Anda di halaman 1dari 23

1.

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopik dan Mikroskopik Ginjal


1.1. Makroskopik Ginjal

Organ yang terdapat pada dinding posterior abdomen disebelah kanan / kiri columna
vertebralis yang berebntuk biji kacang tanah. Ginjal kiri lebih tinggi dari yang kanan.
Terletak retroperitoneal dengan ukuran normal: 12 x 6x 2 cm dan berat 1 buah ginjal:130
gr.
Proyeksi ginjal pada dinding belakang abdomen
1. Batas atas ginjal kanan : setinggi V.TH 12 batas atas bawah setinggi lumbal 3
2. Batas atas ginjal kiri : setinggi V.TH 11 dan batas bawah setinggi tengah lumbal 2 3
ANATOMI GINJAL

Pada bagian atas terdapat kelenjar suprarenal kiri dan kanan


Bagian luar dibungkus oleh jaringan ikat tebal FASCIA RENALIS yang terdiri dari
lamina anterior dan lamina posterior.
Selubung yang langsung menutupi bagian cortex ginjal berbentuk capsul disebut
Capsula Adiposa Renalis, dan selubung yang tidak langsung membungkus disebut
Capsula Adposa Renalis.

ANATOMI BAGIAN DALAM GINJAL

Bagian dalam ginjal terdiri dari: cortex dan medulla


Bagian kortex yang masuk ke medulla disebut columna renalis (beritini)
Bagian medulla yang berbentuk kerucut disebut pyramida renalis dan bagian
apexnya disebut papilla renalis yang dibungkus oleh calices minores. Beberapa
calices minores diteruskan di calices mayores yang keluar melalui pelvis renalis
Tempat keluar masuknya alat dari dan ke ginjal disebut hillus renalis

o Yang masuk : A. Renalis dan plexus symphaticus dan N. Vagus


o Yang keluar : V. Renalis, ureter, dan Nn.limfatici.
VASKULARISASI GINJAL
Berasal dari aorta abdominalis:
Aorta abdominalisbercabang menjadi arteria renalis kanan/kiri masuk hillus bercabang
menjadi arteri lobaris seterusnya bercabang jadi arteri interlobaris kemudian membentuk
arteri arquata ( antara cortex dan medulla) kemudian bercabang sebagai arteri afferen
berakhir masuk glomerulus (Capsulla Bowman) disini terjadi filatrasi darah.

Sebagian hasil ekskresi (urine) dikeluarkan melalui tubullli (papila renalis) masuk
calices minor kemudian calices mayor bermuara ke pelvis renalis dan diteruskan ke
ureter.
Selanjutnya darah pada cortex dikembalikan melalui arteria efferent selanjutnya ke
vena interlobaris diteruskan ke vena lobaris kemusian ke vena renalis dan amsukke
venacava inferior menuju atrium dextra.

Batas-batas ginjal :
Ginjal dextra
Anterior :

Flexura coli dextra


Colon ascendens
Duodonum (II)
Hepar (lob. Dextra)
Mesocolon transversum

Posterior :

M. Psoas dextra
M. Quadratus lumborum dextra
M. Transversus abdominis dextra
N. Subcostalis (ver.th.12)dextra
N.ileohypogastricus dextra
N. Ileohypogastricus (V.L1)dextra
Costae 12 dextra

Ginjal sinistra

Anterior :

Flexura coli sinistra


Colon descendens
Pancreas
Pangkal mesocolon transversum
Lien
Gaster

Posterior:

M. Psoas sinistra
M. Quadratus lumborum sinistra
M. Transversus abdominis sinistra
N. Subcostalis (ver.th.12) sinistra
N.ileohypogastricus sinistra
N. Ileohypogastricus (V.L1) sinistra
Pertengahan costae 11 & 12 sinistra

Persyarafan ginjal :

Plexus renalis
N. Testicularis
N. Hypogastricus
Serabut afferen akan berjalan dengan saraf simpatis ke medulla spinalis melalui (L1 ,
L2)

1.2 Mikroskopik
Ginjal merupakan organ sistem saluran kemih berbentuk seperti kacang merah, yang di
bungkus oleh lapisan fibrosa. Ginjal terdiri dari 1-4 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas
bagian yang melebar yakni:
1. korpus renalis
2. tubulus kontortus proksimal
3. segmen tebal dan tipis dari ansa henle
4. tubulus kontortus distal
5. duktus koligen
Setiap korpus renalis berdiameter 200 m dan terdiri atas seberkas kapiler, yaitu
glomerulus yang di kelilingi oleh kapsul epitel berdinding ganda yang disebut kapsula
bowman. Lapisan dalam dari kapsula bowman disebut juga lapisan viseral dan lapisan luar
disebut lapisan parietal, di antara keduanya terdapat ruangan yang disebut ruang urinarius.
Setiap korpuskel ginjal memiliki kutub vaskular (pulus vaskularis ), tempat masuknya
arteriol afferen dan arteriol efferen. Sedangkan daerah tempat kapsula bowman bersambung
dengan tubulus proksimal disebut (polus urinarius) kutub urinarius. Lapisan parietal dari
kapsula bowman terdiri atas lapisan epitel selapis gepeng. Pada kutub urinarius epitelnya
berubah menjadi epitel selapis kuboid atau silindris rendah yang menjadi ciri tubulus

