Jbptitbpp GDL Muhammadfi 30801 3 2008ta 2
Jbptitbpp GDL Muhammadfi 30801 3 2008ta 2
2008
BAB II
Tinjauan Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
[16]
BAB II
Tinjauan Pustaka
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 2 Kisaran ukuran sel dan densitas relatif untuk metode pembuatan metal foam
yang berbeda.[21]
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 3 Skema proses pembuatan Aluminium dengan mendispersikan gas kedalam
[10]
BAB II
Tinjauan Pustaka
Tabel II. 1 Klasifikasi rute pembuatan Aluminium Foam, direct foaming dan indirect foaming [16]
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 5 Penampang melintang aluminium foam dengan rute proses injeksi gas[10]
akan
terdekomposisi
karena
terpengaruh
oleh
panas
sehingga
melepaskan gas yang digunakan dalam proses foaming. Shinko Wire Co, Amagasaki
(Jepang) telah memproduksi Aluminium foam dengan cara ini sejak tahun 1986,
dengan kapasitas produksi yang terlaporkan sebesar 1 ton per hari. Selain itu,
perusahaan Cina, Jiangsu Tianbo Light-Weight Materials di Nanjing juga telah dapat
memproduksi hal yang serupa.
10
BAB II
Tinjauan Pustaka
11
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 8 Rute proses invesment casting dengan penggunaan pola garam dan penampang
melintang aluminium hasil proses[10].
12
BAB II
Tinjauan Pustaka
Proses infiltrasi tidak memelukan serbuk atau serat logam yang mahal. Bentuk produk
juga dapat diatur secara seksama dengan pengaturan cetakan, serta dapat memiliki
keseragaman struktur yang tinggi. Proses ini relatif kompleks, mensyaratkan proses
sintering dan pelarutan cetakan. Jenis ukuran sel terbesar dan terkecil dapat diatur
dengan menentukan proses infiltrasi dari pola cetakan yang rumit serta teknik untuk
melarutkannya.
Jenis proses lainnya diperlihatkan pada gambar II.9, serbuk logam dicampur dengan
serbuk garam, lalu dikompaksi sehingga didapatkan blok yang padat. Kemudian blok
tersebut disinter pada temperatur diantara titik leleh aluminium dan garam. Setelah
itu, proses ini diikuti dengan pelarutan garam sehingga didapatkan foam dengan */
> 0.2. Akan tetapi, proses ini tidak digunakan untuk penggunaan yang luas. Proses ini
cukup rumit, dan relatif mahal karena penggunaan serbuk aluminium. Hasil proses ini
menghasilkan sambungan antara garam yang lebih sedikit, sehingga menghasilkan
produk yang lebih padat, struktur pori yang kecil dan seringkali meninggalkan sisa
NaCl.
Gambar II. 9 Rute proses dengan penggabungan serbuk aluminum dengan serbuk garam,
dilanjutkan dengan pelarutan; penampang melintang hasil rute proses[10]
Pada proses yang lain, digunakan partikel polystyrene yang dicampur dengan resin,
dan kemudian dibakar untuk menghasilkan cetakan resin yang berlapis (coating).
Muhammad Fida Helmi 13703040
13
BAB II
Tinjauan Pustaka
Aluminium cair lalu diinfiltrasikan dengan bantuan tekanan sebesar 460 Mpa selama
0,2 detik, sebelum polimer terdekomposisi. Polystyrene kemudian terbakar habis
sehingga dihasilkan foam dengan sel terbuka berukuran sel 1-3 mm dan */ sebesar
0.14-0.27. Proses ini relatif mahal sehingga digunakan untuk sampel yang terbatas.
Proses lain yang relatif lebih mudah adalah dengan menggunakan foam polymer
bersel terbuka sebagai pola untuk memproduksi aluminium foam dengan 2 tahapan
proses invesment casting. Seperti yang terlihat pada gambar II.10, polymer
(polyurethane) diinfiltrasi dengan plester, lalu dibakar untuk menghilangkan polimer.
