Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

GUILLAIN BARRE SYNDROME

Disusun Oleh :
Raysilva Chuneva Alros
NPM : 1102012230

Pembimbing :
Dr. Mukhdiar Kasim, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN BAGIAN ILMU SYARAF RSUD CILEGON
JULI 2016
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, penyusun menampilkan referat yang
berjudul Guillain Barre Syndrome. Adapun referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu
syarat mengikuti ujian kepaniteraan klinik di bagian syaraf RSUD Cilegon.
Terwujudnya referat ini merupakan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak.
Penyusun mrngucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Mukhdiar Kasim, Sp.S
selaku konsulen pembimbing referat, yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan
memberi masukan-masukan kepada penyusun dan juga kepada teman koass yang turut
membantu selama kepaniteraan di bagian syaraf. Semoga Allah memberikan balasan yang
sebesar-besarknya atas bantuan yang diberikan selama ini.
Penyusun menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga penyusunan
referat ini dapat menjadi lebih baik dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu meridhoi
kita dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Cilegon, 26 Juli 2015

DAFTAR ISI
1

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI.. 2
BAB I. PENDAHULUAN.. 3
BAB II. PEMBAHASAN... 4
1. DEFINISI 4
2. EPIDEMIOLOGI.... 4
3. ETIOLOGI.. 4
4. KLASIFIKASI 5
5. PATOFISIOLOGI.. 6
6. MANIFESTASI KLINIS 7
7. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING... 8
8. TATALAKSANA.. 11
9. KOMPLIKASI... 13
10. PROGNOSIS.... 13
BAB III. KESIMPULAN...... 14
DAFTAR PUSTAKA... 15

BAB I
PENDAHULUAN

Guillain-Barre Syndrome (GBS) adalah salah satu penyakit langka di mana sistem
kekebalan seseorang menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan
apabila parah bisa terjadi kelumpuhan.. Kerusakan sistem syaraf tepi menyebabkan sistem ini
sulit menghantarkan rangsang sehingga ada penurunan respon sistem otot terhadap kerja
sistem syaraf. Kasus GBS kebanyakan timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis utama
GBS adalah kelemahan otot (parese hingga plegia), biasanya perlahan, mulai dari bawah ke
atas.
Guillain Barre Syndrome memiliki beberapa nama lain, yaitu polineuritis idiopatik,
Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy, polyneuritis akut pasca infeksi,
dan acute ascending paralysis.
Penyakit ini merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering pada usia muda.
terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur. Insidensi SGB
bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. SGB sering sekali
berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan
infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi
timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Kelainan ini juga
dapat menyebabkan kematian, pada 3 % pasien, yang disebabkan oleh gagal napas dan
aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama kali timbul.
Sekitar 30 % penderita memiliki gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun. Tiga persen pasien
dengan SGB dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset pertama.
Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu IV maka termasuk
Chronic Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP). Sampai saat ini
belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan perawatan yang baik
dapat memperbaiki prognosisnya.

BAB II
PEMBAHASAN
3

I.

DEFINISI

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Penyakit ini
disebabkan oleh autoimun dan muncul akibat dipicu oleh infeksi sebelumnya (antecendent
infection). Kelainan yang merupakan polineuropati pasca infeksi ini kadang kadang juga
menyerang saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat.
II.

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, insiden terjadinya GBS berkisar antara 0,4 2,0 per 100.000
penduduk. GBS merupakan a non sesasonal disesae dimana resiko terjadinya adalah sama di
seluruh dunia pada pada semua iklim. Perkecualiannya adalah di Cina , dimana predileksi
GBS berhubungan dengan Campylobacter jejuni, cenderung terjadi pada musim panas.
GBS dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia, namun paling sering terjadi
pada dewasa muda dan usia lanjut. Laki-laki cenderung lebih mudah terkena disbanding
perempuan (1,5 : 1). Insiden kejadian di seluruh dunia berkisar antara 0,6 1,9 per 100.000
penduduk. Insiden ini meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. GBS merupakan
penyebab paralisa akut yang tersering di negara barat.
Angka kematian berkisar antara 5 10 %. Penyebab kematian tersering adalah gagal jantung
dan gagal napas. Antara 5 10 % sembuh dengan cacat yang permanen.

