Disusun Oleh:
Raysilva Chuneva Alros, S.Ked
110.2012.230
Pembimbing:
dr. H. Supriyono, Sp.B
LAPORAN KASUS
I.
Identitas Pasien
- Nama
Tn. M
- Umur
66 tahun
- Jenis kelamin
Laki-laki
- Agama
Islam
- Pekerjaan
Tidak bekerja
- Pendidikan
SD
- Alamat
- Tanggal masuk
31 Mei 2016
Anamnesa ( Autoanamnesa )
Tanggal 31 Mei 2016
Keluhan utama
Keluhan tambahan
- Kesadaran
: Compos mentis
- Tekanan darah
: 160/80 mmHg
- Nadi
: 68 x/menit
- Pernapasan
: 20 x/menit
- Suhu
: 36C
Status Generalis
KEPALA
- Bentuk
: Normocephale
- Mata
: Conjungctiva anemis -/Sklera ikterik -/Pupil bulat, simetris, isokor, refleks cahaya +/+
- Telinga
LEHER
- Inspeksi
- Palpasi
THORAKS
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
ABDOMEN
- Inspeksi
- Auskultasi
- Perkusi
- Palpasi
: Konsistensi supel
Nyeri tekan (+), Nyeri lepas (-)
Hepar tidak membesar
Lien tidak membesar
EKSTREMITAS
-
Akral Hangat
STATUS LOKALIS
I.
II.
III.
Pemeriksaan Genital
Inspeksi :
Tidak tampak kelainan kulit sekitar penis, tidak ada secret keluar dari OUE,
terpasang kateter
Palpasi :
NT suprapubic (-)
Pemeriksaan Rectal Toucher
Teraba prostat membesar, batas atas dapat diraba, konsistensi kenyal, dengan
permukaan licin, tidak ada darah saat pemeriksaan, dan tidak nyeri tekan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan
hasil
nilai normal
Natrium
140,9 mmol/L
135 - 155
Kalium
4,50 mmol/L
3,6 - 5,5
Chlorida
104,3 mmol/L
95 - 107
Kreatinin
1,1 mg/dl
0,8 - 1,3
Asam Urat
6,1 mg/dl
2,3 - 6,1
Ureum
44 mg/dl
17 - 43
SGPT
5 U/L
<41
SGOT
12 U/L
<37
Albumin
3,8 g/dl
3,4 - 4,8
Hemoglobin
12,8 g/dl
14 - 18
Leukosit
8,48 x 10^3/uL
5,0 - 10,0
Trombosit
185 10^3/uL
150 - 450
Hematokrit
38,70%
40 - 48
11,4 detik
9,7 - 13
ELEKTROLIT
Natrium+Kalium+Chlorida
FAAL GINJAL
FAAL HATI
HEMATOLOGI
Darah Rutin
HEMOSTASIS
Protombine time
Pemeriksaan
USG :
Terlihat
pembesaran
kelenjar prostat
DIAGNOSIS KERJA
-
DIAGNOSA BANDING
-
Ca Prostat
Urolitiasis
Vesikolitiasis
Striktur uretra
USULAN PEMERIKSAAN
-
TATALAKSANA
Konservatif
Kateterisasi
Analgetik
Intervensi
: Tindakan operatif
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad functionam
: Dubia ad bonam
FOLLOW UP
Hari,
Selasa, 31 Mei
2016
Bougenville)
Kepala : normocephale
Mata : CA -/-, SI -/-, refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor
THT : Dalam batas normal
Wajah : Dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : Gerak nafas statis Simetris (+), gerak nafas dinamis
(+)
Cor : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+), supel
Extremitas : akral hangat
Bougenville)
Kepala : normocephale
Mata : CA +/+, SI -/-, Refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor
THT : Dalam batas normal
Wajah : Dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : Gerak nafas stasi Simetris (+), gerak nafas dinamis
(+)
Cor : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+), supel
Extremitas : akral hangat
Bougenville)
Kepala : normocephale
Mata : CA +/+, SI -/-, Refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor
7
(+)
Cor : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+), supel
Extremitas : akral hangat
(Ruang
Bougenville)
Kepala : normocephale
Mata : CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor
THT : Dalam batas normal
Wajah : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Gerak nafas stasi Simetris (+), gerak nafas dinamis
(+)
Cor : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+), supel, BAB (-) pasca op
Extremitas : akral hangat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA
I. KELENJAR PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior
buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran organ ini
membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari
buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20
gram. Prostat dikelilingi oleh capsula fibrosa. Di luar capsula terdapat selubung fibrosa,
yang merupakan bagian lapisan visceral fascia pelvis. Prostat yang berbentuk kerucut
mempunyai basis prostatae yang terletak superior dan berhadapan dengan collum vesicae;
dan apex prostat yang terletak di inferior dan berhadapan dengan diaphragma urogenitale.
