Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA

Disusun Oleh:
Raysilva Chuneva Alros, S.Ked
110.2012.230
Pembimbing:
dr. H. Supriyono, Sp.B

DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI SALAH SATU


PERSYARATAN TUGAS KEPANITERAAN DI BAGIAN
ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON


2016
BAB 1

LAPORAN KASUS
I.

Identitas Pasien

- Nama

Tn. M

- Umur

66 tahun

- Jenis kelamin

Laki-laki

- Agama

Islam

- Pekerjaan

Tidak bekerja

- Pendidikan

SD

- Alamat

Link. Kedawung, Cilegon

- Tanggal masuk

31 Mei 2016

Anamnesa ( Autoanamnesa )
Tanggal 31 Mei 2016
Keluhan utama

Nyeri saat buang air kecil

Keluhan tambahan

BAK sering dan merasa tidak puas setelah BAK

Riwayat Penyakit Sekarang


Penderita datang dengan keluhan nyeri saat buang air kecil sejak dua bulan yang lalu.
Awalnya tidak terlalu nyeri, kemudian bertambah nyeri. Selain itu, pasien sering buang
air kecil dan merasa tidak lampias. Pasien juga mengatakan saat ingin mulai buang air
kecil harus menunggu beberapa saat sampai urin keluar dan mengejan. Urin juga sering
menetes setelah selesai buang air kecil. Warna urin berubah menjadi merah atau putih
keruh disangkal dan riwayat demam tidak ada. Pasien juga mengatakan bahwa muncul
benjolan di sekitar selangkangan. Pasien merupakan seorang perokok.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit ini sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

- Kesadaran

: Compos mentis

- Tekanan darah

: 160/80 mmHg

- Nadi

: 68 x/menit

- Pernapasan

: 20 x/menit

- Suhu

: 36C

Status Generalis
KEPALA
- Bentuk

: Normocephale

- Mata

: Conjungctiva anemis -/Sklera ikterik -/Pupil bulat, simetris, isokor, refleks cahaya +/+

- Telinga

: Bentuk normal, simetris

LEHER
- Inspeksi

: Bentuk normal, simetris, benjolan (-)

- Palpasi

: Pembesaran KGB (-)

THORAKS
Paru-paru
Inspeksi

: Bentuk normal, pergerakan pernapasan simetris kanan dan kiri

Palpasi

: Fremitus taktil kanan sama dengan kiri


Fremitus vocal kanan sama dengan kiri

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

: Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Jantung
Inspeksi

: Pulsasi iktus kordis terlihat

Palpasi

: Pulsasi iktus kordis teraba

Auskultasi

: Bunyi jantung I II regular, murmur -/-, gallop -/-

ABDOMEN
- Inspeksi

: Perut datar, simetris

- Auskultasi

: Peristaltik usus (+) normal

- Perkusi

: Timpani seluruh kuadran abdomen, Asites (-)

- Palpasi

: Konsistensi supel
Nyeri tekan (+), Nyeri lepas (-)
Hepar tidak membesar
Lien tidak membesar

EKSTREMITAS
-

Akral Hangat

STATUS LOKALIS
I.

Pemeriksaan Supra simfisis


Inspeksi :
Tidak tampak massa, warna kulit sama dengan sekitar
Palpasi :
Konsistensi supel, vesical urinaria tidak teraba penuh (pasien sudah
menggunakan kateter), nyeri tekan (+)

II.

III.

Pemeriksaan Genital
Inspeksi :
Tidak tampak kelainan kulit sekitar penis, tidak ada secret keluar dari OUE,
terpasang kateter
Palpasi :
NT suprapubic (-)
Pemeriksaan Rectal Toucher

Teraba prostat membesar, batas atas dapat diraba, konsistensi kenyal, dengan
permukaan licin, tidak ada darah saat pemeriksaan, dan tidak nyeri tekan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium :

Pemeriksaan

hasil

nilai normal

Natrium

140,9 mmol/L

135 - 155

Kalium

4,50 mmol/L

3,6 - 5,5

Chlorida

104,3 mmol/L

95 - 107

Kreatinin

1,1 mg/dl

0,8 - 1,3

Asam Urat

6,1 mg/dl

2,3 - 6,1

Ureum

44 mg/dl

17 - 43

SGPT

5 U/L

<41

SGOT

12 U/L

<37

Albumin

3,8 g/dl

3,4 - 4,8

Hemoglobin

12,8 g/dl

14 - 18

Leukosit

8,48 x 10^3/uL

5,0 - 10,0

Trombosit

185 10^3/uL

150 - 450

Hematokrit

38,70%

40 - 48

11,4 detik

9,7 - 13

ELEKTROLIT
Natrium+Kalium+Chlorida

FAAL GINJAL

FAAL HATI

HEMATOLOGI
Darah Rutin

HEMOSTASIS
Protombine time

Pemeriksaan
USG :

Terlihat

pembesaran

kelenjar prostat

Kuisioner IPSS dan Quality of Life :

Total skor IPSS : 23 ; Total skor QoL : 4

DIAGNOSIS KERJA
-

Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

DIAGNOSA BANDING
-

Ca Prostat
Urolitiasis
Vesikolitiasis
Striktur uretra

USULAN PEMERIKSAAN
-

Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA)

TATALAKSANA

Konservatif

Kateterisasi

Analgetik

Intervensi

: Tindakan operatif

PROGNOSIS

Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad functionam

: Dubia ad bonam

FOLLOW UP
Hari,

tanggal: Menerima pasien baru dari poli bedah

Selasa, 31 Mei
2016

(Ruang S/ : Pasien mengeluh sakit saat BAK

Bougenville)

O/ : KU : Sakit Sedang, Kesadaran : Compos mentis


TD : 180/100mmHg, Nadi: 82x
Pernafasan : 20x, S: 36,2C
Status generalis:

Kepala : normocephale
Mata : CA -/-, SI -/-, refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor
THT : Dalam batas normal
Wajah : Dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : Gerak nafas statis Simetris (+), gerak nafas dinamis

(+)
Cor : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+), supel
Extremitas : akral hangat

Status lokalis a/r supra simfisis & genital : pasien terpasang


6

kateter, NT +, VU tidak teraba penuh


A/ : Pre op BPH
P/ : pasien rencana operasi besok
Rabu,
2016

Juni S/ : Pasien mengeluh sakit saat BAK

(Ruang O/ : KU : Sakit Sedang, Kesadaran : Compos mentis

Bougenville)

TD : 160/80 mmHg, Nadi: 69 x/menit,


Pernafasan : 20x/menit, S: 36C
Status generalis:

Kepala : normocephale
Mata : CA +/+, SI -/-, Refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor
THT : Dalam batas normal
Wajah : Dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : Gerak nafas stasi Simetris (+), gerak nafas dinamis

(+)
Cor : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+), supel
Extremitas : akral hangat

Status lokalis a/r supra simfisis & genital : pasien terpasang


kateter, NT +, VU tidak teraba penuh
A/ : Pre op BPH
P/ : Pasien rencana operasi hari ini
Kamis, 2 Juni S/ : pasien mengeluh nyeri pada luka post op BPH
2016

(Ruang O/ : KU : Sakit Sedang, Kesadaran : Compos mentis

Bougenville)

TD : 180/90 mmHg, Nadi: 72 x/menit,


Pernafasan : 20x/menit, S: 37C
Status generalis:

Kepala : normocephale
Mata : CA +/+, SI -/-, Refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor
7

THT : Dalam batas normal


Wajah : Dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax : Gerak nafas stasi Simetris (+), gerak nafas dinamis

(+)
Cor : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+), supel
Extremitas : akral hangat

Status lokalis a/r supra simfisis & genital : pasien terpasang


kateter, tampak luka post op BPH tertutup verban , nyeri
A/ : Post Op BPH hari 1
P/ : Pemberian anti nyeri, antibiotik, vitamin, dan tutup luka dengan
verban
S/ : Nyeri luka post op dan sedikit nyeri saat BAK
Jumat, 3 Juni O/ : KU : Sakit Sedang, Kesadaran : Compos mentis
2016