Cetakan yang tersisa lalu diisi oleh aluminium cair, juga seringkali dibantu dengan
kombinasi antara keadaan vakum dan tekanan eksternal. Pada akhir proses, plester
kemudian dilarutkan.
Gambar II. 10 Rute proses dengan menggunakan template polymer, DuocellTM ; penampang
melintang aluminium foam DuocellTM [10]
Foam dapat diproduksi untuk berbagai macam logam dan paduannya, dengan */
Muhammad Fida Helmi 13703040
14
BAB II
Tinjauan Pustaka
sebesar 0.03. Proses ini tentunya mempunyai keuntungan dan kerugian dalam segi
proses jika dibandingkan dengan penggunaan pola garam. Variasi porositas dapat
diatur dengan penggunaan cetakan polimer. DuocelTM, merupakan salah satu produk
yang diproses dengan metode ini. Aplikasi penggunaannya antara lain sebagai heat
exchanger, elektrode berpori, dan filter kimia.
Pembekuan Eutektik Dari Solid-Gas[4]
Metode ini dikembangkan sekitar 15 tahun yang lalu, memanfaatkan perbedaan
kelarutan gas dalam logam berfasa cair dan padat. pertama kali, gas hidrogen atau
nitrogen dilarutkan pada tekanan tinggi (diatas 50 bar) kedalam lelehan logam. Jika
kemudian temperatur diturunkan dibawah temperatur leleh logam, maka presipitat gas
akan tumbuh. Pada saat kondisi ini, gelembung gas akan terperangkap di dalam
logam. Morfologi pori yang didapat akan tergantung pada kandungan gas, tekanan
pada lelahan logam, laju pelepasan panas dan komposisi kimia dari lelehan logam.
Gambar II. 11 Rute proses aluminium foam dengan pembekuan eutektik dari Solid-Gas; dan
hasil proses[10]
Pada umumnya, bentuk pori yang akan didapat berupa pori besar yang memanjang
sesuai arah pembekuan. Diameter pori berkisar antara 10 mikrometer sampai 10 mm.
Panjang pori berkisar antar 100 mikrometer samapai 300 mm, dan porositasnya 575%. Kata "gasar" tercipta dari akronim Rusia yang berarti "gas-reinforced". saat ini,
metode tersebut telah diadaptasi oleh Jepang dengan penamaan "lotus-structure"
karena menyerupai akar lotus (teratai).
15
BAB II
Tinjauan Pustaka
padat
16
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 12 Rute proses kompaksi serbuk aluminium dan foaming agent, FoaminalTM [10]
17
BAB II
Tinjauan Pustaka
metode pemadatan serbuk, metode casting ini dapat mengahasilkan precursor yang
isotropik sehingga mempunyai sruktur pori yang seragam.
Foaming of Ingots Containing Foaming Agents (FOAMGRIPTM)[4]
Material precursor juga dapat dibuat tanpa menggunakan serbuk logam. Caranya
adalah dengan mencampurkan partikel titanium hydride ke dalam logam cair, sesaat
setelah cairan logam akan membeku. Hasil precursor yang didapatkan, selanjutnya
dapat diproses dengan metode yang sama dengan yang sebelumnya. Untuk
menghindari pembentukan dini gas hidrogen saat pencampuran, maka pembekuan
harus dilakukan dengan dengan cepat atau dengan menggunakan foaming agent
yang dipasifkan sehingga mencegah pelepasan gas yang berlebihan dalam tahapan
ini. Skema proses ini diperlihatkan pada gambar II.14.
Salah satu metodenya adalah dengan menggunakan mesin die-casting. Serbuk
hidrida diinjeksikan kedalam cetakan (die) bersamaan dengan logam cair[25].
Tantangan permasalahan yang harus dihadapi adalah cara untuk mendapatkan
distribusi serbuk TiH2 yang terdistribusi secara homogen. Sebagai alternatif, serbuk
TiH2 dapat ditambahkan kedalam cairan logam dengan pengadukan lambat dan
pendinginan lanjutan. Untuk mendapatkan foam yang stabil, maka sering digunakan
partikel SiC sekitar 10-15 % vol.