Kedua ductus ejaculatorius menembus bagian atas fascies posterior prostatae untuk
9
bermuara ke urethra pars prostatica pada pinggir lateral utriculus prostaticus. Kelenjar
prostat terbagi dalam beberapa zona, antara lain : zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra. Zona perifer terdiri dari
seluruh jaringan kelenjar prostat pada bagian apeks dan bagian posterior dekat kapsul.
Pada zona ini lebih sering dijumpai carcinoma, prostatitis kronik dan atropi
postinflammatory. Zona sentral merupakan suatu daerah yang berbentuk kerucut dengan
bagian apeks meliputi duktus ejakulasi dan uretra prostatik pada verumontanum. Zona
transisi terdiri dari dua bagian jaringan kelenjar pada bagian lateral uretra dari bagian
tengah kelenjar. Pada zona ini sering terjadi benign prostatic hyperplasia (BPH). Stroma
fibromuskular anterior membentuk kecembungan kelenjar ini pada bagian permukaan
anterior. Bagian apeks dari area ini kaya dengan otot lurik yang bercampur dengan
kelenjar dan otot dari diafragma pelvis. Menuju bagian basal, lebih dominan otot polos
bercampur dengan serabut-serabut dari leher kandung kemih. Bagian distal dari stroma
fibromuskular anterior penting untuk fungsi voluntary sphincter, sedangkan bagian
proksimal penting untuk fungsi involuntary sphincter.
Aliran darah prostat merupakan percabangan dari Arteri pudenda interna, Arteri
vesikalis inferior dan Arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam
kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam
lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus
sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke Vena iliaca interna. Pembuluh
limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dam mengikuti
pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke Nodus iliaka interna dan Nodus sakralis.
Prostat merupakan organ yang mendapat persarafan yang luar biasa. Dua bundel
neurovaskular terdapat pada posterolateral kelenjar dan membentuk pedicle superior dan
inferior pada masing-masing sisi. Saraf-saraf ini penting untuk pengaturan fisiologi,
morfologi dan pematangan kelenjar. Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal
dari plexus simpatikus dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
FISIOLOGI
Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang mengandung kalsium,
ion sitrat, ion fosfat, enzim pembekuan, dan profibrinolisin. Selama pengisian, simpai
kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer
seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah jumlah semen lebih
banyak lagi. Sifat cairan prostat yang sedikit basa mungkin penting untuk keberhasilan
fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan
hasil akhir metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi
sperma. Selain itu, sekret vagina bersifat asam (pH 3,54). Sperma tidak dapat bergerak
optimal sampai pH sekitarnya meningkat menjadi 66,5. Akibatnya, cairan prostat yang
sedikit basa mungkin dapat menetralkan sifat asam cairan 12 seminalis lainnya selama
ejakulasi, dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma (Guyton & Hall, 2007;
Sherwood, 2011).
11
BPH adalah suatu pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh hiperplasia
beberapa atau semua komponen dari prostat yang meliputi jaringan dari kalenjar maupun
jaringan fibromuskuler yang menyebabkan terjadinya penyumbatan uretra prostat dan
bersifat tidak ganas.
EPIDEMIOLOGI
BPH mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia.
Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah urologi. Hiperplasia
prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan
berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan
bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia prostat.
Prevalensi pemeriksaan BPH secara histologi pada studi autopsy dikatakan meningkat
dari kira-kira 20% pada laki-laki usia 41-50 tahun, hingga 50% pada laki-laki usia 51-60,
sampai >90% pada laki-laki yang berusia lebih dari 80 tahun. meskipun bukti klinis
penyakit ini jarang muncul, gejala obstruksi prostat sangat bergantung usia. Pada usia 55
tahun, sekitar 25% laki-laki melaporkan gejala obstruksi saat berkemih. Pada usia 75
tahun, 50% laki-laki mengeluhkan penurunan pada kekuatan aliran urin.
ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:
Teori Hormonal
hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk
perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron
dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang
dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa
dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi
hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin
bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang
akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen
oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu
sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak
bereaksi terhadap estrogen.
kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: Basic Transforming Growth
Factor, Transforming Growth Factor B1, Transforming Growth Factor B2, dan
Epidermal Growth Factor.
Kematian sel prostat (apotosis) pada sel prostat adalah mekanisme fsiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apotosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis
oleh sel sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisososom.
Berkurangnya jumlah sel-sel dalam prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel sel dalam prostat secara keseluruhan menjadi meningkat
sehingga menyebabkan petambahan massa prostat. Diduga hormon adrogen berperan
13
dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi
peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu
memperpanjang usia sel prostat. Sedangkan faktor pertumbuhan TGB beta berperan
dalam proses apotosis.