(Ruang

Bougenville)

TD : 140/60mmHg, Nadi: 70x/menit,


Pernafasan : 20x/menit, S: 36,6C
Status generalis:

Kepala : normocephale
Mata : CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor
THT : Dalam batas normal
Wajah : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax : Gerak nafas stasi Simetris (+), gerak nafas dinamis

(+)
Cor : S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : BU (+), supel, BAB (-) pasca op
Extremitas : akral hangat

Status lokalis a/r supra simfisis & genital : pasien terpasang


kateter, tampak luka post op BPH tertutup verban , nyeri
A/ : Post Op BPH hari ke 2
8

P/ : Pemberian anti nyeri, antibiotik, vitamin, dan tutup luka dengan


verban

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA

I. KELENJAR PROSTAT
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior
buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran organ ini
membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari
buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20
gram. Prostat dikelilingi oleh capsula fibrosa. Di luar capsula terdapat selubung fibrosa,
yang merupakan bagian lapisan visceral fascia pelvis. Prostat yang berbentuk kerucut
mempunyai basis prostatae yang terletak superior dan berhadapan dengan collum vesicae;
dan apex prostat yang terletak di inferior dan berhadapan dengan diaphragma urogenitale.
Kedua ductus ejaculatorius menembus bagian atas fascies posterior prostatae untuk
9

bermuara ke urethra pars prostatica pada pinggir lateral utriculus prostaticus. Kelenjar
prostat terbagi dalam beberapa zona, antara lain : zona perifer, zona sentral, zona
transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra. Zona perifer terdiri dari
seluruh jaringan kelenjar prostat pada bagian apeks dan bagian posterior dekat kapsul.
Pada zona ini lebih sering dijumpai carcinoma, prostatitis kronik dan atropi
postinflammatory. Zona sentral merupakan suatu daerah yang berbentuk kerucut dengan
bagian apeks meliputi duktus ejakulasi dan uretra prostatik pada verumontanum. Zona
transisi terdiri dari dua bagian jaringan kelenjar pada bagian lateral uretra dari bagian
tengah kelenjar. Pada zona ini sering terjadi benign prostatic hyperplasia (BPH). Stroma
fibromuskular anterior membentuk kecembungan kelenjar ini pada bagian permukaan
anterior. Bagian apeks dari area ini kaya dengan otot lurik yang bercampur dengan
kelenjar dan otot dari diafragma pelvis. Menuju bagian basal, lebih dominan otot polos
bercampur dengan serabut-serabut dari leher kandung kemih. Bagian distal dari stroma
fibromuskular anterior penting untuk fungsi voluntary sphincter, sedangkan bagian
proksimal penting untuk fungsi involuntary sphincter.

VASKULARISASI & INERVASI


10

Aliran darah prostat merupakan percabangan dari Arteri pudenda interna, Arteri
vesikalis inferior dan Arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam
kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam
lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus
sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke Vena iliaca interna. Pembuluh
limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah dam mengikuti
pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke Nodus iliaka interna dan Nodus sakralis.
Prostat merupakan organ yang mendapat persarafan yang luar biasa. Dua bundel
neurovaskular terdapat pada posterolateral kelenjar dan membentuk pedicle superior dan
inferior pada masing-masing sisi. Saraf-saraf ini penting untuk pengaturan fisiologi,
morfologi dan pematangan kelenjar. Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal
dari plexus simpatikus dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
FISIOLOGI
Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang mengandung kalsium,
ion sitrat, ion fosfat, enzim pembekuan, dan profibrinolisin. Selama pengisian, simpai
kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer
seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah jumlah semen lebih
banyak lagi. Sifat cairan prostat yang sedikit basa mungkin penting untuk keberhasilan
fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam sitrat dan
hasil akhir metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi
sperma. Selain itu, sekret vagina bersifat asam (pH 3,54). Sperma tidak dapat bergerak
optimal sampai pH sekitarnya meningkat menjadi 66,5. Akibatnya, cairan prostat yang
sedikit basa mungkin dapat menetralkan sifat asam cairan 12 seminalis lainnya selama
ejakulasi, dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma (Guyton & Hall, 2007;
Sherwood, 2011).

II. BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)


DEFINISI

11

BPH adalah suatu pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh hiperplasia
beberapa atau semua komponen dari prostat yang meliputi jaringan dari kalenjar maupun
jaringan fibromuskuler yang menyebabkan terjadinya penyumbatan uretra prostat dan
bersifat tidak ganas.
EPIDEMIOLOGI
BPH mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia.
Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah urologi. Hiperplasia
prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia 50 tahun dan
berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan
bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia prostat.
Prevalensi pemeriksaan BPH secara histologi pada studi autopsy dikatakan meningkat
dari kira-kira 20% pada laki-laki usia 41-50 tahun, hingga 50% pada laki-laki usia 51-60,
sampai >90% pada laki-laki yang berusia lebih dari 80 tahun. meskipun bukti klinis
penyakit ini jarang muncul, gejala obstruksi prostat sangat bergantung usia. Pada usia 55
tahun, sekitar 25% laki-laki melaporkan gejala obstruksi saat berkemih. Pada usia 75
tahun, 50% laki-laki mengeluhkan penurunan pada kekuatan aliran urin.
ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging
(menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya
hiperplasia prostat adalah:

Teori Hormonal

Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH.


Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun dan
terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan
pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya
12

hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk
perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron
dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang
dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa
dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi
hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin
bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang
akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen
oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu
sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak
bereaksi terhadap estrogen.

Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)


Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma

kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: Basic Transforming Growth
Factor, Transforming Growth Factor B1, Transforming Growth Factor B2, dan
Epidermal Growth Factor.

Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkurangnya Sel


yang Mati.

Kematian sel prostat (apotosis) pada sel prostat adalah mekanisme fsiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apotosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis
oleh sel sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisososom.
Berkurangnya jumlah sel-sel dalam prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel sel dalam prostat secara keseluruhan menjadi meningkat
sehingga menyebabkan petambahan massa prostat. Diduga hormon adrogen berperan
13

dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi
peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu
memperpanjang usia sel prostat. Sedangkan faktor pertumbuhan TGB beta berperan
dalam proses apotosis.

Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang
dewasa berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel
yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan
prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan
tertentu, jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat.
Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi
sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

Teori Dihydrotestosteron (DHT)

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari
kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin
menjadi Sex Hormone Binding Globulin (SHBG). Sedangkan hanya 2% dalam keadaan
testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell, yaitu sel
prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma. Di dalam sel,
testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang
kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex.
Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor,
menjadi nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada
chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese
protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.

Teori Reawakening

Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada
kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding
kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik.
Persamaan epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio
14

dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu


jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan
periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya, sehingga teori ini terkenal
dengan nama teori Reawakening of Embryonic Induction Potential of Prostatic Stroma
During Adult Hood.
PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan
akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot

detrusor ini disebut fase

kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam
fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian
buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesicoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,
bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu
komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan
dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika
sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen
dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha
adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan
kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung
15

dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh
komponen mekanik.

MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah ( LUTS ) terdiri atas gejala obstruktif
dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan Uretra pars
prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk
berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.

Gejalanya ialah :

Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)

Pancaran miksi yang lemah (Weak stream)

Miksi terputus (Intermittency)

Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)


16

Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of Incomplete Bladder


Emptying )

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih


tergantung tiga faktor, yaitu :

Volume kelenjar periuretral

Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

Kekuatan kontraksi otot detrusor

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi,


sehingga meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher
vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi
dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitivitas otot detrusor karena
pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering
berkontraksi meskipun belum penuh. Gejalanya ialah :

Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)


Nokturia
Miksi sulit ditahan (Urgency)
Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
(Smith, 2012)

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Keluhan utama dan tambahan yang biasanya terdiri dari gejala obstruktif dan gejala
iritatif. Derajat prostatismus dapat dinilai dengan IPSS.