proksimal. Pada tubulus kontortus proksimal, sel epitel epitel kuboid disinimemiliki
sitoplasma asidofilik, mempunyai mikrovili yang dikenal sebagai brush border. Tubulus
proksimal memiliki bagian yang berkelok kelok yang terdapat pada bagian korteks, dan
bagian yang lurus pada bagian medula. Bagian yang lurus dan turun pada medula ini disebut
pars desendens segmen tebal dari ansa henle. Bagian yang tipis ansa henle terletak di medula,
tersusun oleh epitel selapis gepeng, lumennya kecil mirip kapiler. Ansa henle berbentuk
seperti huruf U, pars asendens dilapisi oleh epitel selapis kuboid ( segmen tebal asendens )
dan menjadi bagian dari tubulus distal. Tubulus distal dilapisi oleh epitel kuboid dan tidak
memiliki brush border. Di korteks tubulus distal bekelok kelok mendekati glemorulus, dan
kemudian bermuara ke dalam duktus koligens. Sel - sel epitel pada dinding tubulus distal
pada isi yang dekat dengan glomerulus berubah menjadi lebih tinggi dan tersusun menjadi
rapat sehingga disebut makula densa. Sedangkan pada polus vaskularis terdapat struktur
khusus yang di sebut aparatus juksta glomerulus yang terdiri dari juksta glomerulus, makula
densa dan sel mesengial ektra glomerulus(polkissen).

2. Memahami Dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal


Fungsi ginjal:

Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh


mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES
memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam pengaturan
jangka panjang tekanan darah arteri, fungsi ini di laksanakan melalui peran ginjal
sebagai pengatur keseimbanagan garan dan H2O
Membantu memelihara keseimbangan asanm basa tubuh dengan menyesuaikan
pengeluaran H+dan HCO3Memelihara oamolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama
melalui pengaturan keseimbangan H20
Mengekskresikan (eliminasi) produk-produk sisa buangan dari metabolisme tubuh,
misalnya urea,asam urat,dan kreatinin,jika di biarkan menumpuk zat-zat sisa ini akan
bersifat toksik terutama bagi otak.
Mengekskresikan senyawa asing , misalnya obat, zat penambah pada
makanan,pestisida, dan bahan-bahan eksogen non nutrisi lainya
Mensekresi eritropoietin , suatu hormon yang dapat merangsang sel darah merah
Mensekresi renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang penting
dalam proses konservasi garam oleh ginjal
Mengubah vit d menjadi bentuk aktifnya.

MEKANISME PEMBENTUKAN URINE


Ginjal memproduksi urine yang mengandung zat sisa metabolik dan mengatur
komposisi cairan tubuh melalui :

A. Filtrasi Glomerulus
Filtrasi glomelural adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dari kapiler glomerular,
dan dalam tekanan tertentu kedalam kapsul bowman. Filtrasi ini dibantu oleh
beberapa faktor :
Membran kapiler glomerular lebih permeable dibanding kapiler lain dalam tubuh
sehingga filtrasi berjalan dengan sangat cepat.
Tekanan darah dalam kapiler glomerular lebih tinggi dibandingkan tekanan darah
dalam kapiler lain karena diameter arteriol aferen lebih besar dari diameter arteriol
eferen.
Tekanan Yang mempengaruhi filtrasi glomelural, yaitu :

