Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Perang Badar

Perang Badar adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam


melawan ORANG2 KAFIR QURAiSY. Perang ini terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau
7 Ramadan 2 Hijriah. Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang
bertempur menghadapi pasukan Quraisy dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang.
Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan Muslim menghancurkan
barisan pertahanan pasukan Quraisy, yang kemudian mundur dalam kekacauan.

Perang Badar merupakan perang pertama yang terjadi pada 7 Ramadhan,


dua tahun setelah hijrah yang dilalui oleh umat Islam di Madinah. Perang Badar
merupakan peperangan yang sangat terkenal karena beberapa kejadian yang ajaib
terjadi dalam peperangan tersebut. Rasulullah Shallalaahu 'alayhi wa sallam telah
memberikan semangat kepada Muslimin untuk menghadang khafilah suku Quraish
yang akan kembali ke Mekkah dari Syam. Muslimin keluar dengan kurang lebih 300
tentara tidak ada niat untuk menghadapi khafilah dagang yang hanya terdiri dari 40
lelaki, tidak berniat untuk menyerang tetapi hanya untuk menunjuk kekuatan
terhadap mereka. Khafilah dagang itu lolos, tetapi Abu Sufyan telah menghantar
pesan kepada kaumnya suku Quraish untuk datang dan menyelamatkannya. Kaum
Quraish maju dengan pasukan besar yang terdiri dari 1000 lelaki, 600 pakaian
perang, 100 ekor kuda, dan 700 ekor unta, dan persediaan makanan mewah yang
cukup untuk beberapa hari.

Kafir Quraish ingin menjadikan peperangan ini sebagai kemenangan bagi


mereka yang akan meletakkan rasa takut di dalam hati seluruh kaum bangsa Arab.
Mereka hendak menghancurkan Muslimin dan mendapatkan keagungan dan
kehebatan. Banyangkan, pasukan Muslimin dengan jumlah tentara yang kecil
(termasuk 2 ekor kuda), keluar dengan niat mereka hanya untuk menghadang 40
lelaki yang tidak bersenjata akan tetapi harus menghadapi pasukan yang
dipersiapkan dengan baik -3 kali- dari jumlah mereka. Rasulullah SAW dengan
mudah meminta mereka Muslimin untuk perang dan mereka tidak akan menolak,
akan tetapi, beliau SAW ingin menekankan kepada pengikutnya bahwa mereka
harus mempertahankan keyakinan dan keimanan dan untuk menjadi pelajaran bagi
kita. RosulullohSAW mengumpulkan para sahabatnya untuk mengadakan
musyawarah. Banyak di antara sahabat Muhajirin yang memberikan usulan, dengan
menggunakan kata-kata yang baik untuk menerangkan dedikasi mereka. Tetapi ada
seorang sahabat yaitu Miqdad bin Al-Aswad ra., dia berdiri dihadapan mereka yang
masih merasa takut dan berkata kepada Rasulullah SAW,

"Ya Rasulullah (SAW)!, Kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa
yang dikatakan oleh bani Israel kepada Musa (AS), 'Pergilah kamu bersama
Tuhanmu, kami duduk (menunggu) di sini'( Dalam surah Al-Maidah).

Pergilah bersama dengan keberkahan Allah dan kami akan bersama dengan mu !".

Rasulullah SAW merasa sangat suka, akan tetapi Rasulullah hanya diam,
beliau menunggu dan beberapa orang dari sahabat dapat mengetahui keinginan
Beliau SAW. Sejauh ini hanya sahabat Muhajirin yang telah menyatakan
kesungguhan mereka, akan tetapi Beliau menuggu para sahabat Anshor yang
sebagian besar tidak hadir dalam baiat 'Aqaabah untuk turut serta dalam berperang
melawan kekuatan musuh bersama-sama Rasulullah SAW di luar kawasan mereka.
Maka, pemimpin besar sahabat Anshor, Sa'ad bin Muadh angkat bicara, "Ya
Rasulullah (SAW) mungkin yang engkau maksudkan adalah kami". Rasulullah SAW
menyetujuinya. Sa'ad kemudian menyampaikan pidatonya yang sangat indah yang
mana dia berkata,

"Wahai utusan Allah, kami telah mempercayai bahwa engkau berkata benar,
Kami telah memberikan kepadamu kesetiaan kami untuk mendengar dan taat
kepadamu. Demi Allah, Dia yang telah mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau
memasuki laut, kami akan ikut memasukinya bersamamu dan tidak ada seorangpun
dari kami yang akan tertinggal di belakang. Mudah-mudahan Allah akan
menunjukkan kepadamu yang mana tindakan kami akan menyukakan mu. Maka
Majulah
bersama-sama
kami,
letakkan
kepercayaan
kami
di
dalamkeberkahanAllah".