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang
dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel
yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan
prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan
tertentu, jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat.
Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi
sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari
kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin
menjadi Sex Hormone Binding Globulin (SHBG). Sedangkan hanya 2% dalam keadaan
testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell, yaitu sel
prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma. Di dalam sel,
testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang
kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex.
Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor,
menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada
chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese
protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.
Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada
kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding
kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik.
Persamaan epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio
14
kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam
fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian
buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesicoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,
bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu
komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan
dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika
sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen
dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha
adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan
kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung
15
dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh
komponen mekanik.
MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah ( LUTS ) terdiri atas gejala obstruktif
dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan Uretra pars
prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk
berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.
Gejalanya ialah :
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Keluhan utama dan tambahan yang biasanya terdiri dari gejala obstruktif dan gejala
iritatif. Derajat prostatismus dapat dinilai dengan IPSS.
17
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas
kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai
sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah
terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya
hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab
yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau
uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba
masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan
supra simfisis.
3. Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter
18
ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada
di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
4. Pemeriksaan Laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
lekosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan etiologi lain
seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri
dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan
informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4 ng/ml tidak perlu
biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah Prostate Specific Antigen Density
(PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD 0,15 maka
sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikin pula bila nilai PSA >10 ng/ml.
5. Pemeriksaan radiologi :
Foto polos abdomen
Foto polos otot perut untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli
yang penuh dengan urine sebagai tanda retensi urine.
BNO-IVP
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras
(filling defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter
membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish).
19
mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun
hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli buli yaitu adanya trabekulasi,
divertikel atau sakulasi buli buli.
foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin
Systocopy dan Cystografi
MRI atau CT jarang dilakukan
Transrektal Ultrasonografi (TRUS)
6. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif
pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
Flow rate maksimal 15 ml / dtk = non obstruktif
Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line
Flow rate maksimal 10 ml / dtk = obstruktif
7. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak
dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot
detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan
tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini
maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.
8. Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat
sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang
masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat)
dengan membuat foto post voiding atau USG.
20
2. Clinical grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine.
Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kencing
sampai selesai, kemudian dimasukkan kateter ke dalam kandung kemih untuk mengukur
sisa urine.
Normal
: Sisa urine 0 cc
Grade 1
: Sisa urine 0 - 50 cc
Grade 2
Grade 3
Grade 4
21
DIAGNOSIS BANDING
1. Kelemahan detrusor kandung kemih
a.kelainan medula spinalis
b. neuropatia diabetes mellitus
c.pasca bedah radikal di pelvis
d. farmakologik
2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :
a.kelainan neurologik
b. neuropati perifer
c.diabetes mellitus
d. alkoholisme
e. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)
3.
Obstruksi fungsional :
a. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi
detrusor dengan relaksasi sfingter
b. ketidakstabilan detrusor
4.
5.
fibrosis
Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :
a.
6.
b.
c.
uretralitiasis
d.
e.
striktur uretra
Prostatitis akut atau kronis
TATALAKSANA
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik.
Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya nasehat dan konsultasi saja. Namun
diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau
tindakan medik yang lain karena keluhannya makin parah.
Tujuan terapi adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan
kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi infravesika, (4) mengembalikan fungsi
ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urin setelah miksi,
(6) mencegah progresifitas penyakit.
1. Watchfull waiting
Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan
mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya
(1) jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi
konsumsi makanan atau minuman yang dapat mengiritasi buli-buli (kopi atau
cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, (5) jangan menahan
kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik, selain itu juga dilakukan pemeriksaan
laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertamba jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.
2. Medikamentosa
23
statik
dengan
cara
menurunkan
kadar
hormon
testosteron/
24
Stent Prostat
KOMPLIKASI
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin. Karena
produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
menampung urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter,
hidroefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.
26
Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu ini
dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula
menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis. Selain itu, pada
waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan hernia
atau hemoroid.
PROGNOSIS
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu
walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak
memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.
27
DAFTAR PUSTAKA
de Jong, Wim. Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Gaol, H.L dan Mochtar, C.A. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. PP 284-289. Jakarta :
Media Aesculapius
Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Sherwood, Laura Iee. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 6. Jakarta : EGC
McAninch, J. W., Lue, T. F., & Smith, D. R. 2013. Smith and Tanagho's general urology. New
York: McGraw-Hill Professional.
Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar dasar urologi., Edisi ke 2. Jakarta:
Sagung Seto. 2003. p. 69 85
28