
(Diambil
dari
https://www.dhs.wisconsin.gov/sites/default/files/legacy/tiac/Treatment%2
520PDFs/Masgutova%2520Method%2520April%25202014.pdf&prev=se
arch. html diakses pada 29 November 2014).
Miller, Freeman. 2007. Physical Therapy of Cerebral Palsy. New York: Springer
Science and Business Media

Michael PB & Garth RJ (ed). 2008. Upper Motor Neurone Syndrome and
Spasticity Clinica. New York: Cmbridge University Press
Russel, Dianne. 2002. The Gross Motor Functional Measure (GMFM).
http://www.themcmaster.ca/canchild
Salim, Abdul. 2007. Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Direktorat Ketenagaan
Setiawan, 2009: Hand Out FT C Tepi, Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan,
Surakarta.
Sherwood L. 2009. Fisiologi Manusia. Edisi ke-6. Dialihbahasakan oleh Pendit.
BU. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Snell, R.S. 2007. Neuro Anatomi Klinik;Edisi Kelima,Penerbit Buku Kedokteran
EGC,Jakarta,hal.313
Sunusi, Sudading dan Nara P. 2007. Cerebral Palsy; Diakses
22/7/2010 dari http://www.google.co.id

Tanggal

Sukarno.

Diakses

2002.
Aspek
Neurologik
Gangguan
Berjalan;
Tanggal15/11/2007,dari http://www.google.co.id

Swaiman Kenneth F, 1998; Cerebral Palsy in Pediatric Neurology, Principle and


Practice. Mosby 1994 : 471 86.
Uyanik, M., Kayihan, H. 2013. Down Syndrome: Sensory Integration, Vestibular
Stimulation and Neurodevelopmental Therapy Approaches for Children.
International Encyclopedia of Rehabilitation. Available from: URL:
http://cirrie.buffalo.edu/encyclopedia/en/article/48/
Waiman, E., Soedjatmiko. Gunardi, H., Sekartini, R., Endyarni, B. 2011. Sensori
Integrasi: Dasar dan Efektifitas Terapi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakutlas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Dr Cipto Mangunkusumo,
Jakarta. Available from: URL: http://goo.gl/e6jiU
Waspada, Edi (ed). 2010. Fisioterapi Pediatri II . Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Wulan. 2012. Perkembangan Motorik Childhood. Just another wordpress.com
site. Available from: URL: http://goo.gl/13Ohw

Anda mungkin juga menyukai