18
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 14 Rute proses FOAMGRIPTM dan penampang melintang dari produknya.[10]
19
BAB II
Tinjauan Pustaka
secara
sesaat,
maka
penggunaan
foaming
agent
memberikan
dekomposisi kimia secara gradual dan ekspansi gelembung secara progresif. Hal ini,
memberkan kesempatan pada gelembung untuk menyusun kembali sehingga variasi
densitas lokal dapat dihindari. Partikel penstabil dapat membantu penyusunan pori,
juga menstabilisasi permukaan dengan bantuan reaksi kimia antara gelembung gas
dan aluminium cair.
II.3.2 Persyaratan untuk Foaming Agent[10]
Prinsipnya, setiap material yang stabil di temperatur kamar namun dapat melepaskan
gas saat kenaikan temperatur, maka dapat berpotensi sebagai foaming agent.
Termasuk kedalam foaming agent adalah bahan inorganik hidrat seperti kalsium
klorida, cupric sulfat dan barium iodida, juga mineral yang memiliki lapisan hidrat
seperti vermiculite. Ketika dipanaskan diatas temperatur dekomposisinya (40013000C), maka bahan ini akan terhidrasi dan uap air yang terlepas dapat digunakan
untuk mengembangkan (foaming) cairan logam. Senyawa logam, termasuk hidrida,
oksida, nitrida, sulfida, dan karbonat, juga cocok digunakan. Pada kenaikan
temperatur yang cukup, bahan tersebut dapat terdekomposisi membentuk formula:
MX ( s ) M ( s ) + X ( g )
[2.1]
Mayoritas pengerjaan foaming pada logam cair ditujukan pada aluminium. Hal ini,
dikarenakan karakteristiknya yang mempunyai densitas rendah, relatif mempunyai
titik leleh rendah, dan sifat mampu tahannya terhadap korosi. Aluminium murni
meleleh pada 6600C, sedangkan aluminium paduan yang lazim digunakan sebagai
bahan aluminum foam, mempunyai temperatur leleh yang lebih rendah dibawah
5750C.
Beberapa paten menyarankan kisaran yang luas untuk
sebagai foaming agent. Termasuk didalamnya adalah CdCO3 dan MgCO3, molekul
organik dengan rantai panjang, (NH4)CO3, vermiculite, logam sulfat dan karbonat.
Diantara semua bahan tersebut, titanium hidrida (TiH2) dan zirconium hidrida (ZrH2),
merupakan foaming agent yang sering digunakan secara praktik. Pada penggunaan
komersial pun hanya TiH2 yang luas dipakai. Bahan ini terdekomposisi melalui reaksi:
20
TiH 2( s ) Ti( s ) + H 2( g )
BAB II
Tinjauan Pustaka
[2.2]
Energi bebas dari reaksi ini, G0, diplotkan sebagai fungsi dari temperatur pada
gambar II.15. Semua elemen diasumsikan pada keadaan standar, yaitu ketika gas
terbentuk pada tekanan atmosfer. Hal ini, menyesuaikan perkiraan situasi didalam sel
saat aluminium bersifat cair. Dekomposisi TiH2 menghasilkan hidrogen, secara
langsung terjadi dalam keadaan atmosfer pada temperatur 7500C. Tetapi, pada
proses foaming dekomposisi TiH2 terjadi secara cepat di temperatur yang lebih
rendah. Senyawa intermetalik TiAl
antara partikel TiH2 dan logam cair. Hal ini menunjukkan adanya reaksi lain yang
terjadi.
Gambar II. 15 G0 untuk dekomposisi termal dari TiH2, dan untuk beberapa reaksi
pembentukan gas dari TiH2 pada Paduan Aluminium cair. pH2 = 1 [10]
[2.3]
21
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 16 G reaksi [3.3] untuk satu mol pada berbagai macam logam karbonat, pCO2=1
atm, berdasaran tabulasi data dari berbagai sumber. [10]
Segera setelah melihat gambar diatas, maka dapat terlihat bahwa kebanyakan dari
karbonat tidak terlalu stabil untuk digunakan sebagai foaming agent pada aluminium.
