Organ yang terdapat pada dinding posterior abdomen disebelah kanan / kiri columna
vertebralis yang berebntuk biji kacang tanah. Ginjal kiri lebih tinggi dari yang kanan.
Terletak retroperitoneal dengan ukuran normal: 12 x 6x 2 cm dan berat 1 buah ginjal:130
gr.
Proyeksi ginjal pada dinding belakang abdomen
1. Batas atas ginjal kanan : setinggi V.TH 12 batas atas bawah setinggi lumbal 3
2. Batas atas ginjal kiri : setinggi V.TH 11 dan batas bawah setinggi tengah lumbal 2 3
ANATOMI GINJAL
Sebagian hasil ekskresi (urine) dikeluarkan melalui tubullli (papila renalis) masuk
calices minor kemudian calices mayor bermuara ke pelvis renalis dan diteruskan ke
ureter.
Selanjutnya darah pada cortex dikembalikan melalui arteria efferent selanjutnya ke
vena interlobaris diteruskan ke vena lobaris kemusian ke vena renalis dan amsukke
venacava inferior menuju atrium dextra.
Batas-batas ginjal :
Ginjal dextra
Anterior :
Posterior :
M. Psoas dextra
M. Quadratus lumborum dextra
M. Transversus abdominis dextra
N. Subcostalis (ver.th.12)dextra
N.ileohypogastricus dextra
N. Ileohypogastricus (V.L1)dextra
Costae 12 dextra
Ginjal sinistra
Anterior :
Posterior:
M. Psoas sinistra
M. Quadratus lumborum sinistra
M. Transversus abdominis sinistra
N. Subcostalis (ver.th.12) sinistra
N.ileohypogastricus sinistra
N. Ileohypogastricus (V.L1) sinistra
Pertengahan costae 11 & 12 sinistra
Persyarafan ginjal :
Plexus renalis
N. Testicularis
N. Hypogastricus
Serabut afferen akan berjalan dengan saraf simpatis ke medulla spinalis melalui (L1 ,
L2)
1.2 Mikroskopik
Ginjal merupakan organ sistem saluran kemih berbentuk seperti kacang merah, yang di
bungkus oleh lapisan fibrosa. Ginjal terdiri dari 1-4 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas
bagian yang melebar yakni:
1. korpus renalis
2. tubulus kontortus proksimal
3. segmen tebal dan tipis dari ansa henle
4. tubulus kontortus distal
5. duktus koligen
Setiap korpus renalis berdiameter 200 m dan terdiri atas seberkas kapiler, yaitu
glomerulus yang di kelilingi oleh kapsul epitel berdinding ganda yang disebut kapsula
bowman. Lapisan dalam dari kapsula bowman disebut juga lapisan viseral dan lapisan luar
disebut lapisan parietal, di antara keduanya terdapat ruangan yang disebut ruang urinarius.
Setiap korpuskel ginjal memiliki kutub vaskular (pulus vaskularis ), tempat masuknya
arteriol afferen dan arteriol efferen. Sedangkan daerah tempat kapsula bowman bersambung
dengan tubulus proksimal disebut (polus urinarius) kutub urinarius. Lapisan parietal dari
kapsula bowman terdiri atas lapisan epitel selapis gepeng. Pada kutub urinarius epitelnya
berubah menjadi epitel selapis kuboid atau silindris rendah yang menjadi ciri tubulus
proksimal. Pada tubulus kontortus proksimal, sel epitel epitel kuboid disinimemiliki
sitoplasma asidofilik, mempunyai mikrovili yang dikenal sebagai brush border. Tubulus
proksimal memiliki bagian yang berkelok kelok yang terdapat pada bagian korteks, dan
bagian yang lurus pada bagian medula. Bagian yang lurus dan turun pada medula ini disebut
pars desendens segmen tebal dari ansa henle. Bagian yang tipis ansa henle terletak di medula,
tersusun oleh epitel selapis gepeng, lumennya kecil mirip kapiler. Ansa henle berbentuk
seperti huruf U, pars asendens dilapisi oleh epitel selapis kuboid ( segmen tebal asendens )
dan menjadi bagian dari tubulus distal. Tubulus distal dilapisi oleh epitel kuboid dan tidak
memiliki brush border. Di korteks tubulus distal bekelok kelok mendekati glemorulus, dan
kemudian bermuara ke dalam duktus koligens. Sel - sel epitel pada dinding tubulus distal
pada isi yang dekat dengan glomerulus berubah menjadi lebih tinggi dan tersusun menjadi
rapat sehingga disebut makula densa. Sedangkan pada polus vaskularis terdapat struktur
khusus yang di sebut aparatus juksta glomerulus yang terdiri dari juksta glomerulus, makula
densa dan sel mesengial ektra glomerulus(polkissen).