Tekanan hidrostatik (darah) glomerular mendorong cairan dan zat terlarut keluar
dari darah dan masuk keruang kapsula bowman.
Dua tekanan yang berlawanan dengan tekanan hidrostatik glomerular, yaitu :
a) Tekanan hidrostatik dihasilkan oleh cairan dalam kapsul bowman, takanan ini
cenderung menggerakan cairan keluar dari kapsul menuju glomerulus.
b) Tekanan osmotik koloid dalam glomerulus yang dihasilkan oleh protein plasma
adalah tekanan yang menarik cairan dari kapsul bowman untuk memasuki
glomerulus.
Tekanan filtrasi efektif (EFP) adalah tekanan dorong neto. Tekanan ini adalah
selisih antara tekanan yang cenderung mendorong cairan keluar glomerulus
menuju kapsula bowman dan tekanan yang cenderung menggerakan cairan
kedalam glomerulus dari kapsul bowman.
Laju Filtrasi Glomerulus
Laju filtrasi glomerular adalah jumlah filtrat yang terbentuk permenit pada semua
nefron dari kedua ginjal. Pada laki-laki, laju filtrasi ini sekitar 125 ml/menit atau 180
liter dalam 24 jam. Pada perempuan sekitar 110 ml/menit.
Faktor yang mempengaruhi GFR (Glomerular Filtration Rate), yaitu :
1) Tekanan filtrasi efektif
GFR berbanding lurus dengan EFP dan perubahan tekanan yang terjadi akan
mempengaruhi GFR. Derajat konstriksi arteriol aferen dan eferen menentukan
aliran darah ginjal, dan juga tekanan hidrostatik glomerular.
Konstriksi arteriol aferen menurunkan aliran darah dan mengurangi laju
filtrasi glomerulus.
Konstriksi arteriol eferen menyebabkan terjadinya tekanan darah tambahan
dalam glomerulus dan meningkatkan GFR.
2) Autoregulasi Ginjal
Mekanisme autoregulasi intrinsic ginjal mencegah perubahan aliran darah ginjal
dan GFR akibat variasi fisiologis rerata tekanan darah arteri. Autoregulasi seperti
ini berlangsung pada rentang tekanan darah yang lebar (anatara 80 mmHg dan 180
mmHg).
Jika rerata tekanan arteri darah meningkat,arteriol aferen berkonstriksi untuk
menurunkan aliran darah ginjal dan mengurangi GFR. Jika rerata tekanan dara
arteri menurun, terjadi vasidilatasi arteriol aferen untuk meningkatkan GFR.
Dengan demikian perubahan pada GFR dapat dicegah.


3)

4)
5)
6)

Autoregulasi melibatkan mekanisme umpan balik dari reseptor-reseptor


peregang dalam dinding arteriol dan dari apparatus jukstaglomerular.
Peningkatan tekanan arteri dapat sedikit meningkatkan GFR.
Stimulasi Simpatis
Suatu peningkatan implus simpatis, seperti yang terjadi pada saat stress, akan
menyebabkan konstriksi arteriol aferen. Menurunkan aliran darah kedalam
glomerulus, dan menyebabkan penurunan GFR.
Obstruksi Aliran Urinaria
Oleh batu ginjal dan batu dalam ureter akan meningkatkan tekanan hidrostatik
dalam kapsul bowman dan menurunkan GFR.
Kelaparan, Diet rendah protein, atau Penyakit lain
Akan menurunkan tekanan osmotic koloid darah sehingga meningkatkan GFR.
Berbagai penyakit ginjal
Dapat meningkatkan permeabilitas kapiler glomerular dan meningkatkan GFR.

Komposisi Filtrat Glomerular, yaitu ;


a) Filtrate dalam kapsul bowman identik dengan filtrat plasma dalam hal air dan zat
terlarut dengan berat molekul rendah, seperti glukosa, klorida, natrium, kalium,
fosfat, asamurat, urea, dan kreatinin.
b) Sejumlah kecil albumin plasma dapat terfiltrasi, tetapi sebagian besar diabsorbsi
kembali dan secara normal tidak tampak pada urine.
c) Sel darah dan urine tidak difiltrasi. Penampakannya dalam urine menendakan
suatu abnormalitas. Penampakan sel darah putih biasanya menendakan adanya
infeksi bakteri pada traktus urinaria bagian bawah.
B. Reabsorbsi Tubulus
Sebagian besar filtrate (99%) secara selektif direabsorbsi dalam tubulus ginjal
menalui difus paif gradient kimia atau listrik.
Reabsorbsi Ion Natrium
Ion-ion natrium ditranspor secara pasif melalui difus terfasilitasi (dengan carier)
dari lumen tubulus kontortus proksimal kedalam sel-sel epitel tubulus yang
konsentrasi ion natriumnya lebih rendah.
Ion-ion Natrium yang ditranspor secara aktif dengan pompa natrium-kalium, akan
keluar dari sel-sel epitel untuk masuk ke cairan interstitial didekat kapiler
peritubular.
Reabsobsi Ion Klor dan Ion Negatif Lain
Karena ion natrium positif bergerak secara pasif dari cairan tubulus ke sel
dan secara aktif dari sel ke cairan interstitial peritubular, akan terbentuk
kesetimbangan listrik yang justru membantu pergerakan pasif ion-ion
negative.
Dengan demikian, ion klor dan bikarbonat negative secara pasif berdisfusi
kedalam sel-sel epitel dari lumen dan mengikuti pergerakan natrium yang
keluar menuju cairan peritubular dan kapiler peritubular.
Reabsorbsi Glukosa, Fruktosa, dan Asam Amino

Carrier glukosa dan asam amino sama dengan carrier ion natrium dan
digerakan melalui kontranspor.
Maksimum transport. Carrier pada membrane sel tubulus memiliki
kapasitas reabsorsi maksimum untuk glokosa, berbagai jenis asam amino,
dan beberapa zat terreabsorbsi lainnya. Jumlah ini dinyatakan dalam
maksimum transpor (transport maximum(Tm)).
Maksimum transport untuk glukosa adalah jumlah maksimum yang
ditranspor permenit, yaitu sekitar 200 mg glukosa/ 100 ml plasma. Jika
kadar glukosa melebihi kadar tm nya, beearti melewati ambang plasma
ginjal sehingga glukosa muncul di urin (glikosuria).