17

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas
kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai
sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah
terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya
hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab
yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau
uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba
masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan
supra simfisis.
3. Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter

18

ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada
di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)


Adakah asimetris
Adakah nodul pada prostate
Apakah batas atas dapat diraba
Sulcus medianus prostate
Adakah krepitasi

4. Pemeriksaan Laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
lekosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan etiologi lain
seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri
dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan
informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4 ng/ml tidak perlu
biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah Prostate Specific Antigen Density
(PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD 0,15 maka
sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikin pula bila nilai PSA >10 ng/ml.
5. Pemeriksaan radiologi :
Foto polos abdomen
Foto polos otot perut untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli
yang penuh dengan urine sebagai tanda retensi urine.

BNO-IVP
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras

(filling defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter
membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish).

19

mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun
hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli buli yaitu adanya trabekulasi,
divertikel atau sakulasi buli buli.
foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin
Systocopy dan Cystografi
MRI atau CT jarang dilakukan
Transrektal Ultrasonografi (TRUS)
6. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif
pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
Flow rate maksimal 15 ml / dtk = non obstruktif
Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line
Flow rate maksimal 10 ml / dtk = obstruktif
7. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak
dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot
detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan
tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini
maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.
8. Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat
sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang
masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang akurat)
dengan membuat foto post voiding atau USG.

DERAJAT BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)


Ada 3 (tiga) cara untuk mengukur besarnya BPH, yaitu :
1. Rectal Grading
Rectal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan buli-buli kosong.
Sebab bila buli-buli penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal toucher

20

diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan rectum.


Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade. Pembagian grade sebagai berikut :
derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum
derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum
derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum
derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2. Clinical grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine.
Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kencing
sampai selesai, kemudian dimasukkan kateter ke dalam kandung kemih untuk mengukur
sisa urine.
Normal

: Sisa urine 0 cc

Grade 1

: Sisa urine 0 - 50 cc

Grade 2

: Sisa urine 50 - 150 cc

Grade 3

: Sisa urine >150 cc

Grade 4

: Sama sekali tidak bisa kencing

3. Derajat BPH sesuai dengan gangguan klinisnya:


1. Derajat I : keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1-2 cm, sisa
urine kurang 50 cc, pancaran lemah, nocturia, berat +20 gram.

21

2. Derajat II : keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah


berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50-100 cc dan beratnya +20-40
gram.
3. Derajat III : gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba,
sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3-4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat IV : inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit
keginjal seperti gagal ginjal, hidronefrosis.

DIAGNOSIS BANDING
1. Kelemahan detrusor kandung kemih
a.kelainan medula spinalis
b. neuropatia diabetes mellitus
c.pasca bedah radikal di pelvis
d. farmakologik
2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :
a.kelainan neurologik
b. neuropati perifer
c.diabetes mellitus
d. alkoholisme
e. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)
3.

Obstruksi fungsional :
a. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi
detrusor dengan relaksasi sfingter
b. ketidakstabilan detrusor

4.

Kekakuan leher kandung kemih :


a.

5.

fibrosis
Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :

a.

hiperplasia prostat jinak atau ganas


22

6.

b.

kelainan yang menyumbatkan uretra

c.

uretralitiasis

d.

uretritis akut atau kronik

e.

striktur uretra
Prostatitis akut atau kronis

TATALAKSANA
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik.
Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya nasehat dan konsultasi saja. Namun
diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau
tindakan medik yang lain karena keluhannya makin parah.
Tujuan terapi adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan
kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi infravesika, (4) mengembalikan fungsi
ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urin setelah miksi,
(6) mencegah progresifitas penyakit.
1. Watchfull waiting
Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan
mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya
(1) jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi
konsumsi makanan atau minuman yang dapat mengiritasi buli-buli (kopi atau
cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, (5) jangan menahan
kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik, selain itu juga dilakukan pemeriksaan
laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertamba jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.
2. Medikamentosa
23