Terlihat pada kesetimbangan tekanan parsial dari CO2 (pCO2) beberapa karbonat di
gambar II.17. Selain itu, beberapa karbonat terdekomposisi pada temperatur yang
terlalu tinggi. Penjelasan ini mungkin memberikan alasan kurang lazimnya
penggunaan karbonat untuk saat ini.
22
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 17 Kesetimbangan pCO2 untuk logam karbonat. Pita kelabu menunjukkan kisaran
temperatur leleh untuk paduan aluminium. [10]
Kalsium Karbonat
Kalsium karbonat (CaCO3) ternyata mempunyai kriteria yang paling cocok. Yaitu,
mempunyai densitas yang mirip dengan Aluminium (2710 kg m-3) dan juga telah lama
digunakan sebagai agen foaming pada gelas dengan reaksi sebagai berikut:
[2.4]
pCO2 untuk reaksi ini diplotkan sebagai fungsi dari temperatur di gambar II.18.
Gambar II. 18 Kesetimbangan pCO2 untuk reaksi [3.4]. Pita kelabu menandakan kisaran
temperatur leleh paduan aluminium [10]
23
BAB II
Tinjauan Pustaka
Meskipun dekomposisi termal CO2 murni pada keadaan atmosfer terjadi diatas
temperatur leleh aluminium paduan, reaksi satu tahap, secara termodinamika cocok
terjadi pada saat temperatur leleh dengan penurunan kecil pCO2. Diperlihatkan pada
gambar II.19. Maka, CaCO3 dapat digunakan sebagai foaming agent aluminium, jika
pCO2 didalam sel dapat dikurangi.
Gambar II. 19 G untuk reaksi [3.4] untuk beberapa nilai pCO2 [10]
CaCO3 stabil pada 2 buah bentuk polimorf utama, yaitu: calcite, dengan struktur
kristal trigonal, dan aragonite, dengan struktur orthorhombik simetris. Keadaan
polimorf CaCO3 stabil, secara relatif diplotkan dalam gambar II.20. Aragonite
mempunyai energi aktivasi yang lebih rendah untuk mendekomposisi dari pada
calcite.
Gambar II. 20 Stabilitas polimorf calcite dan aragonite untuk CaCO3 [10]
24
BAB II
Tinjauan Pustaka
[2.5]
Pertukaran ion terjadi pada larutan NaF hangat selama 40 menit. Dilanjutkan dengan
pengeringan udara (1200C) selama 12 jam. Lapisan coating dilaporkan digunakan
untuk membantu memperbaiki wettability. Al-Foam untuk partikel yang dicoating,
memperlihatkan daerah pengeringan yang luas dan struktur sel acak pada pori yang
ter-interkoneksi. Sedangkan CaCO3 yang tidak dicoating, ternyata tidak dapat
membentuk foam dari logam cair. Besar pori yang dibentuk oleh karbonat (1,1 mm)
adalah 60% lebih kecil daripada Al-foam yang dibentuk oleh hidrida (1,8 mm).
Perbedaan yang mencolok dapat terlihat lebih jelas untuk spesimen yang
diperlihatkan dalam gambar II.21. Penelitian tersebut menghubungkan bahwa
perbedaan ukuran sel digunakan untuk menambah wettabiliy dari foaming agent.
Muhammad Fida Helmi 13703040
25
BAB II
Tinjauan Pustaka
Diasumsikan hal ini diupayakan untuk menambah jumlah pengintian gelembung dan
membantu pelepasan gas.
Gambar II. 21 Foam yang diproduksi dengan TiH2, CaCO3, dan CaCO3 pre-treated[10]
26
BAB II
Tinjauan Pustaka
Difusi Gas
Pada foam cair, perbedaan tekanan diantara sel dengan ukuran yang berbeda akan
menyebabkan terjadinya pengasaran, melalui mekanisme Ostwald Rippening.