Reabsorbsi Air
Air bergerak bersama ion natrium melalui osmosis. Ion natrium berpindah dari area
berkonsentrasi air tinggi didalam lumen tubulus kontortus proksimal ke area
berkonsentrasi air rendah dalam cairan interstitial dan kapiler peritubular.
Reabsorbsi Urea
Seluruh urea yang terbentuk setiap hari difiltrasi oleh glomerulus. Sekitar 50% urea
secara pasif direabsorbsi akibat gradient difusi yang terbentuk saat air direabsorbsi.
Dengan demikian 50% urea yang difiltrasi akan diekskresi dalam urine.
Reabsorbsi Ion Anorganik
Seperti kalium, kalsium, fosfat, dan sulfat, serta sejumlah ion organic adalah melalui
transport aktif.
C. Mekanisme Sekresi Tubular
Adalah proses aktif yang menindahkan zat keluar dari darah dalam kapiler peritubular
melewati sel-sel tubular menuju cairan tubular untuk dikeluarkan dalam urin. Zat-zat
seperti ion hydrogen, kalium, dan ammonium, produk akhir metabolic kreatinin dan
asam hipurat serta obat-obatan tertentu (penisilin) secara aktif disekresi kedalam
tubulus. Ion hydrogen dan ammonium diganti dengan ion natrium dalam tubulus
kontortus distal dan tubulus pengumpul. Sekresi tubular yang selektif terhadap ion
hydrogen dan ammonium membantu dalam pengaturan pH plasma dan kesimbangan
asam basa cairan tubuh. Sekresi tubular merupakan suatu mekanisme yang penting
untuk mengeluarkan zat-zat kimia asing yang tidak diinginkan.
KONSENTRASI URINE DAN MEKANISME PENCARIAN
A. Volume Urine
Volume urin yang dihasilkan setiap hari bervariasi dari 600 ml sampai 2500 ml lebih.
a) Jika volume urin tinggi, zat buangan dieksresi dalam larutan encer, hipotonik
terhadap plasma. Berat jenis air mendekati berat jenis urine (sekitar 1,003).
b) Jika tubuh perlu menahan air, maka urine yang dihasilkan kental sehingga volume
urine yang sedikit tetap mengandung jumlah zat buangan yang sama yang harus
dikeluarkan. Konsentrasi zat terlarut lebih besar, urin hipertonik terhadap plasma,
dan berat jenis urine lebih tinggi (diatas 1,030).
B. Pengaturan Volume Urine

Produksi urine kental yang sedikit atau urine encer yang lebih banyak diatur melalui
mekanisme hormone dan mekanisme pengkonsentrasi urin ginjal.
1). Mekanisme Hormonal
Anntidiuretik hormone (ADH) meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus
distal dan tubulus pengumpul terhadap air sehingga mengakibatkan
terjadinya reabsorbsi dan volume urine yang sedikit.
Aldesteron adalah hormone steroid yang disekresi oleh sel-sel korteks
kelenjar adrenal. Hormone ini bekerja pada tubulus dan duktus pengumpul
kedalam cairan interstitial medularis yang lebih kental dibawah pengaruh
ADH. Reabsorsi air memungkinkan tubuh untuk menahan air sehingga urine
yang diekstresi lebih kental dibangdingkan cairan tubuh normal.
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Urine adalah :

Hormon

ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh
hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan
meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel
Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar
adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya
perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin
Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi
merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan
pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan
dalam mengatur sirkulasi ginjal
Gukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium
Renin
Selain itu ginjal menghasilkan Renin; yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus
jukstaglomerularis pada :
1. Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )
2. Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )
3. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra )
4. Innervasi ginjal dihilangkan
5. Transplantasi ginjal ( iskhemia ginjal )

Sel aparatus juxtaglomerularis merupakan regangan yang apabila regangannya


turun akan mengeluarkan renin. Renin mengakibatkan hipertensi ginjal, sebab renin
mengakibatkan aktifnya angiotensinogen menjadi angiotensin I, yg oleh enzim lain
diubah menjadi angiotensin II; dan ini efeknya menaikkan tekanan darah.

o Zat - zat diuretik


Banyak terdapat pada kopi, teh, alkohol. Akibatnya jika banyak mengkonsumsi
zat diuretik ini maka akan menghambat proses reabsorpsi, sehingga volume urin
bertambah.
o Suhu internal atau eksternal
Jika suhu naik di atas normal, maka kecepatan respirasi meningkat dan
mengurangi volume urin.
o Konsentrasi Darah
Jika kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi air dalam darah
rendah.Reabsorpsi air di ginjal mengingkat, volume urin menurun.
o Emosi
Emosi tertentu dapat merangsang peningkatan dan penurunan volume urin.