A. Filtrasi Glomerulus
Filtrasi glomelural adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dari kapiler glomerular,
dan dalam tekanan tertentu kedalam kapsul bowman. Filtrasi ini dibantu oleh
beberapa faktor :
Membran kapiler glomerular lebih permeable dibanding kapiler lain dalam tubuh
sehingga filtrasi berjalan dengan sangat cepat.
Tekanan darah dalam kapiler glomerular lebih tinggi dibandingkan tekanan darah
dalam kapiler lain karena diameter arteriol aferen lebih besar dari diameter arteriol
eferen.
Tekanan Yang mempengaruhi filtrasi glomelural, yaitu :
Tekanan hidrostatik (darah) glomerular mendorong cairan dan zat terlarut keluar
dari darah dan masuk keruang kapsula bowman.
Dua tekanan yang berlawanan dengan tekanan hidrostatik glomerular, yaitu :
a) Tekanan hidrostatik dihasilkan oleh cairan dalam kapsul bowman, takanan ini
cenderung menggerakan cairan keluar dari kapsul menuju glomerulus.
b) Tekanan osmotik koloid dalam glomerulus yang dihasilkan oleh protein plasma
adalah tekanan yang menarik cairan dari kapsul bowman untuk memasuki
glomerulus.
Tekanan filtrasi efektif (EFP) adalah tekanan dorong neto. Tekanan ini adalah
selisih antara tekanan yang cenderung mendorong cairan keluar glomerulus
menuju kapsula bowman dan tekanan yang cenderung menggerakan cairan
kedalam glomerulus dari kapsul bowman.
Laju Filtrasi Glomerulus
Laju filtrasi glomerular adalah jumlah filtrat yang terbentuk permenit pada semua
nefron dari kedua ginjal. Pada laki-laki, laju filtrasi ini sekitar 125 ml/menit atau 180
liter dalam 24 jam. Pada perempuan sekitar 110 ml/menit.
Faktor yang mempengaruhi GFR (Glomerular Filtration Rate), yaitu :
1) Tekanan filtrasi efektif
GFR berbanding lurus dengan EFP dan perubahan tekanan yang terjadi akan
mempengaruhi GFR. Derajat konstriksi arteriol aferen dan eferen menentukan
aliran darah ginjal, dan juga tekanan hidrostatik glomerular.
Konstriksi arteriol aferen menurunkan aliran darah dan mengurangi laju
filtrasi glomerulus.
Konstriksi arteriol eferen menyebabkan terjadinya tekanan darah tambahan
dalam glomerulus dan meningkatkan GFR.
2) Autoregulasi Ginjal
Mekanisme autoregulasi intrinsic ginjal mencegah perubahan aliran darah ginjal
dan GFR akibat variasi fisiologis rerata tekanan darah arteri. Autoregulasi seperti
ini berlangsung pada rentang tekanan darah yang lebar (anatara 80 mmHg dan 180
mmHg).
Jika rerata tekanan arteri darah meningkat,arteriol aferen berkonstriksi untuk
menurunkan aliran darah ginjal dan mengurangi GFR. Jika rerata tekanan dara
arteri menurun, terjadi vasidilatasi arteriol aferen untuk meningkatkan GFR.
Dengan demikian perubahan pada GFR dapat dicegah.