Tekanan gas didalam sel yang memiliki tekanan permukaan akan berbanding terbalik
dengan radius lengkungan selnya. Perbedaan tekanan diantara sel yang berdekatan
membentuk persamaan dengan radius lengkungan r1 dan r2, yang dijelaskan sebagai
berikut:
1 1
P T .
r1 r2
[2.6]
persamaan tadi diperluas untuk gelembung didalam struktur. Hal ini dapat
diperlihatkan bahwa sebuah gelembung dengan radius r akan tumbuh pada laju:
dr
1 1
= C.
dt
r r
dimana r
[2.7]
gelembung yang lebih kecil yang juga mempunyai rasio luas permukaan dengan
volume yang tinggi. Prinsipnya adalah saat proses foaming berlangsung, akan
berpotensial terjadinya difusi gas. Meskipun pada awalnya semua gelembung
mempunyai ukuran yang sama, gelembung yang terdapat pada sisi terluar
27
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 24 Kelarutan H2 didalam paduan Al-Si sebagai fungsi dari konsentrasi Si,
diekspresikan sebagai volume gas pada 00C dan tekanan atmosfer ang akan terlarut pada
logam seberat 100g [10]
Pengaturan Sel
Jika dekomposisi pada sel yang bedekatan menunjukkan perbedaan tekanan yang
jauh dan tidak dapat terakomodasi dengan difusi, maka sel-sel dapat mengatur
kembali, lalu merubah sel tetangganya untuk mendistribusikan tekanan kembali.
Kemungkinan yang terjadi adalah permukaan sel dengan tegangan permukaan yang
rendah dapat melengkung.
Viskositas
Untuk membuat sel yang terdistribusi merata, maka gelembung harus dapat ditahan
didalam logam cair sampai foam membeku. Dengan kata lain, kecepatan pergerakan
naiknya gelembung perlu dikurangi. Pengaruh ukuran gelembung dan tingkat
viskositas logam cair pada kecepatan terminal gelembung gas pada logam cair dapat
28
BAB II
Tinjauan Pustaka
1
Fapung = .d 3 .liquid .g
6
[2.8]
Hukum stokes memberikan persamaan gaya menarik gelembung didalam logam cair
dengan viskositas, sebagai berikut :
Ftahan = 3. . .d .v
[2.9]
v=
1
d2
liquid .g.
18
[2.10]
Gambar II. 25 v terminal sebagai fungsi dari untuk beberapa nilai d [10]
Untuk memperkirakan tingkat viskositas logam cair yang disyaratkan untuk membuat
struktur sel yang stabil, maka diperlukan kisaran kriteria kekasaran foam. Oleh karena
itu, dapat diasumsikan bahwa struktur foam dapat stabil jika () cukup tinggi untuk
mengurangi v terminal gelembung pada tingkat tertentu. Untuk waktu foaming total
selama 10 menit, juga dapat diasumsikan bahwa foam akan tidak stabil atau rusak
jika gelembung-gelembungnya bergerak dengan jarak yang lebih besar dari radiusnya
29
BAB II
Tinjauan Pustaka
selama waktu tersebut. Misal, sebuah gelembung dengan r = 2mm akan memerlukan
tingkat viskositas logam cair sebesar ~7000 Pa s agar dapat stabil.
Tegangan Permukaan
Tegangan permukaan pada sel polyhedral akan menyebabkan pembulatan bentuk sel
dengan batas datar yang melebar dan permukaan sel yang menipis. Hal ini
dperlihatkan pada gambar II.26 Kejadian ini dibarengi dengan pembekuan logam cair
dari permukaan sel ke batas datar sel.