ASPEK BIOKIMIA GINJAL


Fungsi ginjal merupakan merupakan organ tubuh yang memiliki arti penting dalam tubuh:
1. Berlangsungnya proses filtrasi darah didalam glomerulus
Dimana semua darah ikut tersaring kecuali benda-benda darah dan protein yang
dalam keadaan normal tidak ada dalam urine.
2. Mereabsorbsi komponen darah yang masih diperlukan tubuh ditubulus ginjal
Dan dikembalikan kedalam arah untuk didistribusikan kembali ke jaringan-jaringan
yang masih memerlukan.
3. Mengeluarkan zat-zat tertentu
Yang mungkin dapat membahayakan.
Sifat Fisik Urine
Volume
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume urine ; suhu, jenis makanan dan minuman
dan kondisi mental.
Berat Jenis
Berat jenis urine bervariasi, terutama dipengaruhi oleh kepekatan urine seseorang.
Normalnya, berat jenis dewasa berkisar anatara 1.03 1.030.
PH
Normal PH urine seseorang berkisar antara 4,7 8,0 (rata-rata 6). Salah satu factor
yang mempengaruhi adalah intake protein yang tinggi menyebabkan peningkatan
keasaman urine.
Warna
Normalnya, urine seseorang berwarna kuning amabar dan transparan, warna tersebut
karena adanya urokhrom dalam urine.
Bau
Urine segar biasanya beraroma, dan bau ini biasanya sangat tergantung pada jenis
makanan seseorang.
Komponen Urine Normal
Urea
Menempati 50% zat padat total urine

Nacl
Menempati 25% zat padat total urine
Sulfat
Berasal terutama dari komponen asam amino yang mengandung belerang dari protein
yaitu sistein dan metionin.
Komponen Urine Abnormal

Protein
o Dalam keadaan normal, urine mengandung tidak lebih dari 30-200mg protein ,
sehingga bila dilakukan test kwalitatif terhadap protein memberikan hasil yang
negatif

Glukosa
o Dalam keadaan normal, tidak lebih dari 1 gram glukosa diekskresi kedalam
urine selama 24 jam, tetapi bila diekskresi lebih banyak sehingga test benedict
kwalitatif hasinya positif.

Benda keton
o Urin normal mengandung benda keton dalam jumlah kecil. Bila jumlah
meningkat dalam urine sehingga tea rothera hasilnya positif, keadaan normal
ini dinamakan ketonuria.

Bilirubin
o Merupakan produk katabolisme heme, jumlahnya tidak terlalu besar didalam
urine normal, tetapi bila perombakan sel darah merah meningkat didalam
tubuh menyebabkan bilirubin dalam urine meningkat bilirubinuria.

Darah
o Sel darah merah dan sel darah putih sangat terbatas sekali dijumpai dalam
urine normal. Bila jumlah darah dalam urine cukup banyak, disebut
hematuria.

Prfirin

3. Memahami Dan Menjelaskan Glomerulonefritis


3.1 Definisi
Glomerulonefritis adalah suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai
ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang
disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah glomerulus akut
mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi,
pathogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.
3.2 Etiologi

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah


infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta
hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60
menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis.
Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%..
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan
bahwa :
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari
streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1. Bakteri :

2. Virus

3. Parasit

streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,


Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus
albus, Salmonella typhi dll
hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,
parotitis epidemika dl
: malaria dan toksoplasma

Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri
yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh
Streptococcus hemolisis kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes
S. pyogenes -hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:
a.

Sterptolisin O

Adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi
(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O
bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong
cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O
bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah
infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat
hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody.
Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan

menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi
yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.

1. Sterptolisin S
Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh
pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat
dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan
dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.

Gambar 6. Bakteri Sterptokokus 10


Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering
disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.
3.3 Epidemiologi
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering
pada golongan umur 5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi
lain menyebutkan paling sering ditemukan pada anak usia 6-10 tahun.
Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki
dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki
dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan
dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan dengan
prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada
orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat
tinggalnya tidak sehat.