3)
4)
5)
6)
Carrier glukosa dan asam amino sama dengan carrier ion natrium dan
digerakan melalui kontranspor.
Maksimum transport. Carrier pada membrane sel tubulus memiliki
kapasitas reabsorsi maksimum untuk glokosa, berbagai jenis asam amino,
dan beberapa zat terreabsorbsi lainnya. Jumlah ini dinyatakan dalam
maksimum transpor (transport maximum(Tm)).
Maksimum transport untuk glukosa adalah jumlah maksimum yang
ditranspor permenit, yaitu sekitar 200 mg glukosa/ 100 ml plasma. Jika
kadar glukosa melebihi kadar tm nya, beearti melewati ambang plasma
ginjal sehingga glukosa muncul di urin (glikosuria).
Reabsorbsi Air
Air bergerak bersama ion natrium melalui osmosis. Ion natrium berpindah dari area
berkonsentrasi air tinggi didalam lumen tubulus kontortus proksimal ke area
berkonsentrasi air rendah dalam cairan interstitial dan kapiler peritubular.
Reabsorbsi Urea
Seluruh urea yang terbentuk setiap hari difiltrasi oleh glomerulus. Sekitar 50% urea
secara pasif direabsorbsi akibat gradient difusi yang terbentuk saat air direabsorbsi.
Dengan demikian 50% urea yang difiltrasi akan diekskresi dalam urine.
Reabsorbsi Ion Anorganik
Seperti kalium, kalsium, fosfat, dan sulfat, serta sejumlah ion organic adalah melalui
transport aktif.
C. Mekanisme Sekresi Tubular
Adalah proses aktif yang menindahkan zat keluar dari darah dalam kapiler peritubular
melewati sel-sel tubular menuju cairan tubular untuk dikeluarkan dalam urin. Zat-zat
seperti ion hydrogen, kalium, dan ammonium, produk akhir metabolic kreatinin dan
asam hipurat serta obat-obatan tertentu (penisilin) secara aktif disekresi kedalam
tubulus. Ion hydrogen dan ammonium diganti dengan ion natrium dalam tubulus
kontortus distal dan tubulus pengumpul. Sekresi tubular yang selektif terhadap ion
hydrogen dan ammonium membantu dalam pengaturan pH plasma dan kesimbangan
asam basa cairan tubuh. Sekresi tubular merupakan suatu mekanisme yang penting
untuk mengeluarkan zat-zat kimia asing yang tidak diinginkan.
KONSENTRASI URINE DAN MEKANISME PENCARIAN
A. Volume Urine
Volume urin yang dihasilkan setiap hari bervariasi dari 600 ml sampai 2500 ml lebih.
a) Jika volume urin tinggi, zat buangan dieksresi dalam larutan encer, hipotonik
terhadap plasma. Berat jenis air mendekati berat jenis urine (sekitar 1,003).
b) Jika tubuh perlu menahan air, maka urine yang dihasilkan kental sehingga volume
urine yang sedikit tetap mengandung jumlah zat buangan yang sama yang harus
dikeluarkan. Konsentrasi zat terlarut lebih besar, urin hipertonik terhadap plasma,
dan berat jenis urine lebih tinggi (diatas 1,030).
B. Pengaturan Volume Urine
Produksi urine kental yang sedikit atau urine encer yang lebih banyak diatur melalui
mekanisme hormone dan mekanisme pengkonsentrasi urin ginjal.
1). Mekanisme Hormonal
Anntidiuretik hormone (ADH) meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus
distal dan tubulus pengumpul terhadap air sehingga mengakibatkan
terjadinya reabsorbsi dan volume urine yang sedikit.
Aldesteron adalah hormone steroid yang disekresi oleh sel-sel korteks
kelenjar adrenal. Hormone ini bekerja pada tubulus dan duktus pengumpul
kedalam cairan interstitial medularis yang lebih kental dibawah pengaruh
ADH. Reabsorsi air memungkinkan tubuh untuk menahan air sehingga urine
yang diekstresi lebih kental dibangdingkan cairan tubuh normal.