Rasulullah sangat menyukai apa yang disampaikan dan kemudian beliau


bersabda, "Majulah ke depan dan yakinlah yang Allah telah menjajikan kepadaku
satu dari keduanya (khafilah dagang atau perang), dan demi Allah, seolah olah aku
telah dapat melihat pasukan musuh terbaring kalah". Pasukan Muslimin bergerak
maju dan kemudian berhenti sejenak di tempat yang berdekatan dengan Badar
(tempat paling dekat ke Madinah yang berada di utara Mekkah). Seorang sahabat
bernama, Al-Hubab bin Mundhir ra., bertanya kepada Rasulullah SAW, " Apakah
Allah mewahyukan kepadamu untuk memilih tempat ini atau hanya strategi perang
hasil keputusan musyawarah?". Rasulullah SAW bersabda, "Ini adalah hasil strategi
perang dan keputusan musyawarah". Maka Al-Hubab telah mengusulkan kembali
kepada Rasulullah SAW agar pasukan Muslimin sebaiknya bermarkas lebih ke

selatan tempat yang paling dekat dengan sumber air, kemudian membuat kolam
persediaan air untuk mereka dan menghancurkan sumber air yang lain sehingga
orang2 kafir Quraish tidak mendapatkan air. Rasulullah SAW menyetujui usulan
tersebut dan melaksanakannya. Kemudian Sa'ad bin Muadh mengusulkan untuk
membangun benteng untuk Rasulullah SAW untuk melindungi beliau dan sebagai
markas bagi pasukan Muslimin. Rasulullah SAW dan Abu Bakar ra. tinggal di dalam
benteng sementara Sa'ad bin Muadh dan beberapa lelaki menjaganya.

Rasulullah SAW telah menghabiskan sepanjang-panjang malam dengan


berdoa dan beribadah walaupun beliau mengetahui bahwa Allah ta'ala telah
menjanjikannya kemenangan. hanya melebihi cintanya dan penghambaannya dan
penyerahan diri kepada Allah ta'ala dengan ibadah
seperti Rosululloh SAW
kerjakan. Dan ianya telah dikatakan sebagai bentuk tertinggi dari ibadah yang
dikenal sebagai 'ainul yaqin.

Imam Bukhari memberikan keterangan bahwa dari pihak Mekkah / kaum


quraisy tujuh puluh orang tewas dan tujuh puluh orang tertawan . Hal ini berarti
15%-16% pasukan Quraisy telah menjadi korban. Kecuali bila ternyata jumlah
pasukan Mekkah yang terlibat di Badr jauh lebih sedikit, maka persentase pasukan
yang tewas akan lebih tinggi lagi. Korban pasukan Muslim umumnya dinyatakan
sebanyak empat belas orang tewas, yaitu sekitar 4% dari jumlah mereka yang
terlibat peperangan.Sumber-sumber tidak menceritakan mengenai jumlah korban
luka-luka dari kedua belah pihak, dan besarnya selisih jumlah korban keseluruhan
antara kedua belah pihak menimbulkan dugaan bahwa pertempuran berlangsung
dengan sangat singkat dan sebagian besar pasukan Mekkah terbunuh ketika sedang
bergerak mundur.

Selama terjadinya pertempuran, pasukan Muslim berhasil menawan


beberapa orang Quraisy Mekkah. Perbedaan pendapat segera terjadi di antara
pasukan Muslim mengenai nasib bagi para tawanan tersebut. Kekhawatiran awal
ialah pasukan Mekkah akan menyerbu kembali dan kaum Muslim tidak memiliki
orang-orang untuk menjaga para tawanan. Sa'ad dan Umar berpendapat agar
tawanan dibunuh, sedangkan Abu Bakar mengusulkan pengampunan. Muhammad
akhirnya menyetujui usulan Abu Bakar, dan sebagian besar tawanan dibiarkan
hidup, sebagian karena alasan hubungan kekerabatan (salah seorang adalah
menantu Muhammad), keinginan untuk menerima tebusan, atau dengan harapan
bahwa suatu saat mereka akan masuk Islam (dan memang kemudian sebagian
melakukannya).Setidak-tidaknya dua orang penting Mekkah, Amr bin Hisyam dan
Umayyah, tewas pada saat atau setelah Pertempuran Badar. Demikian pula dua
orang Quraisy lainnya yang pernah menumpahkan keranjang kotoran kambing
kepada Muhammad saat ia masih berdakwah di Mekkah, dibunuh dalam perjalanan
kembali ke Madinah. Bilal, bekas budak Umayyah, begitu berkeinginan

membunuhnya sehingga bersama sekumpulan orang yang membantunya bahkan


sampai melukai seorang Muslim yang ketika itu sedang mengawal Umayyah.

Beberapa saat sebelum meninggalkan Badar, Muhammad memberikan


perintah agar mengubur sekitar dua puluh orang Quraisy yang tewas ke dalam
sumur Badar. Beberapa hadits menyatakan kejadian ini, yang tampaknya menjadi
penyebabkan kemarahan besar pada kaum Quraisy Mekkah. Segera setelah itu,
beberapa orang Muslim yang baru saja ditangkap sekutu-sekutu Mekkah dibawa ke
kota itu dan dibunuh sebagai pembalasan atas kekalahan yang terjadi.

Berdasarkan tradisi Mekkah mengenai hutang darah, siapa saja yang


memiliki hubungan darah dengan mereka yang tewas di Badar, haruslah merasa
terpanggil untuk melakukan pembalasan terhadap orang-orang dari suku-suku yang
telah membunuh kerabat mereka tersebut. Pihak Muslim juga mempunyai keinginan
yang besar untuk melakukan pembalasan, karena telah mengalami penyiksaan dan
penganiayaan oleh kaum Quraisy Mekkah selama bertahun-tahun. Akan tetapi
selain pembunuhan awal yang telah terjadi, para tawanan lainnya yang masih hidup
kemudian ditempatkan pada beberapa keluarga Muslim di Madinah dan mendapat
perlakuan yang baik; yaitu sebagai kerabat atau sebagai sumber potensial untuk
mendapatkan uang tebusan.

Anda mungkin juga menyukai