Di Indonesia tahun 1980, Glomerulonefritis menempati urutan


pertama sebagai penyebab penyakit ginjal tahap akhir dan meliputi 55%
penderita yang mengalami hemodialisis
Insidens tidak dapat diketahui dengan tepat, diperkirakan jauh lebih tinggi
dari data yang dilaporkan oleh karena banyaknya pasien yang tidak
menunjukkan gejala sehingga tidak terdeteksi. Kaplan memperkirakan
separuh pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok pada suatu
epidemi tidak terdeteksi
Glomerulonefritis akut pascastreptokok terutama menyerang anak
pada masa awal usia sekolah dan jarang menyerang anak di bawah usia 3
tahun. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
Hasil penelitian multicentre di Indonesia pada tahun 1988, melaporkan
terdapat 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12
bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul
berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%) dan Palembang (8,2%).
Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 1,3:1 dan terbanyak
menyerang anak pada usia antara 6-8 tahun (40,6%). Penyakit ini lebih
sering terjadi pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi.

3.4 Klasifikasi
Glomerulonefritis dibagi menjadi 2 berdasarkan sumber terjadinya
kelainan,yaitu :
Glomerulonefritis primer
Glomerulonefritis yang penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri,secara
histopatologik di bagi menjadi :
1. Glomerulonefritis Proliferatif :
Glomerulonefritis Membranoproliferatif
Glomerulonefritis Mesangioproliferatif
Glomerulonefritis Kresentik
2. Glomerulonefritis Nonploriferatif :
Glomerulonefritis Lesi Minimal
Glomerulonefritis Lesi Minimal merupakan salah satu jenis yang
dikaitkan dengan sindrom nefrotik dan disebut pula sebagai
nefrosis lupoid. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan IF
menunjukan gambaran glomerulus yang normal. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron menunjukan hilangnya foot
proccess sel epitel glomerulus.
Glomerulosklerosis Fokal dan Segmental
Secara klinis memberikan gambaran sindrom nefrotik dengan
gejala proteinuria masif,hipertensi,hematuria,dan sering disertai
gangguan fungsi ginjal.
Glomerulonefritis Membranosa
Merupakan penyebab sindrom nefrotik. Pada sebagian besar
kasus penyebabnya tidak diketahui sedangkan yang lain
dikaitkan dengan LES,infeksi hepatitis virus B atau C,tumor
ganas,
atau
akibat
obat
misalnya
preparat
emas,penisilinamin,obat anti-inflamasi non steroid.

3.5 Patogenesis

Glomerulonefritis pascastreptokok dapat terjadi setelah radang tenggorok dan jarang


dilaporkan bersamaan dengan demam reumatik akut. Berdasarkan hubungannya dengan
infeksi streptokokus, gejala klinis, dan pemeriksaan imunofluoresensi ginjal, jelaslah kiranya
bahwa glomerulonefritis pascastreptokokus adalah suatu glomerulonefritis yang bermediakan
proses imunologis. Meskipun secara umum patogenesis glomerulonefritis telah dimengerti,
namun mekanisme yang tepat bagaimana terjadinya lesi glomerulus, terjadinya proteinuria
dan hematuria pada glomerulonefritis pascastreptokokus belumlah jelas benar. Pembentukan
kompleks-imun bersirkulasi dan pembentukan kompleks-imun in situ, telah ditetapkan
sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokok. Hipotesis lain yang sering
disebut-sebut adalah adanya neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus yang
mengubah IgG endogen sehingga menjadi autoantigenik. Akibatnya terbentuklah
autoantibody terhadap IgG yang telah berubah tersebut, yang mengakibatkan pembentukan
kompleks imun bersirkulasi, yang kemudian mengendap dalam ginjal2,7
Adanya periode laten antara infeksi streptokok dengan gambaran klinis dari kerusakan
glomerulus menunjukan bahwa proses imunologis memegang peranan penting dalam
patogenesis glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut pasca streptokok merupakan salah satu
contoh dari penyakit kompleks-imun1,2,4
Pada penyakit kompleks-imun, antibodi tubuh (host) akan bereaksi dengan circulating
antigen dan komplemen yang beredar dalam darah untuk membentuk circulating immunne
complexes. Pembentukkan circulating immunne complexes ini memerlukan antigen dan
antibodi dengan perbandingan 20 : 1. Jadi antigen harus lebih banyak atau antibodi lebih
sedikit. Antigen yang bersirkulasi dalam darah bersifat heterolog baik eksogen maupun
endogen. Kompleks-imun yang beredar dalam darah dalam jumlah banyak dan waktu yang
singkat akan menempel/melekat pada kapiler-kapiler glomeruli dan terjadi proses kerusakan
mekanis melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi. Untuk
sistematisnya dapat dilihat pada skema berikut ini:

3.6 Patofisiologi
Patofisiologi pada gejala-gejala klinik berikut:
1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria
Kerusakan dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih permeable dan porotis
terhadap protein dan sel-sel eritrosit, maka terjadi proteinuria dan hematuria
2. Edema

Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa penurunan tekanan
onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme edema pada sindrom nefrotik.
Penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi glomerulus (LGF) tidak diketahui sebabnya,
mungkin akibat kelainan histopatologis (pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel
mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini
menyebabkan penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi
natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan garam natrium
dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume
plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema
3. Hipertensi
a. Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis)
Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam genesis hipertensi
ringan dan sedang.
b. Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi berat. Hipertensi
dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat menurunkan konsentrasi renin,
atau tindakan nefrektomi.
c. Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin. Penurunan
konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi2
4. Bendungan Sirkulasi
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom nefritik akut,
walaupun mekanismenya masih belum jelas.
Beberapa hipotesis yang berhubungan telah dikemukakan dalam kepustakaankepustakaan antara lain:
a. Vaskulitis umum
Gangguan pembuluh darah dicurigai merupakan salah satu tanda kelainan patologis
dari glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan pembuluh darah ini menyebabkan
transudasi cairan ke jaringan interstisial dan menjadi edema.
b. Penyakit jantung hipertensif
Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan hipertensi yang dapat
terjadi pada glomerulonefritis akut.
c. Miokarditis
Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan perubahan-perubahan
elektrokardiogram: gelombang T terbalik pada semua lead baik standar maupun
precardial. Perubahan-perubahan gelombang T yang tidak spesifik ini mungkin
berhubungan dengan miokarditis.
d. Retensi cairan dan hipervolemi tanpa gagal jantung

Hipotesis ini dapat menerangkan gejala bendungan paru akut, kenaikan cardiac
output, ekspansi volume cairan tubuh. Semua perubahan patofisiologi ini akibat
retensi natrium dan air
3.7 Manifestasi klinis
Gejala klinis glomerulonefritis akut pasca streptokok sangat
bervariasi, dari keluhan-keluhan ringan atau tanpa keluhan sampai timbul
gejala-gejala berat dengan bendungan paru akut, gagal ginjal akut, atau
ensefalopati hipertensi
Kumpulan gambaran klinis yang klasik dari glomerulonefritis akut
dikenal dengan sindrom nefritik akut. Bendungan paru akut dapat
merupakan gambaran klinis dari glomerulonefritis akut pada orang
dewasa atau anak yang besar. Sebaliknya pada pasien anak-anak,
ensefalopati akut hipertensif sering merupakan gambaran klinis pertama.
1. Infeksi Streptokokus
Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau
infeksi kulit (impetigo). Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa
prevalensi glomerulonefritis meningkat mencapai 30% dari suatu
epidemi infeksi saluran nafas. Insiden glomerulonefritis akut pasca
impetigo relatif rendah, sekitar 5-10%.
2. Gejala-gejala umum
Glomerulonefritis akut pasca streptokok tidak memberikan keluhan dan
ciri khusus. Keluhan-keluhan seperti anoreksia, lemah badan, tidak
jarang disertai panas badan, dapat ditemukan pada setiap penyakit
infeksi.
3. Keluhan saluran kemih
Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari
semua pasien. Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan
seperti infeksi saluran kemih bawah walaupun tidak terbukti secara
bakteriologis. Oligouria atau anuria merupakan tanda prognosis buruk
pada pasien dewasa.
4. Hipertensi
Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada
semua pasien. Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali
normotensi setelah terdapat diuresis tanpa pemberian obat-obatan
antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau tanpa ensefalopati hanya
dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.
5. Edema dan bendungan paru akut
Hampir semua pasien dengan riwayat edema pada kelopak mata atau
pergelangan kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila
perjalanan penyakit berat dan progresif, edema ini akan menetap atau
persisten, tidak jarang disertai dengan asites dan efusi rongga pleura .

3.8 Diagnosis Dan Diagnosis Banding


Pemeriksaan Fisik
Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan pengukuran
berat dan tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites. Melakukan
pemeriksaan kemungkinan adanya penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan

ginjal seperti atritis, ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dan system syaraf pusat.
Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan
tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus juga
berkurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya
kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relative kurang
terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga diuresis berkurang (timbul
oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium juga berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih
dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia,hidrema dan asidosis metabolik.
Pemeriksaan Laboratorium
Bila ditemukan proteinuria tersendiri (isolated proteinuria), hematuria mikroskopik
atau ipertensi ringan pada anak yang tampak sehat, harus dilakukan evaluasi lebih lanjut.
Hematuria mikroskopik dan hipertensi ringan biasanya hanya bersifat sementara.
Hematuria nyata tanpa gejala lain biasanya berasal dari glomerulus dan bila telah
diketahui adanya kelainan yang bermakna, harus segera dilakukan pemeriksaan
selanjutnya.
Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi
garam dan air). Pada pemeriksaan urine didapatkan jumlah urine berkurang dan berat
jenis urine meninggi. Hematuria makroskopik ditemukan pada 50% penderita, ditemukan
juga adanya albumin, eritrosit leukosit, silinder leokosit dan hialin.
Albumin serum sedikit menurun demikian juga komplemen serum (globulin beta-1C)
serta ureum dan kreatinin darah meningkat. Anemia sering dijumpai pada gagal ginjal
akut atau gagal ginjal kronik. Hematuria harus diukur pada semua anak. Sebanyak 90%
anak dengan glomerulonefritis akut menunjukkan peningkatan streptozim dan penurunan
komplemen C3. Kadar C3 biasanya normal kembali dalam waktu 4-8 minggu dan
steptozim dalam waktu 4-6bulan. Uji fungsi ginjal normal pada 50% penderita.
Biopsi ginjal diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit glomerulus, sebelum
biopsy dilakukan pengukuran besar ginjal dan strukturnya untuk memastikan adanya dua
buah ginjal dan menyingkirkan kemungkinan tumor dan kelainan lain yang merupakan
indikasi kontra biopsy ginjal.
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik
ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit
disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder
lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat
dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma
nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah
pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus
dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak
berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan

mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan
diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan
kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis
terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara
lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim
cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen
sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan
GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi
sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila
semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi
sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau
antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit
titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara
seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun
bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan
tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
Air kemih :
Proteinuria ringan (pemeriksaan urine rebus)
Hematuria makroskopis/mikroskopis
Torak granular, torak eritrosit
Darah
BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali
ASTO >100 Kesatuan Todd
Komplemen C3 < 50 mg/dl pada 4 minggu pertama
Hipergamaglobulinemia, terutama IgG
Anti DNA-ase beta dan properdin meningkat
Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik
ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit
disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder
lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat
dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma
nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah
pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplemen.

Diagnosis Banding
-Hematuria berulang dengan glomerulonefritis fokal(igA nefropati)
-Hematuria berulang yang asimtomatis, tanpa penurunan fungsi ginjal
-Timbunan IgA di glomeruli
-Hemauria berulang ringan
-Purpura henoch-Schonlein
-Glomerulonefritis progresif
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :
nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin
berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.
MPGN (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti
gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.
lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
Glomerulonefritis kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.
3.9 Pemeriksaan Penunjang
3.10

Tatalaksana

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di


glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu
dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya
untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika

alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari


dibagi 3 dosis.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi
dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah,
maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi
pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi
seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa
untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek
toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapacara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun
dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus
Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
Pengobatan terpenting adalah suportif, hipertensi dapat diatasi secara efektif dengan
vasodilator perifer (hidralasin, nifedipin). Diuretik diperlukan untuk mengatasi retensi
cairan dan hipertensi. Sebagian pasien hanya memerlukan terapi anti hipertensi jangka
pendek (beberapa hari sampai beberapa minggu). Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pasien dengan
gejala encelopati hipertensif memerlukan terapi anti hipertensi yang agresif, diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intramuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian maka selanjutnya reserpin diberikan per oral dengan dosis 0,03 mg/kgBB/hari.

Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialysis peritoneum atau hemodialisis. Diuretikum
dulu tidak diberikan pada glomeruloefritis akut tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid
(lasix) 1mg/kgBB/kali secara intra vena dalam 5-10 menit berakibat buruk pada
hemodinamika
ginjal
dan
filtrasi
glomerulus.

Pemberian penicillin pada fase akut akan mengurangi menyebarnya infeksi


streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian antibiotika ini dianjurkan hanya untuk
10 hari. Pasien glomerulonefritis akut dengan gagal ginjal akut memerlukan terapi yang
tepat, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada Fase akut diberikan makanan
rendah protein (1g/kgBB/hari) dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan
pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal. Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan
bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oliguria maka jumlah
cairan yang diberikan harus dibatasi.
3.11

Prognosis
Penyembuhan sempurna dapat terjadi pada 95% anak dengan glomerulonefritis
pasca streptococcus akut. Tidak adabukti bahwa terjadi pemburukan menjadi
glomerulonefritis kronik. Mortalitas dapat dihindarkan dengan manajemen yang tepat
pada gagal ginjal. Kekambuhan sangat jarang terjadi.
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan
penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari
ke 7-10 Fungsi ginjal(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi
normal dalam waktu 3-4 minggu.kimia darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan
hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu. LED
meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap
untuk beberapa bulan. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun
dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi
penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini,
karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 %
akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi
glomerulonefritis kronis

3.12 Komplikasi
Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis akut yang tidak
mendapat pengobatan secara tuntas.
Gagal ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria yang dapat berkurangnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufiiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialysis (bila perlu).
Enselopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan
karena spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak.
Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang buka saja disebabkan spasme pembuluh
darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.

Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritropoetik yang
menurun.
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
3.13

Pencegahan

Pengobatan lebih awal terhadap infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh
infeksi streptokokus dapat mengurangi resiko untuk terkenanya sindrom nefritik akut.
Golongan penisilin dapat diberikan untuk eradikasi kuman, dengan amoksisilin 50 mg/kg
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.

Anda mungkin juga menyukai