Gambar II. 26 Efek dari tegangan permukaan pada batas sisi yang datar [10]
Spesi yang bermigrasi dari permukaan gas-liquid, akan menurunkan energi antar
permukaan foam. Dengan membatasi efek dari tegangan permukaan pada
gelembung, maka akan mengurangi driving force aliran material dari permukaan sel
ke batas datar sel, karena bisa merusak (menipiskan) permukaan sel.
Lapisan oksida ini lentur dan tidak terlalu signfikan mengganggu fluiditas dari
Aluminium. Akan tetapi, keberadaan lapisan ini berefek pada tegangan permukaan,
diperlihatkan pada gambar II.27
30
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 27 Gabungan nilai tegangan permukaan dari aluminium murni yang diukur pada
keadaan vakum (P<10-4 Pa). [10]
31
BAB II
Tinjauan Pustaka
32
BAB II
Tinjauan Pustaka
plastis pada pembebanan tarik, hanya memperlihatkan modus kegagalan dari foam
saja.
Kekuatan luluh tarik pada metal foam biasanya sama atau lebih kecil daripada
kekuatan luluh tekan. Semisal, beberapa penelitian menemukan bahwa kekuatan
luluh tarik dan tekan dari metal foam AlporasTM, menunjukkan angka yang mirip.
Gambar II. 28 Skema kurva tegangan regangan pada deformasi tahap awal untuk metal foam
dengan pori tertutup. Pembebanan dilakukan dengan 2 siklus, sehingga memperlihatkan
tegangan luluh, modulus elastisitas pada saat pembebanan dan modulus elastisitas saat
pelepasan beban. [10]
33
BAB II
Tinjauan Pustaka
plastis pada permukaan sel (atau terbentuknya pita deformasi) yang menyebabkan
kurva pembebanan awal yang tidak linear.
Perlu diperhatikan, bahwa deformasi elastis yang terlokalisasi muncul sebagai akibat
dari tidak seragamnya bentuk foam. Pada metal foam (open-cell) yang mempunyai
struktur sel seragam, tidak terdapat perbedaan diantara modulus pembebanan dan
pelepasan beban. Melalui image-matching juga terlihat bahwa pada pembebanan
awal, deformasi elastis yang terjadi akan lebih homogen. Modulus elastis tetap
menjadi sifat yang paling penting pada pemakaian aluminium untuk aplikasi
konstruksi.
34
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 29 Tiga tahapan pada kurva tegangan-regangan untuk metal foam, pada
pemberian regangan tekan yang besar [10]
Kegagalan plastis, seringkali terjadi melalui penjalaran pita pertama yang telah
mengalami kegagalan sepanjang bidang spesimen. Pada sturuktur sel yang tidak
seragam, akan terkesan bahwa terdapat banyaknya keberadaan pita yang gagal. Hal
ini, adalah konsekuensi dari daerah yang mempunyai densitas lokal tinggi pada
struktur sel, yang mencegah penjalaran lanjutan, sehingga mendorong terjadinya
kegagalan plastis secara acak.
Pemadatan (densfication)
Ketika kegagalan pada pita sel berlanjut, terdapat satu titik dimana tidak ada lagi
ruang tersisa untuk berdeformasi dengan buckling. Hal ini digambarkan melalui
kenaikan secara tajam pada kurva tegangan-regangan, sebagai fungsi dari kekuatan
(tahap 3 pada gambar II.29). Regangan teknik (engineering strain) disaat pemadatan
terjadi, Ed, dimodelkan dengan persamaan empiris berdasarkan data dari metal foam
dengan */ diantara 0.02 sampai 0.4:
( )
d = 1 1.4 *
[2.12]
Angka 1.4 sebagai faktor untuk memperhitungkan rongga kecil yang terperangkap
dalam material ketika tidak ada lagi deformasi sel yang terjadi.
35
BAB II
Tinjauan Pustaka
Possion's Ratio
Possion's ratio, umumnya mempunyai harga mendekati nol, dikarenakan tidak
adanya peregangan lateral, yang biasanya terjadi saat deformasi plastis. Dengan
adanya ruang bebas yang luas, berarti pita deformasi dapat mengikuti jejak dimana
resistansinya paling kecil, dan seringkali terdapat pada sudut 450 atau lebih pada arah
penekanan. Kekuatan luluh hidrostatik, mempunyai kemiripan dengan kekuatan luluh
uniaksial.