Tujuan terapi medikamentosa adalah (1) mengurangi resistensi otot polos


prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obatobatan penghambat adrenergik alfa, dan (2) mengurangi volume prostat sebagai
komponen

statik

dengan

cara

menurunkan

kadar

hormon

testosteron/

dihirotestosteron (DHT) melalui penghambat 5 reduktase.


a. Penghambat adrenergik alfa
Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin, terazosin,
afluzosin, atau yang lebih selektif 1 tamsulosin. Dosis dimulai 1 mg/
hari sedangkan dosis tamsulosin 0,2-0,4 mg/ hari. Penggunaan
antagonis 1 adrenergik karena secara selektif mengurangi obstruksi
pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini
menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos
di trigonum, leher vesika, prostat dan kapsul prostat sehingga terjadi
relaksasi di daerah prostat. Hal ini akan menurunkan tekanan pada
uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran urin dan gejala-gejala
berkurang. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing-pusing,
capek, sumbatan hidung, dan rasa lemah.
b. Penghambat 5 reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (Proscar) dengan dosis 1 x 5 mg/
hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini
bekerja lebih lambat daripada golongan penghambat dan manfaatnya
hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Efek samping obat adalah
libido menurun, ginekomastia, dan dapat menurunkan nilai PSA
(masking effect).
c. Fitoterapi
Yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya misalnya
Pygeum africanum, Saw palmetto, Serenoa repeus. Efek diharapkan
terjadi setelah pemberian 1-2 bulan.
3. Terapi bedah

24

Jenis pengobatan ini paling tinggi efektivitasnya. Intervensi bedah yang


dapat dilakukan meliputi Transurethral Resection of the Prostate (TURP),
Transurethral Insision of the Prostate (TUIP), prostatektomi terbuka, dan
prostatektomi dengan laser.
1. TURP
TURP masih merupakan gold standard. Indikasi TURP adalah gejalagejala sedang sampai berat, volume prostat <90 g dan pasien cukup sehat
untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah
perdarahan, infeksi, hiponatremia, atau retensi karena bekuan darah.
Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi
retrogarad, atau impotensi.
2. TUIP
Bila volume prostat tidak teralu besar ( 30 gram/kurang ) atau ditemukan
kontraktur leher vesika atau prostat fibrotik dapat dilakukan TUIP.
Indikasi TUIP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat
normal/ kecil. Komplikasinya ejakulasi retrograd.
3. Prostatektomi
a. Prostatektomi Supra pubis
adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.
Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar
prostat diangkat dari atas.
b. Prostatektomi Perineal
adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara
ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk
biopsi terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan
anatomis langsung, drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk
terapi kanker radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka
mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien
dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua
25

dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi


karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi
inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari
cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum
dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik
adalah suatu teknik yang lebih

umum dibanding pendekatan

suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar


prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa
memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar
yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar dapat
dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat,
infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya
adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan
serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa prostat meningkat juga
osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebih
singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.
4. Terapi invasif minimal

Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

Dilatasi Balon Transuretral (TUBD)

High-intensity Focused Ultrasound

Ablasi Jarum Transuretra (TUNA)

Stent Prostat

KOMPLIKASI
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin. Karena
produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
menampung urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter,
hidroefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.
26

Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu ini
dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula
menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis. Selain itu, pada
waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan hernia
atau hemoroid.
PROGNOSIS
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu
walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak
memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.

27

DAFTAR PUSTAKA
de Jong, Wim. Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Gaol, H.L dan Mochtar, C.A. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. PP 284-289. Jakarta :
Media Aesculapius
Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Sherwood, Laura Iee. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 6. Jakarta : EGC
McAninch, J. W., Lue, T. F., & Smith, D. R. 2013. Smith and Tanagho's general urology. New
York: McGraw-Hill Professional.
Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar dasar urologi., Edisi ke 2. Jakarta:
Sagung Seto. 2003. p. 69 85

28

Anda mungkin juga menyukai