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Urine adalah :
Hormon
ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh
hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan
meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel
Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar
adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya
perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin
Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi
merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan
pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan
dalam mengatur sirkulasi ginjal
Gukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium
Renin
Selain itu ginjal menghasilkan Renin; yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus
jukstaglomerularis pada :
1. Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )
2. Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )
3. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra )
4. Innervasi ginjal dihilangkan
5. Transplantasi ginjal ( iskhemia ginjal )
Nacl
Menempati 25% zat padat total urine
Sulfat
Berasal terutama dari komponen asam amino yang mengandung belerang dari protein
yaitu sistein dan metionin.
Komponen Urine Abnormal
Protein
o Dalam keadaan normal, urine mengandung tidak lebih dari 30-200mg protein ,
sehingga bila dilakukan test kwalitatif terhadap protein memberikan hasil yang
negatif
Glukosa
o Dalam keadaan normal, tidak lebih dari 1 gram glukosa diekskresi kedalam
urine selama 24 jam, tetapi bila diekskresi lebih banyak sehingga test benedict
kwalitatif hasinya positif.
Benda keton
o Urin normal mengandung benda keton dalam jumlah kecil. Bila jumlah
meningkat dalam urine sehingga tea rothera hasilnya positif, keadaan normal
ini dinamakan ketonuria.
Bilirubin
o Merupakan produk katabolisme heme, jumlahnya tidak terlalu besar didalam
urine normal, tetapi bila perombakan sel darah merah meningkat didalam
tubuh menyebabkan bilirubin dalam urine meningkat bilirubinuria.
Darah
o Sel darah merah dan sel darah putih sangat terbatas sekali dijumpai dalam
urine normal. Bila jumlah darah dalam urine cukup banyak, disebut
hematuria.
Prfirin
2. Virus
3. Parasit
Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri
yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh
Streptococcus hemolisis kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes
S. pyogenes -hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
a.
Sterptolisin O
Adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi
(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O
bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong
cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O
bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah
infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat
hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody.
Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi
yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.
1. Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh
pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat
dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan
dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.
3.4 Klasifikasi
Glomerulonefritis dibagi menjadi 2 berdasarkan sumber terjadinya
kelainan,yaitu :
Glomerulonefritis primer
Glomerulonefritis yang penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri,secara
histopatologik di bagi menjadi :
1. Glomerulonefritis Proliferatif :
Glomerulonefritis Membranoproliferatif
Glomerulonefritis Mesangioproliferatif
Glomerulonefritis Kresentik
2. Glomerulonefritis Nonploriferatif :
Glomerulonefritis Lesi Minimal
Glomerulonefritis Lesi Minimal merupakan salah satu jenis yang
dikaitkan dengan sindrom nefrotik dan disebut pula sebagai
nefrosis lupoid. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan IF
menunjukan gambaran glomerulus yang normal. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron menunjukan hilangnya foot
proccess sel epitel glomerulus.
Glomerulosklerosis Fokal dan Segmental
Secara klinis memberikan gambaran sindrom nefrotik dengan
gejala proteinuria masif,hipertensi,hematuria,dan sering disertai
gangguan fungsi ginjal.
Glomerulonefritis Membranosa
Merupakan penyebab sindrom nefrotik. Pada sebagian besar
kasus penyebabnya tidak diketahui sedangkan yang lain
dikaitkan dengan LES,infeksi hepatitis virus B atau C,tumor
ganas,
atau
akibat
obat
misalnya
preparat
emas,penisilinamin,obat anti-inflamasi non steroid.
3.5 Patogenesis
3.6 Patofisiologi
Patofisiologi pada gejala-gejala klinik berikut:
1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria
Kerusakan dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih permeable dan porotis
terhadap protein dan sel-sel eritrosit, maka terjadi proteinuria dan hematuria
2. Edema
Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa penurunan tekanan
onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme edema pada sindrom nefrotik.
Penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi glomerulus (LGF) tidak diketahui sebabnya,
mungkin akibat kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel
mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini
menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi
natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan garam natrium
dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume
plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema
3. Hipertensi
a. Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis)
Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam genesis hipertensi
ringan dan sedang.
b. Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi berat. Hipertensi
dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat menurunkan konsentrasi renin,
atau tindakan nefrektomi.
c. Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin. Penurunan
konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi2
4. Bendungan Sirkulasi
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom nefritik akut,
walaupun mekanismenya masih belum jelas.
Beberapa hipotesis yang berhubungan telah dikemukakan dalam kepustakaankepustakaan antara lain:
a. Vaskulitis umum
Gangguan pembuluh darah dicurigai merupakan salah satu tanda kelainan patologis
dari glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan pembuluh darah ini menyebabkan
transudasi cairan ke jaringan interstisial dan menjadi edema.
b. Penyakit jantung hipertensif
Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan hipertensi yang dapat
terjadi pada glomerulonefritis akut.
c. Miokarditis
Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan perubahan-perubahan
elektrokardiogram: gelombang T terbalik pada semua lead baik standar maupun
precardial. Perubahan-perubahan gelombang T yang tidak spesifik ini mungkin
berhubungan dengan miokarditis.
d. Retensi cairan dan hipervolemi tanpa gagal jantung
Hipotesis ini dapat menerangkan gejala bendungan paru akut, kenaikan cardiac
output, ekspansi volume cairan tubuh. Semua perubahan patofisiologi ini akibat
retensi natrium dan air
3.7 Manifestasi klinis
Gejala klinis glomerulonefritis akut pasca streptokok sangat
bervariasi, dari keluhan-keluhan ringan atau tanpa keluhan sampai timbul
gejala-gejala berat dengan bendungan paru akut, gagal ginjal akut, atau
ensefalopati hipertensi
Kumpulan gambaran klinis yang klasik dari glomerulonefritis akut
dikenal dengan sindrom nefritik akut. Bendungan paru akut dapat
merupakan gambaran klinis dari glomerulonefritis akut pada orang
dewasa atau anak yang besar. Sebaliknya pada pasien anak-anak,
ensefalopati akut hipertensif sering merupakan gambaran klinis pertama.
1. Infeksi Streptokokus
Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau
infeksi kulit (impetigo). Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa
prevalensi glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu
epidemi infeksi saluran nafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca
impetigo relatif rendah, sekitar 5-10%.
2. Gejala-gejala umum
Glomerulonefritis akut pasca streptokok tidak memberikan keluhan dan
ciri khusus. Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah badan, tidak
jarang disertai panas badan, dapat ditemukan pada setiap penyakit
infeksi.
3. Keluhan saluran kemih
Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari
semua pasien. Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan
seperti infeksi saluran kemih bawah walaupun tidak terbukti secara
bakteriologis. Oligouria atau anuria merupakan tanda prognosis buruk
pada pasien dewasa.
4. Hipertensi
Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada
semua pasien. Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali
normotensi setelah terdapat diuresis tanpa pemberian obat-obatan
antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau tanpa ensefalopati hanya
dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.
5. Edema dan bendungan paru akut
Hampir semua pasien dengan riwayat edema pada kelopak mata atau
pergelangan kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila
perjalanan penyakit berat dan progresif, edema ini akan menetap atau
persisten, tidak jarang disertai dengan asites dan efusi rongga pleura .
ginjal seperti atritis, ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dan system syaraf pusat.
Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan
tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus juga
berkurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya
kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relative kurang
terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga diuresis berkurang (timbul
oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium juga berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih
dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia,hidrema dan asidosis metabolik.
Pemeriksaan Laboratorium
Bila ditemukan proteinuria tersendiri (isolated proteinuria), hematuria mikroskopik
atau ipertensi ringan pada anak yang tampak sehat, harus dilakukan evaluasi lebih lanjut.
Hematuria mikroskopik dan hipertensi ringan biasanya hanya bersifat sementara.
Hematuria nyata tanpa gejala lain biasanya berasal dari glomerulus dan bila telah
diketahui adanya kelainan yang bermakna, harus segera dilakukan pemeriksaan
selanjutnya.
Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi
garam dan air). Pada pemeriksaan urine didapatkan jumlah urine berkurang dan berat
jenis urine meninggi. Hematuria makroskopik ditemukan pada 50% penderita, ditemukan
juga adanya albumin, eritrosit leukosit, silinder leokosit dan hialin.
Albumin serum sedikit menurun demikian juga komplemen serum (globulin beta-1C)
serta ureum dan kreatinin darah meningkat. Anemia sering dijumpai pada gagal ginjal
akut atau gagal ginjal kronik. Hematuria harus diukur pada semua anak. Sebanyak 90%
anak dengan glomerulonefritis akut menunjukkan peningkatan streptozim dan penurunan
komplemen C3. Kadar C3 biasanya normal kembali dalam waktu 4-8 minggu dan
steptozim dalam waktu 4-6bulan. Uji fungsi ginjal normal pada 50% penderita.
Biopsi ginjal diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit glomerulus, sebelum
biopsy dilakukan pengukuran besar ginjal dan strukturnya untuk memastikan adanya dua
buah ginjal dan menyingkirkan kemungkinan tumor dan kelainan lain yang merupakan
indikasi kontra biopsy ginjal.
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik
ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit
disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder
lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat
dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma
nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah
pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus
dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak
berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan
mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan
diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan
kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis
terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara
lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim
cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen
sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan
GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi
sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila
semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi
sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau
antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit
titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara
seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun
bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan
tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
Air kemih :
Proteinuria ringan (pemeriksaan urine rebus)
Hematuria makroskopis/mikroskopis
Torak granular, torak eritrosit
Darah
BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali
ASTO >100 Kesatuan Todd
Komplemen C3 < 50 mg/dl pada 4 minggu pertama
Hipergamaglobulinemia, terutama IgG
Anti DNA-ase beta dan properdin meningkat
Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik
ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit
disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder
lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat
dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma
nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah
pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplemen.
Diagnosis Banding
-Hematuria berulang dengan glomerulonefritis fokal(igA nefropati)
-Hematuria berulang yang asimtomatis, tanpa penurunan fungsi ginjal
-Timbunan IgA di glomeruli
-Hemauria berulang ringan
-Purpura henoch-Schonlein
-Glomerulonefritis progresif
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :
nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin
berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.
MPGN (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti
gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.
lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
Glomerulonefritis kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.
3.9 Pemeriksaan Penunjang
3.10
Tatalaksana
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialysis peritoneum atau hemodialisis. Diuretikum
dulu tidak diberikan pada glomeruloefritis akut tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid
(lasix) 1mg/kgBB/kali secara intra vena dalam 5-10 menit berakibat buruk pada
hemodinamika
ginjal
dan
filtrasi
glomerulus.
Prognosis
Penyembuhan sempurna dapat terjadi pada 95% anak dengan glomerulonefritis
pasca streptococcus akut. Tidak adabukti bahwa terjadi pemburukan menjadi
glomerulonefritis kronik. Mortalitas dapat dihindarkan dengan manajemen yang tepat
pada gagal ginjal. Kekambuhan sangat jarang terjadi.
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari
ke 7-10 Fungsi ginjal(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi
normal dalam waktu 3-4 minggu.kimia darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan
hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu. LED
meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap
untuk beberapa bulan. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun
dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi
penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini,
karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 %
akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi
glomerulonefritis kronis
3.12 Komplikasi
Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis akut yang tidak
mendapat pengobatan secara tuntas.
Gagal ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria yang dapat berkurangnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufiiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialysis (bila perlu).
Enselopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan
karena spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak.
Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang buka saja disebabkan spasme pembuluh
darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritropoetik yang
menurun.
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
3.13
Pencegahan
Pengobatan lebih awal terhadap infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh
infeksi streptokokus dapat mengurangi resiko untuk terkenanya sindrom nefritik akut.
Golongan penisilin dapat diberikan untuk eradikasi kuman, dengan amoksisilin 50 mg/kg
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.