Gambar II. 30 Kurva tegangan-regangan tekan untuk spesimen kubus dari spesimen
AlulightTM (ulet) dan AlcanTM (getas). [10]
36
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 31 Skema kurva tegangan regangan untuk: a) foam ideal, b) foam yang
mengalami kegagalan getas, dan c) foam dengan work hardening yang luas. Daerah efektif
saat penyerapan energi mekanik terjadi pada bagian kelabu sebelum mencapai
pembebebanan tekan kritis e [10]
37
BAB II
Tinjauan Pustaka
F (s ')ds '
0
Fmax ( s ) s
[2.13]
Dimana Fmax(s) adalah gaya tertinggi yang terjadi saat deformasi (s).
Sebagaimana semua material memperlihatkan tegangan yang beragam selama
penekanan, maka perhitungan effisiensi juga berubah-ubah selama proses deformasi.
Oleh karena itu, perhitungan efisiensi bergantung pada sifat kurva pembebanan
Muhammad Fida Helmi 13703040
38
BAB II
Tinjauan Pustaka
tekan. Bergantung pada densitas dan komposisi paduan, efisiensi penyerapan energi
aluminum foam dapat mencapai lebih dari 90%, terutama saat deformasi 60%
pertama. Densitas relatif, morfologi sel, dan homogenitas foam, seperti halnya
gradien densitas mempengaruhi panjang dari daerah dataran (plateau) selama
penekanan. Pada area pemadatan, efisiensi akan berkurang ketika kenaikan
tegangan. Dengan kata lain, aluminum foam dapat diberi pebebanan secara optimal
hanya ketika sampai dengan area daerah datar pada kurva tegangan-regangan.
Efisiensi penyerapan energi adalah parameter terukur saat karakterisasi, yang
memperlihatkan kemampuan menyerap energi dan simpulan dari sifat umum
kelakuan aluminum foam saat berdeformasi. Akan tetapi, untuk pemilihan material
untuk aplikasi penyerapan energi mekanaik, maka informasi efisiensi saja tidaklah
cukup.
II.6.1.2 Kapasitas Penyerapan Energi Mekanik[9]
Perhatian khusus untuk konstruksi kendaraan, tempat dan berat yang dibutuhkan
untuk struktur komponen tambahan adalah sangatlah penting. Energi impak yang
diserap per volume oleh energy absorber selanjutnya merupakan perhatian penting
yang diperlihatkan pada gambar II. 33 sebagai fungsi dari densitas.
Gambar II. 33 Energi terserap per unit volume terhadap berbagai macam densitas foam AlSi
setelah penekanan sebesar 20%, 40%, dan 60%.[9]
39
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 34 Kelakuan tekan dari 3 macam foam AlSi12 pada berbagai densitas. Ketiga
daerah kelabu memperlihatkan energi yang terserap dengan jumlah yang sama sebesar W* [9]
Area kelabu berkaitan dengan jumlah energy W* yang sama terserap oleh ketiga
foam. Batas kanan dari setiap area kelabu menandai penekanan yang diperluan
untuk menyerap sejumlah energi ini. Pada kasus ini, densitas terendah, kurva
tegangan regangan telah melewati tegangan konstan sebelum energi W* terserap.
Oleh karena itu, tegangannya mencapai harga yang tinggi. Sedangkan untuk foam
dengan densitas tertinggi akan memperlihatkan daerah datar dengan tegangan
konstan dan di sisi lain mempunyai tegangan maksimum yang paling tinggi. Sebagai
perbedaan, untuk energi impak yang diberikan W*, foam dengan densitas medium
terbebani tepat berada pada akhir area datar. Oleh karena itu, hal ini memperlihatkan
puncak tegangan yang terendah untuk penyeraan energi. Dengan keadaan ini, untuk
setiap energi impak yang diberikan kepada foam dengan densitas spesifik yang dapat
ditentukan, maka akan memerlihatkan tegangan maksimum terendah yang mungkin
selama deformasi. Maka disimpulkan bahwa bermacam tingkat energi dan tegangan
impak yang diperbolehkan untuk foam dapat dipilih.