III.

ETIOLOGI

Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan merupakan
penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Penyakit ini merupakan proses
autoimun. Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah penyakit infeksi virus atau
bakteri seperti dibawah ini :

Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus,

Human Immunodefficiency Virus (HIV).


Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.
Pascah pembedahan dan Vaksinasi.

50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.

IV.

KLASIFIKASI

a) Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)


Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang
lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna C
jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan
motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.
b) Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid
meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik dan
secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris. AMAN
dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati
motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi wallerian like tanpa inflamasi limfositik.
Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.
c) Miller Fisher Syndrome
Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB. Sindroma
ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan pada
batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan
sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan
d) Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)
CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala
neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominant dan
kelemahan otot lebih berat pada bagian distal.
e) Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi dari
sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi postural,
retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan salvias dan lakrimasi dan
abnormalitas dari pupil.

V.

PATOFISIOLOGI

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi
terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli
membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui
mekanisme imunologi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang
menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity)
terhadap agen infeksius pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh
darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan
imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya. Pada SGB, gangliosid
merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh mengaktivasi
terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini
menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari
adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh manusia.
Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya diare, mengandung
protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid GM1. Pada kasus infeksi oleh
Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada
akson ini menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk
merespon adanya epitop yang sama. Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi
imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf
perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses
demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf.

VI.

GEJALA KLINIS

GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal, parestesia pada
bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat ekstremitas yang bersifat
asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral Refleks fisiologis akan menurun dan
kemudian menghilang sama sekali.
Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar secara
progresif, dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf
pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada yang
menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf pusat , muncul pada 50 % kasus,
biasanya berupa facial diplegia. Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara signifikan
dan bahkan 20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas. Anak anak biasanya
menjadi mudah terangsang dan progresivitas kelemahan dimulai dari menolak untuk berjalan,
tidak mampu untuk berjalan, dan akhirnya menjadi tetraplegia .
Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan dengan kelemahan
pada otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan sensasi getar. Gejala yang dirasakan
penderita biasanya berupa parestesia dan disestesia pada extremitas distal. Rasa sakit dan
kram juga dapat menyertai kelemahan otot yang terjadi terutama pada anak anak. Rasa sakit
7

ini biasanya merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50% anak anak yang dapat
menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis.
Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian. Kelainan ini
dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan cardiac arrest , facial
flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan kelainan dalam berkeringat. Hipertensi terjadi
pada 10 30 % pasien sedangkan aritmia terjadi pada 30 % dari pasien.
Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa disfagia, kesulitan
dalam berbicara, dan yang paling sering ( 50% ) adalah bilateral facial palsy.
Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS adalah kesulitan untuk mulai BAK,
inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat
menarik napas dalam, dan penglihatan kabur (blurred visions).

VII.

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Pemeriksaan Fisik
Kerusakan myelin pada GBS menyebabkan adanya gangguan fungsi saraf perifer,
yakni motorik, sensorik, dan otonom. Menifestasi klinis yang utama adalah kelemahan
motorik yang bervariasi, dimulai dari ataksia sampai paralisis motorik total yang melibatkan
otot-otot pernafasan sehingga menimbulkan kematian. Awalnya pasien menyadari adanya
kelemahan pada tungkai, seperti halnya kaki karet, yakni kaki yang cenderung tertekuk
(buckle), dengan atau tanpa disertai disestesia (kesemutan atau kebas).
Pola simetris sering dijumpai, namun tidak absolut. Kelemahan otot bulbar
menyebabkan disfagia orofaringeal, yakni kesulitan menelan dengan disertai oleh drooling
dan/atau terbukanya jalan nafas, serta kesulitan bernafas. Kelemahan otot wajah juga sering
terjadi pada GBS, baik unilateral maupun bilateral; sedangkan abnormalitas gerak mata jarang
Gangguan sensorik merupakan gejala yang cukup penting dan bervariasi pada GBS.
Hilangnya sensibilitas dalam atau proprioseptif lebih berat dari pada sensibilitas superfisial.
Sensasi nyeri merupakan gejala yang sering muncul pada GBS, yakni rasa nyeri tusuk dalam
pada otot-otot yang lemah. Hilangnya sensasi nyeri dan sushu umumnya ringan. Bahkan
disfungsi kandung kencing dapat terjadi pada kasus berat, namun sifatnya transien. Tidak
dijumpai demam pada GBS.
8

Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang bersifat difus
dan paralisis. Refleks tendon akan menurun atau bahkan menghilang. Batuk yang lemah dan
aspirasi mengindikasikan adanya kelemahan pada otot-otot intercostal. Tanda rangsang
meningeal seperti kernig sign dan kaku kuduk mungkin ditemukan. Refleks patologi tidak
ditemukan.
Pemeriksaan Penunjang
Cairan serebrospinal (CSS)
Pada pemeriksaan ini yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yaitu
meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis
(peningkatan hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total protein CSS
normal, setelah beberapa hari jumlah protein mulai naik. Puncaknya pada 4-6 minggu setelah
onset. Derajat penyakit tidak berhubungan dengan naiknya protein dalam CSS.
Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS)
Manifestasi elektrofisiologi yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi saraf, antara
lain prolongasi masa laten motoric distal dan prolongasi atau absennya respon gelombang F,
blok hantar saraf motoric, serta berkurangnya KHS. Pada 90% kasus GBS yang telah
terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal.

Pemeriksaan darah
Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke
bentuk imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase
lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinophilia jarang ditemukan. LED dapat meningkat sedikit
atau normal.
Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan peningkatan IgG,
IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada kultur jaringan. Abnormalitas fungsi hati terdapat
pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut.
9

Elektrokardiografi (EKG)
EKG menunjukkan adanya perubahan gelombang T dan sinus takikardia. Gelombang
T akan mendatar atau invertes pada lead lateral. Peningkatan voltase QRS kdang dijumpai.
Diagnosis GBS umumnya ditentukqn oleh adanya kriteria klinis dan beberapa temuan
klinis. Diagnostik untuk Guillain Barre Syndrome adalah :

DIAGNOSIS BANDING

1. Poliomielitis, pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak


ditemukan gangguan sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan
cerebrospinal pada fase awal tidak normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.
2. Myositis Akut, ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal, didapatkan kenaikan
kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal.
3. Myastenia gravis (didapatkan infiltrate pada motor end plate, lelumpuhan tidak bersifat
ascending)

10

4. CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy) didapatkan


progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan adanya kekambuhan
kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada perbaikan.
VIII.

TATALAKSANA

Pada kebanyakan kasuse penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simptomatis. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit, mencegah
komplikasi dan mempercepat penyembuhan melalui imunoterapi. Penderita dengan gejala
berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernafasan, pengobatan
dan fisioterapi.
1. Sistem pernapasan
Gagal nafas merupakan penyebab utama kematian pada penderita SGB. Pengobatan
lebih ditujukan pada tindakan suportif dan fisioterapi. Bila perlu dilakukan tindakan
trakeostomi, penggunaan alat Bantu pernapasan (ventilator) bila vital capacity turun dibawah
50%.
2. Fisioterapi
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru.
Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera setelah
penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan
meningkatkan kekuatan otot.
3. Imunoterapi
Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
kesembuhan ditunjukan melalui sistem imunitas.
a. Plasma exchange therapy / Plasmafaresis (PE)
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang
11

baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit,
dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling efektif untuk melakukan PE adalah
dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange
adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange. Efek
samping plasma exchange adalah hipotensi, septicemia, pneumonia, pembekuan darah,
komplikasi dari akses vena sentral, dan hipokalsemi. Kontraindikasi PE adalah ketidakstabilan
hemodinamik berat dan septikemia.
b. Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi
autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. Pengobatan
dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena
efek samping/komplikasi lebih ringan. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah
gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari. Efek samping terapi ini adalah
gagal ginjal, infark miokard, muntah, dan meningismus. Pengobatan dengan IVIg lebih
menguntukngkan karena efek samping yang lebih ringan
c. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi GBS.
4. Analgesik
Analgesik ringan mungkin dapat digunakan untuk meringankan nyeri ringan, namun
tidak untuk nyeri yang hebat. Analgesik narkotik dapat digunakan untuk nyeri dalam,
namun harus melakukan monitor secara hati-hati kepada efek samping denervasi
otonomik. Nyeri pada pasien GBS adalah rasa sakit yang mendalam, sakit punggung,
nyeri ekstremitas bawah, dan diestesia akstremitas. Pasien GBS membutuhkan
analgesik opioid oral atau parenteral dan infus morfin intravena, selain itu terapi
gabapentin dan carbamazepine juga dilaporkan elefektif untuk mengurangi rasa sakit
pada pasien dengan GBS.

12

IX.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke
dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam,
paralisis permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi.

X.

PROGNOSIS
Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik, tetapi pada sebagian kecil
penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Penderita SGB dapat sembuh
sempurna (75-90%) atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural
(25-36%). Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa tahun.
GBS juga dapat menyebabkan kematian, pada 5% pasien, yang disebabkan oleh gagal
napas dan aritmia. Pada usia lanjut umumnya menunjukkan prognosis yang lebih buruk.

BAB III
KESIMPULAN
Guillane barre syndrome adalah suatu kelainan pada kekebalan tubuh, yang gejala
utamanya adalah kesemutan dan dilanjutkan kelemahan tungkai mulai dari bawah ke
atas. GBS belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun sering didahului oleh
infeksi virus, bakteri, ataupun faktor-faktor lain. GBS terjadi akibat proses
autoimunitas dimana sistem imun merusak selubung myelin yang mengganggu impuls
saraf.

13

Ciri klinis GBS adalah kelumpuhan otot ekstremitas, gangguan sensibilitas,


kelumpuhan N. cranialis terutama N. VII, gangguan fungsi otonom serta kegagalan
nafas.
Pengobatan GBS adalah dengan plasma exchange dan IVIG yang bertujuan
mengeluarkan faktor autoantibodi, sehingga mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi. GBS merupakan penyakit yang bisa disembuhkan dengan tingkat
kesembuhan 90%. Namun dapat berakhir kematian pada sebagian kasus salah satunya
akibat kegagalan otot pernafasan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Guillain-Barr

Syndrome.

Available

from:http://www.medicinenet.com/guillainbarre_syndrome/article.htm.
2. Overview of Guillain-Barre Syndrome. http:// www.mayoclinic.com /health/guillain-barresyndrome /DS00413/ DSECTION.
3. Munandar A. Laporan Kasus Sindroma Guillan-Barre dan Tifus abdominalis.Unit
Neurologi

RS

Husada

Jakarta.

Available

from

URL

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14SindormGuillainBarre93.pdf/14SindromGuillainB
arre93.html.
14

4. Newswanger

Dana

L.,

Warren

Charles

R.,

Guillain-Barre

Syndrome,

http://www.americanfamilyphysician.com.
5. Japardi I. Sindroma Guillan-Barre. FK USU Bagian Bedah. Available from : URL :
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf.
6. Ted M. Burns, M.D.1 Guillain-Barre Syndrome. Semin Neurol 2008 April;28(2):152-167.
By Thieme Medical Publisher, Inc., 333, seventh avenue, New York, USA
7. http://www.medicalnewstoday.com/articles/167892.php
8. http://www.cdc.gov/flu/protect/vaccine//guillainbarre.htm
9. Evil science. 2008. http://www.guillainbarresyndrome.net

15

Anda mungkin juga menyukai