40
BAB II
Tinjauan Pustaka
Terdapat berbagai teknik untuk memilih dan mengevaluasi penyerap energi mekanik
yang terbuat dari aluminum foam.
menggunakan cara ini, maka dapat mengurangi biaya perbaikan akibat tabrakan.
Crashbox, dibuat dari aluminum ekstrusi atau bagian baja lasan yang diisi dengan
aluminum foam. Saat mengalami tabrakan, maka crashbox akan hancur atau rusak
disepanjang bagian, untuk menyerap energi mekanik. Crashbox juga telah secara
luas digunakan di Eropa untuk lebih menjamin keselamatan kendaraan.
Beberapa keuntungan pemakaian aluminum foam sebagai isian dari crashbox
diantaranya adalah sebagai berikut:
Menyerap energi tabrakan satu sumbu, dengan lebih efisien daripada desain
bagian yang kosong berlubang (hollow).
Menyerap energi mekanik lebih besar daripada bagian yang kosong pada
massa yang serupa.
Menawarkan kebebasan desain yang lebih baik pada front end dengan
menyerap energi impak, terlebih pada jarak yang dekat.
41
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gambar II. 35 Crashbox yang telah hancur, dan dua contoh komponen dengan rute produksi
berbeda.[1]
Gambar diatas ini memperlihatkan crashbox yang telah hancur terpakai, dan dua
contoh komponen yang diproduksi dengan rute proses yang berbeda. Crashbox yang
telah hancur, memperlihatkan dua aksi, yaitu: tidak hanya menyerap energi impak,
tetapi juga menyebabkan tabung (tube) berperilaku berbeda (lebih berlipat) sehingga
lebih menyerap energi dibanding ketika tidak terisi. Dibawah ini, contoh dari kurva
gaya-regangan untuk pipa kosong dan tiga pipa yang diisi dengan foam pada
densitas yang dinaikkan.
II.6.3.2 Rails[1]
Pada sebagian besar mobil, terutama pada rail depan dan belakang, dibuat dari
bagian yang berongga. Bagian ini, menawarkan kekakuan bending yang baik, akan
tetapi sering mengalami kegagalan prematur yang disebabkan oleh kerusakan yang
Muhammad Fida Helmi 13703040
42
BAB II
Tinjauan Pustaka
terlokalisasi. Secara tradisional, pelat baja digunakan sebagai penopang pada titik
yang lemah pada rail, seperti pada lekukan. Tetapi, penambahan ini seringkali
menambah rumit desain dan biaya pada sistem.
Penggunaan aluminum foam yang diisikan kedalam rails diantaranya sebagai berikut:
Kekuatan, penyerapan energi dan panjang dari regangan elastik dari aluminum
foam yang diisikan kedalam rail dapat diimprovisasi, dengan mencegah
kegagalan prematur pada cacat atau lekukan.
Penyerapan energi dan kekuatan dari rail yang diisikan foam dapat
diimprovisasi dengan berat yang sama seperti rail konvesional.
II.6.3.3 Bumper[1]
Permintaan atau tuntutan untuk memperbaiki sistem bumper telah meningkat dengan
tajam. Tuntutan persyaratan keselamatan untuk pengendara, penumpang, dan
pejalan kaki perlu diperhatikan. Konsumen dan industri menginginkan sistem yang
dapat dengan mudah diperbaiki dan dapat melindungi komponen lain yang lebih
mahal.
Sebagai tambahan untuk pemakaiannya sebagai crashbox, keuntungan lain
aluminum foam pada desain batang bumper termasuk didalamnya adalah:
Penggunaan aluminum foam dapat didesain untuk profil bumper yang lebih
